Kemkes Akan Rilis Vaksin Baru Imunisasi

Jakarta – Mulai Juni tahun ini, Kementerian Kesehatan (Kemkes) akan memperkenalkan vaksin baru untuk paket imunisasi dasar lengkap.

Hal ini bertujuan untuk mempercepat angka kematian bayi dan anak dalam rangka mencapai Millenium Development Goals (MDGs) 2015.

Vaksin baru tersebut adalah vaksin pentavalent (DPT/HB/Hib), yang menggantikan vaksin DPT-HB. Vaksin Haemophilus influenza tipe b (Hib) diberikan dalam vaksin kombinasi DPT/HB/Hib pada usia yang sama dengan pemberian vaksin DPT/HB. Vaksin ini berguna untuk mencegah penyebaran bakteri Hib di dalam darah (bakterimia), infeksi saluran nafas berat (pneumonia), dan radang otak (meningitis).

“Ada lima antigen sekaligus yang dijadikan satu di dalam satu vaksin ini, yakni untuk mencegah difteri, batuk rejan, tetaus, hepatitis B lanjutan, dan bakteri Hib,” kata Theresia Sandra Diah Ratih, Kepala Sub Direktorat Imunisasi Kementerian Kesehatan (Kemkes) dalam media workshop yang digelar Kemkes bekerjasama dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), di Jakarta, Jumat (19/4).

Theresia mengatakan, pemerintah Indonesia baru hanya mampu menyediakan tujuh vaksin secara gratis. Di negara lain, lebih dari itu, bahkan ada yang mencakup hingga 12 vaksin, dan idealnya semua penyakit.

Hal ini, kata dia, karena keterbatasan anggaran pemerintah untuk mengitroduksi vaksin baru. Untuk hal tersebut, harus menghitung co-infeksi nasional, atau membandingkan efisiensi program imunisasi dengan intervensi lain, dan juga mempertimbangkan jumlah penyakit atau masalah.

Misalnya, harga vaksin rotavirus, penyakit yang menyebabkan diare, sebagai penyebab kematian terbesar pada anak mencapai Rp1 juta. Dengan jumlah anak setiap tahunnya sekitar 4 jutaan, maka dibutuhkan anggaran sekitar Rp 4 triliun. Sementara anggaran untuk imunisasi diperkirakan hanya sekitar Rp 600 miliar setiap tahun dari total anggaran Kemkes berkisar Rp30 triliunan.

“Karena itulah selain ada prioritas untuk vaksin, kami juga gencar kampanyekan program yang lebih cost effective yakni kebiasaan menjaga kebersihan dan mencuci tangan pakai sabun,” katanya.

Di sisi lain, kata dia, kesadaran masyarakat untuk imunisasi masih kurang. Kenyataannya, cakupan imunisasi lengkap anak Indonesia baru mencapai sekitar 87%.

Beberapa sekolah sebagai tempat pendidikan sekaligus komunitas anak, guru, dan orang tua, bahkan belum mendukung program imunisasi.

Terutama sekolah swasta di kota besar, yang menolak imunisasi dengan berbagai alasan, seperti orang tua siswa keberatan dan komplain ke guru karena setelah diimunisasi anaknya jatuh sakit, dan lainya.

Spesialis Anak dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dr Soedjatmiko mengatakan, cakupan imunisasi di Indonesia masih rendah dibanding negara lain, karena kurangnya pemahaman, dan masyarakat mudah terprovokasi.

Masyarakat masih termakan mitos yang secara penelitian ilmiah bertentangan dan keliru.

Di antaranya imunisasi diisukan sebagai upaya kelompok Yahudi dan Amerika Serikat untuk melemahkan anak-anak Muslim.

Kenyataannya, sampai saat ini 194 negara yang secara rutin melaksanakan imunisasi. Termasuk di dalamnya, negara Muslim, seperti Arab Saudi, Malaysia, Mesir, dan negara maju dengan status gizi dan layanan kesehatan sangat baik, seperti Jepang, Amerika Serikat, Israel, Perancis, Belanda, Libia.

