Melihat Munculnya Startup Berbasis Kesehatan di Indonesia

Jakarta, CNBC Indonesia - Bekerja sebagai perwakilan medis selama 15 tahun, Jonathan Sudharta akrab dengan keluhan pasien rumah sakit, yaitu berlama-lama menunggu panggilan dokter, resep obat, maupun panggilan untuk mengambil obat.

Jumlah dokter di Indonesia juga tidak mencukupi populasi Indonesia. Menurut pengalamannya, Jonathan melihat bahwa jumlah dokter hanya tiga orang per 10.000 populasi, tidak sebanding dengan negara tetangga, Singapura dengan 25-28 dokter untuk 10.000 populasi.

Fokus utama dari problematika layanan kesehatan di Indonesia adalah akses seperti antrean dan akses pasien dengan para dokter spesialis. Alumni jurusan e-commerce di Curtin Unversity, Perth, Australia itu pun kemudian terpikir untuk membuat teknologi yang dapat membuka akses layanan kesehatan dengan lebih merata. Hingga pada 2016 muncul Halodoc yang berusaha mendigitalisasi ekosistem kesehatan.

Tantangan masa-masa awal Halodoc ialah mendapatkan mitra seperti dokter dan apotek. Untungnya, Halodoc pada akhirnya berhasil mendapatkan 20.000 dokter.

Lalu setelah mendapatkan mitra, tantangan selanjutnya ialah bagaimana teknologi bisa dikembangkan secara luas. Mengedukasi pasar juga tak ketinggalan jadi tantangan Halodoc pada masa awal pengembangan. Halodoc pun mencari beberapa cara untuk mengedukasi market, salah satunya ialah kerja sama dengan aplikasi layanan berbagi tumpangan Gojek.

"Bagaimana Halodoc ini diedukasikan ke market kita punya beberapa cara. Di antaranya, kita juga bekerja sama dengan Gojek," ucap Jonathan Sudharta di JS Luwansa Hotel, Jakarta, Kamis (2/5/2019).

"Kalau pakai aplikasi Gojek ada Go-Med yang sebenarnya adalah Halodoc. Itu adalah langkah mudah dan konkret. Kita juga tahu jenis pengguna di Indonesia yang memang cocok menggunakan Halodoc," tambahnya.

Munculnya teknologi berbasis aplikasi kesehatan juga didukung oleh asosiasi bernama Indonesia HealthTech Association. Asosiasi ini adalah kumpulan pemain startup di bidang teknologi kesehatan yang ingin meningkatkan kualitas hidup manusia di bidang kesehatan.

Gregorius Bimantoro, Ketua Asosiasi HealthTech, mengatakan munculnya teknologi kesehatan adalah hal yang menggembirakan.

"Ketika ada banyak startup yang muncul, kita happy tapi kita mengusahakan bagaimana itu bisa sustain dan grow. Kita mulai 11 perusahaan founder sekarang terdaftar 50, kita mulai Agustus 2018. Jumlah komunitasnya lebih dari 150," ucap Gregorius pada CNBC Indonesia di Senayan City, Jakarta Selatan, Jumat (3/5/2019).

Cara asosiasi untuk mendukung pelaku startup kesehatan untuk tumbuh ialah mendampingi mereka di sektor regulasi dan mendukung pertumbuhan ekosistemnya. Peraturan, menurut Gregorius, untuk perlindungan konsumen dan penyedia agar nantinya bisa bertanggung jawab atas layanannya.

Selanjutnya, asosiasi juga mengarahkan agar ada standarisasi pelaku startup teknologi kesehatan agar antara satu sistem perusahaan dan lainnya bisa bertukar data. Juga mengarahkan startup supaya memperhatikan keamanan data pelanggan.

"Sebagai pelaku kita tidak cuma menunggu atau kucing-kucingan sama pemerintah. Mendingan kita bikin asosiasinya... Jadi, nanti terdaftar siapa saja yang memang bermain di ranah health-tech dan modelnya seperti apa, arahnya ke mana," ucap Gregorius.

sumber: https://www.cnbcindonesia.com/fintech/20190505183742-37-70594/melihat-munculnya-startup-berbasis-kesehatan-di-indonesia