4 Kebijakan Pemerintah untuk Anak yang Akan Berlaku di Tahun 2019

Ada sejumlah kebijakan pemerintah yang akan diterapkan tahun 2019, salah satunya berdampak untuk anak. Kebijakan tersebut berlaku baik dalam sektor pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan.

Nah Moms, sebagai orang tua, jangan sampai Anda ketinggalan beritanya. Berikut adalah 4 kebijakan pemerintah untuk anak yang akan berlaku di tahun 2019 ini.

1. Pendidikan Anti-Korupsi Dimasukkan dalam Kurikulum

Kesadaran anti-korupsi memang harus ditanamkan sejak dini. Oleh karena itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) berkomitmen untuk memasukkan pendidikan anti-korupsi dalam kurikulum jenjang sekolah dasar, menengah, dan tinggi.
Ide pendidikan anti-korupsi datang dari KPK dan disepakati oleh 4 institusi kementerian, yakni Kemendikbud, Kemendagri, Kemenristekdikti, dan Kemenag. Meski begitu, subjek ini tidak menjadi mata pelajaran baru. Namun akan diimplementasikan dalam program-program yang lebih kreatif.

2. Sistem Zonasi pada Penerimaan Peserta Didik Baru

Kebijakan ini telah ditetapkan oleh Kemendikbud demi mempercepat pemerataan pendidikan dan program wajib belajar 12 tahun. Dengan sistem zonasi ini, siswa harus belajar di sekolah yang berdekatan atau satu kawasan dengan tempat tinggalnya berdasarkan alamat di Kartu Keluarga.
Sebenarnya sistem ini sudah diterapkan sejak 2017, namun belum semua sekolah negeri. Pada tahun ajaran 2019/2020 mendatang, PPDB dengan sistem zonasi bisa dimulai sejak awal tahun, bukan menjelang tahun ajaran baru seperti tahun-tahun sebelumnya.
Menariknya tak hanya murid-murid yang harus mengikuti sistem zonasi, melainkan juga guru. Mulai 2019 ini, guru juga dirotasi berdasarkan sistem zonasi demi pemerataan kualitas guru di setiap sekolah.

3. Imunisasi MR jadi Program Imunisasi Nasional

Pemberian vaksin MR (Measles Rubella) yang diprogramkan Kemenkes sempat diragukan masyarakat muslim karena dalam pembuatannya menggunakan bahan enzim babi. Meski begitu, MUI mengeluarkan fatwa bahwa vaksin MR masih diperbolehkan bagi umat muslim mengingat, sampai saat ini belum ada vaksin MR yang halal.
Pada 2019 imunisasi MR siap menjadi program imunisasi nasional rutin. Sebelumnya imunisasi MR serentak di Pulau Jawa telah dilakukan pada Agustus-September 2017 lalu. Sementara di luar Pulau Jawa telah dilaksanakan lewat kampanye Imunisasi MR fase II pada Agustus-September 2018.
Jadi jangan sampai si kecil melewatkan imunisasi MR demi mencegah dan melindunginya penyakit campak rubella, ya Moms!

4. Pemerintah Daerah Wajib Gelar PAUD

Kemendikbud juga mewajibkan pemerintah daerah untuk menyelenggarakan pendidikan anak usia dini (PAUD). Hal itu tertuang pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 2 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang mulai berlaku 1 Januari 2019.
Pada pasal 5, dijelaskan bahwa tiap kabupaten/kota wajib memiliki SPM pendidikan, salah satunya adalah pendidikan anak usia dini (PAUD). Fasilitas PAUD ini bisa dimanfaatkan untuk anak usia 5-6 tahun.

sumber: https://kumparan.com/@kumparanmom/4-kebijakan-pemerintah-untuk-anak-yang-akan-berlaku-di-tahun-2019-1546313097529416545

 

1 Januari 2019 tenggat pendaftaran BPJS Kesehatan, tapi belum dikenakan sanksi

Warga yang belum terdaftar sebagai peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) lewat 1 Januari 2019 belum dikenakan sanksi, kata juru bicara BPJS Kesehatan.

Dengan kata lain, warga masih bisa mendapatkan pelayanan publik tertentu, seperti Surat Izin Mengemudi (SIM) dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB), tanpa menjadi peserta BPJS Kesehatan.

Kepala Humas BPJS Kesehatan, M Iqbal Anas Ma’ruf, mengatakan aturan tentang sanksi administratif “masih disusun di kementerian/lembaga terkait”.

“Kalau belum mendaftar ya belum ada sanksi,” kata Iqbal kepada BBC News Indonesia.

Perpres No. 82 Tahun 2018 mewajibkan pendaftaran ke BPJS Kesehatan paling lambat tanggal 1 Januari 2019 bagi peserta mandiri — dengan kata lain, warga yang belum didaftarkan oleh perusahaan/badan usaha tempatnya bekerja dan warga bukan penerima bantuan iuran.

Adapun sanksi bagi warga yang belum mendaftar tertuang dalam PP No. 86 Tahun 2013, yakni sanksi administratif berupa teguran tertulis, denda, atau tidak mendapatkan pelayanan publik tertentu.

Menurut pasal 8 dan 9 undang-undang tersebut, identitas kepesertaan jaminan sosial menjadi persyaratan untuk mengurus Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Surat Izin Mengemudi (SIM), sertifikat tanah, paspor, dan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK).

Namun demikian, Iqbal mengatakan bahwa kewenangan untuk menerapkan sanksi terkait layanan publik tersebut bukanlah pada BPJS Kesehatan melainkan lembaga terkait.

“Jadi kalau SIM di Polri, sementara Polri kan pertimbangannya belum untuk menerapkan bahwa itu (kepesertaan JKN) menjadi syarat ketika mengurus SIM … Contoh kalau IMB, pemerintah daerah kabupaten/kota kan yang memiliki wewenang untuk mensyaratkan itu,” kata Iqbal.

“Koordinasi sudah kita lakukan, cuma belum sampai pada keputusan apakah memang harus diterapkan dalam waktu dekat,” ia menambahkan.

Kewajiban untuk mendaftar secara mandiri berlaku bagi kelompok Pekerja Bukan Penerima Upah dan Bukan Pekerja; dan bayi baru lahir dari peserta mandiri wajib didaftarkan kepada BPJS Kesehatan paling lambat 28 hari sejak dilahirkan. Selama jangka waktu tersebut, si bayi masih ditanggung JKN.

“Sekarang [bayi] dalam kandungan sudah bisa didaftarkan. Kalau bayar iurannya setelah dilahirkan,” ujar Iqbal.

Kewajiban mendaftar ke BPJS Kesehatan adalah ikhtiar pemerintah untuk meningkatkan cakupan program JKN dengan menyasar para pekerja di sektor informal — sektor yang menyerap hampir 60% tenaga kerja Indonesia, menurut Badan Pusat Statistik (BPS).

Cakupan JKN pada Oktober 2018 baru mencapai mencapai 76% atau sekitar 207 juta orang. Pada tahun depan, angka itu ditargetkan bertambah sampai 95%.

sumber: https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-46725458

 

PLN Tanggung Seluruh Biaya Pengobatan Korban Tsunami Selat Sunda

Direktur Utama PLN Sofyan Basir berjanji, seluruh biaya perawatan medis maupun santunan untuk para pegawai dan keluarga, korban tsunami Selat Sunda bakal ditanggung seluruhnya secara langsung oleh PLN pusat. Hal ini juga berlaku untuk para pengisi acara yang menjadi korban atas musibah tersebut.

“Seluruh biaya kita cover, kami sudah sampaikan ke pihak rumah sakit. Biaya yang keluar kami tanggung sepenuhnya,” kata Sofyan saat menjenguk puluhan pegawai dan keluarga besar PLN yang dirujuk ke Rumah Sakit Puri Cinere, Depok, Jawa Barat pada Senin 24 Desember 2018.

Selain menanggung biaya medis, PLN juga bakal memberikan santunan untuk para pegawai dan keluarga yang meninggal akibat musibah itu. “Kalau berapa nominal yang kami siapkan belum tahu, tapi InsyaAllah kami tanggung,” janjinya

Diungkapkan Sofyan, peristiwa itu terjadi pada saat pegawai dan keluarga sedang melakukan kegiatan rutin tahnunan, berupa gathering di Tanjung Lesung, Banten pada Sabtu 22 Desember 2018. Sofyan sendiri mengaku, dirinya mendapat kabar informasi musibah tsunami sekira pukul 21:45 WIB.

“Kami dengar bahwa sedang berlangsung acara gathering, dan sekira pukul 21:45 WIB, tiba-tiba ada air bah masuk. Sama sekali tidak terdengar suara air, tidak diketahui. Ini betul-betul musibah, yang memang hnaya Allah yang tahu, ini takdir. Tentu kami sangat berduka atas kejadian ini,” katanya

Mendengar adanya kabar tersebut, Sofyan menegaskan, PLN langsung bertindak cepat dengan mengirimkan sebanyak 31 unit ambulans. “Kebetulan dekat lokasi ada PLN Banten, jadi proses penanganan evakuasi bisa satu jam lebih cepat,” ujarnya.

Akibat kejadian itu, tercatat ada 42 orang keluarga besar PLN yang menjadi korban tewas. 16 diantaranya pegawai, dan sisanya adalah keluarga dan pengisi acara yang juga tidak selamat. Sedangkan lima orang lainnya hingga kini belum ditemukan.

sumber: https://www.viva.co.id/berita/nasional/1106098-pln-tanggung-seluruh-biaya-pengobatan-korban-tsunami-selat-sunda 

 

Peneliti Temukan Lemahnya SIstem Kesehatan JKN dan Dampak JIka Tak Dibenahi

Sebuah studi terkini yang dipublikasikan di jurnal The Lancet menjelaskan bahwa Indonesia teIah menciptakan skema Universal Health Coverage (UHC) yang adaptif dan fleksibel yaitu JKN dan BPJS Kesehatan .