Cakupan di negara-negara itu bahkan mencapai lebih dari 90%. Artinya, sebanyak itu pula anak-anak mereka terlindungi dari wabah penyakit.

Sementara cakupan Indonesia hampir sama dengan negara miskin dan status gizi buruk, seperti Nigeria, yakni sekitar 80%.

“Ironisnya Indonesia dengan jumlah penduduk terbesar, memiliki jumlah anak terbanyak, masalah gizi dan beragam penyakit dengan fasilitas kesehatan masih kurang, tetapi imunisasinya kurang,” katanya.

Ia mengatakan, sampai saat ini belum ada negara yang melarang imunisasi, justru semuanya berusaha meningkatkan cakupan lebih dari 90%.

(sumber: www.beritasatu.com)

Tanggungan RS untuk Bayi Edwin Harus Diperjelas

Jakarta, PKMK. Sejauh mana tanggungan perawatan dari manajemen RS Harapan Bunda (Jakarta) terhadap bayi Edwin Sihombing sebaiknya diperjelas. Sebab, usai jari Edwin diamputasi tanpa izin orang tuanya, ada beberapa tahap yang harus dijalani dalam penyembuhan. “Apakah penjaminan biaya perawatan Edwin hanya sampai tahap sembuh? Atau sampai ke berfungsinya jari seperti orang normal?” ungkap dr. Marius Widjajarta, Direktur Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan (19/4/2013). Dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999, disebutkan bahwa konsumen (pasien) berhak mendapatkan info yang benar, jelas, dan jujur. Maka, manajemen Rumah Sakit Harapan Bunda harus memperjelas: tanggungan biaya perawatan tersebut sampai di mana?

Bila manajemen Rumah Sakit Harapan Bunda menjamin sampai tahap pemulihan fungsi jari, bisa dikatakan sepenuh hati berniat baik pada bayi 2,5 bulan tersebut. “Tapi yang jelas, proses pemulihan fungsi jari itu harus menanti dia besar. Kalau dia sudah besar, dibuatkan protesa yang menyerupai jari. Tidak mungkin dia dibuatkan protesa sekarang sebab nanti ada satu jari yang lebih panjang.” Apakah dengan kesepakatan yang telah ada, peristiwa ini tidak perlu berlanjut ke ranah hukum? Jawab Marius, itu tergantung ke implementasi kesepakatan. Bila wanprestasi terjadi, keluarga Edwin bisa menempuh jalur hukum.

Apakah model kesepakatan tersebut bisa digunakan untuk peristiwa malpraktek lain di Indonesia? Marius menerangkan kisruh seperti itu lebih disebabkan Indonesia mempunyai undang-undang yang tidak dilengkapi peraturan pemerintah yang memadai. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan seharusnya memiliki sekitar 30 peraturan pemerintah, tapi kini hanya ada dua. Kemudian, Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit kini tidak memiliki peraturan pemerintah. Hal yang lebih miris, sampai kini Indonesia tidak punya standar pelayanan medik nasional. Namun yang janggal, ada Peraturan Menteri Kesehatan tentang Pedoman Audit Medik, padahal standar pelayanan medik nasional tidak ada. “Nah, materinya ada, tapi apa yang harus diaudit wong standarnya tidak ada,” ucap Marius sambil tertawa ringan.

Muhammadiyah Ajukan Uji Materi Atas Pasal UU Rumah Sakit

18aprkki

18aprkkiJakarta, PKMK. Pimpinan Pusat Persyarikatan Muhammadiyah mengajukan judicial review (uji materi) ke Mahkamah Konstitusi terhadap sejumlah pasal/ayat dalam Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Pasal yang dimaksud diantaranya Pasal 7 Ayat 4, Pasal 17, Pasal 21, Pasal 25 Ayat 5, Pasal 62, Pasal 63 Ayat 2 dan 3, dan Pasal 64 Ayat 1. Mereka menilai bahwa sejumlah pasal/ayat tersebut bertentangan dengan Pasal 28 ataupun Alenia Keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. “Pemohon meminta agar Mahkamah Konstitusi menerima dan mengabulkan permohonan sepenuhnya,” ungkap Syaiful Bakhri, kuasa hukum Muhammadiyah, dalam Sidang Pemeriksaan Pendahuluan (18/4/2013) di Jakarta.

