90 Persen Penduduk Indonesia Kurang Makan Sayur dan Buah

Buah dan sayur memiliki serat tinggi yang sangat baik bagi kesehatan. Bahkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan untuk meningkatkan konsumsi sayur, buah dan biji-bijian sebagai upaya mengontrol gula darah dan mengurangi berat badan lebih.

Namun Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menunjukkan, tidak lebih dari 10% orang Indonesia yang mengonsumsi buah dan sayuran cukup. Artinya, 90% penduduk lainnya kurang mengonsumsi buah dan sayur.

“Padahal, buah dan sayur itu mngandung kalori, protein, serat, kalsium, antioksidan, dan cairan. Sayangnya tingkat konsumsi kita masih sangat rendah,” kata Fiastuti Witjaksono, dokter spesialis klinik dari Departemen Ilmu Gizi FKUI/RSCM di sela-sela media gathering tentang resolusi dan tips hidup sehat dan bugar dengak cara praktis di tahun 2014 bersama Zespri kiwi fruit, di Jakarta, Rabu (16/10).

WHO dan Food and Agriculture Organisation (FAO) menyebutkan, kekurangan asupan buah dan sayur dapat menyebabkan risiko kematian akibat kanker saluran cerna sebesar 14%, risiko kematian akibat penyakit jantung koroner sebesar 11%, dan kematian akibat stroke sebanyak 9%.

Oleh karena itu, dianjurkan untuk mengonsumsi minimal 2 porsi buah dan 3 porsi sayur setiap hari secara teratur sejak dini. Ini akan memberikan dampak positif bagi tubuh, seperti mencegah berbagai penyakit degeneratif, seperti kencing manis, kanker, obesitas, penuaan dini, memperlancar proses metabolisme, meningkatkan kesehatan saluran cerna, daya tahan tubuh dan mencegah kerusakan sel.

Fiastuti mengungkapkan, buah dan sayuran memiliki serat yang tinggi, sehingga sangat baik untuk dikonsumsi sebagai salah satu upaya menjaga berat badan normal. Serat dapat membantu rasa kenyang, sehingga mengurangi keinginan makan makanan lain di luar jam makan.

Buah dan sayur mengandung serat larut yang akan membantu penyerapan gula lebih lambat dan menjaga peningkatan kadar gula darah agar tidak berlebihan serta tidak menurun drastis. Serat yang dianjurkan sebanyak 25-30 gram per hari atau sama dengan lima porsi buah dan sayuran per hari.

“Namun, tidak sembarangan buah karena buah yang manis pun memiliki kadar gula yang tinggi. Dianjurkan pilih buah yang memiliki glycaemix index yang rendah, sehingga aman dikonsumsi bagi penderita diabetes,” katanya.

Kiwi adalah salah satu buah yang memiliki glycaemix index yang rendah, sehingga aman dikonsumsi bagi penderita diabetes. Buah kiwi lama dikenal kaya akan vitamin C dan E. Kandungan vitamin C pada kiwi dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan jeruk dengan perbandingan berat (gram) yang sama. Kandungan nutrisi lima kali lebih besar dibandingkan apel dengan perbandingan berat yang sama.

Buah yang memiliki dua warna yaitu hijau dan kuning ini juga kaya serat. Kandungan enzim unik actinidin yang ada pada buah kiwi hijau berfungsi membantu pencernaan protein, sehingga lebih mudah diserap.

Protein yang diserap dengan baik akan memberikan manfaat sebagai zat pembangun, mengganti sel-sel yang rusak, dan menjaga agar metabolisme tubuh bekerja dengan baik. Kelebihan lain buah kