Pelayanan Kesehatan yang Masih Jauh Dari Layak

Dugaan malpraktek yang dilakukan petugas pelayanan kesehatan yang mengakibatkan pasien mengalami kerugian mulai dari materi, cacat fisik bahkan sampai meninggal dunia memperlihatkan masih rendahnya mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit.

NERACA

Patient safety (keselamatan pasien) belum menjadi budaya yang harus diperhatikan oleh rumah sakit di Indonesia. Perubahan paradigma dalam lembaga pelayanan kesehatan yang saat ini beralih pada patient centered care belum benar-benar dijalankan dengan baik.

Ahmad Ahid Mudayana,SKM.,MPH, dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat mengatakan, masih ada rumah sakit yang berorientasi pada kepentingann manajemen yang pada akhirnya melupakan keselamatan pasien di rumah sakit.

Menurutnya, UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan sudah dengan jelas menyatakan bahwa rumah sakit saat ini harus mengutamakan keselamatan pasien di atas kepentingan yang lain. Jadi, kata dia, sudah seharusnya rumah sakit berkewajiban menerapkan budaya keselamatan pasien. Tidak ada lagi alasan bagi setiap rumah sakit untuk tidak menerapkan budaya keselamatan pasien karena bukan hanya kerugian secara materi yang didapat tetapi juga ancaman terhadap hilangnya nyawa pasien.

“Keluhan masyarakat soal dokter, yang paling banyak soal pemberian informasi yang tidak lengkap, diagnosis penyakit yang kurang tepat, dan tidak sedikit juga yang mengadukan sikap dokter yang tidak ramah. Bahkan ada juga dokter yang ngambek kepada pasien,” katanya.

Apabila masih ada rumah sakit yang mengabaikan keselamatan pasien sudah seharusnya diberi sanksi yang berat baik untuk rumah sakit maupun petugas pelayanan kesehatan. Beberapa kasus yang terjadi di Indonesia, pihak rumah sakit bahkan petugas pelayanan kesehatan tidak mendapat sanksi apapun sehingga menjadikan penegakan hukum kesehatan di Indonesia masih sangat lemah.

Sudah seharusnya apabila terjadi kelalaian bahkan kesengajaan dari pihak rumah sakit yang mengakibatkan terancamnya keselamatan pasien maka tidak hanya sanksi internal tetapi juga sudah masuk ke ranah pidana. Inilah yang sampai saat ini belum berjalan sehingga masyarakat yang dirugikan karena lemahnya penegakan hukum yang pada akhirnya kasusnya menguap begitu saja.

Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab kenapa budaya keselamatan pasien belum benar-benar diterapkan di berbagai rumah sakit. Pertama, rendahnya tingkat kepedulian petugas kesehatan terhadap pasien, hal ini bisa dilihat dengan masih ditemukannya kejadian diskriminasi yang dialami oleh pasien terutama dari masyarakat yang tidak mampu.

Kedua, beban kerja petugas kesehatan yang masih terlampaui berat terutama perawat. Perawatlah yang bertanggung jawab terkait asuhan keperawatan kepada pasien, sedangkan disisi lain masih ada rumah sakit yang memiliki keterbatasan jumlah perawat yang menjadikan beban kerja mereka meningkat.

Selain perawat, saat ini di Indonesia juga masih kekurangan dokter terutama dokter spesialis serta distribusi yang tidak merata. Ini berdampak pada mutu pelayanan yang tidak sama di setiap rumah sakit. ketiga, orientasi pragmatisme para petugas kesehatan yang saat ini masih melekat disebagian petugas kesehatan. Masih ditemukan para petugas kesehatan yang hanya berorientasi untuk mencari materi/keuntungan semata tanpa mempedulikan keselamatan pasien.

Keempat, lemahnya pengawasan yang dilakukan oleh dinas kesehatan terhadap para petugas kesehatan. Lemahnya pengawasan sendiri dikarenakan beberapa faktor mulai dari terbatasnya personel yang dimiliki dinas kesehatan sampai rendahnya bargaining position dinas kesehatan.

Keempat hal tersebut di atas setidaknya menjadi penghalang terwujudnya budaya keselamatan pasien di setiap rumah sakit. Jika hal ini tidak segera diselesaikan, kata Ahid, kasus-kasus yang mengancam keselamatan pasien akan terus terjadi sehingga perlu upaya yang maksimal untuk mewujudkan budaya keselamatan pasien.

“Karena itu, mulai diterapkannya aturan baru terkait akreditasi rumah sakit versi 2012 menjadi sebuah harapan baru agar budaya keselamatan pasien bisa diterapkan di seluruh rumah sakit di Indonesia,” ujarnya. Selain itu, harus ada upaya untuk meningkatkan kesadaran para pemberi pelayanan kesehatan tentang pentingnya menerapkan budaya keselamatan pasien dalam setiap tindakan pelayanan kesehatan.

Menurut Ahid, diperlukan sosialisasi yang masif kepada masyarakat terutama yang akan menggunakan jasa pelayanan kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan serta memperbaiki perilaku mereka dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan.

Upaya-upaya ini harus segera dilakukan agar tidak ada lagi kasus dugaan malpraktik yang dapat merugikan masyarakat sehingga mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit bisa meningkat. Dengan meningkatkan kepedulian terhadap pasien, maka dengan mudah budaya keselamatan pasien bisa dijalankan. “Jangan sampai hanya karena kesalahan sedikit yang dilakukan oleh rumah sakit bisa berakibat pada rusaknya citra dunia perumah sakitan di Indonesia dimata internasional,” katanya.

sumber: www.neraca.co.id

 

Tinggi, Kecelakaan Kerja di Indonesia

Tingkat kecelakaan kerja serta ancaman keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di Indonesia masih tinggi. Setiap 100.000 tenaga kerja terdapat 20 orang korban fatal dengan kerugian 4% dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia atau sebesar Rp 280 triliun

“Berbagai kecelakaan kerja sering terjadi dalam proses produksi terutama di sektor jasa konstruksi,” ungkap Menakertrans Muhaimin Iskandar di Jakarta, Kamis (5/12/2013), saat mengerahkan 138 mobil Unit Reaksi Cepat (URC) dilengkapi sarana dan prasarana alat uji Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) ke berbagai daerah di Indonesia.

Sebagai perbandingan, berdasarkan laporan International Labour Organization (ILO), setiap hari terjadi kecelakaan kerja yang mengakibatkan korban fatal sekira 6.000 kasus.

Oleh karena itu, seluruh pihak harus melakukan upaya dan kerja keras agar penerapan Sistem Manajemen K3 (SMK3) di setiap jenis kegiatan usaha dan berbagai kegiatan masyarakat dapat menekan angka kecelakaan kerja.

“Kita terus mendorong partisipasi para pimpinan perusahaan dan buruh/pekerja untuk bersatu padu bersama pemerintah dan masyarakat luas agar terus berusaha mencegah terjadinya kecelakaan kerja dan melaksanakan agar budaya K3 di seluruh level kehidupan masyarakat kita,” kata Muhaimin.

Dia mengatakan, program sosialisasi K3 ditujukan untuk meningkatkan pemahaman bagi seluruh pemangku kepentingan. Sehingga, persepsi yang sama akan dicapai baik di tempat kerja, di rumah, di jalan, maupun di luar tempat kerja lainnya.

Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membuat dunia industri lebih banyak menggunakan peralatan yang canggih. Dampaknya, potensi bahaya bagi pekerja juga ikut meningkat. Apabila tidak dilakukan pengendalian sebaik mungkin, makin besar pula potensi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang dapat ditimbulkan.

“Pelaksanaan K3 terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan. Selain sebagai pemenuhan kewajiban peraturan perundang-undangan, juga merupakan upaya dalam memenuhi tuntuntan perdagangan internasional,” kata Muhaimin.

Apalagi negara-negara maju mulai peduli terhadap hak azasi manusia, yang mensyaratkan suatu produk barang atau jasa harus memiliki mutu yang baik, aman dipergunakan, ramah lingkungan dan memenuhi standar internasional seperti ISO 9001 series, ISO 14000 series, OHSAS 18000 series dan SMK3.

Sejauh ini, pemerintah juga telah meluncurkan slogan anti-kecelakaan kerja dengan tagline “Saya Pilih Selamat”. Peluncuran slogan ini ditujukan untuk mengkampanyekan pelaksanaan norma Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di perusahan-perusahaan dalam rangka mengurangi jumlah kecelakaan kerja di Indonesia.

“Program ‘Saya Pilih Selamat’ suatu ikon baru, diharapkan dapat populer dan mudah diingat yang merepresentasikan seseorang yang menjunjung tinggi keselamatan.dan kesehatan kerja serta mendukung Indonesia Berbudaya K3 Tahun 2015,” kata Muhaimin. (A-78/A-89)***

sumber: www.pikiran-rakyat.com

 

DPR Hasilkan 2 Kesimpulan Terkait Dokter Ayu

Komisi IX DPR menghasilkan dua kesimpulan terkait kasus malapraktik dr Ayu dalam rapat kerja dengan Kementerian Kesehatan, Konsil Kedokteran Indonesia, Mahkamah Agung, dan Kejaksaan Agung.

“Pertama, Komisi IX DPR akan bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan, Konsil Kedokteran Indonesia, Mahkamah Agung, dan Kejaksaan Agung untuk memberikan kepastian hukum di dalam praktik kedokteran, baik bagi pasien maupun tenaga ahli,” kata Wakil Ketua Komisi IX DPR Nova Riyanti Yusuf dalam Raker di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (4/12).

Dia menjelaskan kepastian hukum itu diberikan melalui penyamaan persepsi tentang profesi kedokteran dan semua regulasi terkait termasuk masalah malapraktik medis. Selain itu menurut dia, melakukan sosialisasi dan implementasi dari hasil persamaan persepsi tersebut terhadap tenaga kesehatan, masyarakat, dan penegak hukum.

Nova mengatakan poin kedua menyatakan Komisi IX DPR bersama dengan pemerintah akan menyempurnakan peraturan perundang-undangan terkait dengan praktik kedokteran.

Dalam rapat itu dihadiri oleh Wakil Menteri Menteri Kesehatan Ali Ghufron Mukti, perwakilan Menteri Hukum dan HAM, dan Jaksa Agung. Selain itu dihadiri Sekretaris Mahkamah Agung, Sekretaris Jenderal Komisi Yudisial, Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, serta Ketua Konsil Kedokteran Indonesia.

Usai rapat itu Nova mengatakan pertemuan itu untuk mendudukkan secara bersama seluruh pihak terkait, yaitu dari dunia medis dan penegak hukum. Hal itu, menurut dia, masalah dr Ayu sudah terlalu banyak menjadi konsumsi bombastis dan sensasional sehingga dikhawatirkan tidak akan baik untuk dokter maupun untuk pasien.

Dia berharap pertemuan hari ini bisa menggugah Mahkamah Agung menggubrik pengajuan peninjauan kembali yang diajukan dr Ayu. Selain itu dia berharap pertemuan ini dapat memastikan langkah kedepan dalam hal penanganan dugaan kelalaian medik untuk para dokter.

Dokter Ayu Sasiary Prawani dan Dokter Hendry SimanjuntaK dijemput Tim Kejaksaan Negeri (Kejari) Manado dari tempat tugas mereka masing-masing, menyusul Vonis kasasi selama 10 bulan atas perkara pada 2010 itu. Satu dokter lagi masih dicari keberadaanya. Di Pengadilan Negeri Manado ketiga dokter divonis bebas, namun MA mengabulkan kasasi jaksa dan menvonis ketiga dokter dengan 10 bulan penjara.

sumber: www.republika.co.id

 

Kemenkes: Tak Ada Bagi-Bagi Kondom Gratis

Kementerian Kesehatan mengklarifikasi tentang even Pekan Kondom Nasional yang digulirkan pada 1-8 Desember 2013. Direktur Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Tjandra Yoga Aditama menjelaskan, Kemenkes tak pernah memprogramkan acara tersebut.

“Itu dari swasta. Kemenkes tidak ada program kondom gratis itu,”ujar Tjandra saat dihubungi RoL, Senin (2/12). Tjandra menjelaskan, pihaknya pun sudah memanggil pihak swasta tersebut, yakni DKT Indonesia dan Komisi Penanggulangan AIDS Nasional untuk melakukan klarifikasi.

Seperti diketahui, DKI Indonesia adalah cabang dari DKT Internasional yang memproduksi beberapa merek kondom seperti kondom sutra. Sementara, KPAN adalah sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM) dimana, Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi sempat menjadi sekretaris.

Lebih lanjut, Tjandra menegaskan, tak ada program pembagian kondom hingga ke kampus, terlebih yang dilakukan oleh pihak Kemenkes. Setelah diklarifikasi, Tjandra menjelaskan, pihak swasta memang membawa kondom untuk melakukan sosialisasi kepada para mahasiswa di kampus.

“Kalau penyuluhan kami mendukung. Siapapun pihak yang melakukan penyuluhan dengan benar kami mendukung, “jelasnya.

sumber: www.republika.co.id

Menkes: Ketersediaan ARV di Indonesia Masih Cukup

Hingga saat ini, HIV atau Human Immunodeficiency Virus memang belum ada obatnya. Namun pertumbuhan virus tersebut bisa ditekan sehingga tidak menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dengan obat Antiretroviral atau ARV.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia dr. Nafsiah Mboi, SpA MPH mengatakan, dengan ARV kualitas hidup penderita HIV bisa tetap tinggi dan juga menurunkan angka penderita AIDS.

“Ketersediaan ARV di Indonesia insya Allah cukup. Tentunya kita harapkan akan semakin banyak orang yang melakukan tes HIV. Lebih cepat diketahui, lebih cepat kita berikan konseling agar jangan sampai menularkan ke orang lain dan jangan sampai menjadi AIDS. Dengan begitu, kualitas hidup mereka bisa tetap tinggi,” katanya saat ditemui di Jakarta, belum lama ini.

Selain itu, lanjut Nafsiah, pemberian ARV pada ibu hamil juga bisa mencegah penularan HIV kepada janin yang dikandungnya. “Bila ibunya positif HIV, sebelum hamil dia bisa diberi pengobatan ARV sehingga jumlah virus di dalam darah menjadi serendah mungkin. Dengan begitu bayinya tidak akan ketularan,” jelasnya.

Menurut Menkes, semua orang memang berisiko terinfeksi HIV. Melakukan tes HIV untuk mengetahui status HIV dan memulai pengobatan ARV sedini mungkin dapat mencegah penularan HIV lebih luas.

“Tes HIV sangat bermanfaat untuk mengetahui status HIV kita. Tidak perlu khawatir, hasil tes akan terjaga kerahasiaannya. Layanan konseling dan pengobatan juga telah tersedia,” ujar dia.

sumber: www.beritasatu.com

 

Kesehatan Kerja Bakal Jadi Masalah di Indonesia

Kesehatan kerja kini menjadi masalah utama dalam persoalan pemeliharaan kesehatan penduduk di Indonesia. Dengan proporsi penduduk lebih dari 50 persen adalah usia produktif, maka gangguan kesehatan terhadap mereka berarti menjadi masalah yang bisa berimbas pada aspek sosial dan ekonomi utamanya keluarga.

“Bekerja dan menjadi tulang punggung ekonomi keluarga. Dua hal yang saling berhubungan,” papar Direktur Bina Keselamatan Kerja dan Olahraga Kemenkes dr Muchtaruddin Mansyur disela Munas I Persatuan Ahli Kesehatan Kerja Indonesia (PAKKI), Kamis (28/11).

Dikatakan Muchtaruddin, orang bekerja memiliki risiko mengalami gangguan kesehatan 3 kali lipat dibanding mereka yang tidak bekerja. Mulai dari risiko sepanjang perjalanan menuju tempat kerja, risiko terkait dengan psikis (seperti tekanan) hingga risiko terkait dengan gangguan penyakit.

“Kita ambil contoh bahwa ternyata 90 persen penderita tuberculosis adalah usia produktif yang notabebe adalah pekerja,” lanjutnya.

Karena itu menurut Muchtaruddin, saat ini perlu ada kelompok profesi tertentu yang memiliki konsen terhadap masalah kesehatan kerja (kesja) tersebut. Tujuannya adalah melakukan upaya-upaya promotif dan preventif kepada kelompok pekerja agar keselamatan kerja bisa lebih terjamin.

