Laman ini diperuntukkan untuk menyebarkan pengetahuan
dan ketrampilan perencanaan kesehatan di pusat, propinsi
dan kabupaten/kota.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia telah menerbitkan surat dengan nomor PR.01.01/A/2952/2025 tertanggal 17 Juli 2025 perihal “Penyelarasan Indikator Kinerja Kesehatan RIBK 2025-2029 dalam RPJMD Renstra-PD 2025-2029”. Surat tersebut ditujukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia, merupakan tindak lanjut dari amanat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, yang mengharuskan adanya sinkronisasi program kesehatan nasional dan daerah. Surat tersebut berusaha menyelaraskan indikator kinerja kesehatan dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2025-2029 dan Rencana Strategis Perangkat Daerah (Renstra PD) 2025-2029 dengan Rencana Induk Bidang Kesehatan (RIBK) 2025-2029. RIBK sendiri disusun dengan mengacu pada arah kebijakan RPJPN 2025-2045 dan RPJMN 2025-2029.
Kebijakan ini memberikan peran dan tanggung jawab yang berbeda bagi setiap tingkatan pemerintahan:
Proses penyelarasan ini menghadirkan tantangan tersendiri, mulai dari interpretasi indikator, ketersediaan data, penentuan target, hingga implikasinya pada penganggaran dan pelaksanaan program. Perbedaan konteks dan kapasitas antara provinsi dan kabupaten/kota juga memerlukan diskusi mendalam untuk memastikan proses ini berjalan efektif dan efisien. Menanggapi hal tersebut, Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FKKMK) Universitas Gadjah Mada memandang perlu untuk menyelenggarakan sebuah forum diskusi. Webinar ini bertujuan untuk membedah tantangan dan respons Dinas Kesehatan Provinsi maupun Kabupaten/Kota dalam menghadapi mandat penyelarasan ini.
Webinar ini mengundang partisipasi dari:
Hari, Tanggal : Selasa, 5 Agustus 2025
Waktu : 14.00 – 15.30 WIB
Waktu (WIB) |
Agenda Kegiatan |
|
14.00 – 14.05 |
Pembukaan |
|
14.05 – 14.15 |
Pengantar: Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., Ph.D. |
|
14.15 – 14.25
|
Indikator Kinerja RIBK 2025-2029 dalam RPJMD dan Renstra Perangkat Daerah Candra, MPH (Peneliti/Konsultan Renstra Dinas Kesehatan – PKMK FKKMK UGM) |
|
|
Pembahas: |
|
14.25 – 14.35 |
Ismono, S.SI.T, M.Kes |
|
14.35 – 14.45 |
drg. Paskalia Frida Fahik, S.KG, MKM |
|
14.45 – 14.55 |
Dr. Moh. Bisri,S.K.M, M.Kes |
|
14.55 – 15.05 |
M. Agus Priyanto, SKM, M.Kes |
|
15.05 – 15.15 |
Kunta Wibawa Dasa Nugraha, S.E.,M.A.,Ph.D |
|
15.15 – 15.25 |
Diskusi |
|
15.25 -15.30 |
Penutup |
Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (PKMK FK-KMK UGM) menyelenggarakan Webinar bertajuk Respon Dinas Kesehatan terhadap kebijakan Penyelarasan Indikator Kinerja RIBK 2025-2029 dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Strategis (Renstra) Perangkat Daerah secara daring pada Selasa (5/8/2025) . Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam penyelarasan indikator kinerja Rencana Induk Bidang Kesehatan (RIBK) Tahun 2025-2029 ke dalam dokumen perencanaan daerah.
Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc, PhD dalam pengantarnya menyampaikan bahwa terdapat beberapa indikator RIBK yang perlu diselaraskan dalam penyusunan Renstra Dinas Kesehatan. Disampaikan pula bahwa PKMK FK-KMK UGM mengembangkan laman Perencanaan Kesehatan Indonesia yang ditujukan bagi pengiat perencanaan kesehatan di Indonesia. Harapannya melalui forum ini, dapat menjadi ruang dialog antara konsultan dan peneliti dalam bidang perencanaan kesehatan di Indonesia.
