Berbahaya! Sehari Ada 70 Ton Limbah Medis Tak Terolah

Kementerian Kesehatan menyatakan setiap hari ada 70 ton limbah dari 2.820 rumah sakit se-Indonesia yang belum diolah di lokasi pengolahan. Keterbatasan jumlah pengolahan limbah, yakni hanya 10 perusahaan, menjadi faktor utama kondisi itu.

Hal ini dikemukakan di diskusi perdana mahasiswa baru program studi magister ilmu kesehatan masyarakat (IKM) Fakultas Kesehatan UGM, Kamis (15/8), dengan topik ‘Solusi Kebijakan Limbah Medis di Rumah Sakit dan Pelayanan Kesehatan: Apakah Pemerintah Daerah Dapat Berperan’.

Hadir Direktur Kesehatan Lingkungan Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kemenkes Imran Agus Nurali dan Sekertaris Jenderal Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Lia G Partakusuma.

“Saat ini total limbah atau timbulan medis dari rumah sakit baik pemerintah maupun swasta mencapai 294 ton per hari. Baru sekitar 220-an ton yang bisa diolah 10 perusahaan limbah berizin dan diangkut armada resmi,” jelas Imran.

Ia melanjutkan, limbah tersebut berada di rumah sakit atau di lokasi pengolahan menunggu proses pembakaran di incinerator bersuhu tinggi.

Menumpuknya limbah ini, menurut Imran, karena sedikitnya perusahaan pengolahan limbah, yakni lima usaha di Jawa dan empat lainnya tersebar di Batam, Kalimantan, dan Sulawesi. Kendala lainnya adalah mahalnya teknologi pembakaran juga susahnya pengurusan izin lintas kementerian.

Ia menjelaskan, untuk mendirikan tempat pengolahan limbah, pengusaha harus mendapatkan izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

“Demikian juga dengan usaha angkutan limbah medis, pengusaha wajib memenuhi persyaratan Kementerian Perhubungan. Perusahaan angkutan pembuangan limbah medis saat ini tercatat 100 armada yang melintasi rumah sakit seluruh Indonesia,” kata Imran.

Untuk mengurangi limbah medis, Kemenkes mengajak pemerintah daerah menyediakan pengolahan limbah. Pihak rumah sakit juga diminta untuk mendaur ulang limbah yang tidak berbahaya. Upaya lain, meningkatan kapasitas tempat pembakaran limbah.

Sekjen Persi Lia G Partakusuma menerangkan limbah medis seperti sisa jarum suntik, sisa alat dalam layanan kesehatan, dan jaringan tubuh pasien adalah berbahaya dan menyebarkan penyakit.

“Karena itu limbah wajib dikelola dengan baik sampai dinyatakan tidak membawa dampak pada lingkungan dan hasil pembakaran wajib dilaporkan ke rumah sakit bersangkutan,” jelasnya.

Selama ini keterbatasan tempat pengolahan limbah membuat tarif layanan armada pengiriman limbah menjadi mahal. Untuk rumah-rumah sakit di pulau yang tidak memiliki usaha pengolahan limbah, harga pengiriman mencapai Rp100.000-Rp140.000 per kilogram.

“Saat ini baru 87 rumah sakit yang memiliki incinerator sendiri dalam pengelolaan limbahnya. Sisanya mengandalkan 10 pengolahan limbah itu,” katanya.

sumber: https://www.gatra.com/detail/news/437766/health/berbahaya-sehari-ada-70-ton-limbah-medis-tak-terolah

 

 

Sederet Jurus Jokowi Tuntaskan Masalah Defisit BPJS Kesehatan

Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyiapkan sejumlah strategi untuk membendung masalah defisit keuangan yang terus mendera Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

Selain opsi menaikkan iuran, pemerintah juga mendorong upaya efisiensi melalui bauran kebijakan yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan dan Kementerian Keuangan.

Demikian tertera dalam Rancangan Undang-undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020 beserta Nota Keuangan seperti dikutip CNBC Indonesia, Selasa (20/8/2019).