Muchtaruddin mengakui saat ini tengah dibahas Rancangan UU Tenaga Kesehatan. RUU ini terkait pengembangan dari jenis-jenis tenaga kesehatan yang belum dinyatakan oleh PP no 32 tahun 1996 utamanya mengenai tenaga kesehatan kerja agar dapat dimasukkan ke dalam kelompok tenaga kesehatan masyarakat.

Sebelumnya, upaya pengembangan tenaga Kesja itu sendiri telah berhasil memasukkan tenaga Kesja ke dalam salah satu kelompok jabatan fungsional pembimbing Kesja melalui Peraturan Menteri PAN dan reformasi birokrasi nomor 13 tahun 2013 tentang jabatan fungsional pembimbing Kesja dan angka kreditnya.

Kesja jelas Muchtaruddin bersifat multidisiplin sehingga batang tubuh pengetahuannya berasal dari beragam profesi seperti kedokteran, teknik dan kesehatan masyarakat. Menurut data saat ini baru ada sekitar 1.500 orang tenaga Kesja di Indonesia. (Inung)

sumber: www.poskotanews.com

 

Standar Pelayanan Medis Nasional Cegah Kriminalisasi Dokter

Direktur Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI) Marius Widjajarta menilai, kriminalisasi dokter akan terus berlangsung selama belum adanya standar pelayanan medis yang diberlakukan secara nasional. Oleh karena itu, dia mendesak Kementerian Kesehatan untuk segera menyusun standar tersebut.

“Selama ini standar pelayanan medis hanya berlaku lokal di setiap rumah sakit. Inilah yang kemudian menimbulkan kerancuan saat terjadi masalah,” ujar Marius saat di hubungi Kompas Health, Kamis (26/11/2013).

Kerancuan tersebut, kata Marius, berujung pada pemberlakuan aturan pidana dan perdata untuk kasus dokter. Padahal sebelumnya Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) menilai putasan Mahkamah Agung mempidanakan dokter tidak tepat. Pasalnya, dokter merupakan profesi yang dapat melakukan invasi pada pasien sehingga tidak disamakan dengan kriminal jika terjadi kematian.

Marius menjelaskan, saat terjadi kasus malapraktik, hakim akan bertanya, apakah ada standar pelayanan medis yang berlaku secara nasional? Jika tidak ada, maka dengan terpaksa, mereka menggunakan aturan yang secara umum dipakai, yaitu aturan hukum pidana ataupun perdata.

Dia pun menyinggung kasus pidana yang menimpa tim dokter di Manado beberapa waktu lalu, yaitu dokter Dewa Ayu Sasiary Prawani, Hendry Simanjuntak, dan Hendy Siagian dengan dugaan malapraktik di RS RD Kandouw Manado. Menurutnya, MA sudah menjalani perannya dengan benar.

“Jadi, kalau belum ada juga standarnya, putusan kasasi MA atau vonis 10 bulan penjara dalam kasus dugaan malapraktik sudah tepat,” tandasnya.

Sebagai dokter, Marius juga mengaku tidak ingin sejawatnya dikriminalisasikan, namun dia juga menyesali kenapa standar pelayanan medis nasional belum juga dibuat. Padahal, lanjutnya, YPKKI berkali-kali sudah menyerukan kebutuhan akan hal itu.

Butuh Kerja Sama

Marius memaparkan, menyusun standar pelayanan medis sebenarnya mudah ada saja dilakukan, asal ada kemauan kerja sama dari beberapa pihak yang terkait. Pihak tersebut, kata dia, terdiri dari Kementerian Kesehatan, IDI, dan pihak rumah sakit di seluruh Indonesia.

“Selama ini rumah sakit sudah memiliki standar pelayanan medis lokal, tugas penyusun hanya mengumpulkan standar tersebut dan membentuk yang standar baru yang berlaku secara nasional,” tuturnya.

Marius mengakui, ilmu kedokteran terus berkembang seiring waktu. Karena itu, menurutnya, standar tersebut bisa saja direvisi setiap jangka waktu tertentu, misalnya dua tahun sekali.

“Setidaknya meski harus mengalami revisi, sudah jelas ada standarnya, tidak seperti sekarang ini,” tegasnya.

sumber: health.kompas.com

 

IDI Benahi Profesionalisme Dokter

Pemberlakuan Asean Free Trade Area (AFTA) 2015 mendatang ikut berimbas pada tenaga dokter. Dokter dari negara lain akan bebas masuk dan berpraktik ke Indonesia dan bersaing dengan dokter lokal.

Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Sulsel, Prof Abdul Kadir mengatakan, peran IDI akan lebih dimaksimalkan untuk menjawab tantangan pasar bebas AFTA 2015. Profesionalisme dan kualitas tenaga dokter harus segera dibenahi sebelum dokter asing berpraktik di Indonesia.

Jika tidak, Direktur RSUP Wahidin Sudirohusodo ini mengatakan, kemungkinan para dokter Indonesia khususnya di Sulsel hanya akan menjadi penonton. Pasalnya, persaingan akan berada pada tingkat efektifitas dan efisiensi pelayanan.

“Ini jelas ancaman bagi para dokter. Makanya, IDI akan segera membuat program dan sistem yang berkelanjutan untuk memperbaiki mutu dokter saat ini. IDI harus merangkul semua dokter, ” ucapnya, usai dilantik sebagai Ketua IDI Sulsel periode keduanya di Hotel Clarion, Minggu, 24 November.

Selain itu, Profesor Kadir juga mengatakan, IDI akan ikut ambil bagian dalam mengawal pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dengan PT Askes sebagai Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

“Malah nanti kami akan membuat posko untuk pengaduan peserta BPJS dengan layanan yang diterima. Disitu, kami akan memberikan masukan sebagai perantara antara BPJS dengan masyarakat. Kami mau IDI berguna bagi masyarakat,” Tambahnya.

Ketua Pengurus Besar IDI, dr Zaenal Arifin mengatakan, persoalan utama yang dihadapai saat ini adalah penyebaran tenaga dokter. Menurutnya, fakta yang terlihat, dokter masih menumpuk di perkotaan. “Nah ini tanggung jawab pemerintah. Kecuali soal kesiapan dokter, itu kami,” ucapnya.

Pada acara ini, IDI juga sekaligus menggelar seminar terkait peran IDI dalam penerapan JKN. Hadir sebagai pemateri, Dekan Fakultas Kedokteran Unhas, Prof Irawan Yusuf, Guru Besar Fakultas Kedokteran, Prof Syarifuddin Wahid, dan pihak PT Askes, dr Sunusi.

Para pembicara sepakat perlunya penataan kompetensi dokter. Kemudian, meningkatkan integritas dokter agar tidak terlibat produk kartel obat dengan bekerja sama dengan perusahaan farmasi. Kesejahteraan dokter ikut dibahas. (arm/rif)

sumber: www.fajar.co.id

 

Hingga Juli 2013, 72% Rakyat Indonesia Miliki Jaminan Kesehatan

Kementerian Kesehatan mencatat hingga Juli 2013 sebanyak 72 persen masyarakat Indonesia atau setara dengan 176,84 juta jiwa telah memiliki jaminan kesehatan.

“Ini dari berbagai macam jenis jaminan sosial, baik pemerintah, swasta maupun pribadi,” kata Kepala Pusat Komunikasi Publik Kemenkes Murti Utami di Jakarta, Jumat (22/11).

Berdasarkan jenis jaminan kesehatan itu, peserta jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas) paling banyak yakni 86,4 juta jiwa. Kemudian, melalui jaminan kesehatan daerah (Jamkesda) sebanyak 45,595 juta jiwa.

Sementara itu, pembayaran premi dari perusahaan ke karyawan tercatat sebanyak 16,92 juta jiwa. Kemudian, melalui jalur PT Akses sebanyak 16,55 juta jiwa; Jaminan Sosial Tenaga Kerja sebanyak 7,03 juta jiwa dan asuransi komersial sebanyak 2,94 juta jiwa dan kalangan Polri/TNI/PNS yang mengikuti asuransi sebanyak 1,412 juta jiwa.

Murti mengatakan, mulai 1 Januari 2014 akan diterapkan Jaminan Kesehatan Nasional yang nantinya akan mencakup seluruh masyarakat Indonesia. “Secara menyeluruh, ditargetkan pada tahun 2019,” kata dia.

Untuk tahap awal, lanjut dia, akan ada 111,6 juta jiwa penduduk yang mendapat Jaminan Kesehatan Nasional. Mereka terdiri dari TNI, Polri, PNS serta penerima bantuan iuran (PBI). Iuran bagi kelompok penerima upah dan non penerima upah sifatnya wajib.

Kelompok penerima upah adalah karyawan dan perusahaan dimana pembagiannya masing-masing dua dan tiga persen dari gaji yang dibayarkan. Sedangkan untuk PBI, iuran dibayar oleh pemerintah dengan nilai premi sebesar Rp19.250 per bulan.

sumber: www.beritasatu.com

 

Momentum Jawab Tantangan Pembangunan Kesehatan

PERINGATAN Hari Kesehatan Nasional (HKN) ke-49 harus dijadikan momentum untuk melakukan refleksi tentang apa yang bisa dilakukan untuk menjawab tantangan pembangunan kesehatan ke depan. Terlebih, tantangan terhadap pembangunan kesehatan ke depan kian kompleks, seiring dengan perjalanan pembangunan nasional di segala bidang.

Hal itu diungkapkan Bupati Klungkung, Tjokorda Gede Agung, saat memberikan sambutan dalam acara ramah tamah peringatan HKN bersama dengan kader kesehatan di seluruh Klungkung, Rabu (20/11) kemarin. Tema HKN, “Indonesia Cinta Sehat, Menuju Indonesia Sehat dan Jaminan Kesehatan Nasional yang Bermutu” menurut Bupati sangat inspiratif, sebagai momentum untuk membangkitkan segenap komponen kader kesehatan dan masyarakat luas, untuk mewujudkan hidup sehat. Peringatan HKN ke-49 ini, juga dimaknai dimulainya pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada 1 Januari 2014 mendatang. “Pelaksanaan JKN ini sebagai suatu tonggak sejarah menuju masyarakat Indonesia yang sehat, mandiri dan berkeadilan,” jelas Bupati saat membacakan sambutan Menteri Kesehatan RI di Balai Banjar Mergan.

Bupati mengatakan kader kesehatan saat ini sebagai pejuang kemanusiaan yang bangga dan tulus ikhlas mengabdikan ilmu pengetahuan dan keterampilannya bagi kesehatan masyarakat. Dia juga menyampaikan peningkatan pelayanan di bidang kesehatan juga harus diikuti dengan penyediaan sumber daya alokasi anggaran yang memadai. Sehingga terwujud pelayanan kesehatan yang komprehensif dan bermutu bagi masyarakat. Dia meminta agar jajaran pemerintah daerah mengambil langkah strategis untuk mengatasi masalah pembangunan kesehatan di daerah.

Sementara Ketua Panitia HKN ke-49 tahun ini, Dr. I Wayan Agus Arisnawan, kemarin, menyampaikan rangkaian kegiatan sebelumnya sudah dilakukan dalam memperingati HKN tahun ini. Kegiatan itu, di antaranya mulai dari Seminar Kedokteran, Seminar untuk umum, Bakti Sosial Pelayanan Kesehatan di Desa Ped Nusa Penida, Senam Tulang Sehat dan Seminar Kesehatan yang bekerja sama dengan Perwatusi, Tes Kebugaran bagi pegawai di instansi kesehatan, Kegiatan Sikat Gigi Massal di semua SD se-Kabupaten Klungkung, jalan santai hingga berbagai lomba olahraga.

Dia berharap perilaku hidup bersih dan sehat, sebagai kader kesehatan harus terus disosialisasikan kepada masyarakat luas, agar benar-benar menjadi budaya bangsa. “Perilaku hidup sehat hendaknya ditanamkan sejak usia dini, agar menjadi budaya yang dipraktikkan sehari-hari sepanjang hidup. Semoga apa yang menjadi cita-cita kita bersama, sesuai dengan tema tahun ini bisa tercapai,” katanya. Dalam kesempatan itu, dia juga menyampaikan ucapan belasungkawa bagi dr. Nanda yang meninggal dunia pagi kemarin, akibat mengalami kecelakaan lalu lintas. (ad)

sumber: www.balipost.co.id