Penelitian yang dipimpin dr. Rina Agustina, MSc, PhD dari Departemen llmu Gizi, FKUl-RSCM ini memaparkan pencapaian, kesenjangan, dan kesempatan dari Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan ( BPJS ) daIam memperluas cakupan, akses pelayanan dan keadiIan untuk pelayanan kesehatan.

Dalam presentasinya, dr Rina mengatakan sejak dilaksanakan pada 2014, sistem JKN dan BPJS teIah menjadi sistem asuransi dengan skema pembayar premi tunggal terbesar di dunia yang menanggung Iebih dari 203 juta orang hingga saat ini. Menurut temuan ini, dr Rina menekankan bahwa sebenarnya JKN sudah mampu memperbaiki akses dan pemerataan pelayanan kesehatan, khususnya pada kelompok keIas ekonomi bawah di wilayah pedesaan, terutama di wiIayah timur Indonesia serta meningkatkan perawatan penyakit tidak menuIar.

“Namun, studi ini menemukan tiga masalah kesenjangan yang membutuhkan perhatian segera, terutama terkait kelompok rentan dan keberlanjutan finansial. Jika tidak segera diatasi, kesenjangan ini dapat membahayakan keberlanjutan di masa mendatang,” ujar dr Rina dalam temu media di Aula FKUI, Jakarta, Kamis (20/12/2018).

Pertama, dr Rina menguraikan permasalahan dari sistem JKN ialah adanya keIompok yang disebut sebagai ‘missing midle’, dimana hanya 52 persen orang yang terdaftar pada usia 20 hingga 35 tahun dari lapisan ekonomi menengah. Dan hanya 25 persen pendaftar anak-anak sejak dilahirkan hingga usia 4 tahun.

Permasalahan kedua, kata dia, adalah kesenjangan finansial yang dirasakan oleh JKN dan BPJS dimana pendapatan tidak dapat menutup pengeluraran. Hal ini utamanya disebabkan oleh rendahnya iuran dan tingginya klaim untuk penyakit kronis.

“Studi ini mengungkapkan sebanyak 23 persen peserta mendaftar ketika mereka sakit. Selain itu, mereka yang telah memiliki sejarah penyakit kronis juga terbukti sangat antusias mendaftar sebagai peserta JKN. Meningkatnya risiko terhadap hipertensi, diabetes, dan penyakit jantung, pada akhinya meningkatkan klaim kesehatan untuk jangka panjang,” tambah dia.

Permasalahan ketiga yang disoroti temuan ini adalah kesiapan layanan kesehatan. Seiring dengan meningkatkan kebutuhan peserta JKN dan BPJS, jumlah tenaga dan fasilitas medis, kata dia, belum memadai, terutama di rumah sakit umum maupun puskesmas.

“Salah satu tujuan utama dari JKN dan BPJS adalah untuk memperkuat peran pusat kesehatan masyarakat di tingkat primer; maka kurangnya tenaga, fasilitas, obat, dan peralatan kesehatan di lini terdepan dapat memangkas rujukan yang tidak diperlukan, yang pada akhirnya akan memperbesar biaya secara keseluruhan,” tambah dia.

Temukan 3 Solusi

Selain menunjukkan beberapa permasalahan yang masih ditemukan dalam sistem JKN dan BPJS ini, dr Rina dan tim peneliti memberikan beberapa rekomendasi untuk menciptakan sistem kesehatan yang tangguh dan berdampak tinggi.

Pertama, peneliti mengusulkan percepatan kepesertaan dan pengumpulan iuran, terutama dalam kelompok pekerja di sektor informal atau missing middle, dan kelompok ibu hamil dan anak-anak.

“Saat ini, terdapat sekitar 56,4 juta orang yang belum masuk JKN. Lebih lanjut, studi juga melaporkan bahwa pembayaran premi asuransi bukanlah penyebab utama kelompok tersebut tidak bergabung dalam JKN, namun lebih pada permasalahan ketersediaan layanan dan kurangnya pemahaman tentang asuransi,” tambah dia.

Rekomendasi kedua, dan yang paling penting menurut dr Rina adalah inovasi untuk pendekatan preventif dan promotif untuk mendukung pendekatan kuratif dari UHC. lnovasi pertama adalah pendekatan preventif Universal Risk Coverage (URC), dimana pemerintah harus menciptakan investasi multisektoral untuk mengurangi faktor risiko utama dalam mencegah atau menunda penyakit sehingga mampu menekan biaya tinggi penyakit di masa mendatang.

“Investasi pada kesehatan ibu dan anak, perawatan terhadap tumbuh kembang anak, sanitasi yang layak terutama di daerah pedesaan dan terpencil, pola hidup sehat, kualitas diet yang lebih baik dan olahraga dapat mengurangi tingginya biaya kesehatan yang diakibatkan oleh penyakit menular dan tidak menular,” kata dia.

lnovasi selanjutnya adalah Universal Cause Coverage (UCC) yang fokus pada reformasi kebijakan dan investasi yang mendukung promosi gaya hidup sehat. Dengan demikian, kata dr Rina sebuah sistem terpadu yang bertransformasi dari UHC yang bersifat kuratif, URC yang bersifat pencegahan dan UCC yang bersifat promotif; akan dapat menjadi jaring pengaman kesehatan yang terbaik bagi masyarakat.

