Reportase Pembelajaran untuk Penurunan Unmet Need KB dari Provinsi DI Yogyakarta Pada Masa Pandemi COVID-19

24 Februari 2022

Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK - KMK Universitas Gadjah Mada menggelar webinar bertajuk Pembelajaran untuk Penurunan Unmet Need KB dari Provinsi DI Yogyakarta pada Masa Pandemi COVID-19 (24/2). Koordinator Bidang KB-KR BKKBN DI Yogyakrta, Dra. Joehanti Chriswandari, dan Kasi Kesehatan Keluarga dan Gizi Dinas Kesehatan DI Yogyakarta, dr. Prahesti Fajarwati, menjadi pembicara dalam webinar ini. Tim pembahas terdiri dari dr. Jemmy Ratna Dewi M. Kes., Kasi Bimdal Pelayanan Kesehatan Keluarga Dinas Kesehatan Sulawesi Tenggara, Marianus Mau Kuru, SE, MPH, Kepala BKKBN Nusa Tenggara Timur, dan Dr. Emi Nurjasmi, M. Kes., Ketua Umum Ikatan Bidan Indonesia (IBI).

 

Joehanti menjadi penyaji pertama dan menjelaskan strategi kebijakan RPJMN 2020 - 2024 adalah peningkatan kesehatan ibu, anak, dan Kesehatan reproduksi serta percepatan perbaikan gizi masyarakat. Unmet need adalah kebutuhan KB yang belum terpenuhi. Dalam kasusnya di DI Yogyakarta, unmeet need terjadi karena adanya salah satu dari pasangan suami istri yang bekerja di luar kota, ketahanan keluarga yang masih rentan, ketakutan pada efek samping, dan kurang memahami perencanaan keluarga serta merasa tidak akan mengalami kehamilan lagi. ingkat unmet need di DI Yogyakarta pada 2021 sebesar 8,65 persen lebih rendah dibandingkan 2020 sebesar 10,01 persen.

Tantangan yang dihadapi, yaitu faskes yang belum terdaftar di Sistem Informasi Manajemen BKKBN, kurang optimalnya pelayanan dan pengelolaan sarana prasarana, serta belum optimalnya pemanfaatan DAK. Ia juga menjelaskan potensi peningkatan pelayanan KB yang dapat dilakukan, yaitu pembuatan kebijakan - kebijakan dan pelimpahan wewenang, komitmen dari pemangku kepentingan, kerja sama dalam peningkatan kompetensi, dan pembuatan sistem pemantauan dan evaluasi penyelenggaraan pelayanan KB. Sedangkan strategi penurunan unmet need yang telah dilakukan, yaitu peningkatan komitmen berbagai mitra, meningkatkan advokasi, grand design pembangunan penduduk menjadi pedoman utama pembuatan rencana aksi, adanya indikator keberhasilan, penyediaan alokon program baru, dan peningkatan cakupan serta validitas data program.

Penyaji kedua, Prahesti menjelaskan tentang implementasi layanan Keluarga Berencana masa pandemi di DI Yogyakarta. Ia menjelaskan masalah utama yang dihadapi adalah angka kematian ibu, neonatal, dan prevalensi stunting. Angka kematian ibu pada 2020 sebanyak 40 kasus dan mengalami peningkatan pada 2021 menjadi 131 kasus dengan 80 kasus akibat COVID-19.

Sedangkan, tingkat kehamilan tidak diinginkan pada 2021 sebesar 1,7 persen, lebih rendah dibandingkan 2020 yang mencapai 2,3 persen. Angka KB aktif di DI Yogyakarta pada 2021 sebesar 79,45 persen, lebih tinggi dibandingkan 2020 sebesar 75,79 persen. Ia juga menjelaskan bahwa indikator PIS PK di DI Yogyakarta sebesar 43,85 persen dengan indikator keikutsertaan dalam program KB.

Prahesti memaparkan penggunaan alokon terbanyak di DI Yogyakarta adalah suntik sebesar 44,18 persen, diikuti dengan IUD dengan 25,48 persen, dan kondom dengan 10,65 persen. Ia menjelaskan pelayanan KB masa pandemi di DI Yogyakarta mengacu kepada Panduan Pelayanan Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi dalam Situasi Pandemi COVID-19 yang diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan.

Indikator program Kesga Gizi pada Renstra Kementerian Kesehatan juga menjadi rujukan, salah satunya adalah jumlah kabupaten/kota yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan usia reproduksi. dr. Prahesti Fajarwati menjelaskan pula pilar - pilar yang digunakan dalam upaya penurunan angka kematian ibu dan bayi, yaitu komitmen dan visi pimpinan, konvergensi dan koordinasi program pusat, daerah, dan masyarakat, peningkatan akses dan kualitas pelayanan Kesehatan, peningkatan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, serta pemantauan dan evaluasi.

Pembahas pertama untuk webinar ini adalah dr. Jemmy Ratna Dewi M. Kes., Kasi Bimdal Pelayanan Kesehatan Keluarga Dinas Kesehatan Sulawesi Tenggara. Jemmy menjelaskan bahwa pencegahan kehamilan sulit dilakukan. Angka unmet need pada 2019 cukup tinggi sebesar 16,8 persen. Menurutnya, penyebab tingginya unmet need di Sulawesi Tenggara tidak jauh berbeda dengan yang terjadi di DI Yogyakarta. Hanya saja, faktor kultural dan akses yang sulit memperparah keadaan. Pembahas kedua adalah Marianus Mau Kuru, SE, MPH, Kepala BKKBN Nusa Tenggara Timur.

Ia menjelaskan bahwa konsep unmet need yang diterapkan di Nusa Tenggara Timur sama dengan di DI Yogyakarta. Marianus mempertanyakan kategori PUS Hamil termasuk ke dalam unmet need atau tidak. Marianus juga menjelaskan angka unmeet need di Nusa Tenggara Timur mencapai angka 16 persen. Pembahas terakhir untuk webinar ini adalah Dr. Emi Nurjasmi, M. Kes., Ketua Umum Ikatan Bidan Indonesia (IBI). Emi menjelaskan bahwa untuk menurunkan unmet need, sudah banyak kebijakan yang dikeluarkan terutama dalam tata Kelola KB. Namun, implementasi dan pengawasan terhadap kebijakan tersebut perlu ditingkatkan. Kebijakan - kebijakan tersebut mencakup pemerataan distribusi alat kontrasepsi dan peningkatan SDM pelayanan KB. Regulasi yang mengatur perluasan akses kesehatan reproduksi pada remaja dan pendidikan seksual masih minim.

Reporter: Tri Muhartini, MPA (PKMK UGM)