Infodemik Terkait COVID-19 dan Dampaknya Terhadap Kesehatan Masyarakat : Analisis Media Sosial Global

Infodemik Terkait COVID-19 dan Dampaknya Terhadap Kesehatan Masyarakat : Analisis Media Sosial Global

Infodemik pada kondisi pandemi COVID-19 memberikan tantangan kepada pemerintah. Infodemik merupakan kondisi ledakan informasi sehingga sulit menilai apakah informasi yang ada tersebut akurat atau tidak. Selain itu, informasi yang keliru pada infodemik akan mengakibatkan tertutupnya akses informasi akurat oleh pengakses informasi. Masifnya akses media sosial (Facebook, Twitter, media daring lain) memperparah kondisi infodemik . Saat ini, infodemik yang berkembang terdiri dari rumor yang keliru, stigma dan teori konspirasi.

Di masa lalu, infodemik telah menyulitkan beberapa negara dalam melakukan penanganan pada kasus Ebola dan SARS. Pada tahun 2019, misinformasi pada kasus Ebola di Republik Kongo  mengakibatkan timbulnya fenomena kekerasan, ketidakpercayaan pada informasi, hingga serangan secara fisik kepada tenaga kesehatan. Di sisi lain, informasi yang salah pada kasus SARS memicu stigma terhadap orang asia. Facebook, Twitter, Instagram merupakan media yang paling banyak digunakan sebagai wadah yang menyebarkan rumor, stigma dan isu konspirasi.

Saiful Islam dkk.  melakukan kajian infodemik yang berhubungan dengan isu COVID-19 di media sosial dan media daring mainstream. Penelitian ini telah diterbitkan di The American Journal of Tropical Medicine and Hygiene pada Agustus 2020. Tim peneliti juga mengkaji akibat dari informasi terhadap penanganan COVID-19 dari kacamata Kesehatan masyarakat. Tim peneliti melakukan telaah informasi yang mengarah pada infodemik dalamrentang waktu antara 31 Desember 2019 hingga 5 April 2020. Tim yang terdiri dari social scientist, dokter, dan ahli epidemiologi ini melakukaan review informasi dan fact-checking pada platform Facebook, Twitter, dan media daring relevan lain.

Tim peneliti mengidentifikasi 2.311 laporan atau data yang berhubungan dengan infodemik COVID-19. Data ini diambil dari 87 negara yang terkategori dalam 25 bahasa. Dari keseluruhan informasi tersebut, 89% informasi tersebut terklasifikasi rumor, 7,8% teori konspirasi, dan 3,5% stigma. Secara spesifik, 82% informasi yang ditemukan merupakan klaim yang keliru dan 9% diantaranya misleading. Sebagian besar informasi yang terkategori rumor, stigma, dan teori konspirasi terjadi di India, Amerika Serikat, Tiongkok, Spanyol, Indonesia dan Brazil.

Peneliti menyimpulkan, misinformasi yang dipicu oleh  rumor, stigma, dan teori konspirasi dapat berpotensi terhadap tidak maksimalnya pemberian informasi mengenai tata laksana pandemi oleh Pemerintah atau tim ahli kepada masyarakat. Selain itu, informasi yang salah dapat mengakibatkan pengambilan keputusan  yang tidak efektif. Pemerintah atau pemegang kebijakan perlu memahami pola infodemik yang ada untuk membangun sistem pemberian informasi yang tepat berdasarkan sumber terpercaya. Selain itu, tim peneliti juga menyarankan kepada pemerintah atau pihak pemegang kebijakan untuk secara berkelanjutan menyampaikan informasi yang kredibel dan akurat melalui website lembaga atau media sosial lembaga dalam rangka menyebarkan informasi yang akurat.

Selengkapnya

Share this post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *