Forum nasional JKKI XIV telah sukses diselenggarakan pada 14-17 Oktober 2024, terdapat 10 agenda kegiatan seminar termasuk 4 topik didalamnya terkait tentang transformasi kebijakan untuk mengurangi beban penyakit (jantung, katarak, diabetes dan masalah Stunting-wasting). Materi dan video rekaman selama kegiatan dapat dipelajari kembali untuk mengikuti ujian online pada 5-17 November 2024 di platform Plataran sehat kementerian kesehatan. Informasi dan pendaftaran ujian bersertifikat dapat diakses pada link berikut
PKMK dengan dukungan INKLUSI telah menyelenggarakan riset terkait manfaat pelayanan kesehatan pada penyandang disabilitas. Salah satu hasilnya, berdasarkan pengalaman dari penyandang disabilitas, terdapat tantangan yang mereka hadapi ketika mengakses pelayanan di fasilitas kesehatan seperti puskesmas dan RS. Tantangan yang paling banyak dihadapi adalah sarana prasarana dan tenaga kesehatan yang tidak inklusif untuk penyandang disabilitas.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu pertimbangan bagi pengambil keputusan untuk menyusun kebijakan kesehatan yang inklusif. Kemudian, Mitra INKLUSI dan organisasi penyandang disabilitas lainnya dapat memanfaatkan untuk proses advokasi kebijakan tingkat nasional dan daerah. Ikuti diseminasi penelitian yang akan di selenggarakan pada Rabu, 30 Oktober 2024 yang dapat diikuti secara daring pada link berikut
Setiap tahun, Departemen Kesehatan Filipina mengadakan konferensi untuk menyampaikan temuan-temuan kunci dari berbagai penelitian prioritas kesehatan yang dilakukan oleh Center for Health Development/CHD (semacam Dinas Kesehatan). Di Filipina terdapat 17 CHD yang mengelola kesehatan di 81 Provinsi.
Terdapat dua stream dari Evidence Summit ini, stream pertama adalah pada evidence-based medicine, sementara stream kedua adalah evidence dari penelitian sistem dan kebijakan kesehatan. Sebagai steward dari arah kebijakan nasional, Pemerintah melalui Philippine Council for Health Research and Development menyusun dokumen resmi (NUHRA) yang menjabarkan topik-topik prioritas kesehatan apa yang mereka harapkan akan dilakukan penelitian-penelitiannya dalam lima tahun. Peneliti PKMK berkesempatan menjadi salah satu tamu dan membagikan pengalamannya dalam mengikuti konferensi tersebut, simak reportase kegiatan pada link berikut
Salah satu pilar utama dalam transformasi sistem kesehatan Indonesia adalah penguatan layanan primer. Transformasi ini merupakan langkah krusial dalam meningkatkan akses dan kualitas layanan kesehatan bagi seluruh lapisan masyarakat. Untuk mencapai tujuan program-program kesehatan yang lebih komprehensif dan efektif, kemitraan antara pemerintah dan sektor swasta perlu didukung. Kemitraan ini bertujuan untuk menciptakan integrasi layanan kesehatan yang lebih baik, di mana sektor swasta berperan aktif dalam mendukung dan melengkapi layanan yang disediakan oleh sektor publik. Melalui sinergi antara kedua sektor ini, diharapkan tercipta sistem kesehatan yang lebih efisien, terjangkau, dan mampu menjawab kebutuhan kesehatan masyarakat secara menyeluruh.
Asia-Pacific Network for Health Systems Strengthening (ANHSS) berkolaborasi dengan Centre of Excellence for Health Economics, Faculty of Economics, Chulalongkorn University, akan menyelenggarakan Kursus Kebijakan terkait Transformasi Sistem Kesehatan: Mendorong Keterlibatan Sektor Swasta untuk Integrasi Sistem Pelayanan Kesehatan Berbasis Layanan Primer. Kegiatan akan berlangsung pada 25-28 November di Bangkok, Thailand. Acara ini akan menghadirkan narasumber dari berbagai negara, yang akan berbagi pengetahuan dan pengalaman mereka dalam bidang kesehatan. Informasi jadwal dan pendaftaran silahkan akses pada link berikut.
WHO menyelenggarakan sebuah kursus komprehensif berdurasi 80 jam ini, yang sejalan dengan visi WHO untuk sistem kesehatan Primary Health Care (PHC) yang berpusat pada masyarakat, tangguh, dan berkelanjutan, memberdayakan para pemimpin untuk memperjuangkan kesetaraan kesehatan, mempromosikan keadilan sosial, dan menegakkan hak atas kesehatan untuk semua. Kepemimpinan yang efektif sangat penting untuk perubahan transformatif dalam sistem kesehatan.
Kursus ini dirancang untuk membekali para pengambil keputusan dan pembuat kebijakan dengan keterampilan yang diperlukan untuk mengarahkan kembali sistem kesehatan menuju PHC. Terdapat 4 topik utama pada rangkaian kursus ini diantaranya (1) Why PHC?; (2) People-driven Transformation; (3) The Three Components of PHC; dan (4) Leading Change. Kursus ini akan dimulai pada 4 November 2024 hingga 7 Februari 2025 secara daring dengan waktu belajar kurang lebih sebanyak 4-6 jam per pekan selama 10-12 pekan.
Anak usia di bawah lima tahun (balita) dari keluarga berpenghasilan rendah lebih rentan mengalami kekurangan berat badan. Positive deviance merupakan salah satu upaya yang dilakukan dalam pemecahan masalah gizi yang berbasis keluarga dan masyarakat, didasarkan pada asumsi bahwa sebagian solusi untuk masalah tersebut sudah dipraktekkan di dalam masyarakat itu sendiri, hanya perlu diidentifikasi. Sebuah penelitian dilakukan untuk mengeksplorasi perilaku Positive Deviance (PD) dalam mencegah kekurangan berat badan pada balita. Penelitian ini menerapkan pendekatan kualitatif dengan desain studi kasus.
Pengumpulan data dilakukan pada bulan Juli-Agustus 2022, dengan fokus pada keluarga berpenghasilan rendah di wilayah Gunung Brintik. Triangulasi hasil penelitian menghasilkan empat tema utama yang memengaruhi pencegahan kekurangan berat badan pada balita: intervensi oleh petugas kesehatan dan kader, kesadaran dan perhatian masyarakat, dukungan keluarga, dan literasi gizi ibu. Perilaku PD yang teridentifikasi yang dipraktikkan oleh masyarakat di lokasi penelitian telah terbukti berkontribusi terhadap pencegahan kekurangan berat badan pada balita. Memperkuat perilaku PD yang teridentifikasi ini dan penerapannya di area lain sangat penting untuk mendukung upaya penanggulangan kekurangan berat badan pada balita.
Prevalensi merokok konvensional (tembakau) dan rokok elektrik menjadi perhatian yang terus berkembang di Indonesia. Kondisi ini semakin memburuk karena rokok elektrik melengkapi rokok konvensional, yang mengakibatkan pengguna ganda, yang berpotensi menimbulkan beban tambahan dalam hal kesehatan. Sebuah studi dilakukan untuk menilai hubungan antara penggunaan rokok elektrik dan konvensional tunggal dan PTM. Studi ini diambil dari Survei Kesehatan Dasar Nasional 2018. Sampel dibatasi pada responden berusia 15–64 tahun yang hanya menggunakan rokok elektrik, hanya menggunakan rokok konvensional, atau menggunakan rokok elektrik dan rokok konvensional dalam satu bulan terakhir (pengguna ganda).
Hasilnya, pengguna rokok ganda memiliki hubungan positif dengan laporan memiliki PTM, seperti gagal hati, diabetes, hipertensi, dan penyakit gusi dibandingkan dengan pengguna tunggal. Pengguna rokok elektrik tunggal memiliki hubungan positif dengan pelaporan PTM seperti asma dan diabetes, dan masalah gigi seperti gigi patah, dan mereka memiliki multimorbiditas penyakit dibandingkan dengan pengguna rokok konvensional tunggal. Pengendalian konsumsi rokok elektrik dan rokok konvensional secara bersamaan sangat penting. Selain itu, penting untuk mempromosikan kebijakan untuk meningkatkan harga rokok elektrik dan rokok konvensional guna mengurangi prevalensi merokok dan mencegah pengguna ganda. Karena ada konsekuensi kesehatan yang negatif bagi pengguna tunggal atau pengguna ganda rokok konvensional dan rokok elektrik, alternatif yang paling efektif adalah berhenti merokok, bukan mengganti produk.
Sebuah studi dilakukan untuk memahami komorbiditas penyakit tidak menular diantara pasien tb paru, faktor terkait dan pemanfaatan layanan kesehatan. Studi ini menggunakan desain observasional cross-sectional berdasarkan data sampel anonim dari kasus tuberkulosis yang dicakup oleh Jaminan Kesehatan Nasional Indonesia pada tahun 2021.
Hasilnya, prevalensi komorbiditas PTM pada pasien tuberkulosis adalah 11,81%. Usia di atas 60 tahun, menikah, dan tidak bekerja berhubungan dengan komorbiditas PTM pada pasien tuberkulosis paru. Faktor-faktor yang terkait dengan peningkatan pemanfaatan layanan rawat inap di antara pasien tuberkulosis paru meliputi usia di atas 60 tahun, laki-laki, wiraswasta, memiliki asuransi yang disubsidi oleh pemerintah pusat atau dana pemerintah daerah, dan memiliki penyakit tidak menular yang menyertai. Pasien tuberkulosis paru menunjukkan prevalensi penyakit tidak menular yang signifikan, yang berdampak besar pada pemanfaatan layanan kesehatan. Deteksi dini dan penanganan kondisi ini sangat penting untuk mengurangi beban pada sistem perawatan kesehatan dan keberlanjutan finansial skema asuransi kesehatan nasional.