SBY Naikkan Anggaran Kesehatan Rakyat Rp25 Triliun

JAKARTA – Pemerintah SBY berencana akan menaikkan anggaran Rp25 Triliun untuk anggaran jaminan kesehatan masyarakat bagi 250 juta jiwa. Niat SBY untuk menaikkan anggaran ini diharapkan mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari harus diawasi ketat. Pasalnya anggaran besar ini dapat membebaskan pembiayaan kesehatan seluruh rakyat Indonesia.

Dengan tersedianya anggaran yang besar ini pula praktis pemerintah sudah tidak perlu lagi menarik iuran sepeserpun dari rakyat. "Tidak perlu lagi adanya iuran karena dananya sudah disediakan untuk seluruh rakyat Indonesia tanpa membedakan yang miskin maupun yang kaya. Tidak perlu lagi mengeluarkan biaya untuk berobat baik di puskesmas maupun rumah-rumah sakit pemerintah di kelas 3. Jadi pemerintah sudah memenuhi kewajibannya, bukannya berbisnis seperti Badan Penanggulangan Jaminan Sosial (BPJS) yang direncanakan," tegas Fadilah, Rabu (8/8).

Menurutnya, sistim Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) secara nyata sudah berhasil berjalan selama 3 tahun untuk 76,4 Juta rakyat Indonesia yang miskin dan tidak mampu. Dengan dana tersebut berarti pemerintah sudah melaksanakan perlindungan kesehatan masyarakat. Cukup hanya dengan KTP setiap orang akan gratis berobat, rawat jalan atau rawat inap.

Menurut anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) ini, pembebasan biaya dapat berlaku bagi semua jenis penyakit termasuk jantung, kanker, cuci darah, semua konsultasi dokter dan tindakan medis. Dan dengan dana Rp25 triliun, pemerintah dapat membayar premi Rp8.000 per orang per bulan dalam satu tahun. Sehingga seluruh rakyat dijamin biaya kesehatannya.

"Jamkesmas dengan premi Rp 5.000 saja masih sisa, apalagi dengan Rp8.000. Kan nggak seluruh rakyat jatuh sakit dalam setahun," serunya. Dalam sistim Jamkesmas, lanjut Fadilah, semua rumah sakit pemerintah menerima uang muka dan jika kurang bisa mengklaim pada kementerian kesehatan. Sebab itulah, supaya uang tidak hilang, uangnya ditaruh di kas Negara.

Bukan di kementerian dan dikelola secara transparan. Setelah verifikasi, kementerian bisa meminta kas negara untuk membayarkan klaim tagihan rumah sakit. Namun jika Rp25 triliun diserahkan ke BPJS maka hanya 86 juta rakyat yang dijamin kesehatannya. Karena BPJS yang menggunakan sistim asuransi sosial masih mewajibkan sebagian rakyat termasuk buruh, PNS dan TNI/Polri membayar iuran setiap bulan dengan jalan potongan gaji.

"Padahal tidak semua penyakit akan ditanggung dan pemberlakuan sistim rujukan berjenjang bertujuan agar dana di BPJS dari iuran masyarakat ditambah Rp25 Triliun tersebut dapat di investasikan dibidang yang lain untuk mencari keuntungan," jelasnya.

Sementara itu pimpinan Konggres Aliansi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KASBI), Parto menjelaskan bahwa kaum buruh menuntut agar tidak ada diskriminasi dalam jaminan sosial karena presiden akan menyediakan Rp25 triliun untuk jaminan kesehatan.

"Kaum buruh, TNI/Polri dan PNS bekerja membangun negeri dan menjaga keamanan dan pertahanan, kok gajinya dipotong untuk membayar asuransi BPJS nya. Kami akan melawan," tegasnya. Ketua DKR Papua-Papua Barat, Donad Haipon menyatakan bahwa asuransi sosial yang dianut dalam BPJS memaksa rakyat ikut asuransi, padahal kesertaan asuransi murni adalah sukarela.

"Ini negara memeras rakyatnya selain bayar pajak, bayar iuran BPJS dan kalau sakit tetap bayar karena tidak ditanggung semuanya," tegasnya (Harianterbit.com)