Syaiful menyampaikan beberapa poin, yaitu keharusan bagi rumah sakit swasta untuk mempunyai badan hukum bidang perumahsakitan, telah mereduksi hak konstitusional pemohon sebagai persyarikatan. Sementara, pemohon berhak ikut menyehatkan masyarakat sebagai wujud amal usaha di bidang kesehatan. “Maka, Pasal 7 Ayat 4 Undang-undang Rumah Sakit berlawanan dengan Pasal 28 UUD 1945,” kata dia. Ia pun menyatakan, Pasal 7 Ayat 4 itu tidak mengakui hak bersyarikat dan berkumpul Muhammadiyah. Sementara, hak tersebut bahkan sudah diakui pra-kemerdekaan Indonesia. Pasal 7 Ayat 4 itu juga diskriminatif karena seluruh rumah sakit yang dimiliki pemohon harus meminta izin dari awal lagi. Pemohon berpotensi memperoleh kerugian bila sejumlah pasal dalam Undang-undang Rumah Sakit tidak dicabut. “Saat ini, sekitar 70 Rumah Sakit Muhammadiyah di Indonesia tidak mendapatkan perpanjangan izin dari Kementerian Kesehatan. Hal ini terjadi karena harus punya badan hukum perumahsakitan itu,” kata Syaiful.

Majelis Hakim Konstitusi meminta agar pemohon memperbaiki sejumlah materi gugatan. Antara lain, karena ada 22 orang pemohon, semuanya harus menandatangani gugatan, bukan hanya ditandatangani tiga orang. Majelis Hakim Konstitusi memberi waktu 14 hari untuk perbaikan tersebut. Lalu, akan diputuskan bisa atau tidaknya gugatan diteruskan ke sidang pleno. Sementara usai sidang, Syafig Mughni, Ketua Persyarikatan Muhammadiyah Bidang Kesehatan dan Kesejahteraan Masyarakat, memberikan pernyataan kepada wartawan. Masyarakat selama ini berinfak untuk pengelolaan rumah sakit dan lembaga pendidikan di Muhammadiyah. Kalau pasal dan ayat itu tidak dicabut, aset Muhammadiyah bisa hilang. “Sebab, Persyarikatan Muhammadiyah kan tidak berbentuk badan hukum perumahsakitan,” tambahnya. Lanjut Mughni, pelayanan kesehatan Muhammadiyah bersifat sosial. Semua keuntungan dikembalikan ke masyarakat. Itu berlainan dengan perseroan terbatas yang 100 persen berorientasi keuntungan. Saat ini di seluruh Rumah Sakit Muhammadiyah ada rasa gamang dan ragu. Itu karena ada ancaman pencabutan izin bila tidak ada izin sebagai badan hukum perumahsakitan.

RS Siloam Dorong Makassar Sebagai Medical Tourism

Jakarta, PKMK – Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo berharap bahwa investasi rumah sakit oleh PT Lippo Karawaci menjadikan Makassar sebagai tujuan medical tourism di Indonesia Timur. Kerja sama Lippo Karawaci dengan masyarakat Sulawesi Utara diharapkan pula membangun komunitas yang lebih sehat. “Kami akan mendukung upaya medical tourism itu sepenuhnya,” ungkapnya saat pembukaan Rumah Sakit Siloam Makassar. Syahrul dalam keterangan pers yang menyatakan sejumlah hal yang menjadi kunci pengembangan layanan kesehatan di Indonesia Timur. Salah satunya adalah kerja sama yang telah dilakukan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanudin, Makassar, dengan Grup RS Siloam.

dr. Grace Frelita, Direktur Global Quality Development Grup RS Siloam mengungkapkan: “Kami dengan gembira melaporkan, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanudin telah meluluskan kurang lebih 10 dokter Siloam Group yang telah menyandang Ph. D.” Masih ada sekitar 20 orang dokter lagi yang menyusul. Itu semua adalah langkah awal dari kerja sama untuk mencakup pelayanan kesehatan kami di Indonesia Timur. Adapun dr. Gershu Paul, Chief Executive Officer RS Siloam menambahkan Makassar merupakan gerbang menuju ke Indonesia Timur dan telah berkembang menjadi wilayah menarik bagi wisatawan. “Visi kami adalah membangun satu pusat layanan kesehatan standar internasional,” ungkap Gershu.

