Kisruh Data BPJS Dinilai Wajar

Jakarta-PMPK. Ketidaksesuaian data penerima Kartu Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) yang sekarang terjadi merupakan hal yang wajar. Demikian pula kurang sesuainya data warga peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang akan berlangsung pada 2014. ‘Harapannya, kekurangan yang terjadi dapat diperbaiki di masa datang’, ungkap Profesor Ali Ghufron Mukti, Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) RI, di sela rapat dengan Komisi IX DPR RI, di Jakarta, Senin (4/2/2013). Ia menambahkan, sebelumnya di Indonesia belum pernah ada upaya untuk menghimpun data warga miskin secara terintegrasi dan lintas sektor. “Dan sekarang, dengan adanya persiapan menuju BPJS di tahun 2014, proses integrasi data seperti itu berlangsung,” imbuhnya.

Kata dia, terkait pembagian Kartu Jamkesmas tahun 2013 di Propinsi Jawa Timur, warga yang sudah memiliki kartu baru sudah bisa mulai menggunakannya sejak awal Januari 2013. Sementara itu, warga yang belum mendapatkan kartu baru, bisa menggunakan kartu yang lama sampai akhir Februari ini. Ghufron menambahkan, saat ini masih ada sekitar 2 juta warga yang belum mendapatkan Kartu Jamkesmas tahun 2013 di Jawa Timur. “Tapi saat ini, pengiriman kartu baru sedang berlangsung, sudah dikirim ke Dinas Kesehatan setempat. Kami menargetkan bahwa sebelum 28 Februari 2013, semua kartu itu sudah didistribusikan,” kata dia.

Kemudian, ia menjelaskan akan ada proses verifikasi ulang bahwa untuk 480 ribuan warga Jawa Timur yang belum terdaftar sebagai penerima Kartu Jamkesmas di tahun 2013. Untuk itu, Kementerian Kesehatan RI bekerja sama dengan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2KI) untuk sinkronisasi data. “Kalau hasilnya menunjukkan bahwa di antara mereka tidak berhak mendapatkan Kartu Jamkesmas tahun 2013, ya tidak akan diberi. Bisa saja mereka sudah mendapatkan Jamkesda (Jaminan Kesehatan Daerah),” kata dia.

Pasien Penderita Diabetes Minati Apotek Online Medicastore

2apr13-1

2apr13-1Jakarta, PKMK – Pasien penyakit berulang seperti diabetes dan gangguan jantung meminati layanan apotek online salah satunya ialah situs Medicastore.com. Mereka membeli obat secara teratur, biasanya dua atau tiga hari sebelum obat habis, mereka membeli melalui internet kepada produsen. hal ini disampaikan Tjetjeng Herjadi, Manajer Operasi Medicastore.com di Jakarta (2/4/2013). Nilai obat yang dibeli pasien tersebut di kisaran dua ratus ribuan. “Kalo persediaan obat yang diminta ada, kami kirim via kurir dan kalau tidak ada, dicari terlebih dulu ke distributor obat itu,” tambah Tjejeng.

Pasien tersebut biasanya membayar menggunakan internet banking atau melakukan transfer pembayaran melalui ATM. Dua cara pembayaran itu digunakan seluruh konsumen apotek online Medicastore.com. Pasien pembeli obat resep umumnya meng-scan resep yang diberikan dokter. Kemudian, resep tersebut dikirim ke Medicastore.com melalui internet. “Ada pula yang mengirim resep melalui mesin faksimil, dan yang datang langsung ke kantor kami membawa resep pun ada,” ungkap Tjejeng. Berapa banyak konsumen obat resep di Medicastore.com? Ia menjawab, dalam sebulan ada kira-kira ratusan konsumen. Ada tren kenaikan walau tidak signifikan. Produk yang lebih banyak dicari di Medicastore.com yakni obat herbal dan obat suplemen. Jumlah konsumen kelompok ini dua kali lipat konsumen obat resep. Harga per jenis obat suplemen itu bervariasi. Berkisar Rp 100.000 sampai Rp 400.000. “Kami memasang harga minimal pembelian sebesar Rp 100.000 ke seluruh konsumen,” ucap Tjetjeng.

