Reportase Forum Aspirasi Akademisi dan Pemda: Evaluasi Delapan Sasaran Peta Jalan JKN di Provinsi DIY

16 April 2021

Sesi Pertama

Forum di sesi ini memiliki lokus hasil penelitian yang ada di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan disampaikan oleh narasumber M. Faozi Kurniawan, S.E., Akt., MPH. Di dalam paparannya Faozi menampilkan dua aspek yaitu aspek tata kelola dan aspek equity. Sasaran 1, 5, dan 8 dalam Peta Jalan Menuju JKN 2019 merupakan aspek mengenai tata kelola yang dalam presentasi ini memotret pencapaian pada sasaran 8 mengenai BPJS apakah sudah dikelola secara terbuka, efisien dan akuntabel. Analisis yang pertama dalam tata kelola yaitu mengenai capaian kepesertaan terlihat dari hasil penelitian bahwa terdapat penurunan kepesertaan sebesar 3,23% pada PBI APBN dan PBI APBD. Sementara pada segmen PPU terdapat peningkatan dan menurut data dari Laporan BPJS Kesehatan 2019 ada peningkatan penduduk di Provinsi DIY.

Kemudian pada 2020 terdapat jumlah kepesertaan di Kota Yogyakarta yang melebihi dari jumlah penduduk yang sebenarnya. Hal ini dapat terjadi karena tidak adanya update data. Hasil wawancara dengan pemangku kepentingan di Provinsi DIY juga menunjukkan bahwa ada ketidaksinkronan data yang terjadi antara Pemerintah Daerah Provinsi DIY dan BPJS Kesehatan di tingkat Pusat. Melalui hal ini dapat ditarik kesimpulan untuk 2020, bahwa BPJS Kesehatan belum mampu mencapai sasaran 8 dalam penyelenggaraan JKN di Provinsi DIY.

Salah satu faktornya adalah karena data yang tidak sinkron. Akibatnya Pemda DIY masih mengalokasikan anggaran jaminan kesehatan untuk penduduk miskinnya yang dicoret dari PBI APBN. Pemda DIY juga masih kesulitan memperoleh data kepesertaan by name by address dari BPJS Keseahtan untuk melakukan pencocokan data PBI APBN dan PBI APBD. Selain itu dalam aspek tata kelola, juga belum ada regulasi yang dikeluarkan Pemda DIY untuk menangani kepatuhan membayar peserta mandiri (PBPU).

Sub topik selanjutnya yang disampaikan Faozi mengenai Equity atau Pemerataan. Sebagaimana sila kelima Pancasila yaitu Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia merupakan cita - cita yang ingin dicapai dalam pelayanan kesehatan. Kesenjangan masih terjadi pada daerah yang kondisi geografisnya sulit, yang mana tentu pemerataan layanan kesehatan juga berbeda jauh dengan wilayah kota atau wilayah di regional I. Ekuitas ini terkandung dalam Sasaran 2, 3, dan 4 dalam Peta Jalan Menuju JKN 2019. Dilihat dari segi kepesertaan oleh Faozi, terdapat penurunan menurut data DJSN pada 2019 dan 2020 sebesar 1,6%. Sementara jika dihitung dari proporsi terlihat bahwa kepesertaan non PBI naik, sementara kepesertaan PBI turun.

27apr1

Pada 2020 juga terdapat penurunan jumlah tunggakan iuran di Provinsi DIY, kemudian 2019 terdapat keaktifan dari peserta sebesar 50% lalu meningkat sebesar 34,4% pada 2020.

Lalu dalam hal distribusi faskes di Provinsi DIY yang diambil dari data Dinkes DIY tahun 2020, ketersediaan tempat tidur di rumah sakit per 1000 penduduk jumlahnya memadai untuk di daerah Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman. Berbeda dengan Kabupaten Gunung Kidul yang masih kekurangan jumlah tempat tidur tersebut. Apabila dilihat persebaran rumah sakit, tampak bahwa RS tipe A dan B yang tersider lebih banyak di kedua daerah tersebut, sementara rujukan RS Sekunder tipe B hingga D terletak di sebaran Kabupaten Kulon Progo dan Kabupaten Gunung Kidul. Selain sebaran faskes, juga terdapat poin sebaran SDM Kesehatan. Dokter spesialis Obsgyn, Jantung dan Kanker terpusat di 3 Kab/Kota yang dekat dengan ibukota Provinsi DIY serta kondisi geografisnya relatif mudah. Sementara Kabupaten Kulon Progo dan Kabupaten Gunung Kidul kesenjangan sebaran SDM Kesehatan sangat nampak.



Beranjak ke aspek berikutnya yaitu pelayanan medis, dalam hasil penelitian menunjukkan bahwa kunjungan FKTP pada 2018 cenderung rata sedangkan kunjungan FKTL pada tahun yang sama menunjukkan kunjungan dari segmen PBI lebih sedikit dari segmen non PBI. Hal ini dapat ditunjukkan dari paket manfaat gagal jantung, kanker, Sectio Caesaria yang didominasi pada RS Tipe A dan B. Kesimpulan yang dapat diambil dari ketiga poin tersebut bahwa faskes yang sudah ada saat ini memadai, meskipun di dua kabupaten yaitu Kulon Progo dan Gunung Kidul belum memadai dari jumlah dan sebarannya. Dalam hal akses untuk rujukan lebih mudah dijangkau, namun pemanfaatan FKTL masih didominasi non PBI. Terakhir, dalam penggunaan pelayanan atau paket manfaat dari jumlah biaya 3 kasus penyakit yang disebutkan di atas, serapan yang paling sedikit terdapat di Kabupaten Kulon Progo dan Kabupaten Gunung Kidul karena sebaran SDM - nya yang tidak merata.

