Rumah Sakit di Indonesia Jadi Rujukan Negara Tetangga

Layanan rumah sakit di Indonesia ternyata dianggap terbaik oleh negara tetangga, Timor Leste. Bahkan, pemerintah negara tersebut menjadikan salah satu rumah sakit di Jakarta, sebagai rujukan lanjutan penanganan pasien warganya.

Hingga Agustus tahun ini, sebanyak 400 warga Timor Leste sudah dirujuk ke rumah sakit tersebut. Mereka menderita berbagai penyakit, seperti kanker dan jantung.

Wakil Menteri Kesehatan Urusan Pengembangan Kesehatan Strategis Timor Leste, Bonifacio Mau Coli dos Reis mengatakan, dipilihnya rumah sakit itu lantaran memiliki pelayanan baik. Para pasien juga tidak mengalami kesulitan dalam hal bahasa.

“Selain layanannya, di Indonesia tidak perlu penerjemah. Pasien bisa langsung komunikasi dengan dokternya,” ujarnya di Tangerang, Sabtu 10 Agustus 2019.

Itu sebabnya, Pemerintah Timor Leste setiap tahun menganggarkan sekitar US$5 juta atau Rp70,95 miliar, untuk rujukan berobat warga negaranya ke luar negeri. Dana tersebut dibagi ke tiga negara tujuan, yakni Indonesia, Singapura, dan Malaysia.

“Kalau ke Indonesia paling banyak, sekitar 75 persen. Jadi, ada ratusan warga yang kami rujuk kemari,” ujarnya

“Kami selalu memperpanjang kerja sama ini, karena faktor itu tadi. Dan, ini tahun ke-4 kami bekerja sama. Tentunya, diharapkan akan terus berlanjut,” ungkapnya.

 sumber: https://www.viva.co.id/gaya-hidup/kesehatan-intim/1174090-rumah-sakit-di-indonesia-jadi-rujukan-negara-tetangga

 

Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Berlaku 2020

Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan menerbitkan peraturan presiden (pepres) sebagai dasar hukum kenaikan tarif iuran program Jaminan Kesehatan Nasional Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) yang dikelola BPJS Kesehatan. Rencananya, perpres akan diterbitkan pada tahun supaya penyesuaian tarif bisa berlaku pada 2020 nanti.

Kepastian tersebut diungkap Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati usai rapat terbatas di Kantor Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, pada Senin (12/8). Ia mengatakan perpres akan berisi rincian kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan secara komprehensif untuk masing-masing kelas.

“Kalau BPJS Kesehatan terkait dengan iuran dan lain-lain, nanti kami sampaikan secara lebih komprehensif dalam bentuk perpres,” ungkap Ani, sapaan akrab Sri Mulyani.

Sayangnya, Ani sangat irit bicara terkait perkembangan isu kenaikan tarif iuran perusahaan peralihan PT Asuransi Kesehatan alias Askes itu. Menurutnya, semua hal terkait kenaikan masih terus dibahas oleh internal pemerintah dari berbagai kementerian yang terlibat.

“Nanti kalau sudah keluar, kami sampaikan, biar tidak sepotong-potong mengenai seluruh aspek BPJS Kesehatan ini,” katanya.

Sebelumnya, Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko memastikan kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan akan berlaku untuk semua kelas. Mulai dari Mandiri I, Mandiri II, Mandiri III, hingga Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang mendapat subsidi dari pemerintah.

Namun, Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo mengatakan persentase kenaikan tarif iuran tidak akan dipukul rata untuk semua kelas. Perhitungannya akan mengacu pada jumlah peserta di masing-masing kelas, dan status peserta, misalnya PNS atau karyawan swasta.

“Tidak (sama per kelas), ini demi keadilan, nanti semua kelas harus ditinjau ulang. Nanti kami lihat efeknya, PBI seperti apa, non PBI seperti apa,” tutur Mardiasmo, pekan lalu.

Kemudian, persentase dan nominal final tarif iuran juga akan ditentukan oleh hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang dikeluarkan pada akhir Agustus nanti.

Audit BPKP, sambung dia, akan berisi soal perubahan kelas rumah sakit, posisi defisit keuangan BPJS Kesehatan per semester I 2019, proyeksi defisit sampai akhir tahun, hingga sumber dana yang bisa didapat dari berbagai bauran kebijakan dalam rangka menutup defisit.

Bila hasil audit sudah keluar, barulah pemerintah bisa menghitung berapa sisa defisit yang bisa ditutup dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Begitu pula dengan sisa defisit yang bisa ditutup dari kebijakan kenaikan tarif iuran kepada peserta BPJS Kesehatan.

“Biar kami tahu berapa dana selain kenaikan tarif yang bisa diterima, termasuk dari pajak rokok, sinergi dengan BPJS Ketenagakerjaan, Taspen, Asabri, dan BPJS Kesehatan itu sendiri. Jadi berapa dapatnya, terus defisit yang reasonable (masuk akal), dan berapa kenaikan tarifnya,” jelas Mardiasmo.

Ia menambahkan perhitungan kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan juga akan mempertimbangkan kemampuan peserta di masa yang akan datang. Setidaknya, dalam kurun waktu satu sampai dua tahun ke depan.

“Jangan sampai kami naikkan tapi masih defisit. Jangan sampai kenaikannya terlalu besar, tapi nanti tidak digunakan. Kami harus hati-hati, soalnya ke depan harus ada kenaikan kan,” terangnya.

Sebagai informasi, persoalan defisit keuangan di tubuh perusahaan sudah terjadi sejak 2014 lalu. Dari tahun ke tahun, jumlah defisit perusahaan terus meningkat. Tahun ini, defisit keuangan BPJS Kesehatandiproyeksi mencapai Rp28 triliun.

sumber: https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20190812180517-78-420653/kenaikan-iuran-bpjs-kesehatan-berlaku-2020

 

Ini Arah Kebijakan Jokowi 5 Tahun ke Depan

Deputi II Kantor Staf Presiden (KSP) Yanuar Nugroho menyebutkan tiga persoalan yang akan diselesaikan Presiden dalam 5 tahun ke depan dari hulunya, yakni kesehatan, pendidikan, dan kemiskinan.

“Jadi, kebijakan Presiden ke depan adalah dari hulu sampai hilir. Tiga di hulu, yakni kesehatan, pendidikan, dan bantuan sosial, kemiskinan,” katanya di Jakarta, Kamis.

Untuk kesehatan, kata dia, penerima bantuan iuran (PBI) BPJS Kesehatan atau Kartu Indonesia Sehat (KIS) untuk masyarakat miskin yang tahun ini 96,7 juta jiwa naik menjadi 107 juta jiwa pada tahun depan.

“Targetnya memang kita bisa mencapai Universal Health Coverage (UHC) untuk kesehatan. Hulunya adalah memastikan kesehatan untuk semua,” katanya.

Selain itu, stunting juga menjadi persoalan serius yang akan ditangani secara nasional meski dalam 5 tahun terakhir bisa menurunkan dari 37 persen menjadi 30 persen.

“Apakah memuaskan? Belum. Target menurut WHO di dalam negara yang cukup sehat adalah angka stunting tidak boleh lebih dari 20 persen,” katanya.

Untuk pendidikan, kata dia, yang akan dikerjakan adalah memastikan kualitas pendidikan dan distribusi guru.

“Anda bisa melihat Kartu Indonesia Pintar (KIP) kuliah dalam kerangka ini,” katanya.

Satu lagi di sektor hulu, lanjut dia, adalah memperbaiki dan mengintegrasikan bantuan sosial.

“Kalau lihat kartu sembako murah, itu adalah upaya untuk meningkatkan nilai manfaat dari Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) ini,” katanya.

sumber: https://www.wartaekonomi.co.id/read240309/ini-arah-kebijakan-jokowi-5-tahun-ke-depan.html

 

 

Bali Setop Program KB, Kepala BKKBN Singgung Kebijakan Selaras Ilmu

Gubernur Bali, I Wayan Koster, mengeluarkan memerintahkan kepada bupati/wali kota se-Bali menyetop sosialisasi program keluarga berencana (KB) dua anak cukup. Kepala BKKBN Pusat, Hasto Wardoyo, menegaskan kebijakan dua anak cukup itu sudah diseleraskan dengan kajian ilmu kesehatan.

Melalui Instruksi Gubernur (In-Gub) No 1545 Tahun 2019 tentang Sosialisasi Program Keluarga Berencana (KB) Krama Bali yang diteken pada 14 Juni 2019 lalu, Koster menginstruksikan kepada wali kota/bupati se-Bali segera menghentikan kampanye dan sosialisasi ‘keluarga berencana (KB) dengan dua anak cukup atau dua anak lebih baik.

Melalui In-Gub ini keluarga Bali dipersilakan melahirkan anak lebih dari dua bahkan empat dengan penyebutannya terdiri atas Wayan, Made, Nyoman, dan Ketut atau nama lain sesuai kearifan lokal yang telah diwariskan oleh para leluhur dan tetua Krama Bali. Koster juga meminta para kepala daerah untuk mengkampanyekan KB ala Krama Bali ini.

Menanggapi hal tersebut, Kepala BKKBN, Hasto Wardoyo, mengaku bahwa masing-masing kepala daerah memang berhak membuat aturan seusuai dengan kearifan lokal yang berlaku di daerahnya. Namun demikian, Hasto tetap ingin menyampaikan persoalan utama perlunya program KB.

“Saya mengerti itu bahwa masing-masing daerah itu punya kebijakan yang sifatnya local genius. Local genius, local wisdom, apa istilahnya bagian dari budaya, tapi kami ini selalu ingin menjelaskan, menyampaikan bahwa pertimbangan jumlah anak itu, adalah pertimbangan biologis, pertimbangan kesehatan,” kata Hasto kepada wartawan usai membuka upacara Pembelajaran Bela Negara Dalam Rangka Orientasi CPNS BKKBN di Magelang, Senin (5/8/2019).

“Saya pun akan sampaikan kepada Pak Gubernur Bali dalam waktu dekat ini untuk menyampaikan bahwa pertimbangan kita adalah pertimbangan biologis. Penelitian di seluruh dunia semua punya evidence based, punya keseragaman yang sama di-statistics review yang sama bahwa anak ketiga ke atas angka kematian ibunya tinggi,” lanjutnya.

Pertimbangan biologi dan kesehatan inilah yang akan disampaikan kepada Gubernur Bali. Selain itu, rahim perempuan berisiko tinggi pada kelahiran anak ketiga dan setelahnya.

“Rahim perempuan kalau sudah tiga kali dipompa kempes, pompa kempes, maka dipompa yang terakhir ini kempesnya agak sulit sehingga akhirnya perdarahannya banyak itu saja yang perlu kita sampaikan. Sehingga kami juga ingin menyampaikan alasan-alasan biologis kepada masyarakat,” ujarnya.

“Jadi (punya) dua anak itu memang lebih sehat, tidak bisa dibantah karena itu ilmu. Ini bukan kebijakan. Ini ilmu. Kalau dua (anak) lebih sehat itu ilmu, bukan kebijakan. Kalau dua anak cukup, itu kebijakan. Tapi kalau dua anak lebih sehat itu, ilmu. Ya supaya dibedakan,” katanya.

sumber: https://news.detik.com/berita-jawa-tengah/d-4652642/bali-setop-program-kb-kepala-bkkbn-singgung-kebijakan-selaras-ilmu

 

Delapan RS Dapat Sertifikat Akreditasi Internasional

Sebanyak delapan rumah sakit (RS) di Tanah Air resmi mendapatkan sertifikat akreditasi internasional dari Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS). Menteri Kesehatan Nila F Moeloek menyerahkan sertifikat akreditasi internasional untuk RS tersebut di Jakarta, Senin (5/8).

Menurut Nila, akreditasi ini penting untuk menjaga mutu karena keselamatan pasien nomor satu. “Dengan diperolehnya akreditasi delapan RS ini, kita bisa melihat kualitas RS setara dengan RS internasional. Standarnya sama dengan RS internasional,” kata Nila, Senin (5/8).

Dia berharap rumah sakit yang sudah terakreditasi internasional tersebut mampu melayani pasiennya dengan standar yang sama dengan fasilitas kesehatan global dan mutunya terjaga. Tak hanya akreditasi RS internasional, Nila menyebut hingga saat ini sebanyak 2.360 RS sudah mendapatkan akreditasi RS nasional.

Delapan RS yang sudah mengantongi akreditasi internasional adalah RSUP Dr. M Djamil Padang, RS Awal Bros Panam Pekanbaru, RS Jantung & Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta, dan RSUD Dr Margono Sukaryo Purwokerto. Ada pula RSUP Persahabatan Jakarta, RSJ Dr Rajiman Wediodiningrat Lawang, RS Akademik Universitas Airlangga Surabaya, dan RSUD Saiful Anwar Malang.

sumber: https://nasional.republika.co.id/berita/pvruz1459/delapan-rs-dapat-sertifikat-akreditasi-internasional

 

Dipertimbangkan Naik, Segini Iuran BPJS Kesehatan Sekarang

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sedang memutar otak untuk mengatasi potensi defisit BPJS Kesehatan sebesar Rp 28 triliun. Salah satunya ialah merevisi iuran BPJS Kesehatan.

Lalu, berapa besaran iuran BPJS Kesehatan saat ini?

Mengutip laman BPJS Kesehatan, Jumat (2/8/2019), pertama, untuk peserta penerima bantuan iuran (PBI) jaminan kesehatan dibayar pemerintah.

Kedua, bagi peserta pekerja penerima upah (PPU) yang bekerja pada lembaga pemerintahan terdiri pegawai negeri sipil (PNS), anggota TNI, anggota Polri, pejabat negara, pegawai pemerintah non pegawai negeri sebesar 5% per bulan dari gaji. Dengan ketentuan, 3% dibayar pemberi kerja dan 2% dibayar peserta.

Ketiga, peserta PPU yang bekerja di BUMN, BUMD dan swasta sebesar 5% dari gaji per bulan dengan ketentuan 4% dibayar pemberi kerja dan 1% peserta.

Keempat, keluarga tambahan PPU seperti anak keempat dan seterusnya, lalu ayah, ibu dan mertua besarannya 1% dari gaji per orang per bulan. Iuran dibayar pekerja penerima upah.

Kelima, untuk iuran kerabat lain dari pekerja penerima upah seperti saudara kandung atau ipar, kemudian peserta pekerja bukan penerima upah, serta peserta bukan pekerja sebagai berikut:

  1. Sebesar Rp 25.500 per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III.
  2. Sebesar Rp 51 000 per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas II.
  3. Sebesar Rp 80.000 per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas I.

Keenam, iuran untuk veteran, perintis kemerdekaan, dan janda, duda, atau anak yatim piatunya ditetapkan sebesar 5% dari 45% gaji pokok PNS golongan ruang III/a dengan masa kerja 14 (empat belas) tahun per bulan dan dibayar oleh pemerintah.

“Pembayaran iuran paling lambat tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan,” bunyi keterangan tersebut.

Sebelumnya, Sri Mulyani mempertimbangkan untuk merevisi iuran BPJS Kesehatan demi menyelamatkan dari jurang defisit sebesar Rp 28 triliun. Hanya saja, kata Sri Mulyani, langkah yang harus dilakukan BPJS Kesehatan adalah membenahi sistem pelayanan secara menyeluruh.

“Kalaupun semua sudah dilakukan tetap kita harus review masalah tarif ini, karena perbaikan sistem salah satu fondasi penting juga ada tadi saya sampaikan keseimbangan antara berapa tarif yang harusnya dipungut untuk berbagai segmen masyarakat yang ikut BPJS, kan beda-beda,” jelas Sri Mulyani di Gedung BI, Jakarta, Selasa (30/7/2019).

sumber: https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4649451/dipertimbangkan-naik-segini-iuran-bpjs-kesehatan-sekarang

 

 

Kemenkes Bahas Penghapusan dan Penarikan Alkes Bermerkuri di Fasilitas Pelayanan Kesehatan

JAKARTA – Merkuri merupakan bahan berbahaya dan beracun yang menjadi isu internasional, karena potensi dampaknya yang sangat besar terutama dampak kesehatan.

Bentuk dampak kesehatan yang dapat ditimbulkan akibat terpajan oleh merkuri antara lain adalah kerusakan sistem saraf pusat, ginjal, paru-paru, khususnya dampak terhadap janin berupa kelumpuhan otak, gangguan ginjal, sistem syaraf, menurunnya kecerdasan, cacat mental, serta kebutaan.

Demikian disampaikan Dirjen Kesmas dr. Kirana Pritasari, MQIH pada acara Workshop Sinergi dan Kolaborasi Pemangku Kepentingan dalam Pelaksanaan Penghapusan dan Penarikan Alat Kesehatan Bermerkuri di Fasilitas Pelayanan Kesehatan di Jakarta (30/7).

Undang-Undang Nomor 11 tahun 2017 tentang Pengesahan Konvensi Minamata Mengenai Merkuri mengatur tata kelola merkuri yang harus dilakukan oleh negara pihak yang mengikuti Konvensi Minamata untuk melindungi kesehatan dan lingkungan.

Partisipasi aktif Pemerintah Indonesia dalam mengimplementasikan peraturan ini adalah dengan menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 21 tahun 2019 tentang Pengurangan dan Penghapusan Merkuri baru saja dikeluarkan pada bulan April 2019.

Amanah untuk sektor kesehatan yang tertuang di dalam Peraturan Presiden tersebut adalah penghapusan merkuri di Pertambangan Emas Skala Kecil dan kesehatan.

Di Pertambangan Emas Skala Kecil, Kementerian kesehatan berperan sebagai sektor pendukung terutama dalam kampanye stop merkuri.

Sedangkan untuk bidang kesehatan, Kementerian Kesehatan sebagai sektor utama dalam penghapusan merkuri yang diarahkan pada alat kesehatan bermerkuri dimana ditargetkan 100% fasilitas pelayanan kesehatan tidak lagi menggunakannya pada akhir tahun 2020.

Salah satu upaya yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan dalam percepatan penghapusan alat kesehatan bermerkuri di Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah dengan melakukan workshop sinergi dan kolaborasi pemangku kepentingan dalam pelaksanaan penghapusan dan penarikan alat kesehatan bermerkuri. Tujuan dari pertemuan ini adalah mewujudkan penghapusan alat kesehatan bermerkuri di Fasilitas Pelayanan Kesehatan pada tahun 2020 sebagai salah satu upaya melindungi kesehatan masyarakat dan lingkungan. Sedangkan tujuan khususnya yakni:

  1. Tersosialisasinya Peraturan Presiden nomor 21 tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional (RAN) Pengurangan dan Penghapusan Merkuri (RAN-PPM)
  2. Sinergitas dan kolaborasi para pemangku kepentingan dalam pelaksanaan penghapusan dan penarikan alat kesehatan bermerkuri di fasilitas pelayanan kesehatan.
  3. Diperolehnya komitmen pemangku kepentingan dalam percepatan pelaksanaan penghapusan alat kesehatan bermerkuri di fasilitas pelayanan kesehatan
  4. Diperolehnya masukan terhadap rancangan Peraturan Menteri Kesehatan tentang mekanisme penghapusan dan penarikan alat kesehatan bermerkuri di fasilitas pelayanan kesehatan.

Peserta yang diundang dalam pertemuan ini berasal dari lintas program pada Kementerian kesehatan, Kementerian dan Lembaga lain, Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota terpilih, Fasilitas Pelayanan Kesehatan (seperti rumah sakit,

Balai Besar Laboratorium Kesehatan, Pusat Kesehatan Masyarakat, klinik), serta organisasi profesi, perguruan tinggi, perhimpunan dan asosiasi Rumah Sakit, Lembaga Swadaya Masyarakat pemerhati merkuri, serta media massa.

Dalam acara ini hadir sejumlah pembicara, yaitu Dirjen Kesehatan Masyarakat dan Direktur Fasyankes serta Sekretaris Ditjen Pengelolaan Sampah dan Bahan Berbahaya dan Beracun Kementerian Lingkungan Hidup dan kehutanan tentang Kebijakan dan Strategi dalam Penghapusan dan penarikan Alat Kesehatan Bermerkuri di fasilitas pelayanan Kesehatan.

Menutup kegiatan ini dilakukan Komitmen Bersama dengan pemangku kepentingan dan pemasangan PIN penghapusan Alkes bermerkuri sebagai launching dimulainya pelaksanaan penghapusan alat kesehatan bermerkuri di fasilitas pelayanan kesehatan.

sumber: https://www.tribunnews.com/kesehatan/2019/07/30/kemenkes-bahas-penghapusan-dan-penarikan-alkes-bermerkuri-di-fasilitas-pelayanan-kesehatan

 

 

Bali Peringkat Tertinggi IPKM 2018

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI resmi mengeluarkan Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM) 2018 pada Senin, 15 Juli 2019. Provinsi Bali menduduki peringkat tertinggi.

Menurut Menteri Kesehatan, Nila Moeloek, IKPM dikeluarkannya untuk melihat perkembangan status kesehatan masyarakat kabupaten dan kota di Indonesia. IKPM juga berfungsi mengetahui pencapaian kesehatan di suatu wilayah.

“Untuk mengetahui pencapaian pembangunan kesehatan, perlu adanya satu indikator kunci yang menggambarkan sampai tingkat kabupaten/kota. Untuk keperluan itulah, Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM) disusun dan dikembangkan,” ungkap Nila pada Senin, 15 Juli 2019.

Nila mengatakan data IPKM 2018 merupakan informasi yang dapat dimanfaatkan. Indikator-indikator penyusun IPKM juga mencerminkan capaian program dan sebagai potret capaian pembangunan kesehatan di suatu wilayah.

Misalnya saat Riskesdas dilakukan pada tahun 2007, 2013 dan 2018. Hasilnya sudah dimanfaatkan bersama untuk masukan perencanaan dan perumusan kebijakan kesehatan.

Kepala Badan Litbangkes, Siswanto, mengatakan IPKM 2018 disusun dengan memanfaatkan sumber data Riskesdas 2018, Susenas Maret 2018 terintegrasi Riskesdas 2018, dan pendataan Potensi Desa (Podes) 2018. Secara umum nilai IPKM tahun 2018 mengalami peningkatan dibandingkan IPKM tahun 2013.

“Meskipun mengalami peningkatan, namun pada sub indeks penyakit tidak menular mengalami penurunan,” ujarnya.

Dia melanjutkan, IPKM 2018 dihitung dengan menggunakan model IPKM yang dikembangkan tahun 2013. Indeks ini mengikutsertakan 30 indikator kesehatan yang dikelompokan menjadi 7 sub indeks.

IPKM 2018 juga menyajikan capaian IPKM Tahun 2013 dan 2018. Di buku itu juga disebutkan capaian sub indeks penyusun IPKM dan kesenjangan yang terjadi antar kabupaten/kota dalam provinsi.

Sementara itu, Provinsi Bali menempati peringkat tertinggi IPKM 2018. Sementara peringkat terendahnya adalah Provinsi Papua.

Siswanto mengatakan, kesenjangan pada tahun 2018 terlihat lebar di Provinsi Papua. Hal ini, kata dia, harus menjadi perhatian karena selama periode lima tahun, Provinsi Papua tidak mengalami peningkatan bahkan kesenjangannya masih lebar.

Selin itu, diketahui juga 10 kabupaten/kota yang mencapai IPKM tertinggi yakni Gianyar, Solok, Kota Magelang, Tabanan, Kota Denpasar, Badung, Kota Salatiga, Sarolangun, Sleman, dan Kota Blitar. Sementara 10 kabupaten/kota yang mencapai IPKM terendah adalah Pegunungan Arfak, Deiyai, Yalimo, Mamberamo Raya, Puncak, Pegunungan Bintang, Nduga, Tolikara, Dogiyai, dan Paniai.

“Hasil tersebut dapat dimanfaatkan oleh pemerintah pusat untuk memberikan advokasi masalah spesifik ke pemerintah daerah. Sedangkan untuk pemerintah daerah bisa digunakan sebagai bahan evaluasi dan perbaikan kinerja program dimasing-masing daerah,” tandasnya.

sumber: https://www.medcom.id/rona/kesehatan/GNGjqxLK-bali-tertinggi-di-indeks-pembangunan-kesehatan-masyarakat-ipkm-2018

 

Kemendagri Ingatkan Pemda Segera Terapkan Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok

JAKARTA— Kementerian Dalam Negeri mengingatkan pemerintah daerah supaya segera menyusun dan mempercepat penerbitan kebijakan tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dan aturan KTR di sekolah.

Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah Muhammad Hudori menyatakan kewajiban Pemda menerapkan Kawasan Tanpa Rokok diatur dalam Undang-Undang No.36/2009 tentang Kesehatan, Peraturan Pemerintah No.109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Tembakau Bagi Kesehatan dan Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 188/Menkes/Pb/I2011 Nomor 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok.

Hudori menjelaskan konsumsi tembakau di Indonesia juga masih cenderung tinggi. Menurut data yang dilansir Tobbaco Control Support Center pada 2015, konsumsi rokok rata-rata per orang per hari sebanyak 12,3 batang atau 369 batang per bulan pada 2013.

“Konsumsi tembakau ini tidak dapat dipisahkan dari perilaku merokok. Perilaku merokok berkaitan dengan kemiskinan lantaran karena untuk membeli rokok, seorang individu maupun keluarga harus mengurangi penggunaan sumber daya yang terbatas untuk keperluan lain yang lebih penting seperti pendidikan, makanan berkualitas, dan pelayanan kesehatan,” kata Hudori seperti dikutip dari keterangan tertulis yang dirilis di laman Sekretariat Kabinet, Jumat (12/7/2019).

Lebih lanjut, Hudori menilai beban biaya yang berkaitan dengan penyakit akibat rokok akan lebih mahal dibandingkan dengan uang yang sudah dibelanjakan untuk rokok. Tidak hanya biaya pengobatan melainkan juga biaya hilangnya hari atau waktu produktivitas untuk bekerja bagi usia pekerja.

Berkaitan dengan penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR), Hudori mengingatkan Pemerintah Daerah empat hal antara lain supaya Pemda menyusun dan mempercepat penerbitan kebijakan tentang KTR baik berupa Peraturan Daerah maupun Peraturan Kepala Daerah serta menerapkan aturan KTR di sekolah.

Di samping itu, Hudori juga mengingatkan supaya Pemda memperkuat upaya promotif dan preventif melalui kegiatan penyuluhan dan edukasi secara berkelanjutan bagi anak-anak dan remaja usia sekolah berkaitan dengan dampak negatif akibat bahaya rokok. Pemda juga diharapkan melibatkan peran tokoh masyarakat, tokoh agama, dan tokoh adat setempat dalam mengkampanyekan kebijakan tentang KTR.

Pemda juga diharapkan menyediakan tempat khusus untuk merokok berupa ruang terbuka yang berhubungan langsung dengan udara luar.

https://kabar24.bisnis.com/read/20190712/15/1123627/kemendagri-ingatkan-pemda-segera-terapkan-kebijakan-kawasan-tanpa-rokok

 

Kebijakan Tembakau Alternatif Diharap Pertimbangkan Hasil Penelitian

Jakarta: Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik (YPKP) meneliti produk tembakau alternatif, Risk Assessment of E-Liquid dan Oral Health Findings. Penelitian ini diharap dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam menyusun kebijakan mengenai produk tembakau alternatif.

Peneliti YPKP Amaliya berdasarkan sejumlah kajian ilmiah, produk dari hasil pengembangan inovasi teknologi tersebut tidak memiliki kandungan zat berbahaya seperti TAR. Dia menjelaskan masyarakat belum mengetahui adanya perbedaaan mendasar secara ilmiah antara produk tembakau alternatif dan rokok.

Menurutnya pada produk tembakau aternatif tidak ada proses pembakaran tembakau. Hal ini tentunya, berbanding terbalik dengan rokok, yang pada pembakarannya menghasilkan TAR.

“Produk tembakau alternatif dapat dikonsumsi dengan berbagai cara, seperti dikunyah, ditempel, dan dipanaskan. Proses yang tidak melewati pembakaran ini mengeliminasi kandungan senyawa kimia berbahaya seperti TAR, yang terbentuk dari hasil pembakaran,” kata Amaliya di Jakarta, Rabu, 10 Juli 2019.

Berdasarkan data National Cancer Institute Amerika Serikat, TAR mengandung berbagai senyawa karsinogenik yang dapat menyebabkan kanker. Hampir dari 7.000 bahan kimia yang ada di dalam rokok, 2.000 di antaranya terdapat pada TAR. Amaliya menjelaskan ketika asap rokok dihirup TAR dapat membentuk lapisan lengket di bagian dalam paru-paru.

“Kondisi tersebut dapat merusak paru-paru, menyebabkan kanker, emfisema, atau masalah paru-paru lainnya. Menghirup asap tembakau yang dibakar juga menyebabkan jenis kanker lain, termasuk kanker mulut dan tenggorokan,” ujarnya.

Dengan tidak menghasilkan TAR, produk tembakau alternatif memiliki risiko kesehatan yang lebih rendah daripada rokok. Hal ini, kata Amaliya, diperkuat dengan kajian ilmiah yang dilakukan Public Health England, divisi dalam Departemen Kesehatan dan Pelayanan Sosial di Inggris 2018 lalu yang berjudul “Evidence Review of E-Cigarettes and Heated Tobacco Product 2018”.

“Produk tembakau alternatif memiliki risiko kesehatan hingga 95 persen lebih rendah daripada rokok yang dibakar,” kata dia.

Pada tahun yang sama, Institut Federal Jerman untuk Penilaian Risiko (German Federal Institute for Risk Assessment) juga mempublikasikan hasil penelitian terkait produk tembakau alternatif, yaitu produk tembakau yang dipanaskan, yang menghasilkan uap bukan asap karena tidak melalui proses pembakaran. Hasil penelitian menyatakan produk tembakau alternatif memiliki tingkat toksisitas (tingkat merusak suatu sel) yang lebih rendah hingga 80-99 persen dibandingkan rokok.

Dengan manfaat yang diberikan dari produk tembakau alternatif, Inggris, Jepang, Kanada, dan Selandia Baru kini menggunakannya sebagai salah satu alternatif untuk menekan angka prevalensi perokok. Amaliya mengajak pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya untuk melakukan kajian terhadap produk tembakau alternatif.

Oleh karena itu pemerintah juga harus menyosialisasikan hasil kajian ilmiah tersebut kepada masyarakat. Sehingga nantinya, masyarakat mengetahui secara jelas perbedaan antara produk tembakau alternatif dan rokok. Dengan begitu, perokok dewasa diharapkan beralih ke produk tembakau alternatif karena lebih minim risiko kesehatan dibandingkan rokok.

“Pemerintah diharapkan untuk merumuskan kerangka peraturan berdasarkan bukti ilmiah yang spesifik dan sesuai dengan proporsi risiko untuk produk tembakau alternatif dan mendorong perokok yang tidak dapat atau tidak ingin berhenti merokok untuk beralih ke produk tembakau alternatif,” tutupnya.

sumber: https://www.medcom.id/ekonomi/mikro/GNlYJd2b-kebijakan-tembakau-alternatif-diharap-pertimbangkan-hasil-penelitian