Reportase Update Survei Peralatan Biomedis di Rumah Sakit Rujukan COVID-19 di Indonesia: Diseminasi Awal

PKMK – Yogya. Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (PKMK FK - KMK UGM) bekerja sama dengan PATH Indonesia menyelengggarakan diseminasi awal dengan topik “Update Survei Peralatan Biomedis di Rumah Sakit Rujukan COVID-19 di Indonesia” yang berlangsung pada 28 Juli 2022 pukul 13.00 WITA diselenggarakan melalui Zoom Meeting diikuti oleh 72 partisipan.

 

Kegiatan ini bertujuan untuk menghitung ketersediaan peralatan perawatan pernapasan saat ini di pusat rujukan COVID-19 di Indonesia dan mengevaluasi kesenjangan terkait ketersediaan berdasarkan wilayah, perangkat atau tingkat sistem kesehatan. Diseminasi awal ini dimoderatori oleh Widy Hidayah, Ns, MPH dan menghadirkan beberapa narasumber yaitu Dr. dr. Andreasta Meliala, M.Kes, MAS selaku direktur PKMK dan Ketua tim peneliti, dr. Sandra Frans, MPH selaku tim peneliti, Irene Sirait selaku perwakilan PATH Indonesia, serta menghadirkan perwakilan rumah sakit yang terlibat dalam penelitian di 5 provinsi.

Diseminasi Awal 1Pada sesi pertama sekaligus membuka diseminasi awal, Dr. dr. Andreasta Meliala, M.Kes, MAS memaparkan bahwa pandemi telah mengubah landscape manajemen rumah sakit terutama yang terkait dengan treatment COVID-19 dan manajemen alat medis. Oleh karena itu, rumah sakit diharapkan memiliki tingkat persiapan yang lebih tinggi setelah mengalami ujian lonjakan kasus COVID-19. PKMK UGM bersama dengan PATH berusaha untuk mengidentifikasi seberapa besar isu kesenjangan ketersediaan alat medis yang terjadi di daerah.

Penelitian ini dilakukan di Jawa Tengah, Lampung, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara dan Bali. Hasi temuan kemudian dipotret dan dibandingan dengan regulasi serta framework yang biasa digunakan di tingkat global. Sehingga dapat ketahui bagaimana penanganan COVID-19 di Indonesia serta dapat mengetahui bagaimana peralatan biomedis dipelihara dan dikelola dengan baik di rumah sakit.

Melanjutkan sesi pertama, Irene Sirait menyampaikan rasa terima kasih kepada pihak rumah sakit di 5 provinsi yang telah bersedia untuk terlibat dalam penelitian. Kegiatan yang dilakukan ini adalah kegiatan yang dilakukan oleh workstream 1 untuk melakukan kuantifikasi ketersediaan alat biomedis dan mengevaluasi gap yang kritis dari beberapa tingkatan baik itu tingkat pelayanan kesehatan dan wilayah. Hasil penelitian ini akan menjadi rekomendasi ketingkat pengambilan keputusan.

Diseminasi Awal 2Pada sesi ketiga, dr. Sandra Frans, MPH memaparkan hasil penelitian yang sudah dilakukan. Latar belakang dilakukannya penelitian ini adalah masih kurangnya sistem manajemen peralatan medis.

Pertanyaan penelitian yang berusaha dijawab melalui penelitian ini adalah 1) Apakah fasilitas memiliki persediaan yang memadai untuk memberikan oksigen dan ventilasi kepada pasien COVID-19 yang parah dan kritis?, 2) Apa penyebab peralatan tidak berfungsi?, 3) Apa saja permasalahan terkait peralatan biomedis?. Penelitian ini dilakukan secara mixed methods pada 96 rumah sakit yang tersebar di 5 provinsi di Indonesia.

Adapun beberapa kajian yang dikaji ada penelitian ini terkait : 1) infrastruktur berupa ketersediaan tempat tidur, tempat tidur ICU, sumber listrik dan SDM; 2) Alat produksi oksigen berupa tabung oksigen, konsentrator oksigen, tangki oksigen cair, on-site oxygen plant (PSA); 3) Peralatan terkait pemberian oksigen berupa flowmeter, flow-splitter, alat pemberian oksigen,, BiPAP/CPAP, HFNC, Mmasker dan kantong resusitasi, suction, laringoskop, set intubasi, airways, ventilator; 4) alat monitor berupa alat monitor pasien dan oximeter nadi.

Adapun hasil kajian yang diperoleh pada penelitian ini adalah :

  1. Peralatan terkait produksi, pemberian oksigen, dan sistem pendukung tersedia di sebagian besar rumah sakit, dengan lebih banyak dimiliki oleh rumah sakit pemerintah dan rumah sakit tipe A dan B.
  2. Terdapat disparitas antar wilayah dalam hal jumlah dan jenis peralatan: lebih banyak rumah sakit di Jawa yang memiliki peralatan tersebut dibandingkan dengan di luar Jawa.
  3. Beberapa alasan alat tidak berfungsi karena menunggu jadwal perbaikan atau tidak dapat diperbaiki kembali. Alasan lainnya karena menunggu waktu pemusnahan.
  4. Ketika terjadi pandemi dan lonjakan, tidak ada formula penghitungan oksigen yang bisa dipakai. Hanya ada panduan kebutuhan oksigen per pasien, namun variasinya juga lebar. Formula yang ada hanya perhitungan kebutuhan per pasien yang ternyata tidak bisa diagregasi jadi perhitungan tingkat rumah sakit.
  5. Mempertimbangkan situasi COVID-19 saat ini, peralatan yang tersedia saat ini cukup untuk menyediakan terapi oksigen yang dibutuhkan pasien.
  6. Kasus lonjakan dan kelangkaan O2 ini ternyata belum mendorong policy maker dan manajemen RS untuk mengembangkan instrumen pendataan kecukupan oksigen dan peralatan biomedis. Sistem pencatatan saat ini masih belum terintegrasi.
  7. Sistem monitoring oksigen dan peralatan biomedis perlu diperkuat, diintegrasikan dengan sistem yang telah ada, dan bisa diakses oleh pengambil keputusan.