“Terakhir, rekomendasi ketiga dalam studi ini menekankan pada penguatan lini terdepan kegiatan berbasis masyarakat dan sistem informasi kesehatan digital yang berbasis data untuk meningkatkan efisiensi dan memandu terciptanya solusi bagi permasalahan kesehatan lndonesia dengan kondisi yang beragam,” tandas dia.

sumber: https://www.suara.com/health/2018/12/20/133457/peneliti-temukan-lemahnya-sistem-kesehatan-jkn-dan-dampak-jika-tak-dibenahi

 

Bahas JKN, Paper Peneliti Indonesia Masuk Jurnal Ilmiah Bergengsi

Jakarta – Artikel ilmiah tentang Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang ditulis oleh peneliti Indonesia berhasil masuk jurnal ilmiah bergengsi dunia The Lancet.

Tak semua artikel ilmiah bisa dipublikasikan dalam The Lancet. Hanya yang berkualitas tinggi yang bisa, seperti Universal Health Coverage in Indonesia: Concept, Progress, and Challenges ini. Paper ini dipublikasikan pada 20 Desember 2018 pukul 06.30. Di dalam studi ini memaparkan pencapaian, kesenjangan, dan jaminan JKN dan BPJS Kesehatan dalam memperluas cakupan, akses pelayanan dan keadilan untuk pelayanan kesehatan.

Tak hanya peneliti di bidang kesehatan, paper ini juga melibatkan ekonom sehingga hasilnya begitu komprehensif dan padat.

“Paper ini dibuat dengan suatu optimisme dan motivasi bahwa Indonesia harus diketahui oleh dunia,” kata penulis pertama, Rina Agustina dari Departemen Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia di Aula FKUI Salemba Jakarta Pusat pada Kamis (20/12/2018).

Salah satu hal yang menarik dalam paper ini tentang kelompok menengah yang hilang. Yakni sekitar 52 persen penduduk usia 20-35 tahun yang terdaftar sebagai peserta JKN.

“Mereka ini orang muda yang produktif dan sebenarnya bisa membayar. Selain itu kesehatannya pun cenderung masih bagus sehingga jika menjadi peserta bisa menambah pendapatan BPJS Kesehatan,” tambah Rina di hadapan ratusan audiens.

Permasalahan kedua yang ditemukan dalam paper ini tentang kesenjangan finansial JKN dengan keadaan pendapatan tidak menutupi pengeluaran. Hal ini disebabkan, kata Rina, rendahnya iuran dan tingginya klaim penyakit kronis.

Permasalahan ketiga tentang layanan kesehatan yang belum memadai. Seiring dengan bertambahnya jumlah peserta yang kini mencapai sekitar 203 juta, jumlah tenaga kesehatan dan fasilitas belum memadai.

Rekomendasi

Dalam paper ini para peneliti pun memberikan rekomendasi atas segala permasalahan yang terjadi empat tahun terakhir.

Pertama, peneliti mengusulkan percepatan kepesertaan dan pengumpulan iuran. Sasaran strategis adalah kelompok menengah pekerja dan ibu hamil dan anak-anak.

Kedua, inovasi pendekatan preventif dan promotif. Salah satunya dengan fokus pada 1000 hari pertama kehidupan.

“Dengan menurunkan stunting kita menurunkan kognitif rendah dan menurunkan jumlah mereka yg kena penyakit katastropik,” ujar Endang Achadi yang juga peneliti dalam paper ini.

Rekomendasi terakhir adalah menekankan penguatan pada kegiatan masyarakat dan sistem informasi kesehatan digital sehingga lebih efisien.

Bukti Indonesia punya peneliti kelas dunia

Berhasilnya paper ini masuk jurnal The Lancet jadi bukti bahwa peneliti Indonesia berkualitas.

“Kalau paper atau artikel ilmiahnya sudah masuk The Lancet itu artinya sudah peneliti kelas dunia,” kata Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Ari Fahrial Syam di kesempatan yang sama.

Sebuah paper yang masuk The Lancet akan menjadi sumber bagi penelitian lain serta kutipan di media massa. Sehingga, besar kemungkinan bisa menjadi rujukan perubahan kebijakan.

“Saya harap paper ini tidak hanya berhenti pada publikasi saja, tapi juga penting bagi pemangku kebijakan dan mereformasi JKN,” kata Senior Executive Editor The Lancet, William Summerskill yang juga datang ke peluncuran paper ini dari London.

sumber: https://www.liputan6.com/

 

BPJS Kesehatan: Perpres 82 Sempurnakan Landasan Hukum Program JKN-KIS

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menyatakan, terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2018 menyempurnakan payung hukum Program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS).

Sebelumnya ada sejumlah hal yang tidak diatur dan dijelaskan dalam Perpres Nomor 28 Tahun 2016. Sehingga diperlukan perbaikan. “Kita ingin meningkatkan kualitas dan mutunya (JKN-KIS).

