Reportase Pengelolaan Proyek Konsultasi Kesehatan Ibu dan Anak
Studi Kasus: Penurunan Angka Kematian Ibu dan Bayi Di Kabupaten Kendal

Wakil Dekan Bidang Kerja Sama, Alumni, dan Pengabdian Kepada Masyarakat, dr. Mei Neni Sitaresmi, Sp.A(K)., PhD membuka webinar KIA pada Kamis (10/10/2019) di FK – KMK UGM. Masalah KIA adalah PR sejak dulu kala sebelum SDGS-MDGS dicanangkan. Jika diperhatikan, data yang ada hingga saat ini dalam dunia Internasional ada 830.000/hari Ibu yang meninggal, sedangkan di Indonesia angkanya mencapai 38/hari. Sungguh nyawa satu Ibu sangat berarti dalam kemajuan generasi bangsa ini. Angka kematian Ibu Indonesia menempati peringkat kedua se - Asia Tenggara. Kematian tersebut apabila dicermati sebagian besar penyebabnya dapat dicegah, meskipun ada komplikasi.

Indonesia terdiri dari daerah - daerah dengan karakteristik beragam. Masing - masing daerah membutuhkan intervensi yang spesifik atau inovasi yang sesuai, tidak bisa mengadopsi atau menyeragamkan. Workshop ini dirasa cukup penting untuk memberi wawasan bagi pemerintah daerah, akademisi, peneliti dan konsultan mengenai manajemen proyek seperti apa yang perlu dirancang untuk menurunkan angka kematian Ibu setiap daerah Indonesia. Namun, dalam kegiatan ini hanya akan dipaparkan contoh dari Kabupaten Kendal.

Setelah pembukaan, yaitu Andiryani Yulianti selaku moderator, memandu kegiatan dengan mempersilakan dr. Hendro Nugroho Sulasono, Sp.DLP menyampaikan alasan mengapa di Kabupaten Kendal perlu bekerja sama dengan konsultan untuk menurunkan angka kematian ibu?. dr. Hendro menyampaikan Hasil Pelatihan dari PKMK FK - KMK UGM tentang Konsultan dan Manajemen Project menginspirasinya untuk melakukan kajian lebih mendalam mengapa fenomena AKI di Kabupaten Kendal dalam rentan waktu cukup lama masih belum mampu terselesaikan. Sejak 2016 hingga 2018 jumlah AKI di Kab. Kendal berada di angka 19, 25, dan 19.

Disampaikan juga bahwa untuk menurunkan AKI membutuhkan kolaborasi antara provider, tenaga kesehatan, pasien dan sistem layanan kesehatan. Menurut pengumpulan data awal, tenaga kesehatan dan provider lupa penanganan secara holistik untuk KIA. Padahal pandunan KIA/AKI/AKB sudah banyak dan sudah sangat jelas bahkan regulasinya sudah cukup jelas. Tenaga Kesehatan di Kendal terkait KIA penyebarannya cukup merata. Permasalahan yang ditemukan yaitu konsistensi akurasi, kelengkapan, keunikan dan waktu perlu diperhatikan Prinsip proyek AKI dikembangkan agar peraturan yang dibentuk mampu menjamin pelayanan KIA bermutu, terintegrasi, perencanaan dan penganggarannya akuntabel, dan standar pelayanan KIA dapat diukur dengan 10T secara jelas.

Selesai menyampaikan materi, peserta mengajukan pertanyaan sebagai berikut:

  1. Apa saja langkah - langkah yang sudah dilakukan dalam pelaksanaan penurunan AKI ini?
  2. Apakah telah melakukan diskusi dengan perguruan tinggi? Atau stakeholders yang berkepentingan? Apakah juga akan ditelusur pendarahan, pendarahannya mengapa bersama teman - teman akademisi, sehingga nanti dapat diketahui akar permasalahan.

