GHSA 2016: Kuatkan Kapasitas Negara Hadapi Ancaman Pandemi Penyakit
Menteri Kesehatan (Menkes) Nila Moeloek mengajak negara peserta Global Health Security Agenda (GHSA) untuk meningkatkan kapasitas negara masing-masing dalam menghadapi kemungkinan ancaman pandemi penyakit, sebagai dampak dari globalisasi.
"Dampak dari globalisasi, masalah kesehatan suatu negara dapat menyebar ke negara lain dengan cepat. Untuk itu, masing-masing diminta untuk meningkatkan kewaspadaan nasionalnya," kata Nila FA Moeloek saat membuka pertemuan internasional GHSA 2016, di Jakarta, Senin (28/3).
Pernyataan itu disampaikan Menkes Nila FA Moeloek, karena tahun ini Indonesia didaulat sebagai Ketua Troika GHSA 2016. Selain juga menjadi lead country untuk Action Package Zoonotic Diseases dan Contributing Country untuk Linking Public Health with Law & Multisectoral Rapid Response.
"Indonesia terpilih sebagai pemimpin GHSA tahun ini karena dianggap baik dalam pengendalian zoonosis secara multisektor," ujar Nila.
Ditambahkan, Indonesia menjadi contributing country untuk Action Package Anti Microbial Resistance (AMR) yang saat ini merupakan isu penting secara global dan nasional. Tindakan yang akan dilakukan adalah Action Package Real-Time Surveillace, karena surveilans merupakan pintu masuk untuk pertukaran data yang sangat penting.
Untuk itu, lanjut Nila Moeloek, implementasi International Health Regulation (IHR) 2005 di tiap negara harus ditingkatkan guna menghadapi kemungkinan pandemi. Tercatat beberapa penyakit menular yang menyebar hampir ke seluruh dunia.
Disebutkan antara lain, virus Sars pada 2002, virus influenza tipe A (H1N1) pada 2009, Ebola pada 2014, Mers CoV pada 2015 hingga vurus Zika pada 2016.
"Sejak diluncurkan IHR 2005, belum banyak negara yang mengimplementasikannya. Padahal pandemi penyakit menular terjadi setiap tahun," kata Menkes.
Menkes menuturkan, Indonesia baru mengimplementasi IHR 2005 mulai 2007. Lalu dilakukan self-assessment pada 2012, dan pada 2014, Indonesia diakui telah melaksanakan IHR 2005 secara lengkap.
"Perkembangan ini mendorong beberapa negara di dunia termasuk Indonesia, Amerika Serikat dan Finlandia untuk melakukan suatu bentuk kolaborasi multilateral melalui Global Health Security Agenda (GHSA) sejak 2014, guna memperkuat IHR 2005," ucap Nila Moeloek menegaskan.
Dalam konteks kesiapan penanganan pandemi, dibutuhkan tingkat pemahaman yang sama dan kapasitas implementasi yang setara pada tiap negara. Pengembangan dan pelaksanaan GHSA dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan atau kapasitas negara-negara di dunia dalam mencegah dan mengendalikan penyakit menular berpotensi wabah.
Dijelaskan tujuan dari GHSA terdiri dari 3 kelompok besar, yaitu pencegahan outbreak/epidemi yang bersifat pencegahan, deteksi dini ancaman kesehatan dan keamanan, dan respon secara cepat dan efektif.
"Dalam mencapai tujuan besar itu, forum GHSA melakukan identifikasi terhadap 11 paket kegiatan untuk dilaksanakan negara anggota GHSA," tuturnya.
Disebutkan 11 Action Package itu adalah pencegahan pada Anti Microbial Resistance (AMR), penyakit zoonosis, biosafety dan biosecurity, serta Imunisasi. Selain itu ada
Detekai sistem laboratorium nasional, real-time surveillance, pelaporan dan workforce development.
Untuk respon, ditambahkan, kegiatan yang dilakukan meliputi Emergency Operations Centers, Linking Public Health with Law & Multisectoral Rapid Response, dan Medical countermeasures and personnel deployment.
Menkes menegaskan, kegiatan dalam GHSA itu tidak mungkin hanya dilakukan Kementerian Kesehatan, tetapi juga harus melibatkan seluruh sektor dan unsur masyarakat.
"Untuk itu, kita mengenai konsep One Health, di mana kesehatan dilihat sebagai konsep yang terintegrasi antara kesehatan manusia dengan kesehatan hewan," kata Menkes menandaskan. (TW)
{jcomments on}