Reportase Hari Kedua

Kursus Kebijakan tentang Transformasi Sistem Kesehatan:
Keterlibatan Sektor Swasta untuk Layanan Kesehatan Terpadu yang digerakkan oleh Layanan Kesehatan Primer

Rabu, 6 Desember 2023

 

6des 1Private Health Sector Assessment

Hari kedua kursus kebijakan (6/12/2023) dimulai dengan preview dari pertemuan pertama oleh Shita Dewi selaku Kepala Divisi Kesehatan Masyarakat, Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan, Universitas Gadjah Mada, Indonesia. Setelah itu Shita juga memaparkan materi terkait Private Health Sector Assessment (PHSA).

PHSA disampaikan perlu dilakukan dengan spesifik tujuan sistem kesehatan dan bersifat objektif. Hasil dari PHSA juga diharapkan dapat meningkatkan intervensi kebijakan dan adanya dialog kebijakan dengan pemangku kepentingan untuk mencapai tujuan kesehatan nasional. Shita memberikan panduan untuk melakukan asesmen sektor swasta melalui pemetaan. Untuk peserta juga diajak untuk melakukan diskusi berkelompok.

materi

 

6des 2External Quality Assurance and Accreditation

Pembicara selanjutnya adalah Professor Chi-tim Hung selaku Professor of Practice in Health Services Management, JC School of Public Health and Primary Care, Faculty of Medicine, The Chinese University of Hong Kong. Professor HUNG memaparkan terkait topik akreditas rumah sakit di Hong Kong yang mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Rumah sakit swasta memiliki regulasi tersendiri untuk mendapatkan akreditasinya yang diatur dalam Code of Practice for Private Hospital.

Di Hong Kong terdapat pula Joint Commission International (JCI) Tracer yang membantu proses akreditasi rumah sakit swasta. Hong Kong juga pernah melakukan piloting untuk mengadaptasi Australia Council of Healthcare Standar (ACHS) dengan proses siklus empat tahunan until self assessment, organizational survey, self assessment dan periodic review. Akreditasi rumah sakit ini dinilai memiliki dampak positif untuk membentuk tim dan mengubah kultur organisasi, menambah sumber daya, peningkatan sistem kesehatan dan adanya regular review eksternal. Namun, akreditasi ini juga memiliki dampak negatif pada beban kerja, sulitnya rekomendasi baru untuk diaplikasikan, terlalu banyak urusan dokumen, dan banyaknya standar penilaian interpretasi.

materi

6des 9Terdapat juga pembicara lainnya yakni Professor Adi Utarini yang membahas akreditasi. Utarini menjelaskan dalam perspektif kualitas regulasi dan tujuannya yang memiliki struktur licencing, certification dan accreditation. Dalam mengatur akreditasi, jelaskan peranan dari regulator dari pemerintah sebagai pengawas, lembaga akreditas dan pemerintah sebagai penyedia. Utarini juga berbagi pengalaman di Indonesia dalam menerapkan akreditasi rumah sakit yang diatur oleh Kementerian Kesehatan. Di Indonesia peningkatan kualitas layanan telah dilakukan dari 1988 hingga sekarang yang memiliki enam lembaga akreditasi. Saat ini, akreditasi dalam proses akreditasi sebanyak 2277 rumah sakit. Akreditasi rumah sakit di Indonesia ini berkaitan dengan untuk rumah sakit dapat terlibat dalam jaminan kesehatan di Indonesia.

 

6des 3Infrastructural Mechanism for Integrated Health Care – Global Experience

Pembicara selanjutnya dari Thailand oleh Associate Professor Chantal Herberholz selaku Director, Centre of Excellence for Health Economics, Faculty of Economics, Chulalongkorn University. Chantal menjelaskan tentang mekanisme infrastruktur untuk integrasi pelayanan berdasarkan pengalaman global. Implementasi PPP dinilai berbeda dengan implementasi kebijakan lainnya, karena ada pembagian risiko, hubungan jangka panjang dan memiliki indikator kunci.

Terdapat tiga bentuk PPP yakni infrastructure based, clinical service dan co-location. Dari semua model tersebut terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi seperti kemauan dan komitmen pemerintah, situasi lingkungan legislatif dan regulator, kemampuan publik, kapasitas privat, rancangan kontrak, pelibatan stakeholders, dan transparansi.

materi

 

6des 4Primary Care and Hospital PPPs in Thailand

Kemudian, topik ini dilanjutkan oleh Professor Siripen Supakankunti selaku Professor, Centre of Excellence for Health Economics, Faculty of Economics, Chulalongkorn University yang menjelaskan pengalaman Thailand dalam mengimplementasikan PPP. Di Thailand, PPP telah dilakukan dalam bentuk Co-location dimana terdapat rumah sakit publik yang dioperasionalkan oleh privat sektor sehingga layanan dapat diintegrasikan.

Banyak keterbatasan fasilitas dan layanan di RS Thailand yang dikerjasamakan diselesaikan dengan PPP. Seperti tidak adanya area parkir kendaraan di rumah sakit, maka publik melibatkan swasta untuk menyediakan instruktur parkir tersebut. Supakankunti berbagi banyak pengalaman di Thailand dalam implementasi PPP pada sektor kesehatan khususnya di Rumah Sakit untuk negara memiliki fasilitas dan layanan yang baik.

materi

6des 5Purchasing for Integrated Health Care; Primary Care Package and Specialist and Hospital Care

Setelah istirahat, diskusi dilanjutkan bersama pembicara lain yakni Professor Laksono Trisnantoro membahas belanja kesehatan strategis atau strategic health purchasing (SHP). SHP merupakan konsep baru yang diharapkan dapat membuat perubahan dari belanja yang pasif menjadi lebih strategis untuk memiliki kualitas layanan kesehatan yang baik dan sesuai standar. SHP memiliki karakteristik sistem pembayaran yang membuat insentif, melakukan seleksi dalam pemberian kontrak, adanya peningkatan layanan kesehatan dan membuat harga yang memiliki kualitas. Setelah menjelaskan konsep, terdapat tiga kasus BKS dalam pelaksanaan BPJS Kesehatan, program TB dan pembiayaan berbasis kinerja di Indonesia. Untuk saat ini, BKS belum terlaksana dan masih sangat pasif dalam pembelanjaannya.

materi

 

6des 6Purchasing and Organisation Mechanisms for Integrated Health Care

Topik terkait belanja kesehatan dilanjutkan pemateri kedua oleh Professor Ying Yao Chen selaku Deputy Dean, School of Public Health, Fudan University dari China. Chen membahas tentang mekanisme belanja dan organisasi untuk integrasi layanan kesehatan. Di China, pengeluaran kesehatan dari OOP sangat rendah meskipun mayoritas masyarakat lebih sering menggunakan layanan di RS daripada layanan primer. Ketersediaan jumlah RS di China sendiri sangat banyak dan setiap tahunnya mengalami peningkatan yang terdiri dari Publik, Private Non Profit dan Private. Dari ketiga RS tersebut, jumlah RS Publik di China dari 2017 hingga 2021 mengalami penurunan cukup drastis berbeda dengan RS Private yang setiap tahunnya mengalami peningkatan. Penurunan jumlah RS Publik di China karena lemahnya dukungan dari pemerintah seperti subsidi hanya 10% dari pengeluaran kesehatan. Kondisi ini membuat RS Publik di China tidak bertahan lama dan harus mengikuti kondisi pasar.

materi

 

6des 7Purchasing, Professional and Clinical Mechanisms for Integrated Health Care

Berbeda dengan Malaysia, Professor Dr Sharifa Ezat Wan Puteh selaku Professor of Public Health, Department of Community Health, National University of Malaysia menjelaskan bahwa di Malaysia tidak memiliki jaminan kesehatan dan masih memiliki OOP yang tinggi. Meskipun demikian, Malaysia telah mengimplementasikan BKS dengan Kementerian Kesehatan sebagai purchaser. Terdapat dua point penting yang perlu dilakukan dalam implementasi BKS dari pengalaman Malaysia yang dapat tercatat yakni 1) stabilitas tata kelola instansi 2) memanfaatkan pendekatan ekonomi kesehatan untuk memastikan cost-benefit. Serta menggunakan HTA dalam penetapan manfaat kesehatan.

materi

 

6des 8Information and Engagement, Social Franchising 

Pembicara terakhir dari kursus kebijakan hari ini (6/12/2023) adalah Professor Maria Elena B. Herrera dari Adjunct Faculty of Asian Institute of Management, Makati City, Metro Manila, Philippines. Maria menjelaskan tentang Social Franchising, Exhortation dan Information yang merupakan bagian penting dari instrumen kebijakan. Dalam social franchising ini dilakukan untuk dapat memperluas kebijakan yang baik dan di replika pada tempat atau daerah yang berbeda-beda. Sementara exhortation dan information dalam konsep pelibatan sektor swasta ini perlu melakukan social marketing yang tidak hanya berupa diseminasi tetapi ditujukan untuk mengubah perilaku.

materi

 

Reporter:
Likke Prawidya Putri (HPM UGM)
Tri Muhartini (PKMK UGM)