Kemenkes Gelar Pertemuan Pertama Health Working Group G20 dan Side Event Tuberkulosis

Selama 3 hari kedepan, pertemuan HWG 1 akan dibagi dalam 6 sesi diskusi. Sesi 1 membahas tentang Digital Documentation of COVID-19 Certificates, sesi 2 membahas Harmonizing Global Health Protocols, sesi 3 membahas Harmonizing Global Health Protocols, sesi 4 membahas Sharing National Experiences and Best Practices in Implementing Policy and Mutual Recognition, sesi 5 membahas Harmonizing Global Health Protocols dan sesi 6 adalah penutup yakni Follow Up dan Concluding Plennary Session. Masing-masing sesi akan melibatkan pakar dan pemateri dari berbagai negara.

Melalui berbagai sesi ini diharapkan bisa menghasilkan kesepakatan yang dapat mendorong implementasi harmonisasi protokol kesehatan global, sehingga mobilitas antar negara akan semakin terjamin keamanannya serta turut mempercepat pemulihan ekonomi dunia.

Setelah keenam sesi tersebut selesai, agenda HWG 1 akan dilanjutkan dengan G20 Side Event Tuberkulosis yang berlangsung pada 29-30 Maret 2022.

Mengangkat tema “Pembiayaan Penanggulangan TBC: Mengatasi Disrupsi COVID-19 dan Membangun Kesiapsiagaan Pandemi Masa Depan”, pertemuan ini menjadi momentum penting untuk memperkuat komitmen global dalam mengakhiri TBC pada 2030 utamanya komitmen dalam peningkatan pendanaan bagi pencegahan dan penanggulangan TBC yang berkelanjutan.

Teknologi Digital Jadi Basis Harmonisasi Standar Protokol Kesehatan Global

Selama dua tahun pandemi COVID-19, dunia memberlakukan pembatasan mobilitas masyarakat baik antarwilayah maupun antarnegara untuk mengantisipasi penyebarluasan penularan COVID-19.

Hal ini berdampak luas tidak hanya pada sektor kesehatan namun juga sektor ekonomi dan pariwisata. Menurut data global di tahun 2020 menurun sekitar 73% dan tahun 2021 menurun 72% dibandingkan dengan tahun 2019.

Penurunan ini selain disebabkan oleh pembatasan pelaku perjalanan juga diakibatkan oleh ketidakpastian mengenai aturan protokol kesehatan. Dinamisnya situasi pandemi global, telah mendorong berbagai otoritas kesehatan di setiap negara menerapkan protokol kesehatan yang terus berubah dan berbeda satu sama lain, hal itu meningkatkan biaya, menambah kerumitan, dan menyebabkan ketidaknyamanan.

“Karenanya kita perlu menyelaraskan standar protokol kesehatan global untuk memungkinkan perjalanan internasional yang aman dan membantu kesejahteraan ekonomi dan sosial pulih untuk selamanya,” kata Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin saat membuka pertemuan HWG 1 di Yogyakarta pada Senin (28/3).

Dari diskusi ini disepakati bahwa metode yang akan digunakan untuk penerapan protokol kesehatan adalah QR Code yang sesuai dengan standar WHO. Penggunaan QR Code ini dinilai bisa menyimpan informasi dengan aman dan response yang lebih cepat.

“Kita ingin mendorong bahwa standardisasi protokol kesehatan global itu sederhana, simpel dan standarnya sama di seluruh dunia. Dengan adanya teknologi digital yang baru, kita benar-benar ingin memanfaatkan teknologi yang ada,” kata Menkes.

Kendati standarisasi prokes berlaku di seluruh negara, Menkes menekankan bahwa setiap negara tetap diberikan fleksibilitas saat akan memberikan requirment. Negara diberikan kebebasan menerapkan aturan prokes di negaranya, dengan catatan prosedurnya harus jelas dan terbuka, yakni bisa diakses seluruh dunia.

sumber:

 

 

 

Webinar Kenyataan dan Harapan Pemangku Kepentingan untuk Penanganan Diabetes melalui Peranan Pemerintah Daerah

  Latar Belakang

Diabetes merupakan 10 besar penyakit penyebab kematian tertinggi di dunia dan penyakit diabetes seperti fenomena gunung es, dimana yang menderita diabetes jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan yang sudah diketahui diabetes (Kemenkes, 2021). Saat ini, Indonesia mengalami peningkatan pesat penderita diabetes. Berdasarkan data International Diabetes Federation (IDF), memperkirakan jumlah penderita diabetes di Indonesia pada 2045 dapat mencapai 28,57 juta. Jika dibandingkan dengan jumlah penderita diabetes pada 2011 mencapai 7,29 juta dan sepuluh yaitu pada 2021 mencapai peningkatan 167% (19,47 juta). Di sisi lain, jumlah kematian yang diakibatkan oleh diabetes di Indonesia mencapai 149.872 jiwa pada 2011. Jumlah ini diproyeksi meningkat bila dibandingkan dengan 2021 (236.711 jiwa) (Iternational Diabetes Federation, 2021). Berdasarkan hasil penelitian BPJS Kesehatan 2021, menjelaskan bahwa pasien COVID-19 ditemukan bahwa diabetes (42%) menjadi komorbid yang terbanyak jika dibandingkan dengan hipertensi (32%), gangguan jantung (11%), gagal ginjal (6%) tuberkulosis (4%), asma (2) serta masing – masing 1% untuk PPOK, gangguan liver, dan kanker.

Proyeksi dan kondisi prevalensi dari diabetes perlu menjadi perhatian pemangku kepentingan di Indonesia, karena penyakit ini telah menjadi epidemi (S. Wild, G. Roglic, A. Green et al., 2001). Diabetes memiliki resiko untuk mengalami komplikasi mikrovaskular dan makrovaskular yang menyebabkan beban yang signifikan bagi individu dan masyarakat (Matheus er al., 2013). Beban ini mencakup biaya langsung perawatan medis dan biaya tidak langsung, seperti hilangnya produktivitas, yang diakibatkan oleh morbiditas terkait diabetes dan kematian dini (M. I. Harris, 1995; American Diabetes Association, 2007). Jika masalah diabetes ini diabaikan maka dapat menimbulkan tantangan besar dalam sistem kesehatan untuk mencapai cakupan kesehatan universal (Soewondo, Ferrario dan Tahapary, 2013).

   Tujuan 

Kegiatan ini dilakukan untuk memperingati hari diabetes nasional yang bertepatan pada 18 April. Selain itu kegiatan ini juga bertujuan untuk:

  1. Kondisi prevalensi diabetes di daerah
  2. Mengetahui strategi dan tantangan kebijakan penanganan diabetes di daerah
  3. Membahas penguatan kebijakan penanganan diabetes untuk pemerintah daerah dari pemangku kepentingan

   Target Peserta

  1. Pengambil keputusan nasional dan daerah
  2. Akademisi Bidang Kesehatan Masyarakat, Kebijakan Kesehatan, dan lain – lain
  3. Peneliti, Konsultan dan Pemerhati Bidang Kesehatan Masyarakat, Kebijakan Kesehatan, dan lain – lain.
  4. Pemangku Kepentingan lainnya.

   Pembicara

  1. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah
  2. Dinas Kesehatan Provinsi Maluku

   Pembahas

  1. Direktorat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Tidak Menular, Kementerian Kesehatan
  2. Prof. Dr. dr. Pradana Soewondo, SpPD-KEMD, Dosen di Bidang Metabolisme dan Endokrinologi, Departemen Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
  3. Sobat Diabetes

   Agenda Kegiatan

Hari/Tanggal : Selasa, 19 April 2022
Pukul : 13.00-15.00 Wib

   Detail Kegiatan

REPORTASE

Waktu Kegiatan Pembicara
13.00 – 13.05 WIB Pembukaan

Shita Listya Dewi, Kepala Divisi Kebijakan Kesehatan Masyarakat, PKMK FK-KMK UGM 

video

13.05 – 13.35 WIB

Pemaparan

Situasi Prevalensi dan Penanganan Diabetes di Daerah

Ira Hentihu – Dinas Kesehatan Provinsi Maluku

materi   video

Arfian Nefi – Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah

materi   video

13.35 – 14.21 WIB

Pembahasan

Pandangan dan Harapan Pemerintah, Ahli dan LSM untuk Pemerintah Daerah dalam Penanganan Diabetes

dr. Elvieda Sariwati, M.Epid, – Plt Direktorat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Tidak Menular, Kementerian Kesehatan

Video

Prof. Dr. dr. Pradana Soewondo, SpPD-KEMD, Dosen di bidang metabolisme dan endokrinologi, Departemen penyakit dalam, FK UI

video

dr. Rudy Kurniawan, SpPD, DipTH – Founder Sobat Diabet

video

14.21 – 14.55 WIB

Diskusi dan Tanya Jawab

Video

14.55 – 15.00 WIB Penutupan

 

 

Reportase Tantangan Strategic Health Purchasing TB Di Era Transformasi Kesehatan

Kamis, 24 Maret 2022

Shita Listyadewi, MPP perwakilan dari PKMK UGM melalui pengantarnya menyampaikan hari ini (24/3/2022) merupakan Hari Tuberculosis (TB) sedunia. Penyakit TB dilihat dari dampak ekonomi, dan sosial menjadi katastropik bagi keluarga walaupun pengobatannya sudah dibiayai oleh JKN. Pembiayaan TB masih ada kesenjangan antara yang bersumber dari pemerintah dan luar negeri serta sumber – sumber pendapatan lain. Dalam upaya menutup kesenjangan ini tidak hanya mencari sumber pembiayaan yang baru dan mengefisiensikan pembiayaan kesehatan.

Continue reading

Hasil Penelitian Penilaian Beban Kerja Tenaga Kesehatan dan Lingkungan Kerja yang Mendukung Selama Pandemi COVID-19

group of doctors walking on hospital hallway

group of doctors walking on hospital hallwayPandemi COVID-19 telah menjadi tantangan pada sistem kesehatan dan dalam banyak kasus, melebihi kapasitas rumah sakit dan unit perawatan intensif (ICU). Para profesional kesehatan di fasilitas rujukan COVID-19 bekerja berjam – jam dengan mengenakan alat pelindung diri (APD) yang merepotkan dan tidak nyaman. Petugas kesehatan terus memberikan perawatan untuk pasien meskipun kelelahan, berisiko infeksi pribadi, ketakutan menularkan ke anggota keluarga, kecemasan terhadap penyakit atau kematian teman dan kolega, dan kehilangan banyak pasien.

Ditambah lagi ketika gelombang pertama dan kedua pandemi COVID-19 terjadi, tenaga kesehatan semakin berisiko cukup tinggi untuk terkena virus ini. Pusat Kebijakan dan Manajemen Kebijakan dan Manajemen (PKMK) Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FK – KMK) UGM bekerja sama dengan WHO Indonesia dan Direktorat Kesehatan Kerja dan Olahraga, Kementerian Kesehatan, Republik Indonesia melakukan kajian terhadap situasi terkait petugas kesehatan, termasuk beban kerja dan lingkungan kerjanya di rumah sakit rujukan COVID-19.

Continue reading

Tantangan Strategic Health Purchasing TB di Era Transformasi Kesehatan

   Pengantar

Saat ini, Kementerian Kesehatan telah mencanangkan Transformasi sistem kesehatan Indonesia tahun 2021-2024. Terdapat enam pilar transformasi kesehatan dimana salah satunya adalah pilar transformasi pembiayaan kesehatan. Pilar ini bertujuan menata ulang pembiayaan dan manfaat Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), serta meningkatkan proporsi pembiayaan layanan promotif dan preventif melalui penambahan layanan penyaringan (screening) dasar bagi seluruh rakyat Indonesia , tidak terkecuali penyakit tuberkulosis.

