Reportase Webinar Seri 3: Diskusi Publik Iuran JKN, Mengungkap Fakta

Reportase Webinar Seri 3: Diskusi Publik Iuran JKN, Mengungkap Fakta

USAID melalui Health Financing Activity dan Pusat Pembiayaan Jaminan Kesehatan (PPJK) Kementerian Kesehatan RI mengadakan serial webinar young health economics ke-3 pada 20 Mei 2020 melalui telekonferens (zoom meeting). Kegiatan ini berjudul “Diskusi Publik Iuran JKN: Mengungkap Fakta”. Telekonferens ini diadakan untuk membahas isu terkini mengenai sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), khususnya fakta kenaikan iuran JKN pasca keluarnya Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 pada bulan Mei ini. Iene Muliati, S.Si, MM, FSAI (Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) dan Prof dr. Hasbullah Thabrany, MPH, Dr.PH (COP Health Financing Activity) menjadi pemateri utama pada teleconference ini. Sedangkan pembahas yakni Timboel Siregar (Koordinator Advokasi BPJS Watch), Dr.drs. Trubus Rahadiansya MS.SH (Kebijakan Publik Universitas Trisakti), dan Usman Kansong (Media Indonesia). Selain itu, Prastuti Soewondo, SE, MPH, Ph.D mewakili ThinkWell menjadi moderator kegiatan.

Iene Mulianti (DJSN) menjadi pembicara dengan topik fungsi DJSN dan informasi mengenai Perpres Nomor 64 Tahun 2020. Menurut Iene, SJSN memiliki filosofi memberikan jaminan dan bentuk perhatian negara ke masyarakat, salah satunya kepastian jaminan kesehatan. Sistem jaminan sosial di indonesia menganut asas gotong royong yang diterjemahkan dalam konteks asuransi sosial. Idealnya besaran iuran bisa mengakomodir besaran manfaat yang diberikan atau ditanggung. Namun, tingkat iuran itu masih jauh dari besaran biaya manfaat yang diberlakukan (nilai aktuaria). Selama ini negara hadir dalam mengisi gap kekurangan tersebut. Perpres  Nomor 64 Tahun 2020 merupakan pelaksanaan rekomendasi dari putusan Mahkamah Agung. Pemerintah melihat  perlu ada kepastian hukum untuk program JKN pasca putusan MA tersebut. Oleh karena itu, Pemerintah mengeluarkan Perpres baru tersebut untuk memastikan keberadaan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan kesinambungan pelayanan JKN. Saat ini Pemerintah telah menanggung iuran sebanyak 136 Juta masyarakat pada kelompok PBI. Jumlah yang besar ini merupakan bukti kehadiran Pemerintah bagi masyarakat yang miskin dan tidak mampu. Masyarakat yang tidak mampu bisa masuk ke kelompok PBI dengan sinkronisasi ke data terpadu kesejahterahan sosial (DTKS) Kemensos. Pemerintah melalui Perpres ini juga memberikan bantuan kepada PBPU kelas 3 dengan subsidi iuran pada tahun 2020 dan 2021. Sistem JKN akan dapat berlanjut dan optimal apabila tiap pemangku kepentingan menjalankan fungsinya. Keberlanjutan pembayaran iuran bagi kelompok Non PBI juga memiliki elemen penting bagi keberlanjutan dan optimalitas sistem JKN.

Selanjutnya, Prof. Hasbullah Thabrany mempresentasikan “Fakta dan Mitos dari Kontroversi Iuran JKN”. Hasbullah mengawali pemaparannya mengenai isu terkini JKN. Menurut Hasbullah, APBN dan APBD sejauh ini telah membiayai kurang lebih 50% penduduk miskin dan tidak mampu (PBI). Banyak informasi yang salah mengenai program JKN, yakni mengenai isu fraud, kompleksitas besaran iuran hingga isu mengenai defisit dan kepatuhan iuran. JKN telah banyak membantu masyarakat dalam mengakses layanan kesehatan. JKN sudah mendekati tingkat keadilan yang diharapkan, yakni dalam hal orang sakit mendapatkan akses layanan kesehatan (penelitian UI, UNSW LSTHM tahun 2020). Dalan implementasi JKN, sejauh ini masyarakat pengguna layanan sangat diuntungkan dalam program ini. Namun, fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan merupakan kelompok yang paling menderita. Ini dikarenakan kecilnya pembayaran program JKN ini faskes. Menurut beberapa riset, bayaran ke fasilitas kesehatan dalam bentuk CBG tidak ada kenaikan atau penyesuaian selama 6 tahun terakhir. Di sisi lain, FKTP juga terkendala dikarenakan besaran biaya kapitasi bersifat tetap namun BPJS K menambah kewajiban ke FKTP. Untuk itu, kenaikan atau penyesuaian iuran perlu dijadikan pilihan untuk keberlanjutan JKN yang berkualitas. Masyarakat juga perlu sadar bahwa pembayaran iuran merupakan syarat mutlak untuk mendapatkan hak atas pelayanan kesehatan dalam kerangka JKN. Beberapa riset juga menunjukkan jika masyarakat non PBI memiliki kemampuan dalam membayar iuran JKN secara berkesinambungan. Kesinambungan JKN ini sangat ditentukan oleh seluruh pemangku kepentingan terkait hingga masyarakat dalam lingkup gotong royong. Hasbullah Thabrany menyimpulkan, JKN telah terbukti meningkatkan akses dan konsumsi layanan medis menuju pemenuhan hak konstitusi setiap orang. Namun, JKN masih belum optimal memenuhi hak konstitusi setiap orang karena kurangnya anggaran. Semua masyarakat yang memiliki pendapatan di atas garis kemiskinan diharapkan membantu dengan membayarkan iuran secara berkelanjutan.

