Ilmuwan Indonesia Temukan Cara Baru Cegah Katarak pada Anak

Para peneliti mengidentifikasi neuron jenis penghambat, yang menjadi kunci penting dalam perkembangan kemampuan melihat pada anak.

Dengan menemukan peran utama jenis inhibitory neuron yang menjadi kunci dalam memediasi bagian penting dari pengembangan penglihatan, Dr. Taruna Ikrar, PhD ilmuwan asal Indonesia, yang bekerja sebagai Staff Academik dan Saintis di UC Irvine dan juga sebagai, dengan bekerjasama dengan group neurobiologists di UCLA telah menemukan pendekatan baru untuk memperbaiki gangguan penglihatan pada anak-anak yang menderita katarak atau amblyopia.

Pendekatan baru ini bahkan dapat dilakukkan sebagai pencegahan sejak awal, sehingga kelak dapat mengurangi kecacatan pada penglihatan anak tersebut.

Sebagai mana diketahui, bahwa anak-anak yang menderita amblyopia dan katarak dalam perkembangannya dapat mengakibatkan cacat permanen pada penglihatan, bahkan sekalipun telah dilakukan operasi pengangkatan katarak atau dan memperbaiki aksis amblyopia (Kelemahan penglihatan).

Kekurangan ini sering merupakan akibat dari perkembangan system saraf otak yang tidak benar atau dengan kata lain terjadi suatu kesalahan dapat perkembangan system saraf dalam fase pertumbuhan anak tersebut.

Demikian pula karena kelemahan visual selama masa kanak-kanak. Sebaliknya, ketika terjadi katarak pada orang dewasa akan dilakukan pembedahan koreksi atau pemulihan penglihatan.

Pada penemuan tersebut, ditemukan fenomena menarik yang ditunjukkan oleh jenis atau tipe tertentu pada inhibitory neuron (neuron penghambat), yang mengontrol fase atau waktu, “periode kritis,” dari pertumbuhan dan perkembangan dalam fase awal penglihatan, sebelum anak berusia 7 tahun.

Hasil penelitian ini diterbitkan di Nature secara online pada tanggal 25 Agustus 2013. Nature Minggu ke-4 Agustus 2013.

Para peneliti menemukan bahwa fungsi yang tidak tepat dari neuron atau saraf kunci selama periode kritis dalam perkembangan yang bertanggungjawab terhadap kecacatan penglihatan ini.

Selain itu, dalam tes pada tikus, Dr. Taruna Ikrar bersama teamnya menggunakan senyawa obat tertentu dalam percobaan tersebut, untuk membuka kembali fase atau periode kritis ini yang menunjukkan modifikasi dan pengaruh obat tersebut dapat merangsang dan mengobati kecacatan saraf, yang diakibatkan oleh gangguan penglihatan mata selama fase awal pengembangannya.

Demikian pula, mereka menunjukkan bahwa obat yang ditargetkan pada neuron yang spesifik dan menjadi kunci pengaturan periode kritis tersebut, menunjukkan mengalami perbaikan gangguan penglihatan sentral pada anak-anak yang pernah menderita amblyopia atau katarak awal.

“Jenis neuron yang spesifik tersebut, meregulasi fase atau periode kritis selama perkembangan anak, yang selam ini masih menjadi misteri,” kata Dr. Taruna Ikrar. “Terobosan kami menguraikan jalan baru untuk perawatan yang dapat mengembalikan penglihatan normal pada anak-anak yang memiliki gangguan penglihatan awal.”

Penulis: Faisal Maliki Baskoro/FMB

sumber: www.beritasatu.com

 

Rokok Perlambat Pencapaian MDGs Bidang Kesehatan

Rokok dan berbagai penyakit yang disebabkan oleh asap rokok menjadi salah satu faktor penyebab lambannya pencapaian MDGs di Indonesia.

Menurut dosen Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Udayana Made Kerta Duana, bahwa rokok menjadi salah satu penyebab lambannya pencapaian Millenium Develompment Goals (MDGs) di bidang kesehatan itu disampaikan oleh Menteri Kesehatan RI Nafsiah Mboy di Denpasar, Sabtu (30/8), saat bertemu dengan sejumlah aktivis yang menolak Konferensi Tembakau Asia.

