Reportase Hari I Plenary Session I

PKMK – Aceh. Prof. Lynda Redwood membuka sesi dengan sebuah pertanyaan apa yang diketahui tentang “Family Medicine?”, Family Medicine adalah dokter keluarga atau dokter khusus menangani pelayanan kesehatan seluruh masyarakat (untuk semua usia, gender, dan penyakit). Family Medicine di Kanada digagas sejak 1948 hingga saat ini. Sudah banyak bukti tersedia menyatakan bahwa family medicine membawa dampak baik peningkatan kesehatan masyarakat, pemerataan layanan kesehatan dan bisa tumbuh di negara dengan pendapatan rendah atau menengah. Namun, memang penerapannya di setiap negara tidak bisa seragam atau perlu disesuaikan dengan konteks/kondisi demografi. Inovasi yang tengah dikembangkan dalam Family Medicine atau Primary Health Care (PHC) saat ini dapat ditelaah melalui 1) Astana Declaration 2018; 2) Prinsip/cakupan universal PHC; 3) World Association of Family Doctors); 4) Besrour Centre for Global Family Medicine.

Selanjutnya, Prof. Laksono Trisnantoro memulai persentasinya dengan menjelaskan tiga hal yakni

  1. Situasi terkini Universal Health Coverage (UHC-Indonesia)
    Penyelenggaraan program JKN sering disebut dengan JKN. Program JKN ini diselenggarakan oleh sebuah Badan Publik yang bernama BPJS Kesehatan. Pada Mei 2019, kepesertaan JKN telah mencapai 221 juta jiwa atau 83,6% jumlah penduduk Indonesia. Pemerintah menanggung sebanyak 115,5 juta penduduk miskin dengan cara membayari iuran premi menggunakan APBN/APBD.

    Sedangkan pada 2018, BPJS Kesehatan tercatat telah melakukan kerjasama dengan 23.949 Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP), yang terdiri dari puskesmas, Dokter Praktik Mandiri, Klinik Pratama, rumah sakit dan praktik dokter gigi. Tercatat juga bahwa utilisasi pada FKTP mencapai 147,4 juta penduduk. Namun, dalam kenaikan utilisasi tersebut BPJS Kesehatan tengah mengalami defisit sebanyak 9,1 Triliun, diprediksi pada 2019 defisit mencapai 32 triliun. Artinya, masih dibutuhkan analisis kebijakan yang mendalam dan komprehensif untuk mengawal implementasi JKN yang berkeadilan, bermutu dan berkelanjutan.
  2. Informasi atau Bukti penyelenggaraan UHC di puskesmas atau fasilitas kesehatan tingkat pertama.
    Sistem kesehatan Indonesia menjadi fragmentasi sejak penyelenggaraan program JKN. Pembiayaan pelayanan dasar masih dalam kondisi stagnan. Selain itu, terjadi ketidakadilan dalam akses layanan CVD. Fragmentasi tersebut membuat jurang antara penyelenggaraan JKN (sentralisasi) dengan urusan kesehatan (desentralisasi).

    Apa akibatnya bagi FKTP?
    “Tidak mengalami perkembangan… peran dan tanggung jawab pemerintah daerah/dinas kesehatan terhadap pelayanan dasar di puskesmas menjadi berkurang. Di sisi lain, Puskesmas menjadi kontraktor dana kapitasi BPJS Kesehatan. Dana kapitasi sendiri tidak membawa pengaruh terhadap performance tenaga kesehatan di FKTP, atau dapat dikatakan program penyakit menular dan penyakit tidak menular di puskemas/FKTP sejak penyelenggaraan JKN tidak terintegrasi dengan baik. Sementara itu, masih ada gap dalam ketersediaan tenaga medis di luar Jawa.

  3. Penguatan pelayanan dasar/Puskesmas
    Setelah menjelaskan persoalan yang terjadi dalam pelayanan dasar di Indonesia, Laksono mengajukan pertanyaan reflektif; apakah UHC dapat menguatkan pelayanan dasar? Atau pelayanan dasar berperan dalam penguatan UHC?. Faktanya, saat ini UHC melemahkan penyelenggaraan pelayanan dasar. Artinya butuh Indonesia perlu mengubah kebijakan JKN untuk kembali menguatkan peran pelayanan dasar.

Kedua pembicara secara tidak langsung menyampaikan pesan bahwa pelayanan kesehatan dasar memegang peranan penting dalam pencapaian UHC, tidak hanya pemerataan akses (equity) layanan kesehatan tetapi pencegahan sakit dan kematian. Era governance saat ini menuntut kerjasama multi displin (medis, tenaga kesehatan, analisis kebijakan, policy maker, perguruan tinggi) untuk terus mengawal penguatan primary health care/family medicine dalam suatu sistem kesehatan.

Reporter: Tri Aktariyani (PKMK UGM)

 

© Copyright 2019 Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia

Search