Forum Nasional XV

Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia (JKKI)

Kebijakan Pendidikan Dokter Spesialis dalam UU Kesehatan 2023: Dari Agenda Setting Menuju Implementasi Kebijakan

Pendahuluan

Pendidikan spesialis di Indonesia merupakan bagian integral dari sistem kesehatan yang terus mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Sejarah pendidikan dokter spesialis baru di masa kolonial Belanda terjadi pada 1933 untuk pendidikan dokter spesialis anak dan 1942 untuk pendidikan dokter spesialis bedah. Pendidikan  spesialis kemudian mengalami perkembangan yang pesat sejak 1950-an sampai saat ini dan mengalami transformasi kebijakan kesehatan pada 2023. Hal yang menarik kebijakan pendidikan spesialis di masa kolonial, pasca kemerdekaan, masa UU Pendidikan Kedokteran 2013, sampai ke pasca UU Kesehatan 2023 mempunyai benang merah kebijakan yang dapat dianalisis dengan perspektif sejarah.

Pendidikan spesialis diatur oleh kolegium dan mengalami dinamika sebagai pendidikan yang menganggap residen sebagai pekerja (hospital based) atau bukan. Memang, dalam pendidikan/pelatihan residen selama ini terjadi keraguan antara status pelajar dan pekerja, karena residen harus menjalani pelatihan sambil memberikan pelayanan kesehatan. UU Pendidikan Kedokteran 2013 telah memberi status residen sebagai pekerja, yang mempunyai hak dan kewajiban, namun pelaksanannya tidak efekftif.

Dalam konteks residen sebagai pekerja, ada dinamika peran universitas (khususnya fakultas kedokteran) yang sudah berfungsi sejak masa kolonial, peran organisasi profesi, dan kolegium yang baru terbentuk di UU Praktek Kedokteran Tahun 2004.  Di UU Praktek Kedokteran Tahun  2004 organisasi profesi berperan dalam memberikan rekomendasi izin praktik bagi lulusan, dan terlibat dalam pendidikan dokter spesialis melalui pembentukan kolegium.

Dalam situasi peran pemerintah yang kecil dalam kebijakan pendidikan spesialis, berdasarkan catatan historis, isu pemerataan pelayanan kesehatan dalam kerangka Keadilan Sosial bagi seluruh bangsa Indonesia jarang dibahas oleh pemangku pendidikan dan pengguna spesialis. Sebagai akibatnya, terjadi ketidak merataan pelayanan kedokteran spesialistik.  Dengan beroperasinya BPJS di tahun 2014, ternyata pemerataan pelayanan spesialistik tetap tidak merata. Bahkan disparitas pelayanan kedokteran spesialistik antar regional di Indonesia memburuk antara 2014-2023.

Mengapa peran pemerintah kecil dalam pendidikan spesialis? Secara de jure, pemerintah di masa UU Praktek Kedokteran Tahun  2004  tidak mempunyai peran dalam menentukan kebijakan terkait fungsi kolegium. Kolegium dibentuk oleh Organisasi Profesi dalam UU Praktek Kedokteran 2004. DI UU Pendidikan Kedokteran  Tahun 2013, ada usaha agar organisasi profesi yang bergerak di bidang pendidikan harus diakui pemerintah. Namun pelaksanaan UU Pendidikan Kedokteran 2013 tidak efektif. Baru setelah ada UU Kesehatan Tahun 2023 terjadi pemisahan antara fungsi organisasi profesi dengan kolegium, dan pemerintah berperan dalam pembentukan kolegium. Perubahan ini menimbulkan konflik sampai sekarang. 

Dalam rangkaian Forum Nasional Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia (JKKI) 2025, Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FK-KMK) Universitas Gadjah Mada akan menyelenggarakan pembahasan mengenai kebijakan pendidikan spesialis mulai dari sejarah, agenda setting dalam uu kesehatan 2023 sampai ke implementasi kebijakannya.

Tujuan
  1. Memahami proses agenda setting mengenai pendidikan spesialis dalam UU Kesehatan Tahun 2023.
  2. Memahami pasal – pasal yang ada di UU Kesehatan Tahun 2023 dan PP Nomor 28 Tahun 2024, serta tantangan hukumnya.
  3. Memahami value pendidikan residen melalui penelitian tentang kebutuhan residen
  4. Memahami tantangan implementasi kebijakan pendidikan spesialis.
  5. Mengidentifikasi dan mendiskusikan proposal-proposal penelitian-penelitian implementasi (implementation research) dalam pelaksanaan kebijakan pendidikan spesialis berdasarkan UU Kesehatan Tahun  2023.
Peserta

Webinar ini diharapkan dapat melibatkan pemangku kepentingan dari pengambil keputusan, akademisi, penyedia layanan kesehatan, peneliti, pemerhati dan masyarakat secara luas. Sasaran pemangku kepentingan yang akan diharapkan aktif dalam diskusi adalah:

  1. Akademisi dan Peneliti di berbagai bidang yang terkait.
  2. Pimpinan Konsil Kesehatan Indonesia.
  3. Pimpinan berbagai Kolegium Kedokteran
  4. Pimpinan Universitas, Fakultas Kedokteran, dan Kepala-Kepala Departemen Pimpinan Organisasi Profesi
  5. Pimpinan RS-RS Pendidikan
  6. Pembuat Kebijakan di sektor kesehatan.
  7. Praktisi Kesehatan
  8. Masyarakat Umum dan Lembaga Swadaya Masyarakat terkait pendidikan kedokteran
  9. Mahasiswa yang berminat
Waktu (WIB) Agenda Penanggung jawab
08:30 – 08.35 Pembukaan MC
08.35 – 09.45

Pengantar:

  • Perspektif Sejarah dalam Kebijakan Pendidikan Residen dan Agenda Setting pendidikan residen di UU Kesehatan 2023
  • Pendidikan Residensi berdasarkan kompetensi di berbagai negara
  • Arah kebijakan Pendidikan Residen di Indonesia
  • Prof Laksono Trisnantoro & Baha’Uddin S.S., M.Hum
  • Prof. dr. Titi Savitri Prihatiningsih, M.Med.Ed., Ph.D
  • dr. Mohammad Syahril, Sp.P, MPH
09.45 – 10.00 Break  
10.00 – 11.00 Penelitian eksplorasi mengenai kebutuhan residen di RS di RS Tentara Dr. dr. Khairan Irmansyah, Sp.THT-KL., M.Kes
11.00 – 12.00 Penelitian kebijakan mengenai Kolegium Jantung pasca UU Kesehatan 2023. Dwiasih, MPH
12.00 – 13.00 Ishoma  
13.00 – 14.00 Visi mengenai Pendidikan Residen dalam Academic Health System. dr. Haryo Bismantara  MPH
14.00 – 15.00 Visi mengenai status Residen dalam Pendidikan Spesialis yang melalui universitas dan melalui RSPPU Dr. dr. Slamet Yuwono, DTM&H. MARS
15.00 – 15.30 Riset Implementasi untuk Kebijakan Residen di UU Kesehatan 2023 Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc, PhD
15.30 – 15.45 Presentasi Proposal & Penutup  

Agenda Terkait