Setelah pemaparan materi dari dr. Sandra Frans, MPH, kegiatan kemudian dilanjutkan dengan sesi diskusi sebagi berikut :

1. Rumah Sakit DKT TK IV 02.07.04 Lampung mengajukan pertanyaan terkait “Bagaimana cara untuk melakukan manajemen penggunaan tabung oksigen untuk pasien di Rumah sakit?”.

Pada sesi diskusi tahap pertama, Dr. dr. Andreasta Meliala, M.Kes, MAS menjawab bahwa rumah dikatakan siap menghadapi loncakan salah satunya adalah perlunya persiapan tabung oksigen. Jika terdapat kekurangan tabung oksigen maka rumah sakit masuk dalam kategori tidak siap. Oleh karena itu, perlu dilakukan manajemen penggunaan tabung oksigen dengan melakukan perhitungan penggunaan tabung.

Masalah yang ada adalah untuk perhitungannya masih belum ada formula yang siap namun kembali keadaan kasusnya sendiri dengan kita bisa melihat secara indivial kebutuhannya seperti bagaimana di rumah sakit. Adapun model pengelolaan oksigen dirumah sakit dimulai dari suplai untuk rumah sakit -> perhitungan penggunaan -> kecukupan 02 di rumah sakit. Suplai yang seharusnya lancar menjadi kurang lancar karena adanya permintaan yang tinggi dri rumah sakit sementara pemasoknya terbatas.

Oleh karena itu, di rumah sakit perlu untuk mencoba melihat apa yang harus dilakukan, seperti : 1) adanya panduan perhitungan oksigen, 2) memisahkan kasus prioritas, kasus rutin, dan kasus COVID-19 sehingga manajemen rumah sakit bisa merespon kapasistas rutin dan emergensi, 3) perawatan dan regulasi. Manajemen rumah sakit tidak bisa berdiri sendiri tapi harus berkomunikasi dengan klinisi RS.

Dalam upaya pengelolaan rumah sakit, maka manajer harus memastikan bagaimana peralatan dan equipment lain dari sisi logistik harus bisa menyesuaikan dari apa yang dibutuhkan oleh klinisi, agar upaya pelayanan medis berjalan dengan lancar. Manajer yang akan melakukan pemenuhan kebutuhan bukan saja pengadaan alat tetapi juga pemeliharan alat agar ketika dibutuhkan alatnya berfungsi dan hal ini juga akan berhubungan dengan SDM yang akan melakukan pemeliharaan alat nantinya.

2. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi tidak memberikan pertanyaan, hanya menginfokan terkait pengalaman penanganan alat biomedis di rumah sakit.

Perwakilan Rumah sakit mengemukakan bahwa jika tabung oksigen atau alat - alat biomedis lainnya kelebihan stok maka akan dialihkan bukan hanya untuk pasien COVID-19 tapi juga ke pasien lainnya seperti pasien pneumonia dan pasien yang berada di ruang ICU. Saat ini, kebutuhan rumah sakit sudah kembali normal.

Selain itu, untuk tabung oksigen menggunakan 2 jenis tabung yaitu sentral dan liquid sehingga salah satunya bisa dijadikan sebagai cadangan. Terkait data kebutuhan oksigen dan alat - alat monitoring, infonya akan dilaporkan oleh klinisi. Namun untuk membahas terkait ketersediaan dan sebagainya selalu dirapatkan terlebih dahulu bersama tim yang terdiri dari kllinisi, farmasi dan bagian manajemen logistik. Mekanismenya untuk mitigasi selalu bersama tim untuk memastikan ketersediaan barang.

Penutup

Adapun rekomendasi yang dapat diberikan dari mengkaji hasil penelitian ini adalah:

  1. Instrumen yang ada di level WHO perlu untuk diadaptasi di Indonesia untuk mempersiapkan saat terjadi bencana Kesehatan.
  2. Perlu ada simulasi dan kajian untuk menghitung kebutuhan oksigen di level rumah sakit. Hal ini perlu untuk dipraktekkan saat drilling penanganan bencana di RS. Kolaborasi antara klinisi dan manajemen untuk memastikan ketersediaan oksigen.
  3. Perlu pengembangan sistem pengelolaan inventaris barang dan alat biomedis yang didonasikan kepada RS. terutama untuk melaporkan utilisasi dan fungsi alat.
  4. Dinas kesehatan memantau semua peralatan biomedis di rumah sakit dan membuat dashboard daerah.

Reporter :

Siti Nurfadilah H./ Divisi Public Health PKMK UGM