Akan Ambil Alih Wewenang Izin Edar dari BPOM, Ini Alasan Menkes Terawan

Menteri Kesehatan RI Terawan Agus Putranto, berencana mengambil alih izin edar obat yang sebelumnya dikelola oleh BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) untuk dikembalikan ke Kementerian Kesehatan. Selama ini, menurutnya, regulasi mengenai izin edar memang dipegang oleh Kemenkes sebelum di delegasikan ke BPOM.

Menkes Terawan menyebut alasan pengambil alihan izin edar adalah efisiensi. Selain itu untuk membuka peluang investasi agar harga obat bisa diturunkan.

"Alasannya untuk efisiensi. Kan ndak apa-apa. Supaya lebih cepat, lebih gampang. Kan kita tidak menilai sebagai pengawas tetapi sebagai pre market," sebut Menkes saat dijumpai detikcom, Jumat (29/11/2019).

Menarik izin edar dari BPOM pun dirasa Menkes tidak menjadi hal yang sulit karena telah sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Ia hanya melakukan deregulasi atau pengembalian fungsi ke tempat semula.

"Izin edar memang di Kemenkes. Selama ini ada Permenkes di tahun berapa itu di delegasikan (ke BPOM). Sekarang kalau delegasinya saya perbaiki ataubm saya tidak berikan kan ndak apa-apa," sebutnya.

Sebelumnya diberitakan bahwa alasan deregulasi ini terjadi karena banyaknya keluhan yang dialami oleh para pebisnis mengenai sulitnya mendapatkan izin edar sehingga memicu tingginya harga obat. Banyak yang mengaku harus menunggu waktu berbulan-bulan dan proses yang panjang sebelum mendapat izin edar.

"Ya efisiensi waktu lah. kalau waktunya efisien otomatis investasinya turun. Kalau investasinya turun, harga obatnya murah. Kan gitu aja," pungkasnya.

 sumber: https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-4804375/akan-ambil-alih-wewenang-izin-edar-dari-bpom-ini-alasan-menkes-terawan

 

Menkes Terawan Fokus Benahi 4 Masalah Kesehatan

Menteri Kesehatan yang baru saja dilantik dokter Terawan Agus Putranto menyatakan akan fokus membenahi empat masalah kesehatan. Berbagai masalah kesehatan itu merupakan arahan langsung dari Presiden Joko Widodo.

"Ada dua isu utama yaitu masalah stunting dan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)," kata Terawan dalam Pisah Sambut Menteri Kesehatan di Kementerian Kesehatan, Jakarta, Kamis (24/10) malam.

"Dua masalah kesehatan lain yaitu harga obat dan alat kesehatan yang tinggi serta rendahnya penggunaan alat kesehatan buatan dalam negeri," lanjutnya.

Masalah stunting pada 2024 ditargetkan menurun menjadi 20 persen dari tahun ini sebesar 27,6 persen. Menteri Kesehatan sebelumnya Nila Moeloek menurunkan angka stunting sekitar 10 persen selama lima tahun menjabat.

Masalah JKN berkutat seputar BPJS Kesehatan yang tekor menalangi biaya klaim.

Sementara itu, biaya obat dan alat kesehatan yang tinggi ditengarai karena bahan baku yang berasal dari luar negeri. Pada periode Menteri Nila, produksi bahan baku obat berhasil dibuat dari tidak ada sama sekali menjadi 15 persen.

Terawan menyebut akan fokus mencari solusi untuk empat permasalahan tersebut. "Kita fokus mengupayakan solusinya," ujar Terawan.

Terawan juga akan melanjutkan program-program yang berhasil dijalankan oleh Nila seperti Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas), Indonesia Sehat, dan Nusantara Sehat.

Kini, Terawan mengaku sedang beradaptasi dengan Kementerian Kesehatan setelah melepas jabatan dan posisinya sebagai Kepala RSPAD dan Letnan Jenderal di TNI Angkatan Darat. Di Kementerian Kesehatan, Terawan bakal memimpin 49.695 pegawai.

"Sebenarnya ada kekagetan luar biasa karena berhenti menjadi tentara. Seperti ngelamun terus," ucap Terawan.

Nila Moeloek juga berpesan agar Terawan dapat melakukan pemerataan tenaga kesehatan hingga daerah pelosok dan terpencil.

"Bagaimana melakukan pemerataan tenaga kesehatan di daerah rural dan urban. Ini tugas yang tidak mudah," kata Nila. (ptj/end)

sumber: https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20191024232457-255-442679/menkes-terawan-fokus-benahi-4-masalah-kesehatan

 

Hipertensi dan DM Banyak Serap Biaya obat di BPJS Kesehatan

KRJOGJA.com - Obat anti hipertensi dan Diabetes melitus (DM)M paling banyak menyerap biaya obat di BPJS Kesehatan.

Demikian Dr. Nurifansyah, Asisten Deputi Bidang Pembiayaan Manfaat Kesehatan Primer BPJS, di Jakarta,Selasa (24/9 2019).
Dalam Diskusi Optimalisasi Peran Apoteker untuk Menjamin Pengobatan Rasional dan Cost-Effective”.

Saat ini, peserta BPJS yang telah terdaftar sudah mencapai 230 juta otang. “Obat termasuk proporsi yang cukup besar dalam pelayanan JKN. Sekitar 30-40% peserta yang membutuhkan pelayanan kesehatan, pulang membawa obat,” ujarnya.

Tahun 2000-an, lanjut Dr. Nurifansyah, terjadi tren di mana pengidap penyakit kronis meningkat. Dengan demikian, membuat kebutuhan akan obat pun meningkat, terutama obat-obatan untuk penyakit kronis.

“Dari 230 peserta JKN, 11 juta merupakan penderita hipertensi, dan 9 juta penderita diabetes melitus (DM). Dua penyakit ini merupakan nenek moyang utama penyakit katastropik di Indonesia, yang membutuhkan biaya pengobatan yang mahal bila sudah terjadi komplikasi seperti penyakit jantung, stroke, dan gagal ginjal. Penyakit katastropik menyerap 30% pembiayaan BPJS Kesehatan,” akunya.

Selain karena memang penderitanya banyak, pengobatannya berlangsung seumur hidup. “Obat yang di-cover BPJS ada di Formularium Nasional. Sekitar 60% obat generik, dan 40% obat paten,” tutup Dr. Nurifansyah.

Diskusi yang digelar di Jakarta pada akhir September ini (24/9), memaparkan segala permasalahan dan solusi dari tiga sudut pandang, yakni Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), BPJS, dan industri (PT Hexpharm Jaya) sebagai penyedia obat generik.
Diungkapkan Mulia Lie, Presidan Direktur PT Hexpharm Jaya, “Hexpharm Jaya sebagai anak perusahaan PT Kalbe Farma berkomitmen untuk memproduksi obat generik dengan harga yang lebih rendah, untuk mendukung program JKN (Jaminan Kesehatan Nasional).”

Oleh karena itu, PT Hexpharm Jaya memproduksi obat generik berkualitas, yang memenuhi persyaratan CPOB ( Cara Pembuatan Obat yang Baik) dari BPOM, dan telah mendapat ISO 90001 (2015). “Formulasi dari obat-obat generik yang diproduksi setara dengan obat paten, dan telah melewati uji BA/BE. Kami fokus memproduksi obat-obat generik untuk penyakti degeneratif seperti hipertensi, hiperkolesterolemia, hingga Diabetes Melitus,” ucapnya.

Sementara itu, menurut Dra. R. Dettie Yuliati, Apt. Msi, Wakil Sekretaris Ikatan Apoteker Indonesia, menyambut WPD, IAI akan menggelar sejumlah kegiatan. Antara lain, sosialisasi WPD bertajuk “DaGaSiBu”, yang merupakan kependekan dari mendapatkan obat di tempat yang resmi, menggunakan obat dengan benar sesuai jenisnya, bagaimana menyimpan obat di rumah, dan membuang sisa obat dan kemasannya dengan aman.(ati)

sumber: https://krjogja.com/web/news/read/110604/Hipertensi_dan_DM_Banyak_Serap_Biaya_obat_di_BPJS_Kesehatan

 

Kemenkes Luncurkan Aplikasi Satu Data Kesehatan dan Tanda Tangan Digital

Kementerian Kesehatan RI meluncurkan Aplikasi Satu Data Kesehatan dan Tanda Tangan Digital. Dua inovasi tersebut diinisiasi untuk mengintegrasikan berbagai data informasi yang akurat.

Kepala Pusat Data dan Informasi Kemenkes, drh. Didik Budijanto mengatakan aplikasi Satu Data Kesehatan ini akan membuat tata kelola data Kesehatan lebih bagus serta memberikan kontribusi pada tata kelola yang baik dan menuju pembangunan kesehatan berkelanjutan.

Aplikasi Satu Data Kesehatan ini mencakup data penyakit, data fasilitas kesehatan, data SDM Kesehatan, data anggaran,

“Satu data kesehatan merupakan upaya mengelola data dan informasi kesehatan menjadi harta karun untuk kebijakan ke depan. Prinsip dasar satu data kesehatan kita harus punya satu portal data, meta data yang baku,” katanya, Jumat (27/9) di Gedung Kemenkes, Jakarta.

Diluncurkannya Aplikasi Satu Data ini, lanjut Didik, karena sudah cukup banyak sistem informasi bertebaran. Hal ini yang mengakibatkan kebijakan yang diambil kurang pas.

“Adanya satu data ini mudah-mudahan bisa memberikan data akurat mutakhir, bisa diakses siapapun dan bisa menghasilkan kebijakan pas di sektor kesehatan,” ucap Didik.

Selain itu, terkait tanda tangan digital, Didik mengatakan Kemenkes akan menerapkannya untuk memudahkan proses birokrasi.

“Tanda tangan digital ini tersertifikasi, legal dan mempunyai nilai berdasarkan hukum yang sah menurut Undang-undang ITE,” katanya.

Melalui tanda tangan digital ini diharapkan bisa mengefisiensi waktu dan tenaga bahkan bisa dilakukan di mana saja dan kapan saja.

Menteri Kesehatan Nila Moeloek mengapresiasi Pusat Data dan Informasi yang telah meluncurkan aplikasi Satu Data Kesehatan. Menkes Nila mengaku aplikasi tersebut merupakan hal luar biasa karena mencakup berbagai data yang berhubungan dengan kesehatan.

“Kemenkes ini terdiri dari unit-unit kerja, dengan aplikasi ini bisa bersatu dalam menyajikan data. Aplikasi ini juga bisa menjadi acuan yang tepat dalam menentukan kebijakan,” kata Menkes Nila.

Menkes Nila juga mengapresiasi adanya Tanda Tangan Digital, karena akan mempermudah pekerjaan.

“Tanda Tangan Digital ini aman. Sekarang dengan tanda tangan digital akan mempermudah pekerjaan dan keamanan terjamin. Mudah-mudahan mempercepat daam bekerja,” ucap Menkes.

Kepala Badan Siber dan Sandi Negara Hinsa Siburian juga mengapresiasi adanya Aplikasi Satu Data Kesehatan dan Tanda Tangan Digital ini. Ia mengaku siap mendukung implementasinya di sektor kesehatan.

Dukungan juga dilontarkan dari Deputi II Bidang Kajian dan Pengelolaan Program Prioritas Yanuar Nugroho.

“Satu data memastikan data pemerintah punya standar dan meta data yang baku. Hal ini penting karena membantu pengumpulan data yang tepat. Karena itu kami dari KSP (Kantor Staf Presiden) mendorong diwujudkannya satu data,” ucap Yanuar.

Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it..(D2)

Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat

drg. Widyawati, MKM

sumber: http://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20190927/5231823/kemenkes-luncurkan-aplikasi-satu-data-kesehatan-dan-tanda-tangan-digital/

 

Kemenkes Harap Kenaikan Cukai Rokok Turunkan Jumlah Perokok

Kementerian Kesehatan (Kemenkes), sangat mendukung keputusan pemerintah menaikkan 23 persen cukai rokok dan 35 persen harga jual rokok yang akan berlaku 1 Januari 2020 mendatang.

Langkah ini sangat mendapat apresiasi dari Kemenkes karena diyakini mampu menjadi faktor pendukung berkurangnya jumlah perokok atau pun menahan laju perokok pemula di Indonesia. Terlebih rokok kerap menjadi faktor timbulnya sejumlah penyakit.

“Berkaitan dengan apakah terkait dengan pengurangan perokok pemula kami dari Kemkes menyatakan kalau ini salah satu upaya untuk mengurangi,” ungkap Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Masyarakat Kementerian Kesehatan, Anung Sugihartono, di Jakarta Selatan, Selasa (17/9/2019).

Penurunan jumlah perokok ini karena diprediksikan daya beli menjadi menurun karena harga menjadi mahal sehingga konsumsi rokok berkurang.

Kerisauan Kemenkes untuk terus menurunkan jumlah perokok anak atau yang berusia dibawah 18 tahun terus meningkat dari 7,2 persen di 2013 menjadi 9,1 di tahun 2018.

Sedangkan prevalensi perokok dewasa naik dari 31,5 persen di 2001 menjadi 33,8 persen di tahun 2018 dan jumlah perokok perempuan yang naik empat persen di tahun 2018.

“Kami fokus disitu mengurangi jumlah pengonsumsi rokok dan mengurangi anak jadi perokok,” kata Anung.

Anung menuturkan tentunya harus didukung juga oleh faktor lainnya agar jumlah perokok di Indonesia terus menurun diantaranya soal penanganan kemudahan mendapatkan rokok dan edukasi bahwa rokok berbahaya.

“Harus dibangun iklim utuh tentang hal-hal berkaitan dengan kemudan mendapatkan rokok, dan kedua edukasi kepada masyarakat secara utuh bahwa rokok banyak bahayanya,” ucap Anung.

sumber: https://www.tribunnews.com/bisnis/2019/09/17/kemenkes-harap-kenaikan-cukai-rokok-turunkan-jumlah-perokok

 

Cegah Anak Jadi Perokok, Kemenkes Akan Buat Aturan Soal Iklan Vape

Polemik rokok elektrik atau vape yang membuat ratusan orang di Amerika Serikat masuk rumah sakit ditanggapi oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI.

Menurut Kemenkes peningkatan angka rokok perokok remaja 10 sampai 18 tahun bisa jadi karena maraknya penggunaan vape di kelompok usia tersebut..

"Secara konten isi vape ini kan nggak beda juga dengan rokok, jadi ya kalau ke masyarakat janganlah mulai dengan merokok itu," ujar Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kemenkes RI dr. Kirana Pritasari, MQIH dalam acara Sosialisasi Aplikasi Germas PAS di Hotel Holiday Inn, Jalan Gajah Mada, Jakarta Pusat, Selasa (17/9/2019).

Kirana mengatakan pihaknya telah memiliki niatan untuk mengendalikan iklan rokok dan 'pintu-pintu' yang membuka peluang anak jadi ingin merokok. Terkait hal tersebut, Kemenkes akan segera berkoordinasi dengan lintas sektor.

"Kita usahakan nanti mengendalikan iklannya, dan sebagainya-sebagainya," tutur Kirana.

"Kita berupa, kan belum ada hasilnya kita akan berupaya dengan sektor-sektor yang ikut menentukan beredarnya vape," sambungnya.

Saat disinggung, apakah pemerintah berani seperti Amerika khususnya ibukota New York yang secara eksplisit dan keras melarang semua penggunaan rokok elektrik selain tembakau dan mentol, Kirani mengaku akan lebih dulu mengkajinya.

"Kita pelajari dulu dia seperti apa, kalau untuk rokok biasa kan sudah banyak negara yang sudah bisa mengendalikan betul iklan rokok, kita kan juga arahnya ke sana," tutupnya.

 sumber: https://www.suara.com/health/2019/09/18/110419/cegah-anak-jadi-perokok-kemenkes-akan-buat-aturan-soal-iklan-vape

 

Peserta BPJS Kesehatan Diperkirakan Banyak yang Pindah ke Kelas Lebih Rendah

Kenaikan iuran BPJS Kesehatan diprediksi akan membuat banyak peserta pindah kelas. Hal ini karena pemerintah berencana menaikkan iuran program Jaminan Kesehatan Nasional ( JKN). Tak hanya menaikkan iuran peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI), pemerintah juga akan menaikkan iuran untuk peserta mandiri. Mengacu pada usulan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), iuran untuk peserta PBI dan peserta mandiri kelas 3 akan meningkat menjadi Rp 42.000 per bulan per orang.

Lalu, untuk kelas 2 dan kelas 1 masing-masing diusulkan meningkat menjadi Rp 75.000 dan Rp 120.000 per bulan per orang. Sementara, bila mengacu pada usulan Kementerian Keuangan, tarif JKN untuk peserta PBI dan kelas 3 sebesar Rp 42.000 per bulan per orang dan tarif JKN untuk peserta mandiri kelas 2 diusulkan sebesar Rp 110.000 per bulan per orang, lalu iuran JKN untuk kelas I diusulkan sebesar Rp 160.000.

Mengutip Kontan.co.id, Minggu (15/9/2019), aktuaris BPJS Kesehatan Ocke Kurniadi mengaku belum mengetahui usulan mana yang akan diteken oleh presiden. Namun, dia mengatakan pihaknya sudah memperkirakan akan terjadi perpindahan peserta ke kelas yang lebih rendah dibandingkan saat ini. Sayangnya, Ocke tak merinci dengan detail berapa banyak perpindahan yang akan terjadi di masing-masing kelas. Namun, dia mengakaan akan ada peserta yang pindah ke kelas 2 dan kelas 3, bahkan pindah menjadi peserta PBI. "Itu tergantung elastisitasnya. Kami duga dari semua kelas, sekitar 30% itu akan turun kelas," tutur Ocke, Kamis (12/9).

Ocke menjelaskan, BPJS Kesehatan tak mempersoalkan perpindahan kelas ini. Menurutnya, selama kolektibilitas yang dijalankan masih baik, maka tak ada persoalan yang akan dialami. Dia melanjutkan, perpindahan kelas lebih baik dilakukan dibandingkan peserta yang menunggak iuran. Dia pun mengatakan, dengan perpindahan kelas ini, maka peserta membayar iuran sesuai dengan kemampuan atau penghasilan yang dimilikinya. "Kalau kemampuan bayarnya tepat kolektibilitasnya akan bagus. Ini lebih bagus dibandingkan dipaksakan di kelas 1 tapi kolektibiliatas macet. Lebih baik kan yang di bawah, bayar Rp 42.000, tetapi berkelanjutan. Itu lebih bagus," tuturnya. Dia menambahkan, meski peserta memilih untuk turun kelas, fasilitas dan standar kesehatan yang diterima tidak akan menurun. Menurutnya, perbedaan yang dialami hanya dari jenis kamar yang akan diterima peserta.