Kerja sama RS Siloam dengan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanudin akan meningkatkan pasokan dokter spesialis. Saat ini, jumlah dokter spesialis di Indonesia Timur masih kurang. Seluruh elemen itu akan menguatkan status Makassar sebagai pintu gerbang ke Indonesia Timur. Paulus Pandiangan, Manajer Public Relation PT Lippo Karawaci menjelaskan, RS Siloam Makassar menelan investasi senilai USD 48 juta. “RS Siloam Makassar adalah satu dari 13 rumah sakit yang dioperasikan Grup Siloam Hospitals. Dan akan jadi penentu pertumbuhan jaringan di Indonesia Timur seperti Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, dan Papua,” kata mantan editor di Majalah Swa tersebut.

Seluruh RS Jakarta Ditargetkan Terakreditasi Tahun 2014

Jakarta, PKMK. Seluruh rumah sakit (RS) di Jakarta diharapkan telah terakreditasi di tahun 2014. Saat ini, yang telah mendapatkan akreditasi adalah 76 dari 153 RS di Jakarta. “Jadi, saat ini yang sudah terakreditasi sekitar 49 persen,” ucap Dien Emawati, Ketua Dinas Kesehatan DKI Jakarta, di Jakarta (17/4/2013). Masyarakat semakin kritis dalam menilai mutu pelayanan kesehatan dewasa ini, khususnya yang disajikan oleh RS. “Maka, pelatihan akreditasi bagi manajemen RS sangat penting,” ucap Emawati. Dengan pelatihan akreditasi, seluruh SDM di RS diharapkan benar-benar mengetahui standar pelayanan pasien. Alhasil, kasus malpraktek bisa semakin berkurang. “Pelatihan akreditasi RS di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1995. Itu dimulai dari akreditasi terhadap lima pelayanan dan berlanjut kepada 16 pelayanan,” tambah Emawati.

Sementara, Wakil Gubernur Propinsi DKI Jakarta Basuki T. Purnama (Ahok) menambahkan, pelatihan akreditasi memang sangat vital bagi RS di Indonesia. “Apalagi, di Jakarta sekalipun, RS yang sudah terakreditasi sekarang masih di bawah 50 persen,” ungkapnya. Pasien kelas atas dari Indonesia saat ini masih banyak yang meninggal di RS di Singapura. “Itu sebuah ironi karena sebenarnya peralatan medis RS kita lebih baik daripada di Singapura,” ucap Ahok. Banyaknya pasien kelas atas yang berobat di Singapura terkait tingkat kepercayaan yang relatif rendah terhadap pelayanan RS di Indonesia. “Anak saya pernah diharuskan mertua berobat ke Singapura. Ternyata di sana tidak perlu di-opname dan boleh pulang. Kalau ditangani RS kita, jangan-jangan harus rawat inap,” kata Ahok. RS tidak boleh menutupi adanya kejadian tidak terduga. Kejadian seperti itu harus dilaporkan secepat mungkin. “Untuk soal seperti itu, memang RS di Jakarta belum terlalu bagus. Padahal peralatan komunikasi kan sekarang banyak sehingga informasi seharusnya mengalir cepat,” Ahok menegaskan.

