Reportase Kaleidoskop Forum Pembiayaan Kesehatan Penguatan JKN untuk Keadilan Sosial dengan Implementasi Kebijakan Kompensasi

Bagan 1. Peserta dan pemateri dalam Kaleidoskop PKMK FK-KMK UGM 2021

PKMK FKKMK UGM – Kamis, 30 Desember 2021 Pusat Kebijakan Manajemen Kesehatan (PKMK) Fakultas Kedokteran Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FK-KMK) Universitas Gadjah Mada (UGM) menyelenggarakan Kaleidoskop Forum Pembiayaan Kesehatan Penguatan JKN untuk Keadilan Sosial dengan Implementasi Kebijakan Kompensasi. Dalam kesempatan ini peneliti PKMK FK-KMK mengkaji kembali perubahan kebijakan dalam pemenuhan layanan kesehatan di daerah dalam Era JKN, kemampuan daerah dalam menyediakan layanan kesehatan di era JKN, dan menjaring masukan rekomendasi dalam rangka penguatan kebijakan JKN untuk Pemerataan Pelayanan Kesehatan.

 

trimKaleidoskop PKMK FK-KMK UGM kali ini menghadirkan narasumber Dosen Departemen Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FKKMK UGM dr. Tiara Marthias, MPH, PhD dan peneliti kebijakan JKN di PKMK FK-KMK UGM M. Faozi Kurniawan SE, Akt, MPH.

Adapun pembahas dalam acara ini adalah Komisi IX DPR RI Emanuel Melkiades Laka , Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dr. Farida Trihartini, MKM, Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan, BPJS Kesehatan dr. Lily Kresnowati, M.Kes, dan Dinas Kesehatan Kabupaten Nunukan drg. Prio Ajiandarusasi.


Bagan 2. Pembukaan oleh Direktur PKMK FK-KMK UGM

Acara dibuka oleh Direktur Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK-KMK UGM Dr. dr. Andreasta Meliala, M.Kes, MAS. Dalam kesempatan ini dr. Andreasta Meliala menyampaikan pentingnya Penguatan JKN untuk keadilan sosial dengan implementasi Kebijakan Kompensasi.

Dr. Andreasta Meliala memaparkan data bahwa saat ini 222 juta jiwa penduduk di Indonesia sudah menjadi anggota bpjs dan dari penduduk yang sakit sebagian sudah dicover JKN. Namun kenyataannya data Kemenkes menunjukkan ada Puskesmas yang belum memiliki 9 jenis tenaga kesehatan. Data yang dipaparkan Dr. dr. Andreasta Meliala menunjukkan 5% Puskesmas tidak memiliki dokter.

“Puskesmas yang tidak memiliki dokter ini ada di Indonesia timur, yang mana termasuk di dalam gambaran yang memilik penyakit yang sama dengan daerah lain. Penyakitnya sama, faskes berbeda, maka di level primer ini tantangannya berat.

Di level tersier ada fakta lebih serius lagi. Hanya 4-7% dokter spesialis di rural area dan sisanya terdapat di urban area. Ini menunjukkan di daeah rural ketersedian doter spesialis menjadi tantangan besar. Begitupun dengan pertumbuhan rumah sakit (RS) swasta vs pemerintah terjadi ketimpangan yaitu RS swasta tumbuh dengan sangat cepat di kota besar. Maka perlu sekali memikirkan solusi berupa bagaimana kebijakan untuk mengatasi disparitas ini.

Bagan 3. Sesi penyampaia materi oleh dr. Tiara Marthias

tm30Acara dilanjutkan dengan penyampaian materi equity in supply side and catastrophic services oleh dr. Tiara Marthias. Permasalaahan pemerataan fasilitas kesehatan merugikan masyarakat paling miskin dan mereka di daerah pedesaan dengan akses ke fasilitas kesehatan terbatas.

Dr. Tiara Marthias juag menyoroti kenaikan penyakit diabetes di Indonesia. “Kita sangat tinggi angka PTM-nya dengan tiga penyakit tertinggi yang menyebabkan kematian jantung, stroke, dan diabetes. Yang memperihatinkan juga, untuk angka diabetes (di Indonesia) naik menjadi ranking tiga saat ini. Diet kita tinggi gula dan garam dan belum ada regulasi yang jelas untuk mencegahnya,”ujar dr. Tiara Marthias.

Jika hal ini tidak diatasi sedini mungkin, maka angka diabetes akan naik 50% dalam hal menyebabkan kecacatan. Dr. Tiara Marthias menegaskan diabetes adalah penyakit yang bisa menciptakan komplikasi berat. Guna mengatasi masalah tingginya PTM dan equity dalalm supply side, penting untuk me-monitor OOP dan dampak pemiskinan akibat utilisasi layanan kesehatan.

Bagan 4. Penyampaian materi oleh M. Faozi Kurniawan

ojikPemateri kedua adalah peneliti kebijakan JKN di PKMK FK-KMK UGM M. Faozi Kurniawan SE, Akt, MPH yang menyampaikan materi “Kebijakan Kompensasi Bagi Pemerataan Pelayanan Kesehatan”. M. Faozi Kurniawan memaparkan data-data ketimpangan fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan di Indonesia. Saat ini pertumbuhan RS terkonsentrasi di provinsi tertentu dan pertumbuhan RS di regional 4 dan 5 cukup sulit. Pertumbuhan Puskesmas dan Klinik di daerah terpencil juga rendah. Terkait fakta ini, M. Faozi Kurniawan menekankan pentingnya investasi RS Swasta di daerah terpencil.