Berdasarkan laporan audited Dana Jaminan Sosial (DJS) periode 2014 - 2018, keuangan DJS Kesehatan mengalami defisit yang besaran kewajiban pembayaran klaim layanan kesehatan lebih tinggi dari pada kemampuan BPJS Kesehatan dalam mengumpulkan penerimaan dari iuran peserta.

Sumber utama defisit program JKN adalah ketidakcukupan iuran untuk membiayai program, selain itu terkait tantangan kolektibilitas iuran dari peserta sektor informal dan pengendalian biaya layanan kesehatan.

Guna mengatasi kondisi tersebut, untuk menjaga kesehatan keuangan DJS Kesehatan, sebagai last resort, pemerintah sejak awal penyelenggaraan program telah melakukan intervensi melalui belanja bantuan program JKN dalam APBN.

Tantangan terbesar yang muncul di setiap tahun dari implementasi program JKN adalah dari aspek finansial, di mana kondisi keuangan DJS Kesehatan selalu mengalami defisit dan pemerintah selaku penanggung jawab program harus melakukan intervensi, baik melalui serangkaian kebijakan maupun memberikan suntikan dalam bentuk belanja.

Sehubungan dengan hal tersebut, pada periode sekarang dan yang akan datang, pemerintah memiliki tugas memitigasi defisit DJS Kesehatan demi kesinambungan program JKN-Kartu Indonesia Sehat (KIS).

"Kebijakan untuk mengatasi defisit tersebut antara lain menaikkan iuran JKN sesuai kaidah aktuaria yang berlaku dan mempertimbangkan kemampuan daya beli masyarakat, serta upaya efisiensi melalui bauran kebijakan yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan dan BPJS Kesehatan," tulis dokumen tersebut

Dokumen itu menuliskan, potensi risiko yang kemungkinan besar tetap terjadi dalam penyelenggaraan JKN tahun 2020 adalah pencapaian target kepesertaan menuju Universal Health Coverage (95 persen dari total penduduk), tingkat kolektabilitas iuran segmen Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU), pengendalian biaya, dan lainnya.

Untuk memitigasi kondisi keuangan DJS Kesehatan tersebut, pemerintah menerapkan bauran kebijakan baik dari aspek penerimaan maupun biaya.

Dantaranya melalui pemanfaatan pajak rokok, intercept DAU pemda atas utang pemda kepada BPJS, perbaikan manajemen klaim fasilitas kesehatan (mitigasi fraud). Termasuk pula, strategic purchasing, perbaikan sistem rujukan dan rujuk balik, batasan maksimal dana operasional dan sinergitas badan penyelenggara.

"Bauran kebijakan dimaksud diharapkan dapat berkontribusi mengurangi defisit. Kekurangan biaya layanan kesehatan yang belum cukup tertutupi melalui intervensi pemerintah dapat menjadi risiko DJS Kesehatan pada tahun selanjutnya," tulis dokumen itu.

Selain tujuh langkah yang disiapkan, pemerintah juga mengkaji mekanisme fasilitas likuiditas perbankan kepada BPJS Kesehatan untuk menutup gagal bayar terjadi pada setiap periode.

Pendekatan ini relatif sama dengan fasilitas supply chain financing rumah sakit oleh perbankan. Hal itu untuk mencegah kejadian gagal bayar klaim oleh BPJS Kesehatan sehingga risiko reputasi pemerintah juga dapat dikelola dengan baik.

Selain itu, tulis dokumen tersebut, upaya lainnya yang sedang dan akan terus dilakukan dalam rangka memitigasi risiko fiskal yang bersumber dari penyelenggaraan program JKN antara lain mengalokasikan dana cadangan defisit Dana Jaminan Sosial Kesehatan di APBN.

Kemudian monitoring dan evaluasi arus kas secara reguler, perbaikan tata kelola program JKN untuk menghindari inefisiensi dan potensi kecurangan (fraud) di fasilitas kesehatan.