Jawab:
Data yang kami peroleh dari BPS dan Dinkes. Kami menyusun ini baru dari data kasar. Kami sudah membuat tahapan kegiatan. Proyek ini akan dilaksanakan dalam 4 tahun. Saya memaparkan dulu mengapa di Kendal membutuhkan proyek konsultansi dalam penurunan AKI. Untuk langkah-langkahnya nanti akan dipaparkan secara rinci oleh Nur Chasanah, S. Si. T (perwakilan Dinas Kesehatan Kabupaten Kendal)

  1. Dari project yang bapak lakukan ini apakah ada hubungan dengan usia perkawinan perempuan muda? Apakah ada telaah kebijakan tentang batas usia pernikahan juga?

Jawab:
Di sini sudah kami jelaskan kami belum memasukkan usia pernikahan dini. Kami pikir
Sebagian hal disini ini masih akan kita gali lagi. Sehingga mungkin saja usia pernikahan dini, kompetensi petugas, kepatuhan petugas juga akan menjadi risiko. Setelah ada baseline data baru kita akan buat pemetaan lagi permasalahan dan kebutuhan intervensi.

Kemudian, Nur Chasanah, S. Si. T (perwakilan Dinas Kesehatan Kabupaten Kendal) pemateri yang akan menjelaskan tentang - Pengelolaan Kegiatan untuk Menurunkan AKI - AKB. Nur Chasanah memaparkan bahwa pemerintah daerah sudah mengeluarkan dana besar untuk AKI dan AKB. Kinerja sudah cukup bagus kalau dilihat dari data programmer. Tetapi, ini tidak berimplikasi pada penurunan AKI AKB Kab Kendal. Oleh karenanya, kami berfikir untuk upaya penurunan AKI/AKB dengan Konsepnya menggabungkan upaya perbaikan mutu yang sedang dijalankan pemerintah.

  1. Validitas Data (K1-K4 Persalinan)
    Data yang ditampilkan capaiannya sulit diukur. Permasalahan terbesar AKI/AKB ada pada data dan mutu. Ini yang akan dikupas di tahun pertama.
  2. Mutu layanan
    Memang sudah diatur oleh kemenkes, akan tetapi ini belum terintegrasi. Mengapa? Di seksi Kesga, penurunan AKI disitu belum mencantumkan bagaimana petugas kompetensinya tercukupi dan mematuhi SOP yang ditentukan?
  3. Sistem Pelayanan
    Juga sudah disusun, berjenjang, bahkan di Kab Kendal ada aplikasi berbasis rujukan. Akan tetapi belum menunjukkan hasil mengapa? Kematian besar itu ada di rumah sakit. Seharusnya Jantung/preklamasi bisa diolah di FKTP sehingga ada upaya pencegahan.
  4. Dukungan Pemerintah Daerah

Ini sangat dibutuhkan untuk memaksa petugas mematuhi peraturan yang ada. Pemerintah daerah perlu ikut masuk dalam sistem menyusun kebijakan dan mengatur agar sistem berjalan konsisten. Ke depan harapannya akan:

  • Terbangunnya sistem perencanaan daerah: bersifat wajib dan adanya penunjukan pihak - pihak yang ikut berkontribusi
  • Kualitas dan validitas data: bisa diukur, bisa dipercaya (bahwa layanan telah memenuhi SPO)
  • Perubahan perilaku social: self - awareness Ibu dan Anak
  • Akselerasi penurunan AKI

Setelah itu, Nur Chasanah menjelaskan tahapan - tahapan project charter, diuraikan sebagai berikut:

Tahun ke - 1

  1. Baseline data: Penggalian data/informasi yang semakin dalam akan semakin berpeluang mendefinisikan permasalahan dan pekerjaan yang akan dilakukan
  2. Assessment: mengkerucutkan menjadi solusi/problem solving, konsolidasi/konfirmasi pada pihak terkait, sounding masalah/peluang, rumusan kebijakan. Jadi baseline data itu sangat penting. Analisa tergantung pada komitmen pemerintah daerah, komitmen dinas kesehatan, rumah sakit & ketersediaan anggaran. Tiga simpul layanan: FKTP (menjaga kestabilan) - Sistem Rujukan - FKRTL (menyelesaikan layanan kesehatan)
  3. Membagi tupoksi; tantangannya ada pada pembentukan peraturan daerah untuk kepala daerah, sekda, dinas - dinas terkait untuk menjaga komitmen dan keberlanjutan program ini.

Tahun ke-2

  1. Pendampingan untuk pelayanan bermutu
  2. Pengendalian faktor penghambat diluar kesepakatan kontrak (Nuansa politik), tantangan untuk menjaga komitmen pemerintah daerah, ketika ada perubahan kebijakan itu risiko di luar konsultan.
  3. Benefit; penurunan AKI/AKB, peningkatan mutu, kepatuhan petugas. Setiap pelayanan publik harus di - survey dan diolah menjadi bahan masukan
  4. Penyebab kegagalan; mutasi pegawai, penolakan stakeholders, perubahan struktur

Diskusi:

  1. Cara meyakinkan komitmen pemerintah daerah untuk keberlanjutan project ini? Bagaimana tipsnya?
  2. Prosesnya/ step by step - nya seperti apa sampai akan muncul peraturan daerah?
  3. Apa saja hambatan yang ditemui?
  4. Organizing - nya seperti apa di daerah?
  5. Positioning, insider/outsider Nur Chasanah dalam kegiatan ini seperti apa?
  6. Masukan: setiap daerah akan diganti setiap 5 tahun, ketika Bupati mengeluarkan peraturan daerah untuk mendukung konsultan, maka perlu ditelaah lagi visi dan misinya
  7. Apakah perencanaan melibatkan NGO?

Jawab:

  • Belum diimplementasikan masih pada tahapan konsep,karena masih berawal dari refleksi pemikiran. Strategi yang bisa dilakukan yaitu adanya aturan daerah, karena perda adalah tools memaksa, memberikan gambaran secara data/analisa. Meyakinkan aplikasi, meyakinkan keuntungan apa saja yang akan didapat
  • Organizing: Kita bagi siapa di tingkat daerah (PJ. Bupati/Sekda) Sekda mempunyai kewenangan untuk mengeluarkan uang, tingkat dinas (Kepala Dinas) yang akan melakukan monitoring masing - masing bidang.
  • Positioning; ketika saya di Dinkes berarti saya menempatkan diri saya sebagai tim yang ikut mengkonsep, saya tidak berperan sebagai konsultan, masalah teknis akan saya serahkan kepada konsultan.
  • Bupati sebenarnya juga diikat dengan RPJMN di atas. Proses lahirnya kebijakan itu luar biasa. Kalo sudah Pergub/Perda yang muncul dan sesuai RPJMN Bupati tidak bisa mengganti. Karna biasanya perpres/permendagri itu belum diimplementasikan di daerah
  • NGO pasti diperlukan, perlu melibatkan semua sektor, yaitu Adopt Village.

Reportase: Tri Aktariyani (PKMK FK - KMK UGM)

Bagian II

Webinar Proyek Konsultansi dalam Upaya Menurunkan AKI dan AKB

Sesi Pembahasan

PKMK – Yogya. Pada Kamis (10/10/2019), telah diselenggarakan webinar dengan tema kesehatan ibu anak. Dalam sesi 3 atau pembahasan, disampaikan oleh Dr. Hanevi Djasri, MARS, FisQua. Hanevi menyatakan PKMK sempat menjadi konsultan daalam proyek sister hospital antara NTT dan Kementrian Kesehatan Indonesia. Dalam proyek ini, PKMK sebagai konsultan dalam upaya menurunkan angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) pada 2008 hingga 2014.

Saat itu, PKMK membantu mengidentifikasi masalah, menangani masalah dan memberikan rekomendasi kebijakan sebagai pemecahan masalah. Mengapa konsultan dibutuhkan dalam menangani hal ini? Hanevi menyatakan setidaknya ada 3 alasan yaitu: konsultan dapat memberikan pengetahuan baru, konsultan memberikan rekomendasi sesuai evidence based dan internal membutuhkan ahli untuk menyatakan hal yang sama/sudah diketahui bersama.

Hanevi memaparkan dalam proyek konsultansi ini disepakati melakukan beberapa intervensi, diantaranya mencari akar masalah (lalu memberikan perencanaan berbasis bukti) - 2 diantaranya ialah AKI dan AKB tinggi serta tidak ada dokter spesialis, lalu dilakukan penempatan dokter spesialis untuk jangka waktu tertentu sesuai kontrak. PKMK menggandeng 9 RSUP di Jawa dan Makassar untuk mendampingi 11 RSUD di NTT, program ini berjalan 5 tahun. Hal ini disambut baik oleh 9 RSUP karena dapat meningkatkan kompetensi di RS dan di jejaringnya melalui PONEK dan PONED. Setelah itu didiskusikan darimana tenaga ini dibiayai, tentunya harus memadai dan menarik agar mereka mau ditempatkan di NTT. Disusul disiapkan aspek legal untuk melindungi tenaga spesialis ini. Tenaga yang temporer ini harus digantikan dengan putra daerah yang memang dapat beradaptasi dengan mudah di daerah asalnya. Maka, tenaga spesialis tadi membimbing putra daerah agar bersedia sekolah spesialis dan mau mengabdi di daerahnya. Tentu hal ini tidak semudah yang dibayangkan, karena tantangannya adalah perbedaan keilmuan di kota dan di NTT, maka disusun kebijakan afirmatif yang mengakomodir kebutuhan ini, namun bukan dengan menurunkan standar kompetensinya.

Terkait hal ini, yang paling mendasar adalah bagaimana agar program ini dapat diterima pemerintah daerah dan berkelanjutan. Pasalnya banyak yang berhenti programnya, karena berbeda pandangan politik dari pemimpin lama ke pemimpin baru. Dalam hal ini, terdapat 4 fase proyek, yaitu

  1. Contracting out dokter spesialis
  2. Membangun manual rujukan yang melibatkan pemerintah kabupaten dan pemerintah daerah (untuk mengurangi angka ibu yang meninggal di perjalanan/rujukan)
  3. Meningkatkan audit maternal perinatal
  4. Melibatkan pemerintah lokal agar keberlanjutan program ini terjamin.

Hanevi menutup paparan dengan menyatakan konsultan luar perlu dilibatkan dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi Kendal. Harapannya, masalah dapat ditangani dengan intervensi baik dan langkah yang tepat.

Sesi Penutup

Dalam project management yang disusun pembicara yaitu Nur Chasanah dan Hendro Sulasono Nugroho, tahap 1 dilakukan assesment awal yaitu 261 hari untuk treasure data. 50 hari dialokasikan untuk menentukan masalah yang akan diselesaikan. Tahap kedua dilakukan pertemuan untuk menentukan prioritas. Dalam tahap ini, pertemuan pertama dan kedua menyangkut hal teknis. Pertemuan ketiga, bertemu stakeholder untuk melihat apa yang diperlukan dalam proyek ini. Setelah itu dilakukan legal drafting untuk baseline, validasi dan penyelarasan. Faktanya, proyek pendampingan ini harus sesuai dengan RPJMD yang ada di Kendal.

Saat sesi diskusi yang terakhir, Sealvy dari PKMK mengusulkan apakah bisa 2 pertemuan dengan stakeholder yang digabung untuk efisiensi? Nur Chasanah menjawab untuk pertemuan penyelarasan RPJMD dan target kinerja dapat dilakukan dalam satu kali rapat. Sementara untuk legal drafting-nya tim akan banyak berkomunikasi dengan ahli hukum. Setelah legal drafting, dibutuhkan 30 - 40 hari untuk pengumpulan baseline-nya. Kemudian untuk penyusunan standar manajerial, standar klinis bisa paralel dengan konsultan yang berbeda. Harus dilihat dulu keunikan Kendal, lalu dapat dilakukan adopsi atau modifikasi.

Reporter: Wiwid (PKMK UGM)

 

© Copyright 2019 Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia

Search