Perpres sebelumnya disempurnakan dengan hadirnya Perpres Nomor 82 Tahun 2018,” kata Deputi Direksi Bidang Kepesertaan BPJS Kesehatan, Bona Evita di kantornya, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Rabu (19/12/2018). Bona mengatakan, pelaksanaan program ini sudah memasuki tahun keenam dan hanya menyisakan beberapa minggu lagi. Pihaknya berharap program ini terus dilanjutkan dan berkesinambungan memberi manfaat kepada publik.

“Hadirnya Perpres ini menegaskan beberapa hal lagi. Tentang ketentuan kepesertaan bayi baru lahir, tentang PHK, perlakuan warga negara yang di luar negeri, mengatur suami istri sama-sama pekerja wajib didaftarkan pemberi kerja,” sebutnya.

Kemudian lanjut Bona, adanya nomenklatur kepesertaan kepala desa dan perangkat desa sebagai kelompok Pekerja Penerima Upah (PPU) yang ditanggung oleh pemerintah. Hal semacam inilah yang belum masuk dan diatur dalam peraturan sebelumnya.

“Itu yang diperjelas di dalam ketentuan itu (Perpres Nomor 82 Tahun 2018). Sebelumnya belum diatur secara teknis,” ujar dia. Selain itu, Perpres ini juga mengatur terkait tunggakan iuran beserta denda yang akan dikenakan kepada peserta JKN-KIS. Status kepesertaan seseorang dinonaktifkan jika tidak membayar iuran berjalan sempai dengan akhir bulan, apabila menunggak lebih satu bulan.

Namun, status kepesertaan akan aktif kembali jika sudah membayar iuran bulan tertunggak. Dia menambahkan, saat ini peserta BPJS Kesetahan sudah mencapai 207 juta jiwa dan berharap terus bertambah ke depannya. Temuan di lapangan, masih banyak masyarakat atau warga enggan mendaftar sebagai peserta karena sejumlah alasan. “Janganlah menunggu sakit dulu baru ikut dan mendaftar sebagai peserta program (JKN-KIS),” tuturnya.

sumber: https://ekonomi.kompas.com/

 

Pengiriman Tenaga Perawat Kesehatan ke Arab Saudi Bakal Semakin Gencar

JAKARTA – PT Global Alwakil Indonesia dengan Saudi Manpower Solutions (SMASCO) menandatangani memorandum of understanding (MoU) dalam hal pengiriman tenaga medis khususnya perawat, yang akan dimulai pada awal tahun 2019.

Dengan nota kesepahaman itu, perawat Indonesia diharapkan dapat menggeser perawat dari Filipina yang saat ini masih mendominasi industri kesehatan Arab Saudi.

PT Global Alwakil Indonesia (GAI) merupakan perusahaan Indonesia yang bertujuan untuk menghimpun investasi di bidang pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM), membangun standardisasi kompentensi spesifik untuk ‘link & match’ dengan industri, membangun sistem berbasis teknologi informasi dalam menghimpun data pekerja migran, serta memastikan sinergi proses perekrutan, pelatihan hingga penempatan Pekerja Migran Indonesia.

Selain itu, GAI juga memiliki misi membangun sistem perlindungan bagi pekerja migran dari mulai bantuan hukum hingga mempersiapkan piranti lunak dan keras.

Sementara SMASCO merupakan perusahaan Mega Recruitment pertama di Saudi Arabia yang telah menempatkan lebih dari 90.000 tenaga kerja mancanegara di Saudi Arabia.

Presiden Direktur SMASCO, Saad Al Badah, dalam sambutannya menyatakan optimistis bahwa pada tahun 2023, perawat-perawat Indonesia dapat menggeser perawat dari Filipina yang saat ini masih mendominasi industri kesehatan Saudi Arabia. Menurut Saad, ini adalah momentum penting kerja sama Business to Business antara Indonesia dengan Arab Saudi, khususnya di sektor kesehatan.

Sementara itu, CEO Global Alwakil Indonesia, Hemasari Dharmabumi menyebutkan, Saudi maupun Indonesia memiliki kesamaan dalam membutuhkan SDM di bidang hospitality. Sasaran industri paling penting juga adalah sektor hospitality, karena Indonesia dengan ribuan tempat tujuan wisata memiliki potensi pekerja hospitality yang melimpah.

“Sementara Arab Saudi yang menerima banyak sekali jamaah asal Indonesia untuk Haji dan Umrah sangat membutuhkan pekerja hospitality yang mengerti kebutuhan jamaah asal Indonesia. Hospitality merupakan sektor industri yang akan menjadi andalan Global Alwakil Indonesia tiga tahun ke depan,” katanya dalam siaran pers yang diterima Bisnis, Senin (10/12/2018).

Hemasari menambahkan upaya-upaya yang telah dilakukan oleh GAI, selain telah bekerja sama dengan beberapa pemda dan swasta di bidang sistem rekrutmen, juga telah bekerja sama dengan berbagai Balai Latihan Kerja (BLK) di bidang pelatihan.