Selain itu, mengkaji upaya alternatif lain yang efektif untuk meningkatkan partisipasi segmen kepesertaan PBPU dan upaya lainnya yang dirasa akan membawa dampak perbaikan kondisi keuangan DJS Kesehatan dengan tetap memerhatikan kualitas layanan yang diberikan.

sumber: https://www.cnbcindonesia.com/news/20190820080547-4-93180/sederet-jurus-jokowi-tuntaskan-masalah-defisit-bpjs-kesehatan

 

Rumah Sakit di Indonesia Jadi Rujukan Negara Tetangga

Layanan rumah sakit di Indonesia ternyata dianggap terbaik oleh negara tetangga, Timor Leste. Bahkan, pemerintah negara tersebut menjadikan salah satu rumah sakit di Jakarta, sebagai rujukan lanjutan penanganan pasien warganya.

Hingga Agustus tahun ini, sebanyak 400 warga Timor Leste sudah dirujuk ke rumah sakit tersebut. Mereka menderita berbagai penyakit, seperti kanker dan jantung.

Wakil Menteri Kesehatan Urusan Pengembangan Kesehatan Strategis Timor Leste, Bonifacio Mau Coli dos Reis mengatakan, dipilihnya rumah sakit itu lantaran memiliki pelayanan baik. Para pasien juga tidak mengalami kesulitan dalam hal bahasa.

"Selain layanannya, di Indonesia tidak perlu penerjemah. Pasien bisa langsung komunikasi dengan dokternya," ujarnya di Tangerang, Sabtu 10 Agustus 2019.

Itu sebabnya, Pemerintah Timor Leste setiap tahun menganggarkan sekitar US$5 juta atau Rp70,95 miliar, untuk rujukan berobat warga negaranya ke luar negeri. Dana tersebut dibagi ke tiga negara tujuan, yakni Indonesia, Singapura, dan Malaysia.

"Kalau ke Indonesia paling banyak, sekitar 75 persen. Jadi, ada ratusan warga yang kami rujuk kemari," ujarnya

"Kami selalu memperpanjang kerja sama ini, karena faktor itu tadi. Dan, ini tahun ke-4 kami bekerja sama. Tentunya, diharapkan akan terus berlanjut," ungkapnya.

 sumber: https://www.viva.co.id/gaya-hidup/kesehatan-intim/1174090-rumah-sakit-di-indonesia-jadi-rujukan-negara-tetangga

 

Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Berlaku 2020

Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan menerbitkan peraturan presiden (pepres) sebagai dasar hukum kenaikan tarif iuran program Jaminan Kesehatan Nasional Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) yang dikelola BPJS Kesehatan. Rencananya, perpres akan diterbitkan pada tahun supaya penyesuaian tarif bisa berlaku pada 2020 nanti.

Kepastian tersebut diungkap Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati usai rapat terbatas di Kantor Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, pada Senin (12/8). Ia mengatakan perpres akan berisi rincian kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan secara komprehensif untuk masing-masing kelas.

"Kalau BPJS Kesehatan terkait dengan iuran dan lain-lain, nanti kami sampaikan secara lebih komprehensif dalam bentuk perpres," ungkap Ani, sapaan akrab Sri Mulyani.

Sayangnya, Ani sangat irit bicara terkait perkembangan isu kenaikan tarif iuran perusahaan peralihan PT Asuransi Kesehatan alias Askes itu. Menurutnya, semua hal terkait kenaikan masih terus dibahas oleh internal pemerintah dari berbagai kementerian yang terlibat.

"Nanti kalau sudah keluar, kami sampaikan, biar tidak sepotong-potong mengenai seluruh aspek BPJS Kesehatan ini," katanya.

Sebelumnya, Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko memastikan kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan akan berlaku untuk semua kelas. Mulai dari Mandiri I, Mandiri II, Mandiri III, hingga Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang mendapat subsidi dari pemerintah.

Namun, Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo mengatakan persentase kenaikan tarif iuran tidak akan dipukul rata untuk semua kelas. Perhitungannya akan mengacu pada jumlah peserta di masing-masing kelas, dan status peserta, misalnya PNS atau karyawan swasta.

"Tidak (sama per kelas), ini demi keadilan, nanti semua kelas harus ditinjau ulang. Nanti kami lihat efeknya, PBI seperti apa, non PBI seperti apa," tutur Mardiasmo, pekan lalu.