Sementara, Deputi Manajer Operasi Medicastore.com Nasandi mengatakan, pihaknya kini bisa menarik sekitar 300.000 pengunjung situs tiap bulan. Jumlah pengunjung yang mengakses via PC desk top dengan mobile device seperti BlackBerry, tidak jauh berbeda. “Dengan mobile device, pengunjung merasa lebih praktis dalam mengakses Medicastore.com, aksesnya lebih cepat,” kata Nasandi.

E-Commerce Kesehatan Dinilai Lebih Kuat di B2B

2apr13-2

2apr13-2Jakarta, PKMKElectronic commerce (e-commerce) kesehatan di Indonesia cenderung lebih berkembang di lingkup business to business (B2B) daripada business to consumer (B2C). Sebab, karakter produk industri kesehatan seperti obat over the counter (OTC) tidak menguntungkan untuk dipasarkan melalui internet. Pengamat e-commerce dari Bloomberg Business Week, Purjono Agus Suhendro, menyampaikan hal tersebut di Jakarta (1/4/2013) melalui electronic mail.

Mayoritas obat OTC harganya murah, sehingga, tidak menguntungkan bila dijual melalui internet kepada perorangan. “Skala ekonomisnya tidak menguntungkan bila dijual eceran lewat internet. Bisa-bisa, ongkos kirimnya jauh lebih mahal dan merepotkan,” ungkap Purjono. Di samping itu, dia menambahkan, konsumen lebih suka membeli obat OTC melalui warung, apotek, ataupun pasar swalayan mini. Hal ini terjadi karena lebih cepat dan praktis.

Penjualan obat OTC ataupun produk kesehatan yang lain melalui internet sudah tentu harus menguntungkan dengan mencapai skala ekonomis tertentu. Karena itu, jika hendak dipasarkan melalui internet, obat OTC harus dijual dalam jumlah banyak kepada distributor, bukan kepada konsumen. Jika dijual kepada distributor melalui internet, yang berlangsung adalah transaksi e-commerce B2B, bukan B2C. Selanjutnya, Purjono menambahkan bahwa jika hendak dipasarkan ke perorangan, biasanya pihak penjual memasang syarat batasan harga tertentu. Dalam hal ini, harga obat itu terbilang mahal.”Dengan demikian, pihak penjual tidak rugi karena biaya pengiriman yang lebih mahal.”

Melihat fakta tersebut, saat ini penyedia e-commerce B2C di Indonesia pada umumnya bukan pihak independen. Namun, merupakan pihak yang dipayungi oleh perusahaan farmasi besar. Di sini, e-commerce B2C sekadar menjadi sarana promosi. Hal yang lebih dipentingkan produsen tersebut adalah distribusi obat OTC dengan jalur konvensional, bukan melalui internet.

 

Tuberkulosis Kebal Obat Jadi Fokus Perhatian

Jakarta – Tuberkulosis kebal obat-obatan menjadi prioritas dalam penanganan tuberkulosis di Indonesia. Panduan penanganan pengobatan tuberkulosis terus disosialisasikan agar kepedulian masyarakat meningkat.

Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kementerian Kesehatan Tjandra Yoga Aditama mengatakan hal itu seusai membuka Simposium Peringatan Hari Tuberkulosis (TB) Sedunia, Sabtu (30/3), di Jakarta. Tuberkulosis kebal obat-obatan (multidrug resistant tuberculosis/MDR TB) disebabkan kuman Mycobacterium tuberculosis yang kebal terhadap minimal dua obat anti-TB isoniazid (INH) dan rifampicin (RMP).

Selain MDR TB, pemerintah memberi prioritas pada TB-HIV. Berdasarkan data WHO Global Report 2012, Indonesia berada di peringkat ke-9 dari 27 negara dengan beban MDR TB terbanyak di dunia. Diperkirakan pasien MDR TB di Indonesia mencapai 6.620 orang. Rinciannya, MDR TB di antara TB kasus baru 5.700 kasus dan MDR TB di antara kasus TB yang pernah mendapat pengobatan 920 kasus.

Kepala Perwakilan WHO Indonesia Khancit Limpakarnjanarat mengatakan, saat ini perhatian terhadap penanganan tuberkulosis di dunia fokus pada MDR TB. Hal yang menggembirakan, sudah ada laboratorium untuk pemeriksaan kultur sekaligus melaksanakan uji kepekaan obat anti-TB lini pertama dan kedua.

“Di Indonesia sudah ada di beberapa provinsi. Harapannya penanganan MDR TB ke depan semakin baik,” katanya. Laboratorium tersebut adalah Balai Besar Laboratorium Kesehatan Surabaya, Laboratorium Mikrobiologi FKUI, Laboratorium Mikrobiologi RS Persahabatan Jakarta, Balai Pengembangan Laboratorium Kesehatan Jawa Barat, dan Laboratorium NHCR-Universitas Hasanuddin, Makassar.

Direktur Utama RS Persahabatan Syahril Mansyur mengatakan, MDR TB sulit dideteksi karena harus melalui uji sensitivitas. Kesulitan kedua terletak pada pengobatan. “Kalau pengobatan TB perlu waktu selama enam bulan, MDR TB perlu waktu 18-24 bulan,” kata Syahril.

Selain RS Persahabatan, ada delapan RS yang menjadi rujukan MDR TB, yaitu RSU dr Soetomo, RSUD dr Saiful Anwar, RSUD dr Moewardi, RS Labuang Baji, RS Hasan Sadikin, RSUP Adam Malik, RS Sanglah, dan RSUP dr Sardjito.

Hingga tahun 2012, tercatat terjaring 4.297 suspek MDR TB dengan 1.005 pasien MDR TB. Sebanyak 825 pasien sudah menjalani pengobatan. Angka keberhasilan pengobatan pada pasien MDR TB 71 persen.

Sosialisasi panduan

Tjandra mengatakan, panduan penanganan pengobatan TB sudah ada. Pihaknya berupaya agar panduan itu disosialisasikan. “Melalui acara yang mengundang petugas kesehatan sebanyak 1.200 orang ini diharapkan panduan diketahui dengan baik dan benar. Harapannya, mereka yang sebagian datang dari daerah menyebarkan di daerah masing-masing,” kata Tjandra.

Dia menegaskan, hal yang sangat penting dalam penanganan TB MDR adalah bagaimana pasien TB sejak awal minum obat yang diberikan dengan benar. “Pasien TB harus minum obat sampai penyakitnya sembuh dan tidak menulari orang lain sehingga tidak terjadi MDR TB dengan segala masalahnya,” kata Tjandra.

Menurut Untung Suseno, Ketua Country Coordinating Mechanism (tim yang mengelola dana bantuan global), dana yang dialokasikan untuk penanganan TB di Indonesia saat ini 90 juta dollar AS. Tahun 2014-2016 jumlahnya 75 juta dollar AS. “Bantuan yang diberikan makin lama makin kecil disesuaikan kemampuan Indonesia dengan ekonomi yang makin baik sehingga peran pemerintah pun semakin besar,” kata Untung. (DOE)

(sumber: health.kompas.com)

Dokter Spesialis untuk Jemaah Haji Perlu Ditingkatkan Jumlahnya

1apr13-2

1apr13-2Jakarta, PKMK – Jumlah dokter spesialis untuk penanganan kesehatan jemaah haji Indonesia perlu ditambah. Selama ini, yang diberangkatkan ke Tanah Suci Mekah, Arab Saudi, lebih banyak dokter umum. “Padahal, penyakit jemaah haji yang rata-rata berusia lanjut bervariasi,” kata Nazuli Juwaini, Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, di Jakarta (1/4/2013). Nazuli mengungkapkan, saat ini dokter spesialis yang menangani jemaah haji masih langka. Maka, sesuai jenis penyakit jemaah, di sana perlu banyak dokter spesialis jantung, paru-paru, internis, dan lain-lain.

Ia pun mengatakan, Komisi VIII DPR RI meminta agar Kementerian Kesehatan RI dan Kementerian Agama RI meningkatkan koordinasi dalam pelayanan kesehataan jemaah haji. Saat ini, koordinasi tersebut sudah bagus, dan harus lebih ditingkatkan lagi. “Untuk penanganan kesehatan jemaah haji, itu kan dana murni dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Itu menandakan bahwa Pemerintah Indonesia menaruh perhatian tinggi terhadap pelayanan kesehatan haji,” Nazuli menambahkan. Meningkatkan koordinasi antara dua lembaga memang bukan hal yamg mudah. “Koordinasi dalam satu kementerian pun sudah sulit. Tapi Kementerian Kesehatan dan Kementerian Agama harus menaikkan koordinasi, komunikasi, dan pelayanan,” ucapnya.

Dengan pelayanan kesehatan yang lebih baik, angka jemaah haji yang wafat bisa terus diturunkan. Dalam hal pelayanan itu, banyak hal yang harus diperhatikan. Soal gizi makanan, perlu tiga kali lipat lebih baik mengingat kondisi iklim di Tanah Suci yang berbeda dengan di Indonesia. “Tahun ini, insya Allah angka jemaah yang wafat bisa lebih kecil lagi,” tutup Nazuli.

Jumlah Dokter Umum Naik 6 Ribu Orang per Tahun

1apr13

1apr13Jakarta, PKMK – Jumlah dokter umum di Indonesia bertambah sekitar 6.000 sampai 5.000 orang per tahun. Adapun jumlah total dokter umum di Indonesia kini sekitar 80.000 orang. “Angka penambahan dokter umum di Indonesia terbilang ideal,” ungkap dr.Ahmad Budi Arto, MM., Ketua Harian Presidium Perhimpunan Dokter Umum Indonesia (PDUI), di Jakarta (31/3/2013). Budi Arto menambahkan, hal yang perlu diperhatikan saat ini adalah distribusi dokter umum yang tidak merata. Mayoritas dokter umum di DKI Jakarta ataupun propinsi lain terkonsentrasi di kota besar. “Dari 18.000 dokter, 13.000 di antara mereka dokter umum di Jakarta,” kata dia.

Selain distribusi, kualitas dokter umum perlu diperhatikan ataupun ditingkatkan. Sekitar 72 fakultas Kedokteran di Indonesia tidak menghasilkan dokter umum dengan standar sama. “Peraturan Pemerintah mensyaratkan semua Fakultas Kedokteran memiliki rumah sakit pendidikan. Tapi, sekarang ini tidak semuanya punya, ‘kan?” tambahnya.

Lebih lanjut, PDUI saat ini sedang membuat pemetaan dengan tujuan memperoleh data lebih akurat tentang dokter umum. Dengan demikian, upaya memeratakan distribusi dan meningkatkan kualitas dokter umum bisa lebih baik. “Kami sedang konsolidasi organisasi. Saat ini, dari 33 propinsi di Indonesia, PDUI sudah ada di 24 propinsi. Kini jumlah anggota PDUI sekitar 40.000 sampai 50.000 dokter umum,” tambahnya. Kini, dari sekitar 90.000 sampai 100.000 dokter di Indonesia, 80 persen adalah dokter umum. Dokter umum tersebut tersebar di perusahaan asuransi, praktek di klinik ataupun pribadi, dan di industri.

 

Belanja Kesehatan Indonesia Bakal Mencapai US$ 60,6 Miliar

Frost & Sullivan memprediksi belanja kesehatan di Indonesia dapat mencapai US$ 60,6 miliar pada tahun 2018. Belanja tersebut ditaksir tumbuh 14.9% CAGR (compound annual growth rate) selama periode 2012-2018.

Sementara itu, Frost & Sullivan juga memprediksi belanja kesehatan di Asia Pasifik akan meningkat dua kali lipat dalam enam tahun ke depan, dengan China, Jepang, dan India sebagai penyumbang terbesar. “Belanja kesehatan akan terus tumbuh seiring dengan meningkatnya permintaan pasien untuk mendapatkan layanan kesehatan yang lebih baik. Hal ini akan berujung pada terjadinya reformasi sektor kesehatan di Asia Pasifik,” jelas Hannah Nawi, Associate Director, Healthcare Practice, Asia Pacific, Frost & Sullivan.

Ada beberapa hal yang akan mendorong peningkatan belanja kesehatan di Indonesia. Dari sisi demografi, rata-rata usia populasi yang berumur 28 tahun dan kelompok usia di atas 35 tahun diproyeksikan akan tumbuh lebih cepat selama periode 2010-2014. Hal ini menandai lambatnya perubahan demografis, dan pada akhirnya dapat menjadi beban institusi-institusi penyedia layanan kesehatan. Hannah pun menambahkan, “Urbanisasi dan populasi yang berangsur menua akan mendorong permintaan terhadap layanan kesehatan di Indonesia.”

Selain itu, untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap layanan kesehatan, berbagai skema asuransi kesehatan telah ditetapkan oleh pemerintah. Skema-skema asuransi yang disediakan oleh pemerintah, seperti Jamkesmas, Jamsostek, dan Askes, dapat digunakan baik di rumah sakit pemerintah maupun rumah sakit swasta, meskipun pelayanan yang diberikan di rumah sakit swasta masih terbatas pada perawatan dasar. “Hal ini dilakukan untuk meringankan beban institusi kesehatan pemerintah yang mengalami keterbatasan sumber daya akibat jumlah pasien yang meningkat,” kata Hannah.

Sektor asuransi kesehatan juga diprediksi tumbuh seiring dengan makin kokohnya industri rumah sakit swasta di Indonesia. Meski demikian, proporsi cakupan asuransi kesehatan swasta masih tergolong rendah, yaitu kurang dari 5% dari total jumlah populasi.

Kebutuhan akan layanan kesehatan yang semakin besar di Tanah Air tidak dilewatkan oleh sektor swasta. Di Indonesia, hampir 67% saham kepemilikan rumah sakit swasta dimiliki oleh investor asing. Kini, sektor swasta semakin memperkokoh keberadaannya, terutama di kota-kota besar. Sebagian besar pembangunan dan transaksi properti rumah sakit swasta terjadi di Jakarta, diikuti oleh kota-kota besar seperti Bandung, Surabaya, Manado, Makassar, Tangerang, dan Bali, yang mengindikasikan adanya peningkatan kegiatan investasi dalam pasar penyedia jasa layanan kesehatan di provinsi-provinsi utama di Indonesia. Di tahun 2012 terdapat sekitar 544 rumah sakit swasta di Indonesia. Dan jumlah tersebut diperkirakan akan bertambah menjadi 731 di tahun 2018.

Nitin Dixit, Senior Industry Analyst, Healthcare, Frost & Sullivan, mengatakan bahwa langkah selanjutnya yang harus diambil adalah mewujudkan visi pemanfaatan teknologi guna mendorong peningkatan layanan kesehatan, di mana target implementasi dari sistem informasi kesehatan di tingkat provinsi mencapai 100% dan 60% untuk daerah pedesaan atau perkotaan di tahun 2014.

Pemanfaatan teknologi juga akan mendukung proses pemerataan layanan kesehatan di seluruh penjuru nusantara, karena saat ini sebagian besar spesialis layanan kesehatan hanya tersedia di kota-kota besar, dan jarak yang harus ditempuh untuk menjangkau layanan tersebut cukup jauh.

“Sebagai gambaran, meningkatnya penggunaan sistem telemedika untuk konsultasi melalui video dan diagnosa jarak jauh, serta penggunaan internet sebagai sarana konsultasi kesehatan dengan dokter lokal tanpa harus datang langsung ke klinik merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap layanan kesehatan,” kata Nitin.

“Hal tersebut menunjukkan bahwa proses untuk mewujudkan sektor kesehatan yang berdasar pada informasi (information-based) niscaya akan segera tercapai dan pada akhirnya akan mendorong proses modernisasi sektor kesehatan di Indonesia, ” tutur dia.

(sumber: swa.co.id)

12 RSUD Raih Penghargaan Kemenpan

28-mar13

28-mar13Jakarta, PKMK – 12 RSUD memperoleh penghargaan Citra Pelayanan Prima Tahun 2012 dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan). Lokasi RSUD itu tersebar di sejumlah propinsi. Penghargaan tersebut diserahkan oleh Azwar Abubakar, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi RI, dalam acara Penyerahan Penghargaan Akuntabilitas Kinerja dan Pelayanan Publik. Penghargaan tersebut berlangsung di Balai Kartini, Jakarta, hari ini (Kamis, 28/3).

Berdasarkan pantauan wartawan situs internet ini, tujuh RSUD memperoleh Piala Citra Pelayanan Prima 2012 Kategori RSUD dengan Predikat A. RSUD yang dimaksud diantaranya RSUD Ulin (Banjarmasin), RSUD Tarakan (Jakarta), RSUD Tugurejo (Semarang), RSJ Grhasia Sleman (Yogyakarta), RSUD Arifin Achmad (Pekan Baru), RSUD dr. Saiful Anwar (Malang), dan RSUD dr. Abdoel Moeloek (Bandar Lampung). Adapun lima RSUD lainnya memperoleh Piala Citra Pelayanan Prima Tahun 2012 Kategori RSUD dengan Predikat B. RS tersebut meliputi RSUD Al Ihsan (Bandung), RSUD Khusus Mata Masyarakat Palembang, RSUD dr. Zainoel Abidin (Banda Aceh), dan RSUD Kota Tanjung Pinang (Kepulauan Riau).

Selain 12 RSUD tersebut, dua lembaga kesehatan Pemerintah Indonesia yang lain juga memperoleh penghargaan. Dua lembaga tersebut ialah pertama, Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Balai Laboratorium Kesehatan Daerah Dinas Kesehatan Lampung, mendapat Piala Citra Pelayanan Prima Tahun 2012 Kategori Unit Pelaksana Proyek (UPP) Pilihan dengan Predikat A. Kedua, Puskesmas Kecamatan Jagakarsa (Jakarta) mendapatkan Piala Citra Pelayanan Prima Tahun 2012 Kategori UPP Pilihan dengan Predikat B.

Dalam acara tersebut, Kemenpan pun menyerahkan sejumlah penghargaan lain. Antara lain, Piala Citra Bhakti Abdi Negara 2012 Tingkat Propinsi dengan Predikat B, diserahkan ke Propinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur. Menteri Azwar Abubakar mengungkapkan, setiap lembaga milik Pemerintah Indonesia harus mengetahui kemajuan dari setiap program yang dijalankan. “Itu demi mencapai tujuan dari sasaran,” tambahnya. Dia pun menambahkan, dalam konsep akuntabilitas kinerja, masyarakat punya hak untuk mengetahui dan menilai kinerja penyelenggaraan negara. Hal ini juga merupakan kewajiban tiap lembaga negara untuk melaporkan kinerja.

 

Pendidikan Dokter Subspesialis akan Lebih Diperhatikan

JAKARTA, PKMK — Pendidikan dokter subspesialis di Indonesia akan lebih diperhatikan. Dalam pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) Pendidikan Tinggi Kedokteran, salah satu masukan yang dibahas adalah pentingnya memfokuskan perhatian kepada pendidikan dokter subspesialis. Ketua Komisi X DPR RI, Agus Hermanto, mengatakan hal itu di Jakarta hari ini (Rabu, 27 Maret).