Melalui proses yang sangat ketat, GAI telah menghimpun berbagai Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) dalam sebuah konsorsium yang dinamakan Konsorsium Alwakil.

MoU tersebut merupakan bagian dari kegiatan PT Global Alwakil Indonesia (GAI) yang menyelenggarakan Employment Business Meeting (EBM), bertempat di Hotel Intercontinental, Jeddah, Saudi Arabia. Acara ini merupakan yang pertama kali diselenggarakan oleh pihak swasta Indonesia di luar negeri, khususnya di Arab Saudi.

Menurut Hemasari, Employment Business Meeting di Jeddah dimaksudkan untuk memperkenalkan potensi pekerja Migran Indonesia pada sektor Hospitality, Health Care, Oil & Gas, Construction, dan Retail.

Presiden Komisaris Global Alwakil Indonesia, Fahmi Idris dalam sambutannya menyatakan gagasan membangun perusahaan Global Alwakil Indonesia adalah dalam rangka perlindungan atau proteksi. Baik proteksi terhadap para Pekerja Migran Indonesia (PMI), maupun proteksi terhadap keberlangsungan perusahaan.

“Kami memberikan dukungan sepenuhnya kepada pemerintah untuk melaksanakan strategi reformasi sistem migrasi jangka panjang, yang tentu saja salah satunya adalah keterlibatan pihak swasta dalam membangun ekosistem migrasi yang ‘sustainable’ (berkelanjutan).

Fahmi menjelaskan itulah alasan didirikannya PT Global Alwakil Indonesia yang ditujukan untuk menghimpun investasi di bidang pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM), membangun standardisasi kompentensi spesifik untuk ‘link & match’ dengan industri, membangun sistem berbasis teknologi informasi dalam menghimpun data pekerja migran, serta memastikan sinergi proses perekrutan, pelatihan hingga penempatan Pekerja Migran Indonesia.

“Kami juga membangun sistem perlindungan bagi pekerja migran dari mulai bantuan hukum hingga mempersiapkan piranti lunak dan keras”, ujar Dr. Fahmi Idris, pembukaan acara EBM di Jeddah, Arab Saudi.”

Sebagai mantan Menteri Tenaga Kerja pada dua periode pemerintahan, Fahmi Idris menyatakan berdasarkan pengalamannya, pemerintah tidak dapat serta merta menjalankan semua program strategisnya tanpa dukungan dan sinergi pihak swasta. Karena pada dasarnya pasar tenaga kerja pada akhirnya adalah domain swasta.

Fahmi Idris berharap pada suatu hari nanti, Tenaga Kerja Indonesia akan mengisi berbagai pasar tenaga kerja di dunia dengan kualitas kompetensi yang tinggi, yang akan dikenal sebagai ‘Indonesian Global Workers’ atau Pekerja Global Indonesia.

sumber: https://industri.bisnis.com/read/20181210/12/868032/pengiriman-tenaga-perawat-kesehatan-ke-arab-saudi-bakal-semakin-gencar

 

BPJS Kesehatan Masih Defisit atau Tidak? Tunggu di Januari 2019

Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menyebut persoalan proyeksi defisit keuangan BPJS Kesehatan sudah rampung alias balance.

Kepala BPKP Ardan Adiperdana mengatakan, rampungnya persoalan proyeksi defisit karena pemerintah sudah menyuntikkan dana tambahan sebesar Rp 5,2 triliun di tahap kedua.

“Base on proyeksi yang sudah disampaikan ketemunya di Rp 5,2 triliun, selesai (masalah defisit 2018), iya (balance), tapi base on proyeksi,” kata Ardan di ruang rapat Komisi IX DPR, Jakarta, Selasa (11/12/2018).

Berdasarkan proyeksi, BPJS Kesehatan mengalami defisit sebesar Rp 10,98 triliun di tahun 2018. BPKP dipercayai untuk melakukan audit tahap pertama atau pada laporan semester I-2018. Di mana per September 2018 pemerintah menyuntikkan dana sebesar Rp 4,9 triliun.

Setelah itu, BPKP pun kembali melakukan audit tahap kedua yang hasilnya menyebutkan bahwa defisit BPJS masih ada Rp 6,1 triliun. Namun, setelah adanya rekonsiliasi antar kementerian lembaga yang terkait, serta adanya bauran kebijakan, maka yang dibayarkan pemerintah hanya sebesar Rp 5,2 triliun.

Dengan begitu, kata Ardan, maka persoalan defisit keuangan BPJS berdasarkan proyeksi sudah selesai atau keuangannya sudah balance.

“Review tahap I kan Rp 10,98 triliun dibayarkan Rp 4,9 triliun, lalu masuk review tahap II, jadi itu nyambung sebenarnya, sampai posisi tahap II selesainya di Rp 5,2 triliun, itu base on proyeksi selesai,” ungkap dia.

Tunggu Januari 2019

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meminta kepada BPKP untuk melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap BPJS Kesehatan dan 2.400 rumah sakit di Indonesia.

Permintaan tersebut dalam rangka menjaga keuangan BPJS Kesehatan tetap sehat dan layanan kesehatan nasional berjalan dengan baik.

“Kami melalui surat kami telah mengirimkan permintaan resmi ke BPKP, setelah beberapa rapat kita sepakat kami akan meminta BPKP audit sistem dan pelayanan dari BPJS mulai dari internal bagaimana manajemen klaim, dan bagaimana identifikasi manfaat,” kata Sri Mulyani.

Audit yang dilakukan BPKP ini menjadi evaluasi tahap ketiga, di mana akan dilakukan review keuangan dari Januari-Desember 2018, manajemen klaim, hingga sistem yang dijalankan oleh 2.400 rumah sakit di Indonesia. Sehingga muncul realisasi kinerja keuangan yang menyatakan defisit atau tidak.

Evaluasi secara menyeluruh ini dilakukan karena keuangan BPJS Kesehatan mengalami defisit. Di tahun 2014 tercatat defisit sebesar Rp 3,3 triliun, lalu membesar menjadi Rp 5,7 triliun di 2015.

Kemudian, menjadi Rp 9,7 triliun pada 2016 dan Rp 9,75 triliun pada 2017. Untuk tahun 2018, defisit diproyeksikan mencapai Rp16,5 triliun, namun setelah diaudit BPKP menjadi Rp 10,98 triliun.

Pemerintah lewat Kementerian Keuangan pun akhirnya memutuskan untuk menyuntikkan modal tambahan sebagai upaya menambal defisit keuangan BPJS Kesehatan yang disebabkan rendahnya biaya iuran.

Total suntikan modal dari pemerintah Rp 10,1 triliun, yang berasal dari tahap pertama sebesar Rp 4,9 triliun dan tahap kedua sebesar Rp 5,2 triliun. Angka Rp 5,2 triliun ini menjadi nominal akhir yang dibayarkan sesuai proyeksi defisit di tahun 2018.

Suntikan modal ini pun hasil audit yang dilakukan oleh BPKP pada laporan keuangan semester I-2018 atau tahap I, dan tahap II per Oktober 2018.

Adapun, Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini pun meminta BPKP untuk menyelesaikan audit keseluruhan atau tahap III ini pada pertengahan Januari 2019.

Sementara itu, Kepala BPKP Ardan Adiperdana mengatakan audit atau evaluasi tahap ketiga ini lebih kepada realisasi kinerja BPJS Kesehatan selama satu tahun penuh di 2018, sekaligus menyesuaikan manajemen klaim di rumah sakit.

“Kami diminta melakukan review tahap III, audit sistem klaim dan pelayanan yang berkaitan dengan sistem klaim, ini yang akan kita lakukan,” kata Ardan.

Dirinya pun siap mengerahkan tim di 34 kantor perwakilan BPKP agar turut membantu proses audit dengan mengumpulkan informasi mengenai BPJS Kesehatan serta data dari rumah sakit.

Menurut Ardan, persoalan proyeksi defisit keuangan BPJS Kesehatan sudah dirampungkan oleh pemerintah. Di mana dari proyeksi defisit yang sebesar Rp 10,98 triliun hasil audit dibayarkan Rp 4,99 triliun. Setelah itu, BPKP melakukan audit tahap kedua yang defisitnya sebesar Rp 6,12 triliun.

Namun, hasil rekonsiliasi pemerintah baik Menteri Keuangan, Menteri Koordinator PMK, dan kementerian serta lembaga terkait memutuskan angka defisit terakhir adalah Rp 5,2 triliun.

Angka tersebut, pun sudah dicairkan oleh Kementerian Keuangan pada 5 Desember 2018 sebesar Rp 3 triliun, dan Rp 2,2 triliun pada 14 Desember 2018.

sumber: https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4338989/bpjs-kesehatan-masih-defisit-atau-tidak-tunggu-di-januari-2019

 

Suntikan dana bagi BPJS Kesehatan menjadi angin segar emiten rumahsakit

Rencana pemerintah yang akan mengucurkan dana Rp 5,2 triliun untuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, nampaknya akan menjadi angin segar untuk emiten rumahsakit.

Direktur PT Royal Prima Tbk (PRIM) Michael Mok Siu Pen mengatakan, dengan adanya sentimen tersebut, cash flow Royal Prima tentu akan positif. Sebab, pemerintah terus berupaya untuk memberikan pelayanan kesehatan melalui BPJS.

PRIM memiliki dua rumahsakit. Tak tanggung-tanggung, pelayanan BPJS berkontribusi 60% ke total pendapatan Royal Prima sepanjang tahun ini. Hingga akhir tahun nanti, jaringan rumahsakit Royal Prima akan bertambah menjadi empat.

Analis Mega Capital Sekuritas Adrian M Priyatna, mengatakan, suntikan dana ke BPJS tentu akan menjadi sentimen positif untuk rumahsakit yang akan menerima volume BPJS. Akan tetapi dia mengatakan hanya saja kemungkinan rumahsakit akan mempertimbangkan untuk menahan penambahan rumahsakit baru, “Dikhawatirkan adanya hambatan pencairan BPJS dapat terulang lagi,” kata Adrian kepada Kontan.

Namun hal ini tidak untuk PRIM dan juga PT Mitra Keluarga Karyasehat Tbk (MIKA). Kedua rumahsakit swasta tersebut akan gencar melakukan ekspansi untuk membangun rumah sakit di tahun depan.

Sebelumnya Direktur PRIM Michael bilang, momentum suntikan dana yang akan diberikan oleh pemerintah kepada BPJS tidak akan disia-siakan oleh perusahaan rumahsakit. “Tahun 2019 kan semua penduduk desa juga harus menggunakan BPJS, jadi semua rumahsakit kami akan menggunakan layanan BPJS, makanya tahun depan kami ekspansi dua rumahsakit lagi,” kata Michael.

Sementara itu Aditya Widjaja, Investor Relations MIKA mengaku, bahwa masalah BPJS tidak akan mengganggu ekspansi Mitra Keluarga. Sejatinya, pada tahun depan MIKA akan kembali membangun dua rumahsakit di Bintaro dan Jatiasih. Bahkan rumahsakit yang akan dibangun di Jati Asih dipersiapkan MIKA untuk rumahsakit BPJS.

“Jatiasih memang kami persiapkan untuk rumahsakit BPJS, mulai dari bisnis proses dan juga layout bangunan sudah kami sesuaikan dengan model bisnis rumahsakit BPJS,” jelasnya. Nilai investasi yang akan dibangun di Jatiasih dengan kapasitas 100 bed adalah senilai Rp 80 miliar. Sebagai informasi saja, pelayanan BPJS terhadap kontribusi pendapat MIKA sepanjang tahun ini 10%-30%.

Aditya mengatakan, komitmen dari pemerintah untuk tetap menyuntikan dana ke BPJS merupakan sinyal positif untuk industri kesehatan. Hal ini menunjukkan adanya kepastian pembayaran dari BPJS tersebut. “Selama ini kan kepastian pembayaran, posisi BPJS defisit tentu ini akan menjadi perhatian bagi para rumahsakit apakah klaim mereka akan terbayar atau tidak,” jelasnya.

Analis Panin Sekuritas William Hartanto mengatakan, suntikan dana dapat membantu, jika emiten memiliki pengeluaran yang bersifat mendukung kegiatan operasional. Dia mengatakan, rumahsakit yang akan melakukan ekspansi dengan memperioritaskan pasien BPJS akan menjadi perhatian investor.

Sementara itu Analis Binaartha Sekuritas Muhammad Nafan Aji menilai, emiten yang akan ekspansi penambahan rumahsakit yang melayani BPJS akan mendapat katalis positif. Pasalnya, saat ini emiten yang melantai di BEI adalah rumahsakit swasta yang lebih memperioritaskan private patient. “Pelayanan BPJS justru bagus untuk rumahsakit yang akan melakukan ekspansi,” kata Nafan.

Secara teknikal Nafan merekomendasikan buy MIKA dengan target harga jangka pendek hingga menengah Rp 1.710. Sementara untuk saham PRIM dia merekomendasikan wait and see terlebih dahulu, karena masih dalam downtrend

sumber: https://investasi.kontan.co.id/news/suntikan-dana-bagi-bpjs-kesehatan-menjadi-angin-segar-emiten-rumahsakit

 

Kemenkes: Indonesia Baru Miliki 25 Rumah Sakit Bertaraf Internasional

Staf Ahli Bidang Ekonomi Kesehatan Kemenkes RI, Mohammad Subuh mengatakan dari 2830 total rumah sakit yang ada di Indonesia baru 25 rumah sakit yang terakreditasi JCI. RSUD Dr Soetomo termasuk salah satunya. Bahkan, sesuai Permenkes hanya 14 rumah sakit milik pusat yang wajib berstandar JCI.

“Di Indonesia baru satu RSUD yang mendapat akreditasi JCI yakni RSUD Dr. Soetomo,” katanya saat menyerahkan sertifikat Academic Medical Center Hospital Akreditasi Internasional, Jumat (30/11/2018).

Menurut Subur, penghargaan yang luar biasa karena untuk mendapat akreditasi JCI membutuhkan waktu minimal 3 tahun. Selain itu, bukan saja SDM saja yang dipersiapkan tetapi juga sarana prasaran dan infrastrukturnya.

“Tujuan akreditasi JCI yakni untuk peningkatan kualitas pelayanan dan keselamatan pasien,” ujarnya.

Lebih lanjut disampaikan, lewat penghargaan yang diperoleh ini RSUD Dr Soetomo telah mendeklarasikan bahwa siap melayani masyarakat dunia. Apalagi, JCI merupakan pengakuan dunia bahwa institusi RS bisa menjadi rujukan internasional.

“Dengan adanya JCI akan lebih mudah mengakses RSUD Dr. Soetomo, dan masyarakat harus tahu mengenai hal ini,” tandasnya.

sumber: https://nusantaranews.co/kemenkes-indonesia-baru-miliki-25-rumah-sakit-bertaraf-internasional/