Selanjutnya, Candra, MPH selaku Konsultan Renstra Dinas Kesehatan dari PKMK UGM menyampaikan mengenai Indikator kinerja RIBK 2025-2029 yang perlu dimasukkan dalam RPJMD dan Renstra Perangkat Daerah. Hal tersebut merupakan bentuk tindak lanjut mandat anggaran berbasis kinerja yang menghilangkan mandatory spending. Namun disisi lain terdapat berbagai tantangan bagi dinas kesehatan seperti keterbatasan pemahaman teknis staf perencanaan terhadap indikator RIBK yang baru, belum semua kabupaten/kota memiliki baseline data, serta tidak semua indikator RIBK selaras dengan RPJMD yang telah dirancang terlebih dahulu. Implikasinya, Renstra yang sudah disusun harus direvisi untuk memasukkan indikator baru serta perlu dilakukan pemetaan ulang indikator dari outcome.
Ani Hidayati, A.Md, S.KM selaku Ketua Tim Kerja Perencanaan Dinas Kesehatan Gunungkidul, DIY menyampaikan bahwa memang terdapat kendala dan tantangan yang dialami dalam penyelarasan indikator kinerja RIBK dalam RPJMD. Saat ini penyusunan RPJMD Kabupaten Gunungkidul sudah di tahap akhir, sehingga tidak semua indikator RIBK masuk dalam dokumen tersebut. Dokumen perencanaan yang telah disusun berdasarkan pada pohon kinerja. Terkait penganggaran, Ani mengatakan sangat didukung oleh pemerintah daerah dalam menunjang pelaksanaan indikator RIBK.
drg. Paskalia Frida Fahik, S.KG, MKM, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Malaka menyampaikan bahwa ada beberapa tantangan yang dialami dalam penyelarasan indikator RIBK, salah satunya penyesuaian baseline data dan program nasional yang perlu untuk dimonitoring. Saat ini sedang proses menyusun RPJMD dan Renstra serta berupaya untuk bisa menyesuaikan dengan indikator RIBK.
Agus Priyanto, SKM, M.Kes dari Dinas Kesehatan DIY menyampaikan bahwa saat ini DIY menggunakan RPJMD 2022-2027, sehingga dengan adanya RIBK perlu untuk mengubah RPJMD di tengah-tengah periode. Pihaknya sudah berupaya melakukan komunikasi dan koordinasi, namun ada tantangan dan hambatannya. Disampaikan bahwa RIBK adalah rencana induk, namun yang dipaparkan kepada pemerintah daerah adalah indikator atau prosesnya. Selain itu juga masih memunculkan pertanyaan terkait konsep mandatory, apakah memang diwajibkan atas semua indikator atau terdapat indikator opsional yang dapat dipilih oleh masing-masing pemerintah daerah?
Dr. Moh. Bisri, S.K.M, M.Kes selaku Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Riau sekaligus Ketua Forum Komunikasi Kepala Dinas Kesehatan Provinsi menyampaikan dalam penyusunan perencanaan di daerah karena adanya keterbatasan anggaran biasanya akan dilaksanakan menggunakan prioritas masalah, namun karena sudah ada indikator yang ditentukan dari pemerintah pusat, sehingga semua indikator harus masuk dalam perencanaan. Disampaikan juga bahwa terdapat beberapa indikator nasional yang tidak selalu relevan langsung dengan isu lokal serta terdapat perbedaan prioritas yang menyebab indikator RIBK tidak terakomodasi di tingkat daerah.
Galih Putri Yunistria, SKM, ME, MPMA dari Biro Perencanaan dan Anggaran Kementerian Kesehatan menyampaikan bahwa untuk penyusunan program di daerah tetap perlu memperhatikan prioritas daerah. Dari segi dokumen, RIBK tidak hanya mengatur indikator saja, tapi juga program strategis dan indikatornya. Terdapat beberapa indikator baru, sehingga tidak perlu dipaksakan ada baseline datanya. Namun lima tahun kedepan akan disiapkan pelaporannya untuk indikator baru. Harapannya, indikator RIBK bukan opsional, kecuali memang tidak ada kasusnya di tingkat daerah.
Rekaman kegiatan:
Reporter:
Latifah Alifiana (PKMK UGM)