Rokok Membodohi Masyarakat

JAKARTA (Pos Kota) – Indonesia terus menjadi tertawaan pegiat anti rokok internasional. Dari seluruh negara di Asia Tenggara, Indonesia dinilai paling bebas mengedarkan dan mengebulkan asap rokok di mana pun. Rokok membuat masyarakat Indonesia bodoh.

Padahal negara tetangga Singapura saja menerapkan aturan sangat ketat terhadap industri rokok agar penduduknya terhindar dari racun rokok mematikan.

Pegiat antirokok internasional, Dr Stephen Carr Leon melihat rokok bisa menjadi alat pembodohan suatu bangsa dan negara. "Dan rokok melahirkan suatu generasi bodo.

"Lihat saja Indonesia. Jika Anda ke Jakarta, atau wilayah manapun di Indonesia, di mana saja Anda berada, dari restoran, teater, kebun bunga hingga ke musium, hidung Anda akan segera mencium bau asap rokok! Berapa harga rokok? Cuma 70 cent (Rp9000)," sesalnya.

Padahal di Singapura harga sebungkus rokok mencapai Rp80 ribu. Di Malaysia Rp65 ribu, di Thailand Rp50 ribu dan di Filipina Rp55 ribu. Artinya, pemerintah Indonesia tidak melindungi warganya dari bahaya racun nikotin.

Menurut dia, Indonesia menduduki peringkat ketiga di dunia dalam hal jumlah perokok. Sekitar 80 juta penduduk Indonesia merokok. Kematian akibat penyakit yang berhubungan dengan rokok tiap tahun mencapai 629.948 orang atau 1.372 orang per hari. Bahkan, kerugian akibat rokok melebihi pendapatan cukai. Tahun 2011 cukai rokok sebesar Rp62 triliun. Tetapi biaya pengobatan penyakit akibat rokok mencapai Rp310 triliun atau 5 kali lipat cukai rokok. Konsumsi rokok tahun 2008 mencapai 240 miliar batang per hari atau 658 juta batang per hari. Ini berarti 330 miliar 'dibakar' oleh perokok Indonesia dalam sehari.

CANDU WARGA MISKIN

Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Prof. Dr. Ali Ghufron Mukti, MSc, PhD menuturkan pendapatan yang dihabiskan orang miskin untuk membeli rokok sebesar 19 persen. Sementara itu biaya kesehatan, warga miskin hanya menghabiskan 2,5 persen dari total pengeluarannya.

"Untuk orang miskin, sekitar 11-19 persen uangnya habis untuk rokok, sedangkan untuk kesehatan dia cuma 2,5 persen Kalau mereka kemudian bisa tidak merokok, uang yang 19 persen itu tidak lagi keluar," ungkap Gufron.

Dia mengakui, pemerintah terus mengkampanyekan antirokok, agar masyarakat cenderung berperilaku hidup sehat. "Kita berpromosi agar warga berperilaku hidup sehat, tidak terkena penyakit kanker paru dll. Kongkretnya kita terus berpromosi lintas sektor, dengan LSM dengan Puskesmas," katanya.

Gufron mengatakan, pihaknya berupaya pengesahan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tembakau agar segera dilaksanakan. "Termasuk mengupayakan RPP Tembakau disahkan secepat mungkin, kemudian kita buat klinik juga," tambahnya.

Data dari Badan Pusat Statistik menyebutkan sumbangan beras, rokok hingga belanja untuk perumahan dan pendidikan masih menjadi penyumbang utama kemiskinan. Jika pengeluaran salah satu komoditi itu ditekan maka, jumlah kemiskinan bisa dikurangi.

"Kalau kampanye anti rokok bisa dijalanin itu bisa mengurangi kemiskinian juga, karena rokok termasuk pengeluaran walau tak ada kalori," kata Kepala BPS Suryamin, kemarin. (postkotanews.com)