Wamen: Dokter Lulusan Indonesia Banyak di Luar Negeri
Metrotvnews.com, Solo: Banyak dokter yang praktik di luar negeri lulusan dari universitas di Indonesia. "Untuk itu saya juga heran dengan banyaknya pasien dari Indonesia yang memilih berobat ke luar negeri," kata Wakil Menteri Kesehatan Ali Ghufron Mukti di sela-sela meresmikan Pelayanan Jantung Terpadu (PJT) di Rumah Sakit Dr Moewardi, Solo, Jawa Tengah, Selasa (17/7).
"Apalagi ada pasien Indonesia yang dikirim ke Malaysia, padahal dokter-dokter di sana itu juga banyak hasil didikan dari Indonesia," tambahnya.
Ia menyebutkan pada 1998, lebih dari 180 pasien dari Indonesia yang dirujuk ke rumah sakit di Malaysia. "Saya enggak tahu sekarang ini sudah berapa banyak," katanya.
Dari sisi teknologi dan kompetensi sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki, Indonesia tidak kalah dari Malaysia. Satu hal yang membedakan RS di Malaysia dan Indonesia yakni dalam hal packaging dan kerja sama tim dalam melayani pasien.
Ia berharap dalam memberikan Pelayanan Jantung Terpadu di RS Dr Moewardi ini bisa kompak dan dengan baik, agar para pasien itu tidak lari keluar negeri.
Karena itulah, ia menyambut baik peresmian PJT RS Dr Moewardi memiliki fasilitas yang lengkap untuk melayani pasien gangguan jantung. "Makanya, nanti tidak perlu lagi orang Indonesia berobat ke luar negeri," katanya.
Diakuinya, saat ini penyakit jantung masih menjadi momok dan salah satu penyakit pembunuh terbesar di Indonesia.
Keberadaan layanan penanganan pasien jantung secara terpadu menjadi suatu hal yang mutlak keberadaannya di Indonesia. Menurut dia, langkah antisipasi perlu dilakukan mengingat jumlah jumlah penderita penyakit jantung diprediksi akan terus meningkat.
"Terlebih di negara berkembang, termasuk Indonesia," katanya.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah memprediksikan pada tahun 2030 mendatang penderita gangguan jantung bisa mencapai 23 juta jiwa di dunia. Enam juta di antaranya karena kardiovaskuler atau gangguan sistem metabolisme dalam tubuh. Dari jumlah tersebut diprediksikan juga bahwa 76 persen atau 17,5 juta kasus penyakit jantung akan terjadi di negara berkembang.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2007, penyakit jantung masih menjadi penyebab utama kematian di Indonesia dengan angka prevalensi mencapai 7,2 persen. Sebagian besar kasus kematian akibat penyakit jantung tersebut terjadi pada pasien perokok.
"Faktor yang mempengaruhi risiko terjadinya gangguan Kardiovaskuler lebih pada pola hidup atau perilaku seseorang. Mulai dari pola makannya, faktor risiko rokok maupun kurang olahraga," katanya