Laporan Hari I  Laporan Hari II  Laporan Hari III Laporan Hari IV Laporan Hari V

 

Laporan Strategies for Private Sector and Engagement in Health

Oleh Shita Listyadewi

Hari ini difokuskan pada salah satu tools yang paling sering dilakukan: contracting. Peserta dibagi ke dalam dua kelas, satu kelas berfokus pada pengalaman contracting di Negara low-middle income, sementara kelas lain berfokus pada pengalaman contracting di Negara upper-middle income; hal ini dilakukan untuk memperdalam pemahaman dan membedakan peluang dan tantangan di dua konteks yg berbeda.

Contracting: Low Middle Income Countries (Syed Farid-ul-Hasnain)

Mekanisme contracting memisahkan peran penyedia dengan peran pembayar, dan menciptakan mekanisme insentif untuk mencapai suatu kinerja tertentu dan tujuan tertentu.

Elemen kontrak harus detil untuk masing-masing komponen di bawah ini:

  1. Jenis layanan
  2. Berapa banyak
  3. Untuk siapa
  4. Harganya
  5. Pembayaran: kapan, berdasarkan apa/prasyarat yg harus dipenuhi, bagaimana caranya dibayar
  6. M&E
  7. Jangka waktu kontrak
  8. Mekanisme penyelesaian masalah (jika ada)
  9. Kondisi untuk pemutusan hubungan kontrak

Disini tersirat keahlian yg terkait, yaitu kemampuan dan kapasitas dari keduabelah pihak untuk berinteraksi, menarik minat satu sama lain, dan menjaga hubungan, termasuk kapasitas untuk mengawasi dan kapasitas untuk memenuhi perjanjian.

Untuk contoh, diberikan hasil kasus contracting di Vietnam (dilakukan tahun 1999 – 2003 di 12 distrik) yang cukup berhasil untuk daerah yang miskin yang menunjukkan bahwa cakupan pelayanan meningkat, bahwa ada focus yang lebih tepat sasaran untuk pro-poor dan menurunkan OOP, jika dibandingkan dengan 3 distrik lain yang tidak melakukan contracting.

Beberapa kunci keberhasilan contracting adalah:

  1. Tujuan harus jelas dan spesifik (kuantitas, kualitas yg diharapkan, bagaimana prinsip equity diterapkan misal menetapkan target catchment area dan populasi atau kelompok populasi tertentu) dan terukur (dan ukurannya harus ditetapkan dan disepakati, dan cara untuk mengukurnya juga harus disepakati). Hal ini berimplikasi pada beberapa hal:
    • Harus ada insentif untuk pencapaian tujuan (dan sebaliknya "hukuman" apabila tujuan tidak tercapai)
    • Harus ada data baseline
    • Harus ada penggunaan sistem informasi yg tepat waktu
       
  2. Harus ada kejelasan mengenai mekanisme procurement dan standard kualitas yang harus dipenuhi, harus ada kejelasan mengenai "ukuran" yang digunakan untuk mendefinisikan jasa yang diminta: apakah berdasarkan jenis dan jumlah pelayanan, atau berdasarkan cakupan atau seberapa banyak target populasi terlayani; begitu pula harus ada kejelasan mengenai mekanisme yang akan dilakukan untuk memonitor dan mengevaluasi

ivbKemudian disajikan mengenai kasus hasil evaluasi contracting di Pakistan (kasus tersedia dalam bahan bacaan yg harus dibaca peserta). Contracting di Pakistan dilakukan pada level Basic Health Units (BHU) yang menyediakan pelayanan primer. Hal ini dilakukan karena masyakarat menganggap pelayanan di sector public buruk, dokter tidak ada di tempat, akibatnya masyarakat lebih suka pergi ke fasilitas swasta. Oleh karena itu disusunlah kontrak dengan pihak swasta (PRSP) untuk menyediakan pelayanan yang dibutuhkan. Daerah dibagi ke dalam cluster, dimana 3 BHU dikelompokkan ke dalam 1 cluster dan dimanajemeni oleh seorang dokter. Saat itu ada 12 dokter, kemudian PRSP merekrut 23 dokter baru. Insentif yang ditawarkan menarik: termasuk peningkatan gaji sebesar 150% tetapi mereka dilarang melakukan praktek pribadi, pinjaman tanpa bunga untuk mobil, dan lain-lain. Setelah masa kontrak berakhir terlihat dari evaluasi bahwa utilitas pelayanan meningkat, kepuasan pasien terhadap pelayanan meningkat, fasilitas di-upgrade dan dokter tersedia. Hal-hal ini tersedia walau pun nilai kontrak yang diberikan tidak lebih mahal daripada nilai yang dikeluarkan pemerintah selama ini untuk sector public, jadi secara umum ada peningkatan efisiensi dan cost-effectiveness. Namun ada satu hal yang tidak masuk di dalam kontrak yaitu kualitas, sehingga evaluasi tidak menunjukkan bahwa kualitas (clinical care quality) berubah (tidak bertambah baik walau pun juga tidak bertambah buruk).