Sesi 2 (Pembahasan)

Pembahas yang pertama yaitu Huda Tri Yudiana, S.T. sebagai perwakilan dari DPRD Provinsi DIY menjelaskan bahwa ada beberapa persoalan. Pertama terkait selisih data yang berasal dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial dan yang ada di BPJS Kesehatan. Terdapat kurang lebih 200.000 jiwa yang belum ter - cover oleh BPJS karena selisih data tersebut sehingga ada ketidaksinkronan dalam penganggaran. Kemudian yang kedua walaupun Jamkesda tidak lagi diperbolehkan, namun DPRD sepakat dengan Gubernur Provinsi DIY supaya tetap ada penganggaran untuk jaminan kesehatan. Jumlah yang dianggarkan sebesar 35 Miliar rupiah yang dibagi ke Jaring Pengaman Sosial dan Jaring Pengaman Sosial Kesehatan.

Huda menyimpulkan dari data - data tersebut bahwa BPJS Kesehatan belum dapat meng - cover secara umum. Selain itu terdapat banyak PBI yang tidak dibayari dan tidak aktif, saat akan menggunakan manfaat di rumah sakit tidak aktif. Hal ini disebabkan karena terlambat bayar lalu keanggotaan dihentikan, hal ini menurut Huda merugikan masyarakat. Sebaiknya diberikan tenggat waktu yang lebih panjang.

Huda juga menanggapi terkait belum adanya regulasi yang dibuat untuk memaksa peserta untuk membayar iuran tepat waktu. Menurutnya secara pribadi masih keberatan, karena layanan yang diberikan belum memuaskan sebagian masyarakat umum. Menurutnya masyarakat yang menggunakan manfaat BPJS adalah pengguna kelas I yang mana membutuhkan perawatan biaya besar, selebihnya tidak digunakan karena antriannya yang lama, kemudian administrasi yang menyulitkan.

Huda juga berpendapat sebaiknya mengajak klinik - klinik swasta untuk mengaktifkan manfaat BPJS sehingga dapat mengurangi antrian. Selain beropini mengenai layanan, Huda juga berpendapat dalam hal komunikasi mengenai transparansi data. Komunikasi yang terjalin antara daerah dan BPJS Kesehatan itu sulit karena semua layanan terpusat.

Sesi 3 (Pembahasan)

Pembahas berikutnya adalah Anna Adina Patriana yang mewakili Dinas Kesehatan Provinsi DIY. Anna mengamini bahwasanya terdapat problem mengenai data yang diberikan oleh BPJS yang kurang membantu. Pemerintah Daerah DIY ingin membayar tetapi kesulitan mengakses data by name by address. Validasi data yang selalu dilaksanakan oleh Dinas Dukcapil tidak lagi dilaksanakan karena adanya peraturan baru. Anna berpendapat bahwa melalui Perpres Nomor 25 Tahun 2020 tertera bahwa Direksi wajib memberikan data kepada pemangku kepentingan yang sesuai regulasi. Semestinya institusi Anna juga menerimanya dengan lengkap alih - alih dalam bentuk rekapitulasi.

Anna juga menambahkan fakta mengenai sasaran kelima, bahwa ada sekitar 10% masuaakat yang belum mempunyai jaminan, seperti penghuni panti, kemudian tahanan di lapas tidak memiliki akses. Sementara dalam paket manfaat standar yang sudah ada belum berjalan, terdapat perbedaan pelayanan sesuai kelas peserta. Paket manfaat masih ada pengurangan, seperti pada fisioterapi anak, hemodialisa. Mengenai sebaran SDM Kesehatan di daerah Gunung Kidul, Anna berpendapat perlu diberikan surat keputusan bagi dokter supaya bisa berpraktik di lebih dari tiga tempat untuk mendukung pemerataan SDM. Kemudian mengenai sasaran 6 dan 7, dari hasil survei yang dilaksanakan Dinas Kesehatan menunjukkan bahwa masyarakat belum puas.

Sesi 4: Dedy R. Siregar, M.Si.

Terkait dengan kepesertaan, masalah krusial di setiap daerah ada kriteria inclusion dan exclusion error selalu dilakukan pemilahan mana yang sebetulnya berhak untuk menerima PBI. Dedy juga menjelaskan bahwa tahun ini terdapat peningkatan kepesertaan PBI. Dedy juga mengapresiasi masukan - masukan yang disampaikan oleh Pemerintah Daerah DIY maupun DPRD Provinsi DIY. Dalam hal yang berkaitan dengan tunggakan, BPJS sudah berusaha bekerjasama dengan Pemerintah Daerah DIY dan membuat skema pembayaran iuran supaya masyarakat bisa membayar secara mudah dan tidak mendapat hambatan.

BPJS juga melakukan perbaikan, terutama terkait data. BPJS telah membuat Dashboard untuk melihat capaian. Dashboard ini harapannya bisa mencapai transparansi yang sempat disinggung oleh Huda. Selain itu Dedy berusaha untuk menampung aspirasi yang disampaikan oleh Anna mengenai usulan kapitasi berbasis kinerja. BPJS juga berusaha untuk menghadirkan telemedicine untuk membantu pemerataan layanan kesehatan.

Reporter: Eurica Stefany Wijaya, M.H.

 

 

Tags: reportase,, 2021,