Kemudian, persentase dan nominal final tarif iuran juga akan ditentukan oleh hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang dikeluarkan pada akhir Agustus nanti.

Audit BPKP, sambung dia, akan berisi soal perubahan kelas rumah sakit, posisi defisit keuangan BPJS Kesehatan per semester I 2019, proyeksi defisit sampai akhir tahun, hingga sumber dana yang bisa didapat dari berbagai bauran kebijakan dalam rangka menutup defisit.

Bila hasil audit sudah keluar, barulah pemerintah bisa menghitung berapa sisa defisit yang bisa ditutup dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Begitu pula dengan sisa defisit yang bisa ditutup dari kebijakan kenaikan tarif iuran kepada peserta BPJS Kesehatan.

"Biar kami tahu berapa dana selain kenaikan tarif yang bisa diterima, termasuk dari pajak rokok, sinergi dengan BPJS Ketenagakerjaan, Taspen, Asabri, dan BPJS Kesehatan itu sendiri. Jadi berapa dapatnya, terus defisit yang reasonable (masuk akal), dan berapa kenaikan tarifnya," jelas Mardiasmo.

Ia menambahkan perhitungan kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan juga akan mempertimbangkan kemampuan peserta di masa yang akan datang. Setidaknya, dalam kurun waktu satu sampai dua tahun ke depan.

"Jangan sampai kami naikkan tapi masih defisit. Jangan sampai kenaikannya terlalu besar, tapi nanti tidak digunakan. Kami harus hati-hati, soalnya ke depan harus ada kenaikan kan," terangnya.

Sebagai informasi, persoalan defisit keuangan di tubuh perusahaan sudah terjadi sejak 2014 lalu. Dari tahun ke tahun, jumlah defisit perusahaan terus meningkat. Tahun ini, defisit keuangan BPJS Kesehatandiproyeksi mencapai Rp28 triliun.

sumber: https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20190812180517-78-420653/kenaikan-iuran-bpjs-kesehatan-berlaku-2020

 

Ini Arah Kebijakan Jokowi 5 Tahun ke Depan

Deputi II Kantor Staf Presiden (KSP) Yanuar Nugroho menyebutkan tiga persoalan yang akan diselesaikan Presiden dalam 5 tahun ke depan dari hulunya, yakni kesehatan, pendidikan, dan kemiskinan.

"Jadi, kebijakan Presiden ke depan adalah dari hulu sampai hilir. Tiga di hulu, yakni kesehatan, pendidikan, dan bantuan sosial, kemiskinan," katanya di Jakarta, Kamis.

Untuk kesehatan, kata dia, penerima bantuan iuran (PBI) BPJS Kesehatan atau Kartu Indonesia Sehat (KIS) untuk masyarakat miskin yang tahun ini 96,7 juta jiwa naik menjadi 107 juta jiwa pada tahun depan.

"Targetnya memang kita bisa mencapai Universal Health Coverage (UHC) untuk kesehatan. Hulunya adalah memastikan kesehatan untuk semua," katanya.

Selain itu, stunting juga menjadi persoalan serius yang akan ditangani secara nasional meski dalam 5 tahun terakhir bisa menurunkan dari 37 persen menjadi 30 persen.

"Apakah memuaskan? Belum. Target menurut WHO di dalam negara yang cukup sehat adalah angka stunting tidak boleh lebih dari 20 persen," katanya.

Untuk pendidikan, kata dia, yang akan dikerjakan adalah memastikan kualitas pendidikan dan distribusi guru.

"Anda bisa melihat Kartu Indonesia Pintar (KIP) kuliah dalam kerangka ini," katanya.

Satu lagi di sektor hulu, lanjut dia, adalah memperbaiki dan mengintegrasikan bantuan sosial.