Lesson learnednya adalah: MoU harus eksplisit, karena you'll get you what you asked for: jika kita ingin mengatasi masalah A, maka mekanisme contracting dapat mencapai A, tetapi bukan A + B.

Beberapa peserta kemudian berbagi pengalaman "contracting" di negara mereka dan fasilitator memperjelas konsep mana yang "contracting" mana yang bukan (misalnya: banyak peserta menganggap bahwa "purchasing" atau "outsourcing" adalah "contracting" padahal bukan).

Contracting: Upper Middle Income Countries (Chantal Herberholz)

Isi dari sesi ini sama untuk bagian awal, yaitu menjelaskan apa itu contracting, apa kelebihan dan kekurangannya, apa tantangannya, kapan kita mungkin perlu mempertimbangkan untuk melakukan contracting (dan kapan tidak). Dijelaskan pula beberapa tipologi yang berbeda yang harus kita bedakan:

  • Management contract (infrastruktur disediakan pemerintah, pelayanan disediakan oleh swasta)
  • Service delivery contract (infrastruktur dan pelayanan disediakan oleh swasta)

Yang berbeda adalah contoh kasus yang diberikan, yaitu aplikasi contracting di Negara-negara Upper-middle income misalnya Malaysia dan Thailand.

Beberapa catatan penting dari pengalaman Negara-negara itu adalah bahwa contracting membutuhkan pendekatan yang sistematis, bahwa pemerintah harus mempertimbangkan economies of scale (baik dari sisi financial, dari sisi bagaimana kontrak dikelola dan bagaimana kontrak dimonitor dan dievaluasi) karena mekanisme contracting juga menyangkut transactional dan administrative cost. Ditambahkan pula bahwa mekanisme pay-for-performance adalah mutlak, dan bahwa pemerintah harus menahan diri dari kecenderungan untuk menghalangi otonomi dari pihak swasta (misalnya: men'dikte' bagaimana suatu pelayanan harus disediakan, terlalu kaku dalam hal anggaran/line-item budget, memaksa pihak swasta menggunakan standard pemerintah dalam hal recruitment atau pun insentif utk pegawai yg dikontrak, atau bersikeras mempertahankan fungsi pemerintah dalam hal procurement (khususnya barang inputs yg stratejis).

Perlu dipertimbangkan pula seberapa banyak potential contractors yang tersedia dan memiliki kapasitas yang dibutuhkan, apakah menggunakan competitive bidding atau tidak, bagaimana lingkungan politik dan birokrasi serta landasan hukum yang tersedia (dan diperlukan) agar mekanisme contracting dapat dilakukan.

Akhirnya, diidentifikasi langkah-langkah penting dalam contracting:

  1. Melakukan dialog dengan stakeholders
  2. Mendefinisikan layanan yg diminta (dengan jelas)
  3. Merancang metode M&E
  4. Menentukan bagaimana menetapkan kontraktor
  5. Merancang manajemen kontrak
  6. Men-draft dokumen kontrak
  7. Melakukan proses bidding dan akhirnya memanajemeni kontrak

(Untuk referensi mengenai Contracting, silakan lihat Performance-Based Contracting for Health Services in Developing Countries: a Toolkit)

Contracting by PhilHealth (CEO PhilHealth: Eduardo "Dodo" Banzon)

Konteks di Filipina:

  • Upaya mencapai Universal Coverage sebagai bagian dari Aquino Health Agenda
  • Sektor informal besar
  • Kebijakan nasional lemah dalam hal regulasi sector informal: Dual-practice, biaya kesehatan tinggi, pelayanan sector public lemah sementara layanan private di sector public berkembang pesat.