Kimia Farma Incar Tambahan Pendapatan dari BPJS

Jakarta, PKMK. Pérusahaan farmasi yang mayoritas sahamnya milik Pemerintah Indonesia, PT Kimia Farma, mengincar pendapatan tambahan dari berlangsungnya Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di tahun 2014. Pendapatan tersebut berlangsung dari sejumlah lini bisnis, antara lain dari penjualan obat generik, Kimia Farma menargetkan pendapatan Rp 1,2 triliun di tahun 2014. Demikian rangkuman percakapan via telepon hari ini (17/4/2013) dengan Djoko Rusdianto, Corporate Secretary PT Kimia Farma. Djoko mengatakan, pada tahun 2012, pendapatan Kimia Farma dari penjualan obat generik di kisaran Rp 80 miliar sampai Rp 400 miliar. Itu setara dengan 40 persen total pendapatan di tahun itu. “Dengan demikian, pendapatan Rp 1,2 triliun dari obat generik di tahun 2014 adalah kenaikan tajam,” kata Djoko.

Menyongsong beroperasinya BPJS Kesehatan, Kimia Farma pun berusaha meningkatkan jumlah apotek yang dimilikinya. Tahun ini, Kimia Farma menargetkan 66 apotek berdiri sebagai penyaji layanan one stop solution. Djoko menambahkan, di tahun 2015 jumlah tersebut diharapkan menjadi seribu unit. Lebih lanjut Djoko berkata, untuk penambahan apotek itu, Kimia Farma bekerja sama dengan sejumlah pihak. Pendirian apotek bisa melalui kerja sama operasi ataupun waralaba dengan pihak lain. Sementara untuk tenaga medis, telah ada kerja sama dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Dengan konsep apotek one stop solution, pasien dimudahkan dalam layanan kesehatan. Sebab, di situ ada layanan penjualan obat, pemeriksaan oleh dokter di klinik, optik, konsultasi obat, dan lain-lain. “Pasien BPJS dilayani dengan tarif yang ditentukan Pemerintah Indonesia. Sedangkan pasien di luar BPJS dilayani dengan tarif umum,” Djoko menjelaskan. Kini Kimia Farma juga meningkatkan kapasitas produksi obat, dalam hal ini Kimia Farma membuat sejumlah pabrik baru. “Itu terutama untuk produksi obat generik terkait berjalannya BPJS Kesehatan,” ucap Djoko.

Ahok Usulkan Alat Medis Bebas PPn BM

Jakarta, PKMK. Basuki T. Purnama (Ahok), Wakil Gubernur DKI Jakarta menyampaikan bahwa pihaknya telah mengusulkan penghapusan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM) pada alat medis. Pertimbangan usulan itu, alat medis tidak bisa dikategorikan sebagai barang mewah. “Jika peralatan operasi jantung digunakan untuk menolong pasien, masa’ digolongkan sebagai barang mewah,” ungkap Ahok saat membuka Pelatihan Akreditasi Rumah Sakit Terbaru di Jakarta (17/4/2013). Usulan itu disampaikan Ahok saat rapat membahas rencana kenaikan harga BBM (bahan bakar minyak) subsidi dengan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono dan para menteri berlangsung. “Saya menyampaikan usulan itu ke Bu Wakil Menteri Keuangan Ani Ratnawaty” kata Ahok. Kemudian, usulan itu sudah dicatat oleh Menteri Koordinator Perekonomian RI M. Hatta Rajasa.

Ahok mengharapkan, proses perumusan usulan itu menjadi regulasi dan tidak terlalu lama. “Kalau di Pemerintah Propinsi DKI Jakarta, perlu waktu seminggu untuk keluarnya aturan tersebut. Ya kita harapkan saja aturan pembebasan PPn BM itu keluar dengan cepat,” kata mantan bupati Kabupaten Belitung Timur itu. Dalam kesempatan yang sama, Ahok juga mengatakan bahwa dokter dan tenaga medis yang lain selaiknya digaji tinggi. Hal itu terjadi karena profesi tersebut terkait dengan keselamatan manusia. “Kalau pengemudi TransJakarta kami bayar tiga kali lipat upah minimum propinsi (UMP), ya mengapa pula dokter tidak digaji lebih dari itu?”. Ia menegaskan, bila dalam bertugas para dokter masih memikirkan kebutuhan yang belum terpenuhi, tentu masyarakat sulit mengharapkan kepedulian yang lebih tinggi. Program Dokter Keluarga dari Pemerintah Propinsi DKI Jakarta memberikan imbalan yang laik untuk dokter umum. “Satu dokter menangani 3.000 orang dan imbalannya Rp 7.000 per orang. Juga, kalau yang berobat sedikit, dokter tetap dibayar untuk pelayanan 3.000 orang itu,” ucap Ahok.