“Dari pertemuan dengan Ibu Menteri Kesehatan diketahui salah satu faktor utama munculnya berbagai penyakit menular dan penyakit mematikan lainnya adalah merokok. Merokok saat ini menjadi salah satu tantangan besar dalam pembangunan kesehatan di Indonesia pasca-MDGs,” ujar Duana menirukan kata-kata Menkes saat ditemui di Denpasar, Minggu (1/9).

Menurutnya, pernyataan Menkes didukung oleh data yang dikeluarkan oleh Intern Union Againts Tobbaco. Koordinator Intern Union Againts Tobbaco Tara Singh Bams mengatakan, setiap tahun ada 200.000 orang di Indonesia tewas karena rokok.

Sementara itu, di seluruh dunia ada 100 juta lebih penduduk terpapar asap rokok setiap tahun. Belum lagi dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh asap rokok. “Rokok itu penyebab utama penyakit,” katanya.

Di Indonesia saat ini terdapat 67% perokok laki-laki, sedangkan perokok perempuan sebanyak 4,5 persen. Jumlah itu masih lebih kecil jika dibandingkan dengan China. “Namun, bila dibandingkian antara jumlah penduduk China dan Indonesia, prevelensi itu sangat besar jumlahnya,” katanya.

Dari hasil penelitian, sambung Tara, sejak 1995 sampai hari ini jumlah perokok baru dari kalangan anak-anak muda Indonesia jumlahnya terus bertambah. Oleh karena itu, sebagai upaya untuk meredam tumbuhnya perokok pemula, Tara berharap sponsor-sponsor rokok pada dunia pendidikan yang begitu besar di Indonesia bisa dibatasi.

“Membatasi sponsor oleh (perusahaan) rokok, bahwa pendidikan sepenuhnya merupakan tanggung jawab pemerintah,” ujarnya.

Solusi lainnya yang harus dilakukan adalah menaikkan harga produk rokok. Di Indonesia, dengan uang US$1 seseorang bisa mendapatkan sebungkus rokok. “Di Singapura, harga satu bungkus rokok mencapai US$15. Itupun tidak jual eceran seperti di Indonesia,” jelasnya. (Arnoldhus Dhae)

sumber: www.metrotvnews.com

 

Jika Rupiah Terus Melemah, Harga Obat Bakal Melambung

Pelemahan rupiah terhadap dolar bisa menjadikan biaya kesehatan semakin mahal. Pasalnya, industri farmasi harus bergerak sendiri tanpa adanya dukungan dari pemerintah dalam bentuk insentif ataupun keringanan pajak. Maka dari itu, jangan heran apabila biaya untuk bisa sehat menjadi lebih mahal. Hal tersebut seperti diungkapkan Direktur Eksekutif GP Farmasi Darojatun Sanusi saat ditemui di Jakarta, Rabu (28/8).

“Industri farmasi dibebankan dari berbagai macam sisi. Seperti dari pajak PPN maupun pajak alat kesehatan yang masuk dalam pajak penjualan barang mewah (PpnBM), perizinan yang rumit serta yang terakhir adalah nilai kurs rupiah yang melemah sehingga bisa membuat harga obat yang lebih banyak impor bisa mengalami kenaikan,” ujar Darojatun.

Ia menyebutkan bahwa hampir sebagian besar bahan baku obat adalah produk impor. Seperti untuk obat tanpa nama dagang maka kandungan impornya mencapai 70-75% sementara obat dengan nama dagang maka kandungan impornya bisa mencapai 30%. “Saat inikan rupiah melemah hampir melesat 20%, maka dari itu kenaikan harga obat bisa mencapai 6-12%. Akan tetapi, saat ini industri farmasi masih menunggu nilai rupiah. Kalau memang terjadi berkepanjangan maka harga obat bisa akan naik,” ucapnya.

Namun demikian, Darojatun memastikan dalam 2-3 bulan terakhir tidak akan ada kenaikan harga obat lantaran stok impor obat yang dilakukan oleh pengusaha farmasi masih ada sehingga tidak akan mempengaruhi harga obat. “Komponen kenaikan harga obat kan bukan hanya dari nilai tukar rupiah saja, akan tetapi bisa dari biaya transportasi, kenaikan UMP yang diisukan hampir 50%, serta listrik,” jawabnya.

Sebenarnya, lanjut dia, pengusaha masih bisa menahan tidak akan menaikkan harga tatkala nilai tukar rupiah terhadap dolar plus minus 5-7% dari yang ditetapkan dalam APBN. Namun situasi sekarang berbeda, karena rupiah melemah mencapai 20%. Tidak hanya rupiah saja yang membuat sektor farmasi beserta turunannya jadi mahal. Jika terus seperti ini, maka bisa jadi penyelenggaraan ASEAN Economic Community (AEC) di 2015 membuat industri farmasi Indonesia akan kalah bersaing dengan negara ASEAN lainnya. “Jika daya saing industri farmasi Indonesia kalah bersaing, maka bisa jadi nanti penyelenggaraan BPJS justru dinikmati oleh industri farmasi dari negara ASEAN lainnya,” katanya.

Agar bisa meningkatkan daya saing, kata dia, maka dibutuhkan insentif kepada industri farmasi. “Semua bahan baku obat di negara-negara ASEAN rata-rata impor akan tetapi yang membedakannya adalah insentif. Insentif di negara-negara ASEAN jauh lebih besar dari pada di Indonesia. Sementara kita dibebankan dengan berbagai macam masalah seperti permintaan kenaikan UMP hampir 50%,” imbuhnya.

Padahal, jika Pemerintah bisa memberi perhatian dan mempermudah perizinan terhadap industri farmasi maka akan banyak manfaatnya. Misalnya akan banyak menyerap sektor tenaga kerja, penyerapan pajak. “Tetapi, Pemerintah susah banget. Seperti contoh ada perusahaan farmasi yang ingin pindah dari kawasan Puncak, Bogor ke kawasan industrial estate. Tetapi baru dapat izin 4-5 tahun kedepan, padahal perusahaan tersebut mempunyai alat-alat yang canggih,” tegasnya.

Saat ini, kata Darojatun, yang dibutuhkan adalah insentif baik dari sisi penelitian riset and development, pengurangan pajak. “Kan mungkin saja segala sesuatunya dipermudah dan dipercepat karena hal itu diberikan Pemerintah tanpa mengurangi kewenangannya. Kalau ingin mengurangi beban pasien, ya mesti memberikan insentif baik dari sisi pajak. Karena kalau dikenakan pajak, maka akan menjadi beban dari pasien juga,” jelasnya.

Picu Angka Kemiskinan

Direktur Program Pascasarjana Universitas Paramadina, Dinna Wisnu PhD mengatakan, saat ini hanya sekitar 3% rakyat Indonesia yang memiliki jaminan kesehatan. Mereka pada umumnya adalah karyawan atau pegawai di instansi pemerintahan dan swasta lainnya. Selebihnya, terutama rakyat miskin tidak memiliki jaminan kesehatan ataupun jaminan sosial lainnya seperti jaminan di hari tua.

Oleh karena itu, Dinna mengkritik keras program-program bantuan sosial yang diberikan pemerintah berupa uang tunai sesaat kepada rakyat miskin. Yang dibutuhkan rakyat saat ini adalah jaminan sosial yang merata. “Pendekatan saat ini (bantuan sosial) hanya pura-pura peduli saja pada orang miskin,” ujarnya.

Dinna membeberkan standar kemiskinan di Indonesia yang sangat rendah dan tidak memperhitungkan variabel biaya kesehatan. Pemerintah menggunakan patokan garis kemiskinan menggunakan standar hidup Rp212.000 per bulan. Dengan standar tersebut, pemerintah mencatat ada sekitar 31 juta orang miskin. Padahal, ada sekitar 147 jutaan orang lain yang hidup mendekati garis kemiskinan, pendapatan mereka tak lebih dari Rp313.000 per bulan. “Sementara, harga pelayanan kesehatan di Indonesia sama mahalnya dengan di negara semaju Malaysia. Di negara lain, upah minimum adalah standar kemiskinan. Di sini justru tidak,” tuturnya.

sumber: www.neraca.co.id

 

Wamenkes RI tinjau Satgas SBJ di KRI dr. Soeharso-990

Guna memastikan kesiapan sarana dan prasarana kesehatan yang akan digunakan oleh Satuan Tugas Surya Bhaskara Jaya (Satgas SBJ), Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) RI Edwin Yulian Firdaus meninjau KRI dr. Soeharso-990, di Dermaga JICT Tanjung Priok, Jakarta Utara, Rabu (28/8/2013), kemarin.

KRI dr. Soeharso-990 merupakan Unsur Tugas (UT) Angkut Gugus Laut SBJ sekaligus menjadi Posko Pelayanan Kesehatan (Yankes) dalam rangka mendukung kegiatan nasional “Sail Komodo Tahun 2013”. Bertindak selaku Komandan Satuan Tugas (Dansatgas) SBJ LXII/2013 Kolonel Laut (P) Taat Siswo Sunarto yang sehari-hari menjabat sebagai Komandan Satuan Kapal Bantu (Dansatban) Koarmatim.