Dodo menekankan: You can not cure the system unless you kill the bad legacy. Bad legacies yang dimiliki PhilHealth saat ini adalah:

  • Fokus mereka adalah pada protecting funds rather than protecting members
  • Miskonsepsi umum mengenai reserve fund: berpegang pada pension fund mentality dan rebate mentality
  • Percaya pada mekanisme Fee-for-service payment
  • Melakukan 'accreditation' (akreditasi dalam tanda kutip karena sebenarnya PhilHealth intinya hanya melakukan lisensi ulang provider yang sebenarnya sudah di-licensed oleh pemerintah) dan mengaitkannya dengan 'contracting' (yaitu: yang bisa dikontrak hanya fasilitasi yang sudah di'akreditasi' PhilHealth)
  • Kepersertaan voluntarily untuk sector informal.

Jadi per 1 April 2012 PhilHealth memulai contracting dengan nafas baru: tidak lagi disebut kontrak tetapi disebut "performance commitment", dan mempercayai proses licensing yang telah dilakukan oleh pemerintah (tidak lagi perlu di-'akreditasi' oleh PhilHealth)

ivaStrategi yg dilakukan adalah market domination: karena tanpa market share yg besar, PhilHealth akan sulit bernegosiasi dengan providers. Dan sebaliknya, bagaimana kita bisa melakukan market domination jika kita tidak tahu siapa market kita. Oleh karena itu kunci dari strategi ini adalah sistem informasi: PhilHealth saat ini memiliki informasi yg paling lengkap mengenai rumahsakit di Filipina, jauh lebih lengkap dari data yg dimiliki pemerintah (depkes).

Sisa hari ini digunakan untuk melakukan kunjungan ke lapangan untuk melihat mekanisme contracting yang dilakukan PhilHealth di Filipina. Peserta dibagi ke dalam dua kelompok: satu kelompok melihat bagaimana mekanisme contracting dijalankan untuk program DOTS, dan kelompok lain melihat bagaimana mekanisme contracting dijalankan untuk klinik maternity (catatan: penulis memilih untuk pergi ke klinik DOTS).

Klinik DOTS didirikan oleh Tropical Disease Foundation, Inc, sebuah NGO yang tadinya merupakan research arm dari RS Makati Medical Centre (swasta). TDF tadinya adalah NGO yang melakukan riset national TB surveillance survey (tahun 1997) dan hasil temuan mereka menunjukkan bahwa health seeking behavior masyarakat mengindikasikan bahwa mereka lebih suka pergi ke klinik swasta untuk pengobatan TB. TDF akhirnya mendirikan klinik DOTS utk deteksi TB khususnya MDR-TB yang dibantu oleh dana dari Global Fund, fundraising mau pun pendapatan dari melakukan riset. Karena pada saat itu klinik itu merupakan OPD dari MMC, maka staff mau pun obat mau pun peralatan dibiayai oleh MMC.

Pada tahun 2010, TDF dipisahkan dari MMC, mereka memiliki gedung sendiri (lokasinya di seberang MMC) dan mereka tidak lagi mendapat dana dari MMC. Keterlibatan mereka dengan PhilHealth dimulai pada tahun 2011 ketika PhilHealth berinisiatif untuk mengajak mereka menjadi anggota jaringan provider dan menjelaskan mekanisme klaim dan eligibility pasien, form yang harus diisi utk keperluan klaim, dll. Penghasilan mereka saat ini berasal dari (1) 'purchasing' oleh PhilHealth (sistem claim P4000/pasien/case findings), (2) subsidi pemerintah kota Makati utk bahan habis pakai dan treatment kit dan (3) penghasilan dari melakukan penelitian untuk perusahaan farmasi dalam bidang manajemen TB. Seluruh penghasilan tersebut masuk ke dalam global budget dari TDF. Klinik TDF kini tidak lagi menerima dana Global Fund untuk MDR-TB tetapi mereka masih melakukan treatment utk regular TB dan masih melakukan screening untuk MDR-TB di local community mereka yang populasinya kebetulan kecil (hanya 150 orang, namun kebanyakan belum di-cover oleh PhilHealth). Kebanyakan pasien mereka adalah para karyawan dari daerah perkantoran sekitar (sudah dibayar melalui PhilHealth). Kasus MDR-TB kini mereka rujuk ke Treatment Klinik milik NGO lain yang menerima dana Global Fund.