Tidak hanya fasilitas kesehatan, persebaran tenaga kesehatan di daerah terpencil juga rendah. “Penyebaran dokter SPJP menunjukkan di daerah tertentu belum mempunyai dokter SPJP,” ujar M. Faozi Kurniawan.

Masalah tidak meratanya pertumbuhan fasilitas kesehatan dan persebaran tenaga kesehatan bisa diatasi dengan kebijakan kompensasi. “Kebijakan kompensasi sebenarnya sudah diatur di UU. Kebijakan ini menjadi pendukung bagaimana fasilitas kesehatan yang dijanjikan JKN terealisasi. Sudah banyak peliputan media yang membuktikan bahwa kebutuhan mendesak untuk pemenuhan supply side, khususnya di daerah kepulauan,” kata M. Faozi Kurniawan.

M. Faozi Kurniawan menekankan daerah penerima kompensasi difokuskan di daerah terpencil. Beberapa systematic review menunjukkan intervensi supply/demand side sangat penting. Dalam kajiannya, M. Faozi Kurniawan menyimpulkan kebijakan kompensasi yang paling diinginkan adalah pengiriman nakes FKTP dan FKTL, Pengganti uang tunai walau tidak direkomendasikan, dan penyediaan faskes tertentu.

Terkait pemaparan narasumber, para pembahas memberikan tanggapan masing-masing. Dinas Kesehatan Kabupaten Nunukan Kalimantan Utara drg. Prio Ajiandarusasi menyampaikan pandangan mengenai peran Dinkes Nunukan dalam implementasi JKN. Drg. Prio Ajiandarusasi memaparkan data saat ini jumlah puskesmas di Nunukan sebanyak 18 dan fakta geografis Nunukan yang memiliki banyak sungai dan gunung. Terkait kepesertaan, cakupan kepesertaan di Nunukan pada 2021 mencapai 95,9% UHC. Yang terjadi saat ini banyak pengalihan segmen kepesertaan dari PBPU ke PBI karena pengaruh ekonomi dampak dari pandemi Covid-19.

Upaya peningkatan UHC yang dilakukan di Nunukan antara lain peningkatan anggaran pembiayaan PBI Pemda, advokasi ke Provinsi dan pusat untuk pembiayaan PBI Pemprov dan PBI JK, dan mendorong pihak perusahaan untuk mendaftarkan pekerjanya. Tantangan terberat di Nunukan saat ini adalah kondisi geografis, keterbatasan anggaran, dan mobilitas penduduk yang tinggi. Sulitnya akses dan tingginya rujukan juga menjadi tantangan.

Komisi IX DPR RI Emanuel Melkiades Laka Lena menyatakan target saat ini dalam mencapai pelayanan kesehatan yang ideal dengan harga terjangkau masih butuh penyempurnaan dan kebijakan kompensasi ini bagian dari upaya menyempurnakan pelayanan kesehatan. DPR RI memiliki tiga fokus isu utama terkait BPJS Kesehatan yaitu kepesertaan, manfaat, dan pembiayaan.

Emanuel Melkiades Laka Lena juga menyatakan pentingnya membentuk kebijakan kompensasi terbaik untuk pelayanan kesehatan di Indonesia Timur. “Bentuk kebijakan kompensasi ini harus segera dikonkretkan dan disampaikan di forum pemerintah dan publik,” kata Emanuel Melkiades Laka Lena.

Terkait pembiayaan kesehatan, Emanuel Melkiades Laka Lena menyampaikan pada 2014-2019 defisit BPJS Kesehatan sangat besar. Pasca pandemi, pembiayaan kesehatan secara umum sedikit bernapas lega namun pembiayaan Covid-19 dari waktu ke waktu naik signifikan. Jika tidak dibantu Kemenkes, pembiayaan BPJS Kesehatan untuk Covid-19 akan tinggi sekali.

Bagan 5. dr. Farida Trihartini memaparkan dasar hukum penerapan kompensasi

faridaPusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dr. Farida Trihartini, MKM menanggapi implementasi kompensasi dalam program JKN. Dr. Farida Trihartini mengatakan prinsip penerapan kebijakan kompensasi adalah adanya ekuitas bagi seluruh peserta JKN. Pemberian kompensasi dalam bentuk uang tunai sudah diatur dalam UU 40 tahun 2004.

Dalam implementasinya, kebijakan kompensasi memiliki kendala dalam penentuan kriteria daerah yang memenuhi syarat diberi kompensasi. Substansi kebijakan kompensasi menurut dr. Farida Trihartini sangat kompleks dan perlu dibahas dengan banyak stakeholder.

Bagan 6. Tanggapan dr. Lily Kresnowati

lilyDirektur Jaminan Pelayanan Kesehatan, BPJS Kesehatan dr. Lily Kresnowati, M.Kes memberikan tanggapan terkait penjaminan pelayanan kompensasi bagi daerah belum tersedia faskes memenuhi syarat. Terkait kebijakan kompensasi, BPJS Kesehatan sudah melakukan penjaminan Pelkes pada derah terpencil dalam JKN. UU yang ada saat ini menyebutkan bagi daerah yang belum memilik faskes maka kompensasinya diberikan dalam bentuk uang tunai.

Dr. Lily Kresnowati juga memberikan tanggapan terkait penangana diabetes. “Menanggapi pemaparan dr. Thiara Marthias screening diabetes dilakukan di FKTP mitra BPJS Kesehatan. Dari screening sudah ditindaklanjuti dalam prolanis. Screening dilakukan berbasis risiko,” ujar dr. Lily Kresnowati.

Rangkaian acara, materi dan video dapat diakses pada link berikut

klik disini

Reporter
Kurnia Putri Utomo