"Kalau lihat kartu sembako murah, itu adalah upaya untuk meningkatkan nilai manfaat dari Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) ini," katanya.

sumber: https://www.wartaekonomi.co.id/read240309/ini-arah-kebijakan-jokowi-5-tahun-ke-depan.html

 

 

Bali Setop Program KB, Kepala BKKBN Singgung Kebijakan Selaras Ilmu

Gubernur Bali, I Wayan Koster, mengeluarkan memerintahkan kepada bupati/wali kota se-Bali menyetop sosialisasi program keluarga berencana (KB) dua anak cukup. Kepala BKKBN Pusat, Hasto Wardoyo, menegaskan kebijakan dua anak cukup itu sudah diseleraskan dengan kajian ilmu kesehatan.

Melalui Instruksi Gubernur (In-Gub) No 1545 Tahun 2019 tentang Sosialisasi Program Keluarga Berencana (KB) Krama Bali yang diteken pada 14 Juni 2019 lalu, Koster menginstruksikan kepada wali kota/bupati se-Bali segera menghentikan kampanye dan sosialisasi 'keluarga berencana (KB) dengan dua anak cukup atau dua anak lebih baik.

Melalui In-Gub ini keluarga Bali dipersilakan melahirkan anak lebih dari dua bahkan empat dengan penyebutannya terdiri atas Wayan, Made, Nyoman, dan Ketut atau nama lain sesuai kearifan lokal yang telah diwariskan oleh para leluhur dan tetua Krama Bali. Koster juga meminta para kepala daerah untuk mengkampanyekan KB ala Krama Bali ini.

Menanggapi hal tersebut, Kepala BKKBN, Hasto Wardoyo, mengaku bahwa masing-masing kepala daerah memang berhak membuat aturan seusuai dengan kearifan lokal yang berlaku di daerahnya. Namun demikian, Hasto tetap ingin menyampaikan persoalan utama perlunya program KB.

"Saya mengerti itu bahwa masing-masing daerah itu punya kebijakan yang sifatnya local genius. Local genius, local wisdom, apa istilahnya bagian dari budaya, tapi kami ini selalu ingin menjelaskan, menyampaikan bahwa pertimbangan jumlah anak itu, adalah pertimbangan biologis, pertimbangan kesehatan," kata Hasto kepada wartawan usai membuka upacara Pembelajaran Bela Negara Dalam Rangka Orientasi CPNS BKKBN di Magelang, Senin (5/8/2019).

"Saya pun akan sampaikan kepada Pak Gubernur Bali dalam waktu dekat ini untuk menyampaikan bahwa pertimbangan kita adalah pertimbangan biologis. Penelitian di seluruh dunia semua punya evidence based, punya keseragaman yang sama di-statistics review yang sama bahwa anak ketiga ke atas angka kematian ibunya tinggi," lanjutnya.

Pertimbangan biologi dan kesehatan inilah yang akan disampaikan kepada Gubernur Bali. Selain itu, rahim perempuan berisiko tinggi pada kelahiran anak ketiga dan setelahnya.

"Rahim perempuan kalau sudah tiga kali dipompa kempes, pompa kempes, maka dipompa yang terakhir ini kempesnya agak sulit sehingga akhirnya perdarahannya banyak itu saja yang perlu kita sampaikan. Sehingga kami juga ingin menyampaikan alasan-alasan biologis kepada masyarakat," ujarnya.

"Jadi (punya) dua anak itu memang lebih sehat, tidak bisa dibantah karena itu ilmu. Ini bukan kebijakan. Ini ilmu. Kalau dua (anak) lebih sehat itu ilmu, bukan kebijakan. Kalau dua anak cukup, itu kebijakan. Tapi kalau dua anak lebih sehat itu, ilmu. Ya supaya dibedakan," katanya.

sumber: https://news.detik.com/berita-jawa-tengah/d-4652642/bali-setop-program-kb-kepala-bkkbn-singgung-kebijakan-selaras-ilmu

 

Delapan RS Dapat Sertifikat Akreditasi Internasional

Sebanyak delapan rumah sakit (RS) di Tanah Air resmi mendapatkan sertifikat akreditasi internasional dari Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS). Menteri Kesehatan Nila F Moeloek menyerahkan sertifikat akreditasi internasional untuk RS tersebut di Jakarta, Senin (5/8).