Program Tuberkulosis yang merupakan prioritas masalah pembangunan kesehatan nasional mempuny ai gambaran penganggaran untuk program Tuberkulosis yang sedikit berbeda. Pendanaan terbesar untuk program Tuberkulosis bersumber dari Pemerintah Pusat melalui skema APBN (untuk penyediaan kebutuhan sisi suplai; tenaga kesehatan, alat diagnosis dan laboratorium, obat-obatan dan kebutuhan pengelolaan program), skema pembiayaan asuransi sosial nasional – JKN dan Hibah. Beragamnya jalur pendanaan yang diterima fasilitas kesehatan, terlebih masing-masing jenis pendanaan sudah ditentukan peruntukannya menyulitkan perencanaan dan berpotensi inefisiensi dalam implementasi kegiatan program. Sedangkan, kebutuhan pendanaan untuk penanggulangan tuberkulosis di Indonesia semakin meningkat. Total anggaran yang dibutuhkan untuk Penanggulangan tuberkulosis di tahun 2019 adalah 366 juta USD. Pendanaan dari dalam negeri hanya 30% (110 juta USD), sementara pendanaan luar negeri adalah 47 juta USD (13%). Oleh karena itu masih ada kesenjangan sebesar 209 juta USD (57%) (WHO, 2019) .

Pelayanan program tuberkulosis sebagian besar dibiayai oleh program nasional, sedangkan sebagian lainnya telah diintegrasikan ke dalam paket manfaat JKN yaitu pelayanan diagnostik dan konsultasi di tingkat primer. Perlindungan finansial dari kemungkinan belanja katastropik merupakan salah satu tujuan dari cakupan kesehatan semesta. Namun demikian, penelitian oleh (Fuady et al., 2018) menunjukkan bahwa rumah tangga masih berpeluang untuk menanggung biaya katastropik akibat tuberkulosis. Total biaya yang ditanggung oleh rumah tangga adalah 133 USD untuk pasien tuberkulosis sensitif obat dan 2,804 USD untuk pasien TB MDR. Proporsi rumah tangga yang mengalami biaya katastropik akibat tuberkulosis sensitif obat adalah 36% (43% pada rumah tangga miskin dan 25% pada rumah tangga yang tidak miskin). Proporsi rumah tangga yang mengalami biaya katastropik akibat TB MDR adalah 83%. Biaya katastropik pada rumah tangga miskin disebabkan karena status pasien tuberkulosis sebagai pencari nafkah, kehilangan pekerjaan, dan riwayat pengobatan sebelumnya (Fuady et al., 2018).

Keterbatasan anggaran pemerintah dan penurunan dana donor mendorong pemanfaatan dana yang ada seoptimal mungkin. Pelaksanaan kegiatan program yang ‘overlapping’, pendanaan yang terfragmentasi, sistem informasi yang berjalan parallel, dan beberapa hal lain menunjukkan masih adanya inefisiensi dalam sistem pelayanan program tuberkulosis. Potensi pengaitan pembayaran dari BPJS Kesehatan ke pemberi pelayanan kesehatan, transfer dana perimbangan dari Pusat ke daerah masih belum dikaitkan dengan kinerja penerima. Untuk mencapai efisiensi dan efektifitas pembiayaan, belanja kesehatan strategis penyakit Tuberculosis perlu menjadi perhatian. Belanja strategis kesehatan memastikan bahwa pusat/daerah mendapatkan lebih banyak nilai untuk uang yang dibelanjakan yang memungkinkan sistem kesehatan untuk mencapai outcome kesehatan dan perlindungan financial yang lebih baik

   Tujuan 

  1. Memahami perubahan kebijakan dalam pemenuhan layanan Tuberkulosis dalam Era Transformasi Kesehatan.
  2. Memahami gap antara apa yang terjadi dan apa yang seharusnya dilakukan dalam penggunaan prinsip Strategic Purchasing pelayanan Tuberculosis
  3. Memahami biaya untuk penyakit katastropik Tuberculosis.
  4. Mendapatkan pelajaran dan best practice belanja kesehatan strategis pada layanan Tuberkulosis.

