Modul 1c. Desentralisasi di Sektor Kesehatan dan
Otonomi Rumah Sakit

  Deskripsi

Sejak awal dekade 2000an, Indonesia mengalami desentralisasi di bidang kesehatan, sebagai konsekuensi desentralisasi di bidang politik. Kebijakan ini merupakan perubahan yang sangat drastic namun tidak disiapkan secara teknis. Akibatnya selama hamper tujuh tahun terjadi situasi yang tidak stabil karena aturan – aturan penting pemerintah belum mantap. Sampai dikeluarkannya PP no 38 tahun 2007, praktis kebijakan desentralisasi masih belum mempunyai dasar hukum yang tepat. Dengan adanya desentralisasi, pemerintah propinsi dan kabupaten dapat menetapkan kebijakan, termasuk kebijakan kesehatan dan kebijakan medik.

Disamping kebijakan desentralisasi dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, dikenal pula konsep otonomi rumah sakit. Konsep otonomi rumah sakit diharapkan mampu memberikan fleksibilitas dalam system keuangan sehingga mutu pelayanan dapat berkembang dengan lebih baik. Fleksibilitas ini terkait pula dengan pengalokasian anggaran rumah sakit untuk penelitian kebijakan di rumah sakit yang tentunya banyak terkait dengan aspek medik.

 

  Tujuan pembelajaran

Setelah mengikuti modul ini, para peserta diharapkan mampu untuk:

  1. Memahami sejarah dan makna desentralisasi dalam sector kesehatan.
  2. Memahami makna otonomi rumah sakit
  3. Memahami peran penelitian kebijakan medic untuk keputusan di pemerintah daerah dan RS yang melakukan otonomi.

 Catatan:

  1. Kebijakan desentralisasi.
    Indonesia pernah mengalami berbagai kebijakan yang mengatur mengenai desentralisasi di bidang kesehatan. Salah satunya di tahun 1987. Namun kebijakan desentralisasi di bidang kesehatan yang sangat besar adalah di tahun 1999 setelah adanya krisis ekonomi dan reformasi politik. Dalam konteks kebijakan desentralisasi, para peserta perlu memahami konsep decision space di berbagai tingkat pemerintahan. Berbagai keputusan, termasuk yang menyangkut masalah medic dapat dilakukan di pemerintah pusat, pemerintah propinsi, dan pemerintah kabupaten/kota.
     
  2. Otonomi Rumah Sakit.
    Sejak tahun 2000an terjadi kebijakan yang mengarah ke otonomi rumahsakit agar dapat melakukan pengelolaan. Paket undang-undang bidang keuangan negara merupakan paket reformasi yang signifikan di bidang keuangan negara yang kita alami sejak kemerdekaan. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara membuka koridor baru bagi penerapan basis kinerja ini di lingkungan pemerintah. Dengan pasal 68 dan Pasal 69 dan undang-undang tersebut, instansi pernerintah yang tugas pokok dan fungsinya memberi pelayanan kepada masyarakat dapat menerapkan pola pengelolaan keuangan yang fleksibel dengan menonjolkan produktivitas, efisiensi, dan efektivitas. Instansi demikian, dengan sebutan umum sebagai Badan Layanan Umum (BLU), diharapkan menjadi contoh konkrit yang menonjol dari penerapan manajemen keuangan berbasis pada hasil (kinerja). Peluang ini secara khusus menyediakan kesempatan bagi satuan-satuan kerja pemerintah yang melaksanakan tugas operasional pelayanan publik (termasuk rumahsakit), untuk membedakannya dari fungsi pemerintah sebagai regulator dan penentu kebijakan.

    Tuntutan akan pelayanan kesehatan yang bermutu di satu sisi, haruslah dibarengi dengan kemampuan manajerial khususnya pengelolaan keuangan. Pengelolaan keuangan di Rumahsakit sangat dibutuhkan untuk meyakinkan keberlangsungan hidup organisasi dan terjadinya efesiensi serta efektifitas. Hal ini sangat diperlukan di era otonomi dan desentralisasi saat ini dimana setiap organisasi termasuk Rumahsakit daerah dituntut untuk mengedepankan efisiensi dan akuntabilitas. Aspek yang cukup signifikan yang juga turut menentukan pengembangan sistem akuntansi ke depan adalah perubahan organisasi dan pengelolaan keuangan dalam konteks Badan Layanan Umum, Perubahan status ini tentu saja menuntut perubahan pengelolaan yang lebih baik lagi, yang memenuhi prinsip-prinsip pengelolaan keuangan yang lebih baik, fair dan dapat diperbandingkan.

    Dengan pola pengelolaan keuangan BLU, fleksibilitas diberikan dalam rangka pelaksanaan anggaran, termasuk pengelolaan pendapatan dan belanja, pengelolaan kas, dan pengadaan barang/jasa. Kepada BLU juga diberikan kesempatan untuk mempekerjakan tenaga profesional non PNS serta kesempatan, pemberian imbalan jasa kepada pegawai sesuai dengan kontribusinya. Disamping itu kebijakan BLU memberikan kewenangan bagi RS untuk mengalokasikan sebagian anggarannya untuk keperluan penelitian seperti yang dilakukan di RSCM secara significan (Lihat laporan seminar di Hotel Santika, klik di sini).
     
  3. Siapa yang melakukan penelitian kebijakan medic untuk; (1) Keputusan pemerintah; dan (2) Keputusan rumah sakit merupakan hal penting.

 

  Bahan belajar 


Modul ini memberikan kesempatan ke para peserta untuk menjelajahi internet.

Untuk membahas perkembangan dan makna desentralisasi dalam sector kesehatan ada buku yang ditulis oleh Laksono Trisnantoro dkk yang diterbitkan oleh BPFE. Buku tersebut dapat dibaca di www.kebijakankesehatanindonesia.net. Di web ini dapat ditemukan juga berbagai buku Bank Dunia yang membahas perkembangan system kesehatan.

Mengenai konsep decision space, silakan mencari sebuah monograf klasik yang berjudul Decentralization of Health System: Decision Space, Innovation and Performance. Monograf ini ditulis oleh Thomas Bossert, Ph.D dari Harvard University. Bacaan mengenai aktor-aktor dalam kebijakan harap dicermati di bukunya Lucy Gilson dan Kenneth Buse, serta berbagai buku kebijakan. Harapan dicari juga di internet, apa yang dimaksud dengan stakeholder analysis.

Berbagai bahasan mengenai otonomi rumah sakit dapat dilihat pada buku Laksono Trisnantoro berjudul Aspek Strategis Manajemen RS yang dapat dibaca pada www.kebijakankesehatanindonesia.net.

 

  Langkah-langkah Kegiatan pembelajaran

Peserta diharapkan menjawab berbagai pertanyaan di bawah ini:

  1. Sebutkan kebijakan medik yang ditetapkan oleh pemerintah pusat.;
  2. Sebutkan kebijakan medik yang ditetapkan oleh pemerintah propinsi anda;
  3. Sebutkan kebijakan medik yang ditetapkan oleh pemerintah kabupaten anda;
  4. Apa saja penelitian-penelitian kebijakan medik yang dapat dilakukan di berbagai tingkat pemerintahan? Siapa peneliti yang dapat melakukan kegiatan di nomor 1,2, dan 3? Dari mana dana penelitiannya?
  5. Sebutkan kebijakan yang dapat ditetapkan oleh RS dalam hubungannya dengan aspek medik. Apa saja penelitian-penelitian terkait di sini?
  6. Siapa peneliti yang dapat melakukan kegiatan ini? Dari mana dana penelitiannya?
  7. Bagaimana situasi dana penelitian di RS yang anda ketahui. Apakah ada alokasi untuk penelitian terkait dengan kebijakan medik?

 

File ditulis dalam word dan diberi kode: XYYYM1c.doc dan dikirim sebagai attachment.

Keterangan:

X       = nomor fasilitator anda.
YYY   = kode nama peserta
M1c   = Modul1c

 

 Kirim tugas ke This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it. 
 

Jangan lupa memberi cc ke email setiap fasilitator yang telah ditunjuk untuk anda.
Tugas paling lambat dikirim hari Kamis tanggal 21 Maret pukul 24.00.