Sebelumnya, dalam keterangan tertulis BPJS Kesehatan, Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris mengaku besaran iuran JKN saat ini tak sesuai dengan perhitungan aktuaria sehingga penyesuaian harus dilakukan. "Jika iuran peserta masih di bawah perhitungan aktuaria, defisit akan tetap terjadi," kata Fachmi. Lebih lanjut Fachmi mengatakan, besaran iuran yang akan disesuaikan tidak besar bila dibandingkan dengan manfaat yang diterima peserta ketika sakit atau saat membutuhkan layanan kesehatan. (Lidya Yuniartha)

sumber: https://money.kompas.com/read/2019/09/15/110000626/peserta-bpjs-kesehatan-diperkirakan-banyak-yang-pindah-ke-kelas-lebih-rendah?page=all

 

 

Iuran Naik, BPJS Kesehatan Prediksi Banyak Peserta JKN Pindah Kelas

Pemerintah berencana menaikkan iuran program Jaminan Kesehatan Nasional ( JKN). Tak hanya menaikkan iuran peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI), pemerintah juga akan menaikkan iuran untuk peserta mandiri. Mengacu pada usulan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), iuran untuk peserta PBI dan peserta mandiri kelas 3 akan meningkat menjadi Rp 42.000 per bulan per orang. Lalu, untuk kelas 2 dan kelas 1 masing-masing diusulkan meningkat menjadi Rp 75.000 dan Rp 120.000 per bulan per orang. Sementara, bila mengacu pada usulan Kementerian Keuangan, tarif JKN untuk peserta PBI dan kelas 3 sebesar Rp 42.000 per bulan per orang dan tarif JKN untuk peserta mandiri kelas 2 diusulkan sebesar Rp 110.000 per bulan per orang, lalu iuran JKN untuk kelas I diusulkan sebesar Rp 160.000. Aktuaris BPJS Kesehatan Ocke Kurniadi mengaku belum mengetahui usulan mana yang akan diteken oleh presiden. Namun, dia mengatakan pihaknya sudah memperkirakan akan terjadi perpindahan peserta ke kelas yang lebih rendah dibandingkan saat ini.

Sayangnya, Ocke tak merinci dengan detail berapa banyak perpindahan yang akan terjadi di masing-masing kelas. Namun, dia mengakaan akan ada peserta yang pindah ke kelas 2 dan kelas 3, bahkan pindah menjadi peserta PBI. "Itu tergantung elastisitasnya. Kami duga dari semua kelas, sekitar 30 persen itu akan turun kelas," tutur Ocke, Kamis (12/9/2019). Ocke menjelaskan, BPJS Kesehatan tak mempersoalkan perpindahan kelas ini. Menurutnya, selama kolektibilitas yang dijalankan masih baik, maka tak ada persoalan yang akan dialami. Dia melanjutkan, perpindahan kelas lebih baik dilakukan dibandingkan peserta yang menunggak iuran. Dia pun mengatakan, dengan perpindahan kelas ini, maka peserta membayar iuran sesuai dengan kemampuan atau penghasilan yang dimilikinya. "Kalau kemampuan bayarnya tepat kolektibilitasnya akan bagus. Ini lebih bagus dibandingkan dipaksakan di kelas 1 tapi kolektibiliatas macet. Lebih baik kan yang di bawah, bayar Rp 42.000, tetapi berkelanjutan. Itu lebih bagus," tuturnya.

Dia menambahkan, meski peserta memilih untuk turun kelas, fasilitas dan standar kesehatan yang diterima tidak akan menurun. Menurutnya, perbedaan yang dialami hanya dari jenis kamar yang akan diterima peserta. Sebelumnya, dalam keterangan tertulis BPJS Kesehatan, Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris mengaku besaran iuran JKN saat ini tak sesuai dengan perhitungan aktuaria sehingga penyesuaian harus dilakukan. "Jika iuran peserta masih di bawah perhitungan aktuaria, defisit akan tetap terjadi," kata Fachmi. Lebih lanjut Fachmi mengatakan, besaran iuran yang akan disesuaikan tidak besar bila dibandingkan dengan manfaat yang diterima peserta ketika sakit atau saat membutuhkan layanan kesehatan. (Linda Yuniartha)

sumber: https://money.kompas.com/read/2019/09/12/202859226/iuran-naik-bpjs-kesehatan-prediksi-banyak-peserta-jkn-pindah-kelas?page=all