Meningkatnya biaya kesehatan dan penuaan populasi menjadi tantangan besar bagi keberlanjutan sistem kesehatan di berbagai negara. Fragmentasi layanan kesehatan, terutama di kawasan Asia-Pasifik, menghambat efisiensi dan efektivitas sistem yang idealnya harus terintegrasi. Salah satu strategi yang mulai diakui adalah keterlibatan sektor swasta, termasuk melalui Asuransi Kesehatan Swasta (Private Health Insurance/PHI), dalam mendukung pembiayaan kesehatan dan akses layanan yang lebih luas.
Regional Knowledge Event 2025, yang diselenggarakan oleh Asia-Pacific Network for Health Systems Strengthening (ANHSS) bekerja sama dengan Centre for Health Systems and Policy Research, JC School of Public Health and Primary Care, The Chinese University of Hong Kong, akan membahas secara mendalam peran sektor swasta dalam mencapai Cakupan Kesehatan Semesta (Universal Health Coverage/UHC).
Acara ini akan di selenggarakan pada 6-8 Mei 2025 di Hong Kong dan mencakup sesi Kursus Kebijakan, Regional Knowledge Event dengan para pakar industri, serta Kunjungan ke fasilitas kesehatan swasta. Simak lebih lanjut rangkaian acara melalui tautan berikut
Sebuah artikel memaparkan tantangan dalam penyediaan layanan kesehatan bagi penyandang disabilitas di Indonesia. Meskipun pemerintah telah mengeluarkan regulasi seperti Peraturan Pemerintah No 2 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang kesehatan, implementasinya masih belum optimal. Survei yang dilakukan oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) bersama jaringan organisasi penyandang disabilitas menemukan bahwa banyak fasilitas kesehatan belum memenuhi standar yang ramah disabilitas.
Temuan ini mencakup ketiadaan fasilitas seperti handrail, kursi roda, komputer pembaca nomor urut, huruf braille, dan toilet yang sesuai untuk penyandang disabilitas. Selain itu, keterbatasan jumlah dan distribusi tenaga medis yang terlatih dalam menangani pasien disabilitas turut menjadi hambatan. Upaya kolaboratif antara pemerintah, organisasi masyarakat, dan penyandang disabilitas diperlukan untuk mewujudkan layanan kesehatan yang inklusif dan setara bagi semua.
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan global, termasuk di Indonesia, dengan Lombok Timur sebagai daerah dengan prevalensi tinggi. Meskipun program pengendalian telah dilaksanakan, kasus TB masih tinggi. Sebuah studi dilakukan untuk mengeksplorasi perilaku penderita tuberkulosis (TB) di Lombok Timur dengan menggunakan pendekatan Health Belief Model (HBM). Metode yang digunakan adalah desain cross-sectional, melibatkan 112 responden penderita TB yang terdaftar di Puskesmas. Data dikumpulkan melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner yang mengukur komponen HBM, meliputi persepsi kerentanan, keparahan, manfaat, hambatan, isyarat untuk bertindak, dan efikasi diri.
Hasilnya, persepsi kerentanan, persepsi manfaat, persepsi hambatan, isyarat untuk bertindak, dan efikasi diri memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku kesehatan pasien TB. Pasien dengan persepsi kerentanan tinggi memiliki kemungkinan 1,617 kali lebih besar untuk patuh terhadap pengobatan, sedangkan pasien dengan persepsi hambatan tinggi memiliki kemungkinan 31,6% lebih kecil untuk patuh. Dukungan sosial dari keluarga dan tenaga kesehatan juga berperan penting dalam meningkatkan kepatuhan.
Kerangka kerja Penilaian Keparahan Influenza Pandemi (PISA) yang diperbarui oleh WHO dalam dokumen ini menyediakan pendekatan sistematis untuk menafsirkan data yang dikumpulkan melalui sistem pengawasan yang ada. Pendekatan ini bertujuan meningkatkan kegunaan data dalam komunikasi risiko dan pengambilan keputusan. PISA memungkinkan penilaian keparahan influenza serta aktivitas penyakit pernapasan sindromik dengan membandingkannya terhadap tahun-tahun sebelumnya menggunakan data historis. Data ini digunakan untuk menetapkan ambang batas, yang kemudian memungkinkan kategorisasi kualitatif terhadap aktivitas penyakit tersebut.
PISA dirancang untuk diimplementasikan secara berkelanjutan melalui sistem pelaporan yang stabil dan rutin, sehingga memungkinkan perbandingan aktivitas selama periode epidemi dan pandemi. Selain itu, informasi tambahan untuk menilai keparahan, terutama pada tahap awal dan selama pandemi, juga akan diperoleh melalui investigasi, studi, dan pemodelan.
Kanker ovarium merupakan masalah kesehatan global yang utama, menempati peringkat pertama penyebab kematian terkait kanker pada wanita. Meskipun prevalensinya tinggi, data epidemiologi dan analisis kelangsungan hidup yang relevan dengan Indonesia masih sedikit. Sebuah studi berupaya mengatasi kesenjangan informasi dengan menganalisis karakteristik demografi, aspek klinis, dan hasil kelangsungan hidup pasien kanker ovarium di Indonesia dari tahun 2010 hingga 2020. Studi observasional ini menggunakan data dari Basis Data Kanker Indonesia. Kohort studi terdiri dari 1065 pasien dengan kanker ovarium.
Hasilnya, usia rata-rata kohort adalah 52,41 (12,56) tahun, dengan 45,35% pasien tinggal di Jakarta. Mayoritas menganggur (75,77%) dan beretnis Jawa (61,88%). Karsinoma serosa (68,26%) merupakan jenis tumor yang paling umum, sementara persentase stadium FIGO yang tidak diketahui tinggi (66,95%) membatasi data stadium. Median waktu kelangsungan hidup bervariasi, dengan variasi kelangsungan hidup yang signifikan diamati di seluruh jenis tumor, derajat diferensiasi, dan stadium FIGO. Pasien dengan karsinoma serosa menunjukkan perilaku agresif dengan median kelangsungan hidup 1 bulan, sedangkan karsinoma sel jernih memiliki median kelangsungan hidup 9 bulan. Studi ini menyoroti perlunya peningkatan deteksi dini dan akses yang adil terhadap perawatan untuk meningkatkan hasil kelangsungan hidup bagi pasien kanker ovarium di Indonesia.