Sesuai dengan visi dan misi Operasi Surya Bhaskara Jaya, kegiatan gugus tugas ini dititikberatkan pada promosi kesehatan, pelayanan kesehatan, serta perbaikan sarana dan prasarana lingkungan, dengan target melayani kesehatan bagi 7.000 pasien yang tinggal di pesisir dan pulau-pulau terpencil. Kegiatan Operasi SBJ LXII/2013 dilakukan dengan memanfaatkan fasilitas rumah sakit yang berada di kapal perang (rumah sakit KRI dr. Soeharso-990) yang memiliki fasilitas bedah ICU serta unit kesehatan pendukung lainnya, untuk melayani pengobatan umum, Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), diare, penyakit kulit, hernia, malaria klinis, pengobatan gigi dan mulut, operasi katarak, operasi bibir sumbing, dan pelayanan KB.

Pada tahun ini, gugus laut SBJ akan memberikan pelayanan kesehatan di Lembata, Maumere, Labuan Bajo dan Waingapu. Operasi Surya Bhaskara Jaya sangat bermanfaat bagi masyarakat di wilayah terpencil, sehingga sampai sekarang masih banyak permintaan masyarakat dan daerah, agar daerahnya dapat disinggahi dan mendapatkan pelayanan kesehatan dan pelayanan sosial lainnya dari SBJ.

Kegiatan kemanusiaan yang melibatkan sedikitnya 616 orang, termasuk di dalamnya ada 126 orang tenaga kesehatan ini dikolaborasikan dengan beberapa pihak, antara lain: Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, pemerintah daerah, dan swasta.

Hajad tahunan yang dimulai sejak tahun 1980 ini dilakukan sebagai salah satu bentuk perwujudan tugas dan tanggung jawab TNI dalam hal ini TNI AL sebagai komponen bangsa dalam pembangunan nasional dan wujud nyata kepedulian TNI/TNI AL terhadap upaya peningkatan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat pesisir.

Gugus Tugas SBJ dilepas oleh Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat H.R. Agung Laksono bersama tiga gugus laut yang tergabung dalam Sail Komodo 2013 lainnya, yakni Gugus Laut Expedisi Bhakti Kesra Nusantara dengan KRI Banda Aceh-593, Gugus Laut Lintas Nusantara Remaja dan Pemuda Bahari/KPN dengan menggunakan KRI Makassar-990, serta Gugus Laut Pelayaran Lingkar Nusantara dengan KRI Surabaya-591. Jumlah seluruh peserta empat gugus laut tersebut sebanyak kurang lebih 1.416 orang, di luar prajurit pengawak empat kapal perang tersebut.

Sementara itu di hari yang sama, Kepala Dinas Pembinaan Potensi Maritim TNI Angkatan Laut selaku Ketua Pimpinan Saka Bahari Tingkat Nasional Laksamana Pertama TNI Kingkin Suroso, S.E, telah memberikan pembekalan terhadap 359 peserta Pramuka Saka Bahari Pelayaran Lingkar Nusantara III Tahun 2013 di hanggar heli KRI Surabaya bernomor lambung 591, yang sandar di dermaga Tanjung Priok Jakarta Utara. Pembekalan bertujuan untuk membina generasi muda dan pramuka dalam kerangka “National Character Building” yang pada akhirnya dapat mewujudkan rasa kesadaran bela negara, cinta tanah air, dan kesadaran akan pentingnya pengamanan perairan dan pulau terdepan, serta memiliki pengetahuan tentang potensi kelautan dan perikanan di wilayah Indonesia.

Pelayaran Lingkar Nusantara III Tahun 2013 akan dilaksanakan tanggal 28 Agustus sampai dengan 18 September 2013 dengan rute Surabaya-Jakarta-Makassar Tanjung Batu, Kwandang, Makassar, Jakarta dan Surabaya. Hadir pada acara pembekalan tersebut para Perwira Dispotmar TNI Angkatan Laut para Pembina dan Penegak Saka Bahari 2013.

sumber: www.lensaindonesia.com

 

Dianggap Barang Mewah, Pajak Alat Kesehatan akan Naik

Pemerintah menetapkan alat-alat kesehatan impor dikategorikan sebagai barang mewah. Pengategorian tersebut tentunya akan membuat beban pajak lebih tinggi.

“Ini yang membuat kualitas jasa layanan kesehatan di Indonesia dinilai masih lemah. Ini kan untuk kepentingan pasien,” ungkap Ketua Komite Tetap Kebijakan Kesehatan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Adib Yahya di Jakarta, Rabu (28/8/2013).

Adib mengatakan, alat-alat kesehatan semestinya tidak dimasukkan ke dalam kategori barang mewah karena dan meminta agar ini segara dihapuskan dari kategori barang mewah.

“Ini kan untuk pasien. Kita minta dihapuskan tax ini. Tax itu sekarang masih masuk dalam barang mewah untuk alat-alat kesehatan, ini menghambat,” jelas Adib.

Tidak hanya persoalan itu, menurut Abid pembiayaan untuk biaya listrik dan air rumah sakit dimasukkan dalam kategori industri jasa air. Hal ini juga menambah beban pembiayaan rumah sakit.

“Ini yang menjadi masalah selalu. Kita pernah mengajukan minta dimajukan ke kategori industri sosial tapi itu baru bisa di Jakarta Barat saja, kenapa enggak secara nasional, harusnya secara nasional,” tandasnya.

sumber: economy.okezone.com

 

Indonesia Bisa Jadi Sapi Perah Negara Lain

Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menilai Indonesia bisa jadi target pasar atau sapi perah dalam industri farmasi atau kesehatan, apalagi menjelang Masyarakat Ekonomi Asean (AEC). Ketua Komite Tetap Kadin Indonesia Bidang Kebijakan Kesehatan Adib A Yahya mengatakan, dari 575 juta jiwa penduduk yang tinggal di kawasan Asia Tenggara (Asean), 42 persen diantaranya adalah penduduk Indonesia. Padahal, kontribusi jumlah penduduk negara-negara lainnya lebih sedikit seperti Filipina hanya 16,5 persen, Vietnam 15 persen, dan Thailand 12 persen.

Lebih lanjut dia mengatakan, jumlah Rumas Sakit yang ada di Indonesia juga ada lebih dari 2 ribu unit. “Untuk itu, negara tetangga mengatakan Indonesia adalah pasar yang menarik untuk industri kesehatan atau farmasi,” katanya saat diskusi yang membahas tentang ‘strategi peningkatan daya saing industri kesehatan Indonesia’ di Jakarta, Rabu (28/8).

Seharusnya, kata Adhib, Indonesia harus malu pada Vietnam. Menurutnya, Vietnam mampu membidik pasar jasa kesehatan dibawah level negaranya seperti Kamboja, Tetapi Indonesia tidak bisa meniru kebijakan negara tersebut. “Indonesia kan punya Timor Leste, kenapa kita tidak menjadikannya pasar?” ujarnya.

Padahal, dia melanjutkan, Indonesia dikenal sebagai pengekspor perawat. Namun di satu sisi dia prihatin dengan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) perawat ekspor dari Indonesia kalah bersaing dengan Filipina karena perawat Indonesia tidak menguasai Bahasa Inggris.

Untuk itu dia memperingatkan agar Indonesia lebih berhati-hati karena dapat dijadikan sapi perah oleh negara-negara asing. Apalagi Indonesia sedang menyongsong MEA pada 2015 dan adanya era perdagangan jasa keseharan intra-ASEAN.

Pihaknya memberi beberapa masukan agar masalah tersebut dapat diselesaikan. Pertama, pemerintah menyusun desain utama jasa pelayanan kesehatan nasional guna optimalisasi peran jasa kesehatan domestik dalam industri jasa kesehatan di Asia Tenggara.

Kedua, pengembangan kapasitas jasa kesehatan melibatkan unsur swasta (public private partnership). Masukan ketiga yaitu pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) yang memadai, baik dari segi kualitas maupun kuantitas.

sumber: www.republika.co.id

 

21 Jenis Narkoba baru akan dimasukkan dalam UU Narkotika

Badan Narkotika Nasional (BNN) menemukan 21 jenis baru narkoba yang masuk ke Indonesia, selama tahun 2013. Namun narkoba jenis baru tersebut belum masuk dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Direktur Narkotika Alami Deputi Bidang Pemberantasan BNN, Sugiyo mengatakan, pihaknya masih memproses temuan narkoba tersebut masuk dalam UU Narkotika di lampirannya.

“Target kami secepatnya. Lebih cepat lebih bagus, tahun ini diusahakan sudah selesai. Semuanya tergantung kepada DPR,” ujar Sugiyo kepada wartawan di Solo, Jawa Tengah, Selasa (27/8).

Lebih lanjut Sugiyo mengatakan dengan belum masuknya jenis baru narkoba tersebut ke dalam UU Narkotika, maka pelaku pengedar hanya bisa dijerat menggunakan UU Kesehatan.

“Jumlah jenis baru narkoba tersebut setiap tahun selalu bertambah, hal ini tidak hanya terjadi di Indonesia saja tetapi juga di seluruh dunia,” tandasnya.

Menurut Sugiyo pengguna narkoba di Indonesia juga terus bertambah yakni mencapai 2 persen dari jumlah penduduk di Indonesia. Sehingga BNN terus berupaya agar jumlah pengguna narkoba semakin berkurang. Salah satunya adalah melalui sosialisasi yang dilakukan kepada mahasiswa dan pelajar.

sumber: www.merdeka.com

 

Kualitas Dokter Tentukan Mutu Layanan

Dokter memiliki andil besar dalam mewujudkan layanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau. Walau distribusi dokter belum merata, pendapatan antardokter sangat senjang, serta munculnya ancaman keberadaan dokter dan fasilitas kesehatan asing, dokter Indonesia seharusnya tetap berpihak kepada rakyat.

Hal itu dikemukakan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono dalam pembukaan Indomedica Expo dan Seminar Urun Rembug Nasional 2013 di Jakarta, Senin (26/8). “Dokter punya potensi membangun sistem kesehatan yang manfaatnya bisa dinikmati masyarakat dalam layanan yang bermutu dan terjangkau,” katanya.

Agung berharap dokter Indonesia menjadi mitra pemerintah untuk mencapai sejumlah indikator Tujuan Pembangunan Milenium (MDG) yang belum tercapai, seperti penurunan angka kematian ibu melahirkan, menekan laju peningkatan pengidap HIV, penyediaan air bersih, hingga layanan keluarga berencana.

Besarnya peran dan harapan terhadap dokter belum disertai kualitas dokter-dokter muda yang akan menjadi tumpuan pembangunan kesehatan ke depan. Dalam seminar tersebut, sejumlah dokter senior mengkhawatirkan keterampilan dan kecakapan dokter-dokter muda dalam menangani pasien.

Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zaenal Abidin mengatakan, ada sekitar 2.500 lulusan fakultas kedokteran sebelum tahun 2013 yang gagal mengikuti ujian kompetensi dokter Indonesia. Bahkan, beberapa di antaranya sudah mengikuti ujian hingga 19 kali.

“IDI akan membimbing mereka,” ujarnya. Hal itu dilakukan karena kegagalan itu bukan semata kesalahan mereka, melainkan juga akibat proses pendidikan yang kurang memperhatikan kualitas calon mahasiswa dan mutu pendidikan. Akibatnya, IDI sebagai organisasi profesi yang menaungi calon dokter harus menanggung beban.

Sejak tahun 2008, jumlah fakultas kedokteran melonjak dari 52 menjadi 73 fakultas. Saat ini, antrean izin pendirian fakultas kedokteran masih panjang walau pemerintah menghentikan sementara pemberian izin fakultas kedokteran baru.

Pendidikan kedokteran sering dijadikan sumber keuangan universitas. Akibatnya, sejumlah universitas menerima mahasiswa sebanyak-banyaknya tanpa mengindahkan ketersediaan dosen tetap dan sarana prasarana pendukung.

“Pemerintah harus berani menutup fakultas kedokteran yang proses pendidikannya tidak berkualitas,” kata Zaenal.

Untuk meningkatkan kepercayaan diri lulusan fakultas kedokteran, Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi menegaskan, para sarjana kedokteran wajib mengikuti program internship (pemagangan). Selama magang, mereka akan didampingi dokter senior dan mendapat insentif khusus.

Pemerintah daerah

Nafsiah mengingatkan, peningkatan mutu layanan kesehatan juga bergantung pada kepedulian pemerintah daerah. Selama ini, pemerintah daerah terlalu fokus pada upaya kuratif (penyembuhan) sehingga abai dengan upaya promosi, prevensi (pencegahan), dan rehabilitasi.

“Pemerintah daerah adalah penanggung jawab kesehatan di daerah. Apa guna otonomi kalau mereka tetap bergantung kepada pemerintah pusat,” ujarnya.

Pemerintah daerah juga membangun paradigma keliru tentang pembiayaan kesehatan dengan membangun jargon politik berobat gratis. Janji kampanye itu sebagian diwujudkan melalui program jaminan kesehatan daerah yang diberikan kepada semua warga tanpa pandang bulu.

“Tiap orang berhak mendapat layanan kesehatan memadai, tapi dia juga wajib berkontribusi untuk mencapai derajat kesehatan yang tinggi itu,” kata Nafsiah.

Prinsip sistem Jaminan Kesehatan Nasional yang akan dilaksanakan mulai 1 Januari 2014 adalah gotong royong. Semua peserta wajib membayar iuran, sedangkan iuran orang miskin dibayar pemerintah.

sumber: health.kompas.com

 

Menkes Minta DNPI Beranggotakan Orang Kesehatan

Perubahan iklim tidak hanya berdampak pada kekeringan, banjir, pencairan es di kutub, melainkan juga menyebabkan lonjakan epidemi sejumlah penyakit. Berbagai virus yang umumnya tidak dapat bertahan hidup di suhu dingin, namun dengan kenaikan suhu akibat perubahan iklim mampu berkembang biak dalam iklim tropis dan menyebar.

Menteri Kesehatan (Menkes) Nafsiah Mboi mengatakan, untuk mengendalikan perubahan iklim perlu keterlibatan semua pihak, termasuk masyarakat. Oleh karena itu, ia meminta agar Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) beranggotan orang kesehatan. Sebab, menurutnya, ada kaitan erat antara dampak perubahan iklim dengan kesehatan manusia.

“Saya harapkan ada orang kesehatan yang duduk di dewan. Karena selain sampah, kemacetan dan polusi udara juga mengganggu kesehatan,” kata Menkes, di sela-sela perayaan HUT ke-5 DNPI dan peluncuran buku “Perubahan Iklim dan Tantangan Perdaban Bangsa”.

Acara ini turut dihadiri Menteri Lingkungan Hidup Balthasar Kambuaya dan Ketua Harian DNPI Rachmat Witoelar.

Menkes menjelaskan, dampak dari perubahan iklim itu sendiri menyebabkan daya tahan tubuh manusia semakin menurun, sehingga banyak penyakit dengan mudah menyerang. Terutama anak-anak kecil yang paling terdampak, misalnya terhadap penyakit influenza, paru, dan lainnya.

Untuk mengatasi hal ini, kata dia, perlu kesadaran dari semua pihak untuk menjaga keseimbangan lingkungan. Kesadaran ini harus dibangun mulai dari anak-anak, yang berpotensi besar menjadi agen perubahan untuk mengajak teman-temannya tidak membuang sampah sembarangan dan suka menanam pohon.

Sejak dirikan pada 4 Juli 2008 lalu oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, DNPI terlibat aktif dalam upaya menanggulangi tantangan perubahan iklim di Indonesia. Menginjak usianya yang ke-5 tahun ini, DNPI lebih menyerukan tentang stop membakar hutan dan menebang pohon secara ilegal.

Rachmat Witoelar mengatakan, kebakaran hutan dan penebangan hutan secara ilegal sudah dalam tingkat parah. Selain sampah dan polusi kendaraan, penebangan hutan juga memberikan kontribusi dalam pemanasan global.

“Jika kita masih anggap sepele Indonesia akan punah, dan prediksi dunia 30 tahun lagi air laut naik sampai ke Tanah Abang tidak diragukan lagi. Karena pemanasan bumi menyebabkan permukaan air laut naik mencapai 56 cm,” katanya.

DNPI merekomendasikan kepada pemerintah daerah (pemda) untuk serius menegakan peraturan larangan penebangan hutan secara liar. Masih banyak pemda yang mencari keuntungan melalui pemberian izin Hak Pengusahaan Hutan (HPH). Pemda yang demikian, kata dia, dikarenakan kesadaran dan pemahamannya tentang perubahan iklim masih minim.

Lebih jauh Rachmat mengungkapkan, keberadaan DNPI dalam lima tahun terakhir merupakan bukti nyata pentingnya keberadaan satu lembaga yang fokus pada pengendalian perubahan iklim. Selain meningkatkan kesadaran masyarakat, DNPI juga memperkuat posisi Indonesia dalam perundingan internasional.

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Abetnego Tarigan dalam prolog buku 5 tahun DNPI mengatakan, sebagai negara yang berperan penting dalam kancah negosiasi internasional perubahan iklim, Indonesia harus memiliki Undang-Undang tentang Perubahan Iklim. UU ini, kata dia, menjadi langkah maju karena ada proses politik di dalamnya, baik eksekutif maupun legislatif.