Lima Penyakit Ini Kuras Anggaran Jamkesmas

Jakarta – Kesehatan Dr Nafsiah Mboi menyebutkan, ada lima jenis penyakit tidak menular yang cukup menguras anggaran Jaminan Kesehatan Masyarakat atau Jamkesmas.

“Kelima penyakit tersebut meliputi gagal ginjal, penyakit paru, kanker, stroke dan jantung,” sebutnya saat membuka Rapat Kerja Kesehatan Nasional 2013 Regional Timur di Hotel Grand Clarion, Makassar, Senin (15/4) malam.

Menurutnya, alokasi anggaran untuk Jamkesmas yang digelontorkan pemerintah pusat ke daerah sebanyak Rp 34,5 triliun, 83 persennya dihabiskan untuk penanganan lima jenis penyakit tersebut.

“Hanya 17 persen digunakan untuk pengobatan lainnya,” tutur wanita kelahiran Sengkang, Sulawesi Selatan, 14 Juli 1940 ini.

Menkes memaparkan, kondisi yang paling banyak terjadi pada penyakit paru, yang telah ditangani secara serius. Penyakit paru atau TB, kata dia, lebih banyak diakibatkan oleh para perokok aktif maupun pasif.

“Untuk itu diharapkan semua daerah melakukan perlawanan dengan membuat perda tentang rokok. Sebaiknya bungkus rokok dikampanyekan bergambar tentang dampak yang ditimbulkan serta ada peringatan pemerintah yang dengan jelas dicantumkan,” tuturnya.

Sebelumnya, Indonesia telah mendapatkan Achievement Award dari Global Health USAID sebagai negara yang paling berhasil dalam mengatasi permasalahan Tuberkulosis (TB).

Tidak hanya itu, penghargaan lainnya pada program Pengendalian TB di Indonesia juga telah mendapat apresiasi dari internasional. Penghargaan Champion Award for Exceptional Work in the Fight Againts TB.

Pencapaian indikator target Millenium Development Goals (MDGs) untuk TB di Indonesia cukup memuaskan dan diperkirakan semua indikator TB akan dicapai sebelum waktu yang ditentukan pada tahun 2015.

(sumber: www.beritasatu.com)

Kesadaran Kesehatan Minim, Masyarakat Indonesia Jauh dari Sejahtera

MENJADI masyarakat yang sehat memang bukanlah perkara mudah. Kebiasaan dan perilaku hidup sehat yang harusnya diterapkan, tidak begitu saja bisa diadaptasi oleh sebagian besar masyarakat Indonesia.

Ini terbukti dengan banyaknya lingkungan yang kurang bersih di beberapa tempat di Tanah Air. Perilaku hidup tidak sehat inilah yang menyebabkan banyak penyakit dan membuat kualitas hidup masyarakat Indonesia menurun.

“Bagaimana manusia menjaga kesehatan, baik fisik maupun lingkungan sekitar menjadi kunci masyarakat yang berkualitas dan sejahtera. Jika lingkungan tidak sehat, tentu masyarakat akan mudah terjangkit penyakit. Jika sudah sakit, tentu ini berkaitan dengan produktivitas masyarakat,” ungkap Prof. Dr. Nila F Moeloek, dr. SpM, Ketua Persatuan Ahli Mata Indonesia (Perdami) sekaligus Utusan Khusus Presiden untuk MDGs, saat diwawancara secara ekslusif bersama Okezone belum lama ini.

Kesadaran masyarakat untuk berperilaku hidup sehat memang masih cukup rendah saat ini. Belum lagi, jaminan kesehatan bagi masyarakat kurang mampu masih belum berjalan dengan baik sehingga banyak masyarakat yang masih kesulitan untuk berobat saat jatuh sakit.

“Kesehatan menjadi penghubung bagi semua aspek kehidupan. Jika kita sakit, maka kita tidak bisa mencari nafkah sebagai income bagi kehidupan sehari-hari. Sistem kesehatan bagi masyarakat kurang mampu juga masih belum berjalan baik, keduanya menjadi faktor yang membuat kesejahteraan masyarakat Indonesia menjadi menurun,” tandas Prof. Nila. (ind)

(sumber: health.okezone.com)

Dokter Umum Tidak Harus Ikut BPJS

Jakarta, PKMK-Tidak seluruh dokter umum dari 80 ribu jumlah yang ada wajib mengikuti program Badan Pelaksana Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan). Sebab, banyak dokter umum yang tidak bekerja pada institusi Pemerintah Indonesia, namun di sektor swasta seperti berbagai industri dan asuransi, ucap dr. Ahmad Budi Arto, MM., Ketua Harian Presidium Perhimpunan Dokter Umum Indonesia (PDUI). Melalui telpon ia mengatakan melalui telepon bahwa, dari 80.000-an dokter umum itu, mungkin lebih banyak yang berkiprah di sektor swasta. Maka, ada kemungkinan bahwa dokter umum lebih banyak yang tidak wajib mengikuti program BPJS Kesehatan. “Dalam regulasi, disebutkan bahwa yang wajib mengikuti BPJS Kesehatan adalah institusi kesehatan dari pemerintah Indonesia. Seperti rumah sakit dan puskesmas milik pemerintah, yang swasta tidak wajib,” kata Budi Arto.

PDUI kini sedang dalam koordinasi dengan Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan terkait BPJS Kesehatan serta dokter umum. Fakta lain yang perlu diperhatikan adalah komposisi dokter umum yang langsung menangani pasien di institusi Pemerintah Indonesia. Tidak semua dokter umum kini mengobati pasien, misalnya, di rumah sakit pendidikan tipe A yang akses dokter umum ke pasien sangat terbatas. Itulah sebabnya ditangani di RS spesialistik. Hal lain yang perlu diperhatikan terkait BPJS Kesehatan adalah distribusi dokter umum yang tidak merata. Kini dokter umum lebih banyak terkonsentrasi di kota besar. Hal itu terjadi di Jakarta ataupun kota besar lain di luar Jawa, kata Budi Arto.

Lanjut Budi Arto, PDUI sedang berupaya memetakan angka yang lebih akurat tentang jumlah anggota, diperkirakan dari 40 ribu orang dokter umum adalah anggota PDUI. “Angka yang lebih pasti tersebut perlu didapat. Sebab, di BPJS Kesehatan yang berjalan mulai tahun 2014, yang jadi ujung tombak adalah pelayanan primer,” ucap dia. Saat wartawan situs internet ini bertanya tentang kemungkinan dibolehkannya pendirian sekolah tinggi kedokteran dalam Rancangan Undang-undang Pendidikan Tinggi Kedokteran, Budi Arto menegaskan “Kami dalam menyumbangkan saran ke rancangan tersebut akan melalui (IDI) Ikatan Dokter Indonesia. Isu terkait materi rancangan itu memang terlalu banyak.” Apakah keberadaan sekolah tinggi kedokteran akan mempercepat penambahan jumlah dokter umum di Indonesia? Sebenarnya yang perlu diperhatikan bukan sekadar kuantitas dokter tersebut namun juga soal distribusi. “Jika sudah lulus, maukah mereka ke daerah? Lebih dari 9ribu puskesmas di Indonesia, belum semuanya terisi oleh dokter.” Sementara, kewenangan mengelola puskesmas kini ada di Pemerintah Daerah. Untuk mengatasi hal tersebut, PDUI dan IDI akan berkolaborasi dengan Pemerintah Daerah, tambah Budi Arto.