Reportase Sesi Latihan Advokasi; Stakeholders Mapping dan Rencana Aksi

Yogyakarta, 8 Oktober 2019

Sesi selanjutnya, agenda pemetaan stakeholders dan aksi advokasi. Peserta workshop siang itu dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu topik JKN 3 bagian yaitu equity, tata kelola dan mutu layanan serta topik KIA. Ketika memetakan stakeholders, terdapat enam dimensi yang perlu dipertimbangkan agar dapat mengetahui “siapa target yang tepat untuk mengakomodasi atau alternatif yang diusulkan oleh kelompok advokasi”. Enam dimensi tersebut, yakni recommendation, name, position, interest, power dan support. Kemudian perlu juga memahami terkait kategori dari stakeholders diantaranya:

  1. Apakah stakeholders tersebut termasuk dalam encourage and influencer; mempunyai interest dan power tinggi terhadap usulan/rekomendasi.
  2. Apakah stakeholders tersebut termasuk dalam keep satisfied; memiliki power tinggi tetapi interest rendah terhadap isu/ rekomendasi.
  3. Apakah stakeholders tersebut termasuk dalam keep informed; memiliki interest tinggi tetapi power rendah
  4. Apakah stakeholders tersebut termasuk dalam monitor; interest dan power rendah.

Perlu diingat bahwa advokasi adalah proses yang sangat rumit. Tidak ada yang benar atau salah, tetapi yang ada adalah menang atau kalah. Sekaligus, perlu diperhatikan dalam advokasi pihak yang kalah sering kali bukan dikarenakan minim bukti/ data. Namun, karena pemilihan strategi yang keliru atau penggunaan tools yang kurang optimal. Dalam modul dijelaskan bahwa rencana komunikasi ada lima bentuk, yaitu diskusi/ public hearing, negosiasi, press release/press conference, lobi dan media sosial.

Saat sesi berlangsung terdapat dua pertanyaan dari audiens, yaitu:

  1. Bagaimana posisi pendemo atau advokasi dalam demonstrasi, apakah termasuk dalam advokasi?
  2. Stakeholders mapping itu bentuknya banyak sebaiknya kita memakai yang mana? Kira- kira mana yang terbaik?

Jawaban:
Demonstrasi termasuk dalam salah satu strategi advokasi, yang lazim digunakan sebagai pilihan terakhir. Apabilan upaya - upaya mediasi/ lobbying tidak berhasil dilakukan, maka untuk menekan pengambil kebijakan merevisi kebijakan adalah dengan retorika jalanan atau kita mengenalnya “demo”. Kemudian terkait stakeholders mapping, tidak ada bentuk pakem. Artinya, kita bebas memilih bentuk yang sesuai atau yang telah kita pahami.
Fasilitator memberikan waktu jeda satu jam untuk peserta yang sudah terbagi dalam kelompok berdiskusi. Kemudian, hasil diskusi dipresentasikan satu ersatu. Beberapa catatan dari proses tersebut antara lain:

  • Perlu diketahui/dipahami total rekomendasi yang diajukan supaya jelas agenda advokasinya disusun.
  • Mengenali stakeholders tersebut, siapa? Apa kekuatannya? Regional atau nasional?
  • Menarasikan keuntungan atau kerugian interaksi kita terhadap stakeholders tersebut. Bisa dilihat dari tupoksi stakeholders/ lembaganya.
  • Stakeholders pada kategori monitor jangan diabaikan, karena inti advokasi adalah kita merangkul teman sebanyak mungkin.

Meskipun advokasi untuk menentang suatu kebijakan publik. Mengubah kebijakan publik adalah ajang pertentangan kalah menang yang luar biasa rumitnya dan butuh proses panjang, melibatkan banyak faktor yang seringkali sulit diprediksi sebelumnya atau malah sama sekali di luar kendali. Jadi, jangan terlalu terbawa perasaan atau terlampau berambisi untuk sebuah kemenangan besar. Perlu diingat perubahan kebijakan publik adalah untuk manfaat banyak orang.

Reporter: Tri Aktariyani, M.H.Kes

© Copyright 2019 Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia

Search