Reportase “Kupas Tuntas Klaim Pembayaran Rumah Sakit oleh BPJS Kesehatan Pasca Perpres No. 82/2018 Jaminan Kesehatan”

19feb

Seminar yang dilaksanakan di Yogyakarta pada 19 Februari 2019 ini dihadiri oleh tiga narasumber, yaitu dr. Tonang Dwi Ardyanto (PERSI), dr. Aris Jatmiko (BPJS Kesehatan Jateng DIY) dan dr. Endang Suparniati (RSUP Dr. Sardjito). Jumlah peserta JKN per 1 Februari 2019 mencapai 217. 549. 455 jiwa, namun mengutip Bernie Sanders bahwa The Goal of Real Healthcare Reform Must Be High Quality, Universal Coverage In A Cost Effective Way. Perkembangan faskes yang bekerjasama sejak 2014-2018 mengalami peningkatan jumlah 26,37% (FKTP) dan 46,04% (FRTL). Namun demikian, berdasarkan pemaparan dr. Aris Jatmiko kepuasan peserta dan provider masih belum tercapai. 

Fakta tantangan JKN masih soal mismatch, pendapatan yang belum optimal, transisi epidemiologi dan demografi, ekspektasi peserta meningkat dan kehandalan sistem administrasi klaim dengan defisit finansial yang masih terus berlanjut dan mutu layanan faskes yang perlu diperbaiki terus - menerus. Perpres No 82 Tahun 2018 melengkapi regulasi sebelumnya yaitu Perpes No 13 Tahun 2013, Perpres No 111 Tahun 2013, Pepres No 19 Tahun 2016 dan Perpres No 28 Tahun 2016. Beberapa upaya dalam pengelolaan pembiayaan yang diatur dalam Pepres terbaru yaitu; waktu pengajuan klaim, lama pembayaran klaim, penyelesaian klaim pending/dispute, dan kecurangan/fraud dalam klaim.

Kesiapan BPJS Kesehatan dalam menyikapi Pepres 82/2018 terkait administrasi klaim terkait akurasi dan tindak lanjut seperti peraturan pendukung, revisi draft perjanjian kerjasama bersama faskes dan aplikasi pendukung. Harapan dr. Aris Jatmiko bahwa rumah sakit dapat memahami seluruh ketentuan administrasi klaim JKN, RS melakukan self assessment klaim sebelum penyerahan klaim dan saling berkoordinasi dengan BPJS Kesehatan dalam penyelesaian masalah klaim.

dr. Endang (RSUP Dr. Sardjito) menyatakan upaya yang dilakukan RS dengan menerapkan langkah - langkah sosialisasi ketentuan klaim kepada KSM dan instalasi, pendampingan implementasi di bangsal, penempatan tim koding dan evaluasi implementasi. Upaya tersebut juga diikuti dengan masalah dan kendala internal RS yaitu belum semua resume medis menggunakan e-resume medis, tanda tangan DPJP masih sering terlambat, residen tidak melakukan koreksi diagnosis akhir, kekurangan dalam menghitung jumlah berkas klaim yang belum diterima di instalasi penjaminan dan masih ada berkas yang ditemukan beberapa bulan setelah pelayanan diberikan. Sedangkan masalah dan kendala dengan pihak BPJS Kesehatan, seperti berita acara tertunda, belum adanya SOP tentang mekanisme pengajuan klaim (waktu penyerahan berkas, hasil purifikasi, verifikasi manual, dan perubahan waktu) serta tidak ada kejelasan tentang klaim yang dianggap tidak layak. Namun, pihak RS lega dengan terbitnya Pepres No 82 Tahun2018 karena adanya kejelasan waktu penyelesaian klaim.

Bahasan PERSI terkait Perpres No 82 Tahun2018 mengenai klaim adalah kerangka waktu memang menjadi tegas dan jelas, namun perlu diperhatikan bersama bahwa kesiapan RS satu dengan lainnya berbeda - beda. Tentu tidak bisa disamakan dengan kesiapan RS Sardjito yang hampir semuanya paripurna baik SDM maupun sarana prasarana. Kajian lebih lanjut dari Pepres ini adalah bagaimana ruang yang diberikan untuk kesiapan RS dengan kapasitas SDM, alat dan sarana yang bervariasi di Indonesia dalam menjalankan beberapa fase; paperless-semi digital-full digital dengan bridging? Hal ini penting agar tidak menjadi negative pressure terhadap JKN.

Selain itu, terdapat beberapa hal yang belum cukup jelas terurai di Pepres No 82 Tahun2018 antara lain pembahasan mengenai bagaimana ragam klaim pelayanan obat, alat kesehatan tertentu dan obat di luar paket; definisi kebutuhan dasar kesehatan dan kelas standar?; kelas standar berbasis standar kelas dan standar pelayanan; ketentuan coordination of benefit (COB) yang menurut Permenkeu No 141 Tahun2018 menjadi beban RS; kewenangan Pemda mengenai pengawasan dan regulasi masih patut ditelusur agar program/kebijakan berjalan secara sinergi dengan muatan lokal, penguatan FKTP dan pelayanan rujukan;

Pekerjaan rumah utama kita bersama adalah mengawal dan ikut berpartisipasi dalam implementasi peraturan turunan Perpres No 82 Tahun 2018 yang diuraikan bahwa dibutuhkan 22 Peraturan Kemenkes, 11 peraturan BPJS Kesehatan, 4 Peraturan Kemenkeu, 2 Peraturan Kemensos, 2 Peraturan Kemendagri dan 1 peraturan BKKBN.
Terakhir disimpulkan secara reflektif bahwa Perpres ini menyisakan pertanyaan mengenai transparasi urutan pengajuan klaim, dan mekanisme yang akan dibuat BPJS Kesehatan untuk memastikan klaim dibayarkan secara adil dan tepat waktu.

Reporter : Tri Aktariyani (PKMK UGM)

 

Add comment

Security code
Refresh