Sesi berikutnya, pembahas menanggapi atau merespon terkait dengan topik paparan oleh pemateri. Menurut Timboel Siregar, Pemerintah tidak salah dari sisi yuridis terkait penerbitan Perpres Nomor 644 Tahun 2020 bahwa putusan MA diputuskan Februari, dieksekusi pemerintah dalam 3 bulan, dan juli ada kebijakan baru. Dalam UU SJSN, besaran iuran ditinjau secara berkala dan terdapat Perpres yang mengatur bahwa kenaikan iuran dapat dilakukan paling lambat 2 tahun. Menurut Timboel, Pemerintah tidak melawan putusan MA ini. Namun, pemerintah tidak memiliki kepekaan sosial. Menurut Timboel, berdasarkan amanat UU SJSN , iuran JKN harus ditinjau dan memang kenaikaniuran JKN adalah suatu keniscayaan yang perlu dipahami. Namun, koordinator BPJS watch ini berpendapat kenaikan iuran JKN saat pandemi adalah pilihan yang kurang tepat. Pemerintah perlu menaikkan iuran JKN dengan pertimbangan aspek daya beli masyarakat saat ini yang turun secara signifikan hingga adanya pelemahan ekonomi nasional. Perpres ini juga dekat dengan putusan MA, jadi kebijakan ini terkesan membingungkan. Timboel menambahkan, kebijakan ini sebelumnya belum ada informasi mengenai kajian atau naskah akademiknya yang berkibat pada tanda tanya besar. Penurunan kelas juga bisa menjadi permasalahan bagi Pemerintah. Ini karena kelas tiga Non PBI juga mendapatkan subsidi dari Pemerintah. Di sisi lain, menumpuknya peserta kelas 3 juga dapat berisiko dalam ketidakcukupan layanan kelas 3 Rumah Sakit. Pemerintah perlu mempelajari fakta sosiologis terkini sebelum memutuskan kebijakan. Timboel juga menekankan, kenaikan iuran adalah suatu hal yang memang pasti terjadi. Namun kenaikan ini harus sesuai dengan keadaan dan waktu yang tepat

Dr.drs. Trubus Rahadiansya MS.SH membahas paparan dari 2 pemateri berdasarkan kacamata kebijakan publik. Trubus memaparkan, suatu kebijakan sangat perlu memperhatikan aspek transparansi, akuntabilitas, penegakan hukum, dan komunikasi. Kebijakan akan berjalan tidak optimal apabila 4 kaidah ini tidak terpenuhi. Dalam kondisi pandemi saat ini, pemangku kepentingan harus mencermati keadaan sosiopsikologis masyarakat dan kebijakan yang akan diambil. Menurut Trubus, kebijakan dari Perpres Nomor 64 Tahun 2020 dikeluarkan disaat yang tidak tepat. Perlu disadari bersama bahwa kenaikan atau penyesuaian iuran adalah suatu keniscayaan demi keberlanjutan kebijakan JKN. Namun, pandemi saat ini memberikan nilai sensitif yang cukup besar bagi masyarakat. Trubus melihat bahwa masyarakat, akademisi, LSM, hingga organisasi terkait belum dilibatkan secara aktif dalam perumusan kebijakan Perpres Nomor 64 Tahun 2020. Oleh karena itu, aspek transparansi dan akuntabilitas masih menjadi tanda tanya besar. Seyogyanya, pemerintah perlu sosialisasi dan mendapatkan tanggapan dari masyarakat terlebih dahulu sebelum kebijakan diberlakukan. Saat ini, kajian hingga naskah akademik terkait kenaikan iuran masih belum disosialisasikan ke masyarakat umum. Ini akan mengancam aspek kepercayaan publik mengenai kebijakan pendukung dan program JKN itu sendiri.

Dari kalangan media, Usman Kansong (Media Indonesia) memberikan respon bahasan dari 2 pemateri. Menurut Usman, terdapat respon yang beragam dari beberapa media mengenai fenomena dari munculnya Perpres No.64 Tahun 2020. Usman menilai, terdapat beberapa fase pemberitaan terkait dengan kebijakan kenaikan iuran JKN yang digaungkan sejak Mei 2020. Pada fase pertama, media memberitakan isu ini secara netral berdasarkan berbagai perspektif. Pada fase kedua, media cenderung memberitakan secara negatif. Pada fase ketiga, media mulai banyak mewawancarai beberapa kelompok masyarakat dan signifikan yang mendukung dan merespon positif terkait isu kenaikan iuran JKN. Pada tahap ketiga tersebut banyak dari kalangan akademisi, DJSN, Pemerintah, dan organisasi masyarakat yang memiliki respon positif dan memberikan dukungan data tentang JKN yang harus berlanjut. Beberapa media menggaris bawahi bahwa kalangan DPR juga banyak yang mengkritisi Perpres ini dengan pendekatan populis dan tidak terlalu substantif. Berdasarkan pandangan pribadi, Usman Kansong memaparkan jika program JKN  adalah program yang baik dan perlu didukung. Ini dibuktikan dengan data harian 840.000 masyarakat mendapatkan layanan kesehatan. JKN ini juga telah meringankan beban pembiayaan masyarakat untuk memperoleh layanan dari fasilitas kesehatan.  Saat ini, pola pemberitaan media pada isu JKN mulai seimbang dengan variasi isu positif dan negatif dari topik JKN.

Reporter: Nopryan Ekadinata (PKMK FK-KMK UGM)

Video Kegiatan dapat diakses pada link berikut

https://www.youtube.com/watch?v=UKwA_4CHY5s

Materi Presentasi Prof. Hasbullah Thabarany klik disini

Share this post