Tidak seperti sekarang, kata dia, semua masih setengah kamar. Artinya ganti presiden ganti menteri, maka tinggal menunggu digantinya kebijakan setengah kamar itu.

Anggota DPR Komisi VII DPR Satya Widya Yudha menilai positif komitmen Indonesia terhadap perubahan iklim, namun harus didukung oleh kebijakan anggaran dalam ABPN. Anggaran tidak cukup hanya dilihat di Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), melainkan harus tampak pada seluruh unsur yang mempunyai kebijakan lingkungan.

Anggaran di KLH dan DNPI saat ini, kata dia, sangat kecil, sehingga niat pemerintah dalam memajukan Indonesia, misalnya untuk green economy, masih jauh. Keberpihakan anggaran yang kongkret akan mampu mewujudkan kebijakan perubahan iklim, misalnya upaya mengurangi emisi gas rumah kaca.

“Isu perubahan iklim memang enak didengar dan diperbincangkan, tetapi begitu sampai di masalah anggaran sulit direalisasikan. Presiden tinggal memeriksa berapa anggaran yang sudah dikeluarkan oleh kementerian itu untuk implementasi program perubahan iklim,” ucapnya.[D-13]

sumber: www.suarapembaruan.com

 

Kenali Kemajuan Teknologi Kesehatan Buatan Indonesia di Indo Medica Expo 2013

Kebutuhan masyarakat akan informasi mengenai pelayanan rumah sakit, produk kesehatan terbaru, dan teknologi terkait kesehatan selama ini masih minim. Indo Medica Expo 2013 di Kemayoran, Jakarta, tahun ini dibuat untuk mengatasi kebutuhan tersebut.

Indo Medica Expo 2013-The 6th International Exhibition on Medical, Dental & Hospital Equipments, Medicine, Health Care, Supplies & Services, yang merupakan acara tahunan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan telah dilaksanakan sejak tahun 2008 ini diselenggarakan pada tanggal 26-29 Agustus 2013 di Hall C Jakarta International Expo (JI Expo) Kemayoran, Jakarta, memiliki tema ‘Mewujudkan Pelayanan Kesehatan yang Berkeadilan di Negeri Berdaulat’.

Dibuka dan diresmikan oleh Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat RI, Dr HR. Agung Laksono, acara ini didukung oleh berbagai pihak seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Kemenkes RI, serta beberapa asosiasi terkait. Ditampilkan berbagai produk kesehatan, kecantikan, obat-obatan, serta industri peralatan rumah sakit.

“Saya menyambut baik atas diselenggarakannya acara ini. Saya harap acara ini bisa menjadi media komunikasi strategis di dunia kesehatan Indonesia,” papar Agung, saat membuka acara Indo Medica Expo 2013, Senin (26/8/2013).

Selain itu, pameran ini juga diselenggarakan bersamaan dengan Indo Beauty (The 5th International Exhibition on Cosmetics, Skincare, Fragrance, and Hair Products, Equipment, and Packaging Technology).

Penyelenggaraan Indo Medica Expo 2013 ini diharapkan dapat mendorong pelaku usaha di bidang industri kesehatan untuk menghasilkan peralatan kesehatan yang berkualitas, sehingga mampu bersaing dengan peralatan sejenis dari luar negeri.

Indo Medica Expo 2013 terbuka bagi para pelaku kesehatan dan masyarakat umum, mulai dari pukul 10.00 WIB hingga pukul 19.00 WIB. Para pengunjung dapat melakukan registrasi secara langsung di lokasi pameran dengan membawa 2 buah kartu nama, atau dengan membawa undangan jika memang telah dikirimkan.

“Malapetaka bagi suatu bangsa, terutama di bidang kesehatan, jika masyarakatnya lebih memilih produk kesehatan buatan luar negeri,” ujar Ketua Umum PB IDI, Dr Zaenal Abidin, MH, dalam kesempatan yang sama.

Dr Zaenal juga mengungkapkan bahwa pameran ini sangat penting, agar masyarakat Indonesia tahu bagaimana kemajuan teknologi di bidang kesehatan di negerinya sendiri. Ia menegaskan bahwa teknologi kesehatan dalam negeri tak kalah dari produk luar negeri, terutama negeri tetangga.

sumber: health.detik.com