Menurut Nila, akreditasi ini penting untuk menjaga mutu karena keselamatan pasien nomor satu. "Dengan diperolehnya akreditasi delapan RS ini, kita bisa melihat kualitas RS setara dengan RS internasional. Standarnya sama dengan RS internasional," kata Nila, Senin (5/8).

Dia berharap rumah sakit yang sudah terakreditasi internasional tersebut mampu melayani pasiennya dengan standar yang sama dengan fasilitas kesehatan global dan mutunya terjaga. Tak hanya akreditasi RS internasional, Nila menyebut hingga saat ini sebanyak 2.360 RS sudah mendapatkan akreditasi RS nasional.

Delapan RS yang sudah mengantongi akreditasi internasional adalah RSUP Dr. M Djamil Padang, RS Awal Bros Panam Pekanbaru, RS Jantung & Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta, dan RSUD Dr Margono Sukaryo Purwokerto. Ada pula RSUP Persahabatan Jakarta, RSJ Dr Rajiman Wediodiningrat Lawang, RS Akademik Universitas Airlangga Surabaya, dan RSUD Saiful Anwar Malang.

sumber: https://nasional.republika.co.id/berita/pvruz1459/delapan-rs-dapat-sertifikat-akreditasi-internasional

 

Dipertimbangkan Naik, Segini Iuran BPJS Kesehatan Sekarang

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sedang memutar otak untuk mengatasi potensi defisit BPJS Kesehatan sebesar Rp 28 triliun. Salah satunya ialah merevisi iuran BPJS Kesehatan.

Lalu, berapa besaran iuran BPJS Kesehatan saat ini?

Mengutip laman BPJS Kesehatan, Jumat (2/8/2019), pertama, untuk peserta penerima bantuan iuran (PBI) jaminan kesehatan dibayar pemerintah.

Kedua, bagi peserta pekerja penerima upah (PPU) yang bekerja pada lembaga pemerintahan terdiri pegawai negeri sipil (PNS), anggota TNI, anggota Polri, pejabat negara, pegawai pemerintah non pegawai negeri sebesar 5% per bulan dari gaji. Dengan ketentuan, 3% dibayar pemberi kerja dan 2% dibayar peserta.

Ketiga, peserta PPU yang bekerja di BUMN, BUMD dan swasta sebesar 5% dari gaji per bulan dengan ketentuan 4% dibayar pemberi kerja dan 1% peserta.

Keempat, keluarga tambahan PPU seperti anak keempat dan seterusnya, lalu ayah, ibu dan mertua besarannya 1% dari gaji per orang per bulan. Iuran dibayar pekerja penerima upah.

Kelima, untuk iuran kerabat lain dari pekerja penerima upah seperti saudara kandung atau ipar, kemudian peserta pekerja bukan penerima upah, serta peserta bukan pekerja sebagai berikut:

  1. Sebesar Rp 25.500 per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III.
  2. Sebesar Rp 51 000 per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas II.
  3. Sebesar Rp 80.000 per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas I.

Keenam, iuran untuk veteran, perintis kemerdekaan, dan janda, duda, atau anak yatim piatunya ditetapkan sebesar 5% dari 45% gaji pokok PNS golongan ruang III/a dengan masa kerja 14 (empat belas) tahun per bulan dan dibayar oleh pemerintah.

"Pembayaran iuran paling lambat tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan," bunyi keterangan tersebut.

Sebelumnya, Sri Mulyani mempertimbangkan untuk merevisi iuran BPJS Kesehatan demi menyelamatkan dari jurang defisit sebesar Rp 28 triliun. Hanya saja, kata Sri Mulyani, langkah yang harus dilakukan BPJS Kesehatan adalah membenahi sistem pelayanan secara menyeluruh.

"Kalaupun semua sudah dilakukan tetap kita harus review masalah tarif ini, karena perbaikan sistem salah satu fondasi penting juga ada tadi saya sampaikan keseimbangan antara berapa tarif yang harusnya dipungut untuk berbagai segmen masyarakat yang ikut BPJS, kan beda-beda," jelas Sri Mulyani di Gedung BI, Jakarta, Selasa (30/7/2019).

sumber: https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4649451/dipertimbangkan-naik-segini-iuran-bpjs-kesehatan-sekarang