Kata Agus, selama ini pendidikan dokter subspesialis memang belum tertangani secara fokus. “Ada masukan agar dalam RUU Pendidikan Tinggi Kedokteran, pendidikan dokter subspesialis bisa benar-benar dimasukkan ke dalam pendidikan tinggi. Barangkali itu nanti dimasukkan dalam prodi (program studi) sebuah universitas,” demikian Agus berkata.

Lebih lanjut Agus mengatakan bahwa pendidikan dokter subspesialis itu sejajar dengan strata-tiga. Oleh karena itu, wajar bila mendapatkan perhatian yang lebih tingggi. “Dengan perhatian yang lebih fokus dan tinggi, Indonesia nantinya tidak kekurangan dokter subspesialis ataupun spesialis saat menghadapi AFTA,” kata legislator dari Partai Demokrat tersebut.

Apa hal penting lain yang dibahas dalam RUU Pendidikan Tinggi Kedokteran? Agus menjawab antara lain pembicaraan tentang keberadaan sekolah tinggi kedokteran. Persisnya, ada pembahasan tentang pihak yang berhak menyelenggarakan pendidikan kedokteran. Yaitu hanya universitas yang punya fakultas kedokteran, atau juga satu sekolah tinggi kedokteran.

Agus menyampaikan bahwa Komisi X DPR RI ingin agar RUU Pendidikan Tinggi Kedokteran selesai dibahas di tahun 2013 ini untuk kemudian disetujui pada Sidang Paripurna DPR RI dan ditandatangani oleh Presiden RI di tahun yang sama. “Setelah reses di April 2013, kami akan intensif melanjutkan pembahasan RUU itu,” ungkapnya.

Teleradiologi di Indonesia Belum Berkembang

Jakarta – Perkembangan teleradiologi di Indonesia saat ini bisa dikatakan belum banyak. Sebab sejumlah faktor menghambat perkembangan tersebut. Kepala Pusat Studi Informatika Kedokteran Universitas Gunadarma, Profesor Johan Harlan, mengatakan hal itu di Jakarta hari ini (Rabu, 27 Maret).

Johan mengatakan, salah satu bentuk hambatan itu adalah persoalan biaya yang terlalu mahal. Di Indonesia ataupun luar negeri, saat ini cara konvensional masih lebih murah daripada teleradiologi. Dalam arti, masih lebih murah bila dokter spesialis radiologi datang ke rumah sakit ataupun klinik untuk membaca hasil pencitraan radiologi. Itu karena jumlah pengguna yang belum banyak. “Padahal, teleradiologi ataupun telemedicine yang lain baru bisa murah kalau digunakan dalam jumlah banyak sehingga mencapai skala ekonomis,” kata Johan.

Hambatan berikutnya, Johan menambahkan, adalah pada kejelasan regulasi. Saat ini, izin praktek dokter di Indonesia berdasarkan wilayah. “Padahal, kalau seorang dokter spesialis radiologi di Jakarta membaca hasil pencitraan dari satu rumah sakit di Kalimantan, ia sudah berpraktek lintas-wilayah, bukan?” kata dia.

Sebenarnya, kata Johan lagi, teleradiologi bisa berperan penting mengingat jumlah dokter spesialis radiologi di Indonesia masih sedikit dibandingkan kebutuhan.

Saat ini, beberapa rumah sakit di Jakarta telah menjalankan teleradiologi untuk internal. Sebuah rumah sakit di Jakarta Utara menggunakan teleradiologi sehingga dokter spesialis radiologi bisa membaca gambar pencitraan dari jarak jauh. Kemudian, sebuah rumah sakit besar milik Pemerintah Indonesia menggunakan teleradiologi dalam intranet. “Rumah sakit besar itu juga menggunakan teleradiologi dalam pendidikan kepada mahasiswa sebuah fakultas kedokteran di Kalimantan,” kata Johan.