   Peserta Kegiatan

  1. Praktisi Kesehatan
  2. Organisasi Profesi
  3. Akademisi
  4. LSM
  5. Mahasiswa

   Agenda Kegiatan

Hari/Tanggal : Kamis, 24 Maret 2022
Pukul : 13.00-15.00 Wib

   Detail Kegiatan

Reportase kegiatan

Waktu Agenda

13.00-13.05 WIB

Pembukaan:
Tantangan Strategic Health Purchasing TB di Era Transformasi Kesehatan

dr. Yodi Mahendradhata, M.Sc., PhD., FRSPH – Wakil Dekan Bidang Kerjasama, Alumni dan Pengabdian Masyarakat FKKMK UGM

Moderator: Candra

13.05-13.20 WIB

Kebijakan dan Implementasi Strategic Health Purchasing TB

Aditia Trisno Nugroho, MD, MIPM – Health Financing Advisor in the USAID TB Private Sectors (TBPS)

materi

13.20 – 13.35 WIB

Katastropik Cost untuk Patient TB

dr. Riris Andono Ahmad, MD, MPH, Ph.D. – Direktur Pusat Kedokteran Tropis FKKMK UGM

materi

13.35 -14.20 WIB

Pembahasan

  1. BPJS Kesehatan 
  2. Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes 
  3. Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta 
14.20 – 14.50 WIB Diskusi
14.50 – 15.00 WIB Penutupan

 

 

 

 

Stunting di Indonesia Berpotensi Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi dan Beban Pembiayaan Kesehatan

Stunting di Indonesia Berpotensi Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi dan Beban Pembiayaan Kesehatan

Stunting di Indonesia Berpotensi Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi dan Beban Pembiayaan KesehatanStunting banyak terjadi di negara miskin dan berkembang, salah satunya Indonesia. Stunting bukan hanya masalah badan yang pendek, melainkan juga masalah gizi buruk pada anak – anak yang dapat mempengaruhi kualitas sumber daya manusia. Di Indonesia masyarakat masih menganggap stunting merupakan keturunan, padahal hasil penelitian menunjukkan genetik berkontribusi sebesar 15% (Absori et al, 2022). Sementara menurut Brinkman et al dalam Absori et al (2022), faktor – faktor yang mempengaruhi stunting adalah infeksi berulang, hormon pertumbuhan, nutrisi, asap rokok, dan polusi.

Continue reading

Webinar Persiapan Persalinan untuk Menjamin Kualitas Hidup Ibu dan Bayi

Kerangka Acuan Kegiatan

USAID HEALTH FINANCING ACTIVITY (HFA)

Webinar Kader dan Komunitas Muslimat NU dan YKMNU

“Persiapan Persalinan untuk Menjamin Kualitas Hidup Ibu dan Bayi”

Selasa – Rabu, 22 – 23 Maret 2022  |  14.00 – 15.30 WIB

   Pengantar

U.S. Agency for International Development Health Financing Activity (USAID HFA) mendukung Pemerintah Indonesia untuk mempertahankan dan meningkatkan efisiensi dalam pembiayaan kesehatan dalam rangka meningkatkan perlindungan keuangan, akses yang merata ke layanan kesehatan yang berkualitas, dan hasil kesehatan, khususnya dalam program prioritas yaitu HIV, TB, dan kesehatan ibu dan bayi baru lahir. HFA adalah proyek lima tahun (2019 – 2024) yang menyediakan bantuan teknis untuk memperkuat kapasitas pemerintah dalam analisis keuangan, pelibatan pemangku kepentingan, pembelajaran, dan pengambilan keputusan.

ThinkWell memimpin konsorsium organisasi Results for Development (R4D), Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan (PKEKK) Universitas Indonesia, dan Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) Fakultas Kedokteran Keperawatan dan Kesehatan Masyarakat (FK – KMK) Universitas Gadjah Mada (UGM). Tim HFA bekerja sama erat dengan mitranya di pemerintah, Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan (PPJK) Kementerian Kesehatan.

HFA akan mencapai dua tujuan utama:

  1. Peningkatan keberlanjutan pembiayaan kesehatan oleh Pemerintah Indonesia; dan
  2. Peningkatan mekanisme dan kapasitas belanja kesehatan strategis.

Dalam rangka menyukseskan tujuan tersebut, PKMK UGM sebagai bagian dari konsorsium HFA bekerja sama dengan Yayasan Kesejahteraan Muslimat Nahdlatul Ulama (YKMNU) untuk melakukan penguatan pengetahuan dan keterampilan terkait pembiayaan kesehatan, khususnya di bidang Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), di kalangan komunitas dan kader YKMNU dan Muslimat NU. YKMNU selama ini telah menjalankan sebuah program untuk membantu mendukung KIA pada keluarga yang tergolong fakir miskin dan tak mampu melalui peminjaman inkubator secara gratis. Salah satu mata kegiatan dari kerja sama antara YKMNU dan PKMK UGM adalah webinar yang ditujukan pada kader/agen dan anggota komunitas Muslimat NU dan YKMNU.

   Tujuan 

Meningkatkan kesadaran audiens tentang aspek – aspek klinis dan pembiayaan kesehatan yang penting untuk mendukung proses persalinan, sehingga kualitas hidup ibu dan bayi dapat terjamin.

Peserta Kegiatan

Seratus dua puluh (120) orang Komunitas Muslimat NU dengan rincian sebagai berikut.

  1. Pengurus cabang Muslimat NU dan YKMNU dari Bogor/Jawa Barat
  2. Relawan/agen program inkubator dari seluruh Indonesia
  3. Ibu hamil, pasca bersalin, dan perempuan usia subur

   Agenda Kegiatan

Hari, tanggal : Selasa dan Rabu, 22 – 23 Maret 2022
Waktu : Pukul 14.00 – 15.30 WIB
Link : (akan disampaikan kemudian)

   Detail Kegiatan

       Pukul Kegiatan Pembicara
Hari I Selasa, 22 Maret 2022
14.00 – 14.05 WIB Pembukaan MC
14.05 – 14.10 WIB Sambutan dari Ketua YKMNU Hj. Endang Sulistinah (Ketua YKMNU)
14.10 – 14.30 WIB Topik 1: Perawatan kehamilan dan persiapan persalinan Departemen Obstetri-Ginekologi FK-KMK UGM
14.30 – 14.50 WIB Topik 2: Menyiapkan dan mengelola keuangan keluarga untuk persalinan Hilda Octavana Siregar, S.E., M.Acc.
14.50 – 15.10 WIB Topik 3: Risiko pengeluaran katastropik akibat persalinan Dr. Diah Ayu Puspandari, Apt., M.Kes., MBA
15.10 – 15.25 WIB Tanya jawab MC
15.25 – 15.30 WIB Foto bersama, penutup MC
Hari II Rabu, 23 Maret 2022
14.00 – 14.05 WIB Pembukaan MC
14.05 – 14.35 WIB

Topik 4: Pembiayaan persalinan dengan BPJS Kesehatan

(layanan yang ditanggung, prosedur, tanggung jawab sebagai peserta, pentingnya partisipasi dalam pembiayaan kesehatan)

BPJS Kesehatan
14.35 – 15.05 WIB Topik 5: Pengalaman penanganan bayi prematur di komunitas

Prof. Raldi Hendro Koestoer

(FT-UI)

15.05 – 15.15 WIB Topik 6: Testimoni dari YKMNU tentang program peminjaman inkubator gratis YKMNU
15.15 – 15.25 WIB Tanya jawab MC
15.25 – 15.30 WIB Foto bersama, penutup MC

 

 

 

 

Rangkaian Pelatihan Evidence Based for Health Policy-Making

  Latar Belakang

Pembangunan kesehatan tidak dapat terlepas dari penggunaan data dan informasi kesehatan. Data kesehatan merupakan angka dan fakta kejadian berupa keterangan dan tanda-tanda, yang secara relatif belum bermakna bagi pembangunan kesehatan. Sedangkan informasi kesehatan merupakan data kesehatan yang sudah diolah dan diproses menjadi bentuk yang bermakna dan bernilai bagi pengetahuan dan pembangunan kesehatan.

Banyak data-data kesehatan diperoleh baik melalui survey, program surveilans, monitoring, maupun evaluasi yang secara rutin dilakukan oleh otoritas-otoritas kesehatan baik di tingkat pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota. Analisis data-data kesehatan tersebut memegang peranan krusial dalam mendukung proses-proses perencanaan, penganggaran, pengambilan keputusan, penyusunan kebijakan, maupun perbaikan sistem kesehatan dengan didasarkan pada bukti.

Data juga merupakan bagian dari evidence untuk menjadi suatu dasar bukti dalam menyusun dan menetapkan suatu kebijakan. Secara konsep, evidence atau bukti ini dapat diartikan sebagai ‘kebijakan berbasis bukti’ (Evidence Based Policy) yang sering dianggap sebagai hasil evolusi dari gerakan kedokteran berbasis bukti (Evidence Based Medicine) (Goldenberg 2005; Pawson 2006; Young et al. 2002). Pendekatan ini mengarahkan untuk setiap keputusan diambil untuk menyelesaikan suatu masalah kesehatan telah mempertimbangkan bukti atau evidence yang ada. Permasalahan yang diselesaikan dengan mengambil suatu keputusan atau penetapan kebijakan dari pengambil keputusan tanpa mempertimbangkan evidence dapat mengakibatkan kesalahan tipe III yaitu masalah tidak terselesaikan dan menimbulkan masalah baru lainnya (Dunn, 2003).

Namun, ketika EBP ini tersedia, banyak pengambil keputusan yang tidak memiliki kemampuan untuk membaca dan memahaminya sehingga hasil dari EBP ini diperlukan pula jembatan atau diterjemahkan. Penerjemahan EBP ini dapat disebutkan dengan melakukan Knowledge Translation Product (Produk Penerjemahan Pengetahuan) yang memiliki fungsi untuk mengisi gap antara pengetahuan dan kebutuhan praktik. Ada banyak bentuk Knowledge Translation Product yang menjadi prioritas materi pelatihan, dua di antaranya;, policy brief dan briefing notes. Dua produk ini banyak digunakan karena memiliki dampak lintas konteks dan topik. Policy brief dan briefing notes merangkum banyak evidence antara lain; evidence dari sumber global, lokal, dan kontekstual (wawancara informan kunci dengan pembuat kebijakan dan pemangku kepentingan yang ditargetkan). Policy Brief mengandung beberapa poin utama yang cukup lengkap yaitu pernyataan masalah, opsi atau elemen, dan pertimbangan implementasi. Sedangkan briefing notes lebih singkat, dengan cepat dan efektif memberi saran kepada pembuat kebijakan dan pemangku kepentingan tentang masalah publik yang mendesak dengan menyatukan bukti penelitian global dan bukti lokal. 

  Tujuan

Pelatihan ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan peserta untuk:

  1. Memahami tentang data kesehatan
  2. Menganalisis dan menggunakan data kesehatan
  3. Memahami tentang kebijakan kesehatan
  4. Memahami analisis kebijakan kesehatan
  5. Memahami policy brief
  6. Mampu menyusun policy brief
  7. Memahami advokasi kebijakan

  Target Peserta

  1. Akademisi Bidang Kesehatan
  2. Peneliti dan Konsultan Bidang Kesehatan
  3. Pejabat dan Staf Lembaga Pemerintahan Bidang Kesehatan
  4. Jejaring Kebijakan Kesehatan Indonesia (JKKI) atau/dan Mitra PKMK

  Pemateri

  1. Dr. Gabriel Lele, S.IP, M.Si – Dosen Departemen Manajemen dan Kebijakan Publik, FISIPOL, UGM
  2. Shita Listya Dewi, S.IP., MM, MPM – Kepala Divisi Kebijakan Kesehatan, PKMK FK-KMK, UGM
  3. Sigit Ari Saputro, S.KM., M.Kes., PhD – Dosen & Peneliti Departemen Epidemiologi, Biostatistik Kependudukan, dan Promosi Kesehatan, FKM, UNAIR
  4. Tri Muhartini, S.IP, MPA – Peneliti Kebijakan Kesehatan, PKMK FK-KMK, UGM

  Rangkaian Kegiatan

Kegiatan Detil Kegiatan Waktu Harga per kegiatan Harga paketan

Tahapan 1

Pelatihan Analisis  Multivariat Data Kesehatan dengan Stata

  1. Pengenalan Data
  2. Jenis Data (Open/Close)
  3. Data Rutin, Data Survey dan strategi akses data
  4. Praktikum manajemen data

Rabu, 6 April 2022
Pukul 09.00 – 12.00 WIB

Luring Rp. 1.000.000
Daring Rp. 750.000

 

Luring
Rp. 4.000.000,-

Daring
Rp. 2.750.000,-

 

  1. Praktik Analisis Multivariat
  2. Summary data

Rabu, 13 April 2022
Pukul 09.00 – 12.00 WIB

Tahapan 2

Pelatihan Analisis Kebijakan

  1. Merumuskan masalah kebijakan public atau kesehatan (problem structuring)

Rabu, 18 Mei 2022
Pukul 09.00 – 12.00 WIB

Luring Rp. 1.500.000
Daring Rp. 1.000.000

 

  1. Penerapan pendekatan untuk melakukan prakiraan (forecasting) untuk mengetahui jika masalah diabaikan atas dasar infromasi/data.

Rabu, 25 Mei 2022
Pukul 09.00 – 12.00 WIB

  1. Menentukan rekomendasi untuk tindakan kebijakan

Rabu, 8 Juni 2022
Pukul 09.00 – 12.00 WIB

Tahapan 3

Pelatihan Penyusunan Policy Brief

  1. Proses Pembuatan Kebijakan Kesehatan dan Peran Bukti Penelitian
  2. Keputusan Kebijakan Kesehatan
  3. Knowledge Translation
  4. Framing a Policy Brief: Problem Statement

Kamis, 16 Juni 2022
Pukul 09.00 – 12.00 WIB

Luring Rp. 1.000.000
Daring Rp. 750.000

 

  1. Memahami penulisan sebab – akibat dalam policy brief
  2. Memahami penulisan rekomendasi dalam policy brief
  3. Expert Review

Kamis, 23 Juni 2022
Pukul 09.00 – 12.00 WIB

Tahapan 4

Pelatihan Advokasi Kebijakan

  1. Strategi Advokasi Kebijakan
  2. Stakeholder Mapping
  3. Latihan Stakeholder Mapping

11 Agustus 2022
Pukul 09.00 – 12.00 WIB

Luring Rp. 750.000
Daring Rp. 500.000

 

 

  Sertifikat

Peserta yang mengikuti pelatihan akan mendapatkan sertifikat setelah seluruh tahapan pelatihan berkahir.

PENDAFTARAN TELAH DI TUTUP

 

  Narahubung


Pelatihan Tahap 1
Monita Destiwi
Tlp: +6282265001737
Email: [email protected] 
Pelatihan Tahap 2 – Tahap 4
Tri Muhartini
Tlp: +6289693387139
Email: [email protected] 

Kepesertaan dan Konfirmasi Pembayaran:
Maria Lelyana (Kepesertaan)
Telp: 0274-549425 / 082134116190
Email: [email protected] 

 

 

Strategi Pandemi dan Mitigasi COVID-19: Implikasi Terhadap Kesehatan dan Gizi Pada Ibu dan Anak

Strategi Pandemi dan Mitigasi COVID-19: Implikasi Terhadap Kesehatan dan Gizi Pada Ibu dan Anak

Strategi Pandemi dan Mitigasi COVID-19: Implikasi Terhadap Kesehatan dan Gizi Pada Ibu dan Anak

Dampak Coronavirus 2019 (COVID-19) mempengaruhi tatanan dalam masyarakat, salah satunya sektor kesehatan. Pemanfaatan dan penyediaan layanan kesehatan khususnya layanan ibu dan anak terhambat dan akhirnya akan mengakibatkan peningkatan angka kematian ibu dan anak serta masalah kesehatan ibu dan anak lainnya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Temesgen (2021) menunjukkan bahwa rendahnya pemanfaatan layanan ibu dikarenakan adanya kecemasan dan kekhawatiran mengunjungi layanan kesehatan sehingga mereka mengubah rencana dan merasa nyaman persalinan di rumah agar keluarga mereka tidak terpapar infeksi COVID-19. Di sisi lain, COVID-19 juga berdampak pada sektor lain seperti ekonomi, pangan, perlindungan sosial termasuk layanan dan akses air bersih dan sanitasi (Akseer, 2020).

Continue reading