Laporan hari I

 

Pencapaian Thailand dalam Universal Coverage

Thailand dianggap yang negara yang memiliki perkembangan cukup baik dalam mencapai UC. Sejak tahun 2002, Thailand telah mencapai Universal Health Coverage untuk seluruh penduduknya. Sebuah perjalanan yang tidak mudah dan penuh tantangan, yang dimulai sejak 27 tahun sebelumnya.

Dalam salah satu presentasinya, pemenang Prince Mahidol Award tahun 2009, Prof. Anne Mills dari London School of Hygiene and Tropical Medicine, Inggris mengatakan bahwa "Thailand mengalami titik balik ketika pada tahun 2002 telah berhasil mengatasi perbedaan dan mencapai kesepakatan untuk mencapai Universal Coverage". Sebelumnya, karena pertentangan kepentingan, Thailand lambat meningkatkan kepesertaan jaminan kesehatan. Namun kemudian, seiring dengan stabilitas politik, Thailand berhasil melibatkan seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) dan membuat program ini menjadi milik bersama. "Kemauan politik adalah aspek yang penting untuk mencapai target Universal Coverage". Selain itu, Anne Mills menekankan pentingnya pemerataan layanan kesehatan di Thailand. "Karena reformasi pembiayaan kesehatan harus seiring (hand in hand) dengan penyediaan layanan kesehatan" tambahnya.

Namun tantangan ke depan masih cukup banyak. Anne Mills memperingatkan bahwa pengendalian biaya adalah tantangan yang tidak akan pernah selesai. Selain itu, Thailand masih harus merangkul sector swasta dalam skema ini. "Sistem jaminan kesehatan yang baik adalah yang membuat orang tidak lagi membedakan mutu layanan kesehatan yang disediakan pemerintah atau swasta. Seperti di Inggris, orang tidak terlalu paham bahwa sebagian besar layanan rawat jalan diselenggarakan oleh swasta namun uangnya berasal dari pemerintah".

Pengalaman Ghana dalam mengimplementasikan Asuransi Kesehatan Nasional

Menarik bahwa dalam salah satu sesi ditampilkan presentasi dari Ghana, Afrika, mengenai pengalamannya menerapkan asuransi kesehatan sosial secara nasional. Ghana termasuk negara berkembang berpenghasilan rendah yang dianggap cukup berhasil karena saat ini telah ada sistem asuransi kesehatan nasional. Sejak tahun 2004 (hampir sama dengan pengesahan SJSN di Indonesia), telah ditetapkan UU yang mengatur sistem asuransi kesehatan sosial. Dengan UU ini semua orang yang berusia 18 tahun ke bawah (48% penduduk) mendapatkan jaminan kesehatan, dan semua orang miskin mendapatkan subsidi pemerintah. Dengan demikian, maka sekitar 70% penduduknya tercakup. Yang menarik, "di daerah pedesaan, karena keterbatasan dokter, maka perawat atau kader terlatih dapat memberikan layanan kesehatan" kata Dr Lutterodt, dari Kemenkes Ghana. Hal ini karena pemerintah Ghana menyadari bahwa penyediaan layanan kesehatan sangat penting dalam mengimplementasikan jaminan kesehatan. "Tidak ada gunanya sistem asuransi kesehatan tersedia tanpa ada petugas kesehatan yang menyediakan layanan tersebut". Sistem pembayaran asuransi sosial di Ghana kepada dokter dan perawat dianggap cukup memuaskan. "Mereka telah digaji oleh negara sehingga mereka wajib menyediakan layanan kesehatan" kata Dr Lutterodt.

Pengalaman dari Thailand dan Ghana tadi menarik untuk dianalisis lebih lanjut. Nampaknya banyak yang bisa dipelajari oleh Indonesia, di antaranya bagaimana menyatukan berbagai kepentingan politik dan bagaimana menyediakan pelayanan yang merata, walaupun dengan kualitas terbatas, sampai daerah pedesaan terpencil.

Anne Mills

Prof Anne Mills, London School of Hygiene and Tropical Medicine

Delegasi Indonesiaa

Delegasi Indonesia di PMAC Bangkok 2012

 

navigasi1