Indonesia Masih Defisit Tenaga Kesehatan, Ini Data Kemenkes

Tenaga kesehatan memiliki peran penting dalam pemenuhan hak kesehatan masyarakat.

Karena itu, mulai tahun 2014 lalu Indonesia memberlakukan UU No. 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan.
UU tersebut mewajibkan pemerintah untuk melakukan perencanaan, pengadaan serta pendayagunaan tenaga kesehatan sesuai kebutuhan warga di berbagai wilayah Indonesia.

Namun, sampai sekarang amanat UU itu belum berhasil terlaksana sepenuhnya.

Menurut data lansiran Kepala Bagian Kepegawaian dan Umum Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian (Ditjen Farmalkes) Kementerian Kesehatan RI, sampai tahun 2019 ini Indonesia masih defisit berbagai jenis tenaga kesehatan. Berikut paparan singkatnya.

Defisit Dokter Gigi

Standar kebutuhan tenaga kesehatan Indonesia telah ditetapkan dalam Permenkes 75 Tahun 2014 dan Permenkes 9 Tahun 2014.

Menurut standar tersebut, Indonesia memiliki kebutuhan dokter gigi sebanyak 9.825 orang untuk Puskesmas Rawat Inap (Ranap) dan Non-Ranap.

Tapi menurut data Ditjen Farmalkes, Indonesia baru memiliki 7.127 dokter gigi untuk Puskesmas. Artinya, masih ada defisit sebanyak 2.698 orang.

Ditjen Farmalkes juga mencatat bahwa Indonesia membutuhkan 28.000 dokter gigi untuk klinik. Namun, sampai saat ini jumlah SDM riilnya belum diketahui.

Defisit Apoteker

Apoteker memiliki peran penting dalam penyelenggaraan layanan kesehatan.
Tugasnya meliputi distribusi obat, menjaga kualitas penyimpanan obat, sampai menyeleksi obat-obatan yang sudah kadaluarsa.
Tapi sayangnya, menurut data Ditjen Farmalkes, jumlah apoteker di Indonesia belum memenuhi standar.

Idealnya, Puskesmas Ranap dan Non-Ranap membutuhkan 13.279 orang apoteker. Namun, SDM riilnya hanya berjumlah 12.155 orang saja.

Artinya, Indonesia masih kekurangan apoteker sebanyak 1.124 orang.

Sementara itu, Indonesia juga membutuhkan 14.000 apoteker untuk klinik. Namun, Ditjen Farmalkes belum punya data soal jumlah SDM riil yang tersedia.

Defisit Tenaga Kesehatan Masyarakat

Menurut UU No. 36 Tahun 2014, Tenaga Kesehatan Masyarakat terdiri dari epidemiolog kesehatan, tenaga promosi kesehatan dan ilmu perilaku, pembimbing kesehatan kerja, tenaga administrasi dan kebijakan kesehatan, tenaga biostatistik dan kependudukan, serta tenaga kesehatan reproduksi dan keluarga.

Puskesmas dan klinik di Indonesia membutuhkan total 19.650 Tenaga Kesehatan Masyarakat. Namun menurut data Ditjen Farmalkes, SDM riilnya hanya mencapai 13.458 orang saja.

Dengan begitu, Indonesia masih defisit Tenaga Kesehatan Masyarakat sebanyak 6.192 orang.

Defisit Tenaga Gizi

UU No. 36 Tahun 2014 menyebut bahwa Tenaga Gizi adalah ahli di bidang nutrisionis dan dietisien.

Tenaga kesehatan jenis ini bisa menangani pengaturan standar gizi untuk individu, masyarakat umum, ataupun pasien rumah sakit.

Menurut standar yang diatur dalam Permenkes, seluruh Puskesmas Indonesia membutuhkan 13.279 Tenaga Gizi.
Tapi SDM riil yang ada hanya 10.697, sehingga Indonesia masih defisit Tenaga Gizi sebesar 2.582 orang.

Indonesia juga membutuhkan 14.000 Tenaga Gizi untuk klinik. Namun sampai sekarang jumlah SDM riilnya belum diketahui.

Defisit Teknisi Pelayanan Darah

Transfusi darah tergolong sebagai tindakan medis yang sangat beresiko dan bisa berakibat fatal.

Karena itu, layanan kesehatan Indonesia membutuhkan tenaga ahli yang disebut Teknisi Pelayanan Darah.

Menurut Ditjen Farmalkes, Puskesmas serta klinik di seluruh Indonesia membutuhkan 9.825 Teknisi Pelayanan Darah.
Namun SDM riilnya hanya berjumlah 8.124, sehingga Indonesia masih defisit Teknisi Pelayanan Darah sebanyak 1.701 orang.

(Sumber: Paparan Kabag Kepegawaian dan Umum Ditjen Farmalkes, Pemetaan Kebutuhan Tenaga Kefarmasian, Kemenkes RI, 2019; www.farmalkes.kemkes.go.id)

link: https://kbr.id/berita/03-2019/indonesia_masih_defisit_tenaga_kesehatan__ini_data_kemenkes/98931.html