Reportase Webinar Forum Kebijakan JKN: (Studi Kasus di Kabupaten Malang dan Kabupaten Pasuruan)

Dukungan Perguruan Tinggi di Berbagai Provinsi dalam Penguatan dan Keberlanjutan Kebijakan Pembiayaan Kesehatan & JKN di Jawa Timur

28jn5Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK – KMK UGM, menggelar webinar Forum Kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang bertajuk “Dukungan Perguruan Tinggi di Berbagai Provinsi dalam Penguatan dan Keberlanjutan Kebijakan Pembiayaan Kesehatan & JKN”. Kegiatan ini terdiri atas enam seri dan dilaksanakan setiap bulan pada Juni – Desember 2022 dengan melibatkan mitra dari perguruan tinggi di beberapa provinsi. Pada seri pertama (28/06/22), webinar dilaksanakan bersama mitra PKMK yaitu dosen Poltekkes Kemenkes Malang yaitu Puguh Priyo Widodo, Amd., RMIK., S.Si., SKM., MMRS., AAAK sebagai narasumber utama untuk membahas studi kasus tentang pembiayaan kesehatan dan JKN dalam studi kasus di Kabupaten Malang dan Kabupaten Pasuruan.

Continue reading

Dukungan Perguruan Tinggi di Berbagai Provinsi Dalam Penguatan Dan Keberlanjutan Kebijakan Pembiayaan Kesehatan & JKN di Daerah

Latar Belakang

Saat ini, sistem kesehatan di Indonesia akan melakukan pemulihan pasca pandemi COVID-19. Kementerian Kesehatan telah menyiapkan rancangan transformasi sistem kesehatan untuk menyambut endemi di Indonesia. Salah satu bagian komponen terpenting dalam transformasi ini adalah penguatan pembiayaan kesehatan. Transformasi ini tidak hanya menjadi tanggung jawab Kementerian Kesehatan, tetapi juga membutuhkan dukungan dari berbagai pemangku kepentingan utamanya pemerintah daerah, perguruan tinggi dan berbagai kelompok kepentingan terkait lainnya.

PKMK FKKMK UGM mengajak mitra universitas di setiap provinsi untuk melakukan dialog kebijakan dengan pemerintah daerah dan/atau pemerintah pusat untuk mendukung pelaksanaan kebijakan pembiayaan kesehatan dan jaminan kesehatan nasional (JKN). Dialog kebijakan ini menjadi penting mengingat anggaran kesehatan di pusat hingga daerah mengalami gangguan selama pandemi COVID-19. Di sisi lain, Beban Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) setiap tahun semakin meningkat. Tahun 2017 ke tahun 2018 terjadi peningkatan berturut – turut 26% (2017), 12% (2018), 15% (2019) dan turun -12% tahun 2020 karena situasi pandemi. Data BPJS Kesehatan menggambarkan bahwa penyakit katastropik tahun 2020 menempati 25% – 31% dari total beban jaminan kesehatan. Beban jaminan kesehatan untuk penyakit katastropik secara nasional dapat dijelaskan dalam Gambar di bawah ini.

gb22

Gambar 1. Beban Jaminan Kesehatan untuk Penyakit Katastropik (juta rupiah) dengan data sampel 1%.

Tujuan sistem kesehatan yang ingin tercapainya ekuitas atau berkeadilan memperlihatkan perlu adanya pelibatan pemangku kepentingan untuk menganalasis masalah pembiayaan kesehatan dan JKN di daerah. Berdasarkan penelitian terdahulu menunjukkan bahwa terjadi penggunaan dana klaim BPJS yang sangat tinggi di propinsi-propinsi yang maju. Selain itu, pembiayaan kesehatan sebelum dan selama pandemi COVID-19 memiliki variasi pendapatan, belanja, dan pemanfaatan yang berbeda di setiap daerah berdasarkan kapasitas fiskal. Daerah dengan kapasitas fiskal rendah mengalami kendala dalam menyediakan akses dan fasilitas pelayanan kesehatan karena anggaran kesehatan yang terbatas tetapi beban yang besar.

   Tujuan 

Untuk itu, PKMK FK-KMK UGM mengajak berbagai perguruan tinggi di masing-masing provinsi dengan tujuan:

  1. Untuk menyajikan kondisi pembiayaan kesehatan dan pelaksanaan JKN berdasarkan data sampel BPJS Kesehatan, data rutin kesehatan dan data survey kesehatan terkait lainnya.
  2. Perguruan tinggi juga dapat menyajikan berbagai usulan untuk mengatasi persoalan pembiayaan kesehaan dan pelaksnaan JKN di daerah.

   Perguruan Tinggi dan Provinsi

Topik: Penguatan dan Keberlanjutan Kebijakan Pembiayaan Kesehatan & JKN di Daerah

Poltekkes Kemenkes Malang, Jawa Timur

Narasumber: Puguh Priyo Widodo, Amd., RMIK., S.Si., SKM., MMRS., AAAK
(Dosen Poltekkes Kemenkes Malang)

video   materi

video   dr. Anita Flora – Dinkes Kabupaten Malang 
video   dr. Aissyiyah Nur An nisa – BPJS Kesehatan Kabupaten Malang 
video   dr. Dyah Miryanti, MM, AAAK – Kepala Cabang BPJS 
video   Sesi Diskusi 

REPORTASE WEBINAR

Universitas Dehasen, Bengkulu

video   materi

Narasumber:

Dr. Jon Hendri Nurdan, M.Kes
( Dosen program S2 Kesehatan masyarakat, Universitas Dehasen Bengkulu)

Pembahas:

  1. Dinas Kesehatan Provinsi
  2. Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah
  3. BPJS Kesehatan

REPORTASE WEBINAR 

Universitas Sumatera Utara

Dr. Juanita, SE, M.Kes
(Dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara)

video   materi

video  Pembukaan: M. Faozi Kurniawan – Peneliti Pembiayaan Kesehatan
             PKMK FK-KMK UGM
video   dr. Niko – Perwakilan Dinas Kesehatan Sumatera Utara
video  dr. Ardytia Lesmana, Kepala Bidang PMR Kantor Cabang
             Padang Sidempuan dari BPJS Kesehatan
video  Ika Hardina Lubis, SE,M.SE, MA, Kepala Bidang Perencanaan
             Sumber Daya Manusia dan Sosial Budaya, Bappeda Sumatera Utara

 reportase

Universitas Mulawarman, Kalimantan Timur

Narasumber:

 Dr. dr. Rahmat Bakhtiar, MPPM

Pembahas:

  1. Dinas Kesehatan Provinsi
  2. Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah
  3. BPJS Kesehatan

Universitas Trisakti, DKI Jakarta

Narasumber:

 Dr. dr. Ratna K Kusumaratna, M.Kes

Pembahas:

  1. Dinas Kesehatan Provinsi
  2. Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah
  3. BPJS Kesehatan

Universitas Cenderawasih, Papua

Narasumber:

Helen Try Juni Asti, S.Kep., Ns.,MPH

Pembahas:

  1. Dinas Kesehatan Provinsi
  2. Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah
  3. BPJS Kesehatan

*topik ini dapat disesuaikan dengan studi kasus di daerah oleh setiap narasumber dari perguruan tinggi dan memanfaatkan data sampel BPJS Kesehatan, data rutin kesehatan dan data survey kesehatan lainnya yang dapat menjelaskan tentang pembiayaan kesehatan dan JKN di daerah.
**Narasumber dan pembahas dapat disesuaikan dengan kesepakatan bersama mitra.

Kemenkes Gelar Pertemuan Pertama Health Working Group G20 dan Side Event Tuberkulosis

Selama 3 hari kedepan, pertemuan HWG 1 akan dibagi dalam 6 sesi diskusi. Sesi 1 membahas tentang Digital Documentation of COVID-19 Certificates, sesi 2 membahas Harmonizing Global Health Protocols, sesi 3 membahas Harmonizing Global Health Protocols, sesi 4 membahas Sharing National Experiences and Best Practices in Implementing Policy and Mutual Recognition, sesi 5 membahas Harmonizing Global Health Protocols dan sesi 6 adalah penutup yakni Follow Up dan Concluding Plennary Session. Masing-masing sesi akan melibatkan pakar dan pemateri dari berbagai negara.

Melalui berbagai sesi ini diharapkan bisa menghasilkan kesepakatan yang dapat mendorong implementasi harmonisasi protokol kesehatan global, sehingga mobilitas antar negara akan semakin terjamin keamanannya serta turut mempercepat pemulihan ekonomi dunia.

Setelah keenam sesi tersebut selesai, agenda HWG 1 akan dilanjutkan dengan G20 Side Event Tuberkulosis yang berlangsung pada 29-30 Maret 2022.

Mengangkat tema “Pembiayaan Penanggulangan TBC: Mengatasi Disrupsi COVID-19 dan Membangun Kesiapsiagaan Pandemi Masa Depan”, pertemuan ini menjadi momentum penting untuk memperkuat komitmen global dalam mengakhiri TBC pada 2030 utamanya komitmen dalam peningkatan pendanaan bagi pencegahan dan penanggulangan TBC yang berkelanjutan.

Teknologi Digital Jadi Basis Harmonisasi Standar Protokol Kesehatan Global

Selama dua tahun pandemi COVID-19, dunia memberlakukan pembatasan mobilitas masyarakat baik antarwilayah maupun antarnegara untuk mengantisipasi penyebarluasan penularan COVID-19.

Hal ini berdampak luas tidak hanya pada sektor kesehatan namun juga sektor ekonomi dan pariwisata. Menurut data global di tahun 2020 menurun sekitar 73% dan tahun 2021 menurun 72% dibandingkan dengan tahun 2019.

Penurunan ini selain disebabkan oleh pembatasan pelaku perjalanan juga diakibatkan oleh ketidakpastian mengenai aturan protokol kesehatan. Dinamisnya situasi pandemi global, telah mendorong berbagai otoritas kesehatan di setiap negara menerapkan protokol kesehatan yang terus berubah dan berbeda satu sama lain, hal itu meningkatkan biaya, menambah kerumitan, dan menyebabkan ketidaknyamanan.

“Karenanya kita perlu menyelaraskan standar protokol kesehatan global untuk memungkinkan perjalanan internasional yang aman dan membantu kesejahteraan ekonomi dan sosial pulih untuk selamanya,” kata Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin saat membuka pertemuan HWG 1 di Yogyakarta pada Senin (28/3).

Dari diskusi ini disepakati bahwa metode yang akan digunakan untuk penerapan protokol kesehatan adalah QR Code yang sesuai dengan standar WHO. Penggunaan QR Code ini dinilai bisa menyimpan informasi dengan aman dan response yang lebih cepat.

“Kita ingin mendorong bahwa standardisasi protokol kesehatan global itu sederhana, simpel dan standarnya sama di seluruh dunia. Dengan adanya teknologi digital yang baru, kita benar-benar ingin memanfaatkan teknologi yang ada,” kata Menkes.

Kendati standarisasi prokes berlaku di seluruh negara, Menkes menekankan bahwa setiap negara tetap diberikan fleksibilitas saat akan memberikan requirment. Negara diberikan kebebasan menerapkan aturan prokes di negaranya, dengan catatan prosedurnya harus jelas dan terbuka, yakni bisa diakses seluruh dunia.

sumber:

 

 

 

Webinar Kenyataan dan Harapan Pemangku Kepentingan untuk Penanganan Diabetes melalui Peranan Pemerintah Daerah

  Latar Belakang

Diabetes merupakan 10 besar penyakit penyebab kematian tertinggi di dunia dan penyakit diabetes seperti fenomena gunung es, dimana yang menderita diabetes jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan yang sudah diketahui diabetes (Kemenkes, 2021). Saat ini, Indonesia mengalami peningkatan pesat penderita diabetes. Berdasarkan data International Diabetes Federation (IDF), memperkirakan jumlah penderita diabetes di Indonesia pada 2045 dapat mencapai 28,57 juta. Jika dibandingkan dengan jumlah penderita diabetes pada 2011 mencapai 7,29 juta dan sepuluh yaitu pada 2021 mencapai peningkatan 167% (19,47 juta). Di sisi lain, jumlah kematian yang diakibatkan oleh diabetes di Indonesia mencapai 149.872 jiwa pada 2011. Jumlah ini diproyeksi meningkat bila dibandingkan dengan 2021 (236.711 jiwa) (Iternational Diabetes Federation, 2021). Berdasarkan hasil penelitian BPJS Kesehatan 2021, menjelaskan bahwa pasien COVID-19 ditemukan bahwa diabetes (42%) menjadi komorbid yang terbanyak jika dibandingkan dengan hipertensi (32%), gangguan jantung (11%), gagal ginjal (6%) tuberkulosis (4%), asma (2) serta masing – masing 1% untuk PPOK, gangguan liver, dan kanker.

Proyeksi dan kondisi prevalensi dari diabetes perlu menjadi perhatian pemangku kepentingan di Indonesia, karena penyakit ini telah menjadi epidemi (S. Wild, G. Roglic, A. Green et al., 2001). Diabetes memiliki resiko untuk mengalami komplikasi mikrovaskular dan makrovaskular yang menyebabkan beban yang signifikan bagi individu dan masyarakat (Matheus er al., 2013). Beban ini mencakup biaya langsung perawatan medis dan biaya tidak langsung, seperti hilangnya produktivitas, yang diakibatkan oleh morbiditas terkait diabetes dan kematian dini (M. I. Harris, 1995; American Diabetes Association, 2007). Jika masalah diabetes ini diabaikan maka dapat menimbulkan tantangan besar dalam sistem kesehatan untuk mencapai cakupan kesehatan universal (Soewondo, Ferrario dan Tahapary, 2013).

   Tujuan 

Kegiatan ini dilakukan untuk memperingati hari diabetes nasional yang bertepatan pada 18 April. Selain itu kegiatan ini juga bertujuan untuk:

  1. Kondisi prevalensi diabetes di daerah
  2. Mengetahui strategi dan tantangan kebijakan penanganan diabetes di daerah
  3. Membahas penguatan kebijakan penanganan diabetes untuk pemerintah daerah dari pemangku kepentingan

   Target Peserta

  1. Pengambil keputusan nasional dan daerah
  2. Akademisi Bidang Kesehatan Masyarakat, Kebijakan Kesehatan, dan lain – lain
  3. Peneliti, Konsultan dan Pemerhati Bidang Kesehatan Masyarakat, Kebijakan Kesehatan, dan lain – lain.
  4. Pemangku Kepentingan lainnya.

   Pembicara

  1. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah
  2. Dinas Kesehatan Provinsi Maluku

   Pembahas

  1. Direktorat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Tidak Menular, Kementerian Kesehatan
  2. Prof. Dr. dr. Pradana Soewondo, SpPD-KEMD, Dosen di Bidang Metabolisme dan Endokrinologi, Departemen Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
  3. Sobat Diabetes

   Agenda Kegiatan

Hari/Tanggal : Selasa, 19 April 2022
Pukul : 13.00-15.00 Wib

   Detail Kegiatan

REPORTASE

Waktu Kegiatan Pembicara
13.00 – 13.05 WIB Pembukaan

Shita Listya Dewi, Kepala Divisi Kebijakan Kesehatan Masyarakat, PKMK FK-KMK UGM 

video

13.05 – 13.35 WIB

Pemaparan

Situasi Prevalensi dan Penanganan Diabetes di Daerah

Ira Hentihu – Dinas Kesehatan Provinsi Maluku

materi   video

Arfian Nefi – Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah

materi   video

13.35 – 14.21 WIB

Pembahasan

Pandangan dan Harapan Pemerintah, Ahli dan LSM untuk Pemerintah Daerah dalam Penanganan Diabetes

dr. Elvieda Sariwati, M.Epid, – Plt Direktorat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Tidak Menular, Kementerian Kesehatan

Video

Prof. Dr. dr. Pradana Soewondo, SpPD-KEMD, Dosen di bidang metabolisme dan endokrinologi, Departemen penyakit dalam, FK UI

video

dr. Rudy Kurniawan, SpPD, DipTH – Founder Sobat Diabet

video

14.21 – 14.55 WIB

Diskusi dan Tanya Jawab

Video

14.55 – 15.00 WIB Penutupan

 

 

Tantangan Strategic Health Purchasing TB di Era Transformasi Kesehatan

   Pengantar

Saat ini, Kementerian Kesehatan telah mencanangkan Transformasi sistem kesehatan Indonesia tahun 2021-2024. Terdapat enam pilar transformasi kesehatan dimana salah satunya adalah pilar transformasi pembiayaan kesehatan. Pilar ini bertujuan menata ulang pembiayaan dan manfaat Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), serta meningkatkan proporsi pembiayaan layanan promotif dan preventif melalui penambahan layanan penyaringan (screening) dasar bagi seluruh rakyat Indonesia , tidak terkecuali penyakit tuberkulosis.

Program Tuberkulosis yang merupakan prioritas masalah pembangunan kesehatan nasional mempuny ai gambaran penganggaran untuk program Tuberkulosis yang sedikit berbeda. Pendanaan terbesar untuk program Tuberkulosis bersumber dari Pemerintah Pusat melalui skema APBN (untuk penyediaan kebutuhan sisi suplai; tenaga kesehatan, alat diagnosis dan laboratorium, obat-obatan dan kebutuhan pengelolaan program), skema pembiayaan asuransi sosial nasional – JKN dan Hibah. Beragamnya jalur pendanaan yang diterima fasilitas kesehatan, terlebih masing-masing jenis pendanaan sudah ditentukan peruntukannya menyulitkan perencanaan dan berpotensi inefisiensi dalam implementasi kegiatan program. Sedangkan, kebutuhan pendanaan untuk penanggulangan tuberkulosis di Indonesia semakin meningkat. Total anggaran yang dibutuhkan untuk Penanggulangan tuberkulosis di tahun 2019 adalah 366 juta USD. Pendanaan dari dalam negeri hanya 30% (110 juta USD), sementara pendanaan luar negeri adalah 47 juta USD (13%). Oleh karena itu masih ada kesenjangan sebesar 209 juta USD (57%) (WHO, 2019) .

Pelayanan program tuberkulosis sebagian besar dibiayai oleh program nasional, sedangkan sebagian lainnya telah diintegrasikan ke dalam paket manfaat JKN yaitu pelayanan diagnostik dan konsultasi di tingkat primer. Perlindungan finansial dari kemungkinan belanja katastropik merupakan salah satu tujuan dari cakupan kesehatan semesta. Namun demikian, penelitian oleh (Fuady et al., 2018) menunjukkan bahwa rumah tangga masih berpeluang untuk menanggung biaya katastropik akibat tuberkulosis. Total biaya yang ditanggung oleh rumah tangga adalah 133 USD untuk pasien tuberkulosis sensitif obat dan 2,804 USD untuk pasien TB MDR. Proporsi rumah tangga yang mengalami biaya katastropik akibat tuberkulosis sensitif obat adalah 36% (43% pada rumah tangga miskin dan 25% pada rumah tangga yang tidak miskin). Proporsi rumah tangga yang mengalami biaya katastropik akibat TB MDR adalah 83%. Biaya katastropik pada rumah tangga miskin disebabkan karena status pasien tuberkulosis sebagai pencari nafkah, kehilangan pekerjaan, dan riwayat pengobatan sebelumnya (Fuady et al., 2018).

Keterbatasan anggaran pemerintah dan penurunan dana donor mendorong pemanfaatan dana yang ada seoptimal mungkin. Pelaksanaan kegiatan program yang ‘overlapping’, pendanaan yang terfragmentasi, sistem informasi yang berjalan parallel, dan beberapa hal lain menunjukkan masih adanya inefisiensi dalam sistem pelayanan program tuberkulosis. Potensi pengaitan pembayaran dari BPJS Kesehatan ke pemberi pelayanan kesehatan, transfer dana perimbangan dari Pusat ke daerah masih belum dikaitkan dengan kinerja penerima. Untuk mencapai efisiensi dan efektifitas pembiayaan, belanja kesehatan strategis penyakit Tuberculosis perlu menjadi perhatian. Belanja strategis kesehatan memastikan bahwa pusat/daerah mendapatkan lebih banyak nilai untuk uang yang dibelanjakan yang memungkinkan sistem kesehatan untuk mencapai outcome kesehatan dan perlindungan financial yang lebih baik

   Tujuan 

  1. Memahami perubahan kebijakan dalam pemenuhan layanan Tuberkulosis dalam Era Transformasi Kesehatan.
  2. Memahami gap antara apa yang terjadi dan apa yang seharusnya dilakukan dalam penggunaan prinsip Strategic Purchasing pelayanan Tuberculosis
  3. Memahami biaya untuk penyakit katastropik Tuberculosis.
  4. Mendapatkan pelajaran dan best practice belanja kesehatan strategis pada layanan Tuberkulosis.

   Peserta Kegiatan

  1. Praktisi Kesehatan
  2. Organisasi Profesi
  3. Akademisi
  4. LSM
  5. Mahasiswa

   Agenda Kegiatan

Hari/Tanggal : Kamis, 24 Maret 2022
Pukul : 13.00-15.00 Wib

   Detail Kegiatan

Reportase kegiatan

Waktu Agenda

13.00-13.05 WIB

Pembukaan:
Tantangan Strategic Health Purchasing TB di Era Transformasi Kesehatan

dr. Yodi Mahendradhata, M.Sc., PhD., FRSPH – Wakil Dekan Bidang Kerjasama, Alumni dan Pengabdian Masyarakat FKKMK UGM

Moderator: Candra

13.05-13.20 WIB

Kebijakan dan Implementasi Strategic Health Purchasing TB

Aditia Trisno Nugroho, MD, MIPM – Health Financing Advisor in the USAID TB Private Sectors (TBPS)

materi

13.20 – 13.35 WIB

Katastropik Cost untuk Patient TB

dr. Riris Andono Ahmad, MD, MPH, Ph.D. – Direktur Pusat Kedokteran Tropis FKKMK UGM

materi

13.35 -14.20 WIB

Pembahasan

  1. BPJS Kesehatan 
  2. Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes 
  3. Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta 
14.20 – 14.50 WIB Diskusi
14.50 – 15.00 WIB Penutupan

 

 

 

 

Webinar Persiapan Persalinan untuk Menjamin Kualitas Hidup Ibu dan Bayi

Kerangka Acuan Kegiatan

USAID HEALTH FINANCING ACTIVITY (HFA)

Webinar Kader dan Komunitas Muslimat NU dan YKMNU

“Persiapan Persalinan untuk Menjamin Kualitas Hidup Ibu dan Bayi”

Selasa – Rabu, 22 – 23 Maret 2022  |  14.00 – 15.30 WIB

   Pengantar

U.S. Agency for International Development Health Financing Activity (USAID HFA) mendukung Pemerintah Indonesia untuk mempertahankan dan meningkatkan efisiensi dalam pembiayaan kesehatan dalam rangka meningkatkan perlindungan keuangan, akses yang merata ke layanan kesehatan yang berkualitas, dan hasil kesehatan, khususnya dalam program prioritas yaitu HIV, TB, dan kesehatan ibu dan bayi baru lahir. HFA adalah proyek lima tahun (2019 – 2024) yang menyediakan bantuan teknis untuk memperkuat kapasitas pemerintah dalam analisis keuangan, pelibatan pemangku kepentingan, pembelajaran, dan pengambilan keputusan.

ThinkWell memimpin konsorsium organisasi Results for Development (R4D), Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan (PKEKK) Universitas Indonesia, dan Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) Fakultas Kedokteran Keperawatan dan Kesehatan Masyarakat (FK – KMK) Universitas Gadjah Mada (UGM). Tim HFA bekerja sama erat dengan mitranya di pemerintah, Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan (PPJK) Kementerian Kesehatan.

HFA akan mencapai dua tujuan utama:

  1. Peningkatan keberlanjutan pembiayaan kesehatan oleh Pemerintah Indonesia; dan
  2. Peningkatan mekanisme dan kapasitas belanja kesehatan strategis.

Dalam rangka menyukseskan tujuan tersebut, PKMK UGM sebagai bagian dari konsorsium HFA bekerja sama dengan Yayasan Kesejahteraan Muslimat Nahdlatul Ulama (YKMNU) untuk melakukan penguatan pengetahuan dan keterampilan terkait pembiayaan kesehatan, khususnya di bidang Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), di kalangan komunitas dan kader YKMNU dan Muslimat NU. YKMNU selama ini telah menjalankan sebuah program untuk membantu mendukung KIA pada keluarga yang tergolong fakir miskin dan tak mampu melalui peminjaman inkubator secara gratis. Salah satu mata kegiatan dari kerja sama antara YKMNU dan PKMK UGM adalah webinar yang ditujukan pada kader/agen dan anggota komunitas Muslimat NU dan YKMNU.

   Tujuan 

Meningkatkan kesadaran audiens tentang aspek – aspek klinis dan pembiayaan kesehatan yang penting untuk mendukung proses persalinan, sehingga kualitas hidup ibu dan bayi dapat terjamin.

Peserta Kegiatan

Seratus dua puluh (120) orang Komunitas Muslimat NU dengan rincian sebagai berikut.

  1. Pengurus cabang Muslimat NU dan YKMNU dari Bogor/Jawa Barat
  2. Relawan/agen program inkubator dari seluruh Indonesia
  3. Ibu hamil, pasca bersalin, dan perempuan usia subur

   Agenda Kegiatan

Hari, tanggal : Selasa dan Rabu, 22 – 23 Maret 2022
Waktu : Pukul 14.00 – 15.30 WIB
Link : (akan disampaikan kemudian)

   Detail Kegiatan

       Pukul Kegiatan Pembicara
Hari I Selasa, 22 Maret 2022
14.00 – 14.05 WIB Pembukaan MC
14.05 – 14.10 WIB Sambutan dari Ketua YKMNU Hj. Endang Sulistinah (Ketua YKMNU)
14.10 – 14.30 WIB Topik 1: Perawatan kehamilan dan persiapan persalinan Departemen Obstetri-Ginekologi FK-KMK UGM
14.30 – 14.50 WIB Topik 2: Menyiapkan dan mengelola keuangan keluarga untuk persalinan Hilda Octavana Siregar, S.E., M.Acc.
14.50 – 15.10 WIB Topik 3: Risiko pengeluaran katastropik akibat persalinan Dr. Diah Ayu Puspandari, Apt., M.Kes., MBA
15.10 – 15.25 WIB Tanya jawab MC
15.25 – 15.30 WIB Foto bersama, penutup MC
Hari II Rabu, 23 Maret 2022
14.00 – 14.05 WIB Pembukaan MC
14.05 – 14.35 WIB

Topik 4: Pembiayaan persalinan dengan BPJS Kesehatan

(layanan yang ditanggung, prosedur, tanggung jawab sebagai peserta, pentingnya partisipasi dalam pembiayaan kesehatan)

BPJS Kesehatan
14.35 – 15.05 WIB Topik 5: Pengalaman penanganan bayi prematur di komunitas

Prof. Raldi Hendro Koestoer

(FT-UI)

15.05 – 15.15 WIB Topik 6: Testimoni dari YKMNU tentang program peminjaman inkubator gratis YKMNU
15.15 – 15.25 WIB Tanya jawab MC
15.25 – 15.30 WIB Foto bersama, penutup MC

 

 

 

 

Pembelajaran untuk Penurunan Unmet Need KB dari Provinsi DI Yogyakarta Pada Masa Pandemi COVID-19

   Pengantar

Salah satu sasaran pembangunan kependudukan dan keluarga berencana sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 adalah menurunkan unmet need terhadap keluarga berencana 10.60% berdasarkan Survei DI (SDKI) tahun 2017 menjadi 7.4% di tahun 2024. Penurunan angka unmet need KB menjadi salah satu sasaran pembangunan karena menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), tingginya angka unmet need KB menjadi alasan dari banyak kematian ibu di dunia termasuk di Indonesia, juga a mengakibatkan naiknya laju pertumbuhan populasi. Hal ini didukung oleh studi yang dilakukan oleh Ahmed, dkk (2012) yang menyatakan bahwa identifikasi terhadap strategi penurunan unmet need KB dapat menurunkan kematian ibu secara global sebanyak 29%. Lebih lanjut dikatakan juga oleh studi lainnya bahwa wanita di negara berkembang yang ingin untuk mencegah kehamilan menggunakan metode kontrasepsi yang efektif, maka kematian ibu dapat diturunkan sebanyak 30% dengan menjawab kebutuhan terhadap alat dan layanan kontrasepsi.

Sebagaimana dengan Total Fertility Rate (TFR) di Indonesia, angka unmet need KB juga mengalami kecenderungan menurun, walau sempat mengalami stagnasi selama satu dekade. Di tahun 1991, TFR dan unmet need KB di Indonesia adalah 3.0 dan 17%, sedangkan dari hasil survei SDKI 2017, TFR dan unmet need KB saat ini mencapai 2.4 dan 10.6%. Angka unmet need KB bervariasi antar provinsi di Indonesia. Angka Unmet Need tertinggi ada di Papua Barat yaitu 23.6%, sedangkan tiga provinsi yang memiliki Unmet Need yang rendah adalah: Bangka Belitung, D.I Yogyakarta, dan Kalimantan tengah (IDHS, 2017).

Unmet need dapat dipahami dalam dua perspektif, yaitu dari sisi penyedia layanan dan dari sisi klien. Pemerintah sebagai penyedia layanan bertanggung jawab dan berupaya menyediakan alat kontrasepsi yang dibutuhkan masyarakat sebagai klien. Selain alat dan obat kontrasepsi, pemerintah juga bertanggung jawab memastikan layanan keluarga berencana yang berkualitas dan dapat diakses oleh yang membutuhkan. Dari segi klien, pada umumnya alasan utama perempuan dengan kebutuhan KB yang tidak terpenuhi namun tidak menggunakan alat kontrasepsi adalah kurangnya pemahaman terhadap resiko kehamilah, ketakutan akan efek samping metode kontrasepsi terhadap kesehatan, kurang terekspos terhadap resiko kehamilan, pelarangan kontraseptif karena ketidaksetujuan dari suami atau pemuka agama dan juga karena biaya yang akan dikeluarkan, alasan kesibukan juga pengalaman pribadi bahwa tanpa kontrasepsi juga bisa untuk tidak hamil.

   Tujuan Kegiatan

  1. Peserta dapat mengetahui tantangan dan kendala untuk implementasi program dan pelayanan KB di masa pandemi COVID-19
  2. Peserta dapat mempelajari strategi dan pendekatan yang dilakukan oleh DI Yogyakarta dalam menurunkan unmet Need KB
  3. Peserta dapat mendengarkan pengalaman dari tantangan maupun kesempatan dari Provinsi lain dalam melakukan implementasi program dan pelayanan KB di masa pandemi COVID-19

Target Partisipan

  1. Dinas Kesehatan
  2. BKKBN
  3. Praktisi Keluarga Berencana
  4. Peneliti Bidang Kesehatan
  5. Akademisi

   Agenda Kegiatan

Hari, tanggal : kamis, 24 Februari 2022
Pukul           : 10.00 – 11.45 WIB

   Detail Kegiatan

REPORTASE KEGIATAN

Waktu Kegiatan Pembicara
10.00 – 10.05 WIB Pembukaan

Shita Listya Dewi – Kepala Divisi Kebijakan Kesehatan PKMK FK-KMK UGM

Moderator: dr. Sandra Frans, MPH

10.05 – 10.20 WIB Strategi Penurunan Unmet Need KB di DI Yogyakarta Pada Masa Pandemi COVID-19

Dra. Joehananti Chriswandari,
Koordinator Bidang KB-KR, BKKBN DI Yogyakarta

materi

10.20 – 10.35 WIB

dr. Prahesti Fajarwati, Kasi Kesehatan Keluarga dan Gizi, Dinas Kesehatan DI Yogyakarta

materi

10.35 – 11.05 WIB Pembahasan

dr. Jemmy Ratna Dewi, M.Kes, Kasi Bimdal Pelayanan Pesehatan Keluarga, Dinas Kesehatan Sulawesi Tenggara

Marianus Mau Kuru, SE, MPH, Kepala BKKBN Nusa Tenggara Timur

Dr. dr. Hanevi Djasri, MARS, FISQua, Kepala Divisi Manajemen Mutu PKMK FK-KMK UGM

materi

Dr. Emi Nurjasmi, M.Kes, Ketua Umum Ikatan Bidan Indonesia (IBI)

11.05 – 11.30 WIB Diskusi: Tanya & Jawab
11.30 – 11.35 WIB Penutupan  

Informasi Pembayaran Ujian

  1. Ujian dilakukan untuk mendapatkan sertifikat ber-SKP IAKMI & IBI
  2. Ujian dipungut biaya sebesar Rp 200.000/orang
  3. Ujian dilakukan secara daring pada 1 – 4 Maret 2022

Link pendaftaran ujian

 

 

 

Modul 3. Mengkomunikasikan hasil-hasil riset kebijakan kepada pengambil keputusan

 

  Deskripsi

Pemanfaatan hasil riset kebijakan kesehatan merupakan salah satu isu yang berkembang dibicarakan di antara para analis kebijakan. Beberapa penelitian kebijakan dapat memberikan manfaat berupa temuan yang disitasi oleh peneliti atau penelitian lain. Namun beberapa peneliti lainnya bergerak lebih jauh dengan mencoba memasuki ranah proses pembuatan kebijakan. Menurut mereka, suatu kebijakan atau proses pembuatan kebijakan seyogyanya merupakan hasil atau setidaknya mendapat masukan dari hasil-hasil riset kebijakan. Dalam konteks inilah upaya mengkomunikasikan hasil-hasil riset kebijakan kepada pengambil keputusan menjadi relevan.

Modul 3 akan membahas beberapa saluran yang dapat digunakan dan ketrampilan yang dibutuhkan untuk mengkomunikasikan hasil-hasil riset kebijakan kepada pengambil keputusan atau pemangku kepentingan (stakeholders) lain. Tanpa mengecilkan arti saluran lain yang ada dan ketrampilan lain yang dibutuhkan, modul 3 secara khusus akan membahas mengenai:

3.A Beberapa konsep dasar dalam penyampaian hasil (28 – 29 Mei 2013)
3.B Ketrampilan untuk menyampaikan hasil (30 Mei – 2 Juni 2013)
3.C Berbagai media menyampaikan hasil riset kebijakan

3.C.1 Policy Brief
3.C.2 Policy Paper
3.C.3 Policy Memorandum 

 

 

Modul 2

Modul 2

Modul ini secara umum membahas berbagai metode riset untuk kebijakan. Dengan mempelajari Modul 2 peserta akan diperkenalkan pada riset kebijakan dan sistem kesehatan (HSPR), langkah-langkah dalam melakukan riset kebijakan dan sistem kesehatan, serta pengenalan terhadap berbagai metode riset untuk kebijakan dan sistem kesehatan. Dengan mengikuti Modul 2, para peserta akan menghasilkan proposal riset kebijakan dan sistem kesehatan sebagai tugas akhir. Proposal ini akan diseleksi, dan peserta yang proposalnya terpilih akan diundang untuk presentasi proposal dan mengikuti proses pengembangan lebih lanjut (tatapmuka) selama 2 hari pada awal Juni 2013

Modul 2 terdiri dari tiga bagian besar yaitu:

Modul 2A : Pengenalan terhadap riset kebijakan dan system kesehatan (HSPR)

2.A.1 Karakteristik riset kebijakan dan sistem kesehatan: 8 – 10 April 2013
2.A.2 Batasan riset kebijakan dan sistem kesehatan : 11 – 13 April 2013
2.A.3 Analisis Kebijakan Kesehatan : 14 – 19 April 2013
2.A.4 Memahami konteks sosial-politik sistem kesehatan: 20 – 25 April 2013

Modul 2B : Langkah-langkah melakukan riset kebijakan dan sistem kesehatan

2.B.1 Identifikasi fokus penelitian dan pertanyaan penelitian: 26 – 30 April 2013
2.B.2 Menyusun Rancangan Riset : 1 – 6 Mei 2013
2.B.3 Mengupayakan kualitas Riset Kebijakan Medik : 7 – 12 Mei 2013
2.B.4 Penerapan prinsip-prinsip etika penelitian: 13 – 17 Mei 2013

Modul 2C : Berbagai strategi riset :

2.C.1 Perspektif potong-lintang
2.C.2 Pendekatan Studi Kasus
2.C.3 Lensa etnografis
2.C.4 Evaluasi dampak
2.C.5 Action Research

 

Batas akhir pengumpulan Proposal: 22 Mei 2013

Form Proposal 

Pengumuman : 24 Mei 2013

 

 

Modul 1. Memahami Sistem Kesehatan, Ilmu Kebijakan dan Penelitian Kebijakan Dengan Penekanan Pada Kebijakan Medik

 

 Deskripsi

Modul ini secara umum membahas aplikasi ilmu kebijakan dalam sistem kesehatan dan penelitian kebijakan kesehatan. Secara khusus akan membahas kasus-kasus di dalam kebijakan ilmu kedokteran/medik yang mencakup:

  • kebijakan medik di level rumahsakit yang ditetapkan direktur rumahsakit ataupun komite medik;
  • kebijakan terkait dengan ilmu kedokteran/medik yang ditetapkan di pemerintah propinsi atau kabupaten/kota;
  • kebijakan terkait ilmu kedoktaran/medik yang ditetapkan di level pusat.

Untuk memahami kebijakan medik, diharapkan para peserta dapat membaca terlebih dahulu Seminar yang diselenggarakan di Hotel Santika Jakarta pada awal tahun 2013. Silahkan klik di sini

Para peserta pelatihan didorong untuk mempelajari sistem kesehatan, arti ilmu kebijakan dan penerapannya di sistem kesehatan, serta makna dan kebutuhan penelitian kebijakan kesehatan (khususnya kebijakan medic) dan sistem kesehatan. Dalam hal penerapan, dengan adanya desentralisasi kesehatan, kebijakan kesehatan dapat ditetapkan di level pusat, propinsi, ataupun kabupaten/kota. Pemahaman mengenai kebijakan publik (public policy) dan kebijakan di rumahsakit sangat penting untuk dapat memahami makna penelitian kebijakan medik. Oleh karena itu para peserta diharapkan membaca buku kebijakan publik yang ditulis oleh para ahli ilmu-ilmu sosial.

Disamping memahami isi, Modul 1 menyiapkan peserta untuk menulis bagian pendahuluan dari proposal yang akan disusun pada Modul 2.

Penulisan pendahuluan ini merupakan langkah pertama dalam konteks 4 langkah riset kebijakan:

  1. Identifikasi fokus penelitian dan pertanyaan-pertanyaannya;
  2. Rancangan penelitian;
  3. Penjaminan mutu penelitian; dan
  4. Melaksanakan prinsip-prinsip etika.

Identifikasi fokus penelitian ini akan ditulis dan dikirim sebagai tugas akhir dalam Modul 1 ini.

Modul 1 tersusun atas beberapa bagian, silahkan klik.

mod1a

Membahas arti sistem kesehatan, Ilmu Kebijakan, aplikasi ilmu kebijakan di sistem kesehatan, dan pengantar penelitian kebijakan kesehatan dengan penekanan pada kebijakan medic.

mod1bbr

Membahas isu Ideologi dalam sistem kesehatan dan aspek pemerataan (equity) yang terkait dengan kebijakan medik.

Membahas Desentralisasi di sektor kesehatan dan hubungannya dengan kebijakan medik.

Memahami Topik-topik Prioritas dan Isu-isu penting dalam Kebijakan Medik.

Membahas penggunaan data besar untuk penelitian kebijakan.

Setelah mengikuti Modul 1 ini diharapkan para peserta dapat melakukan penulisan awal untuk pendahuluan dan identifikasi fokus penelitian yang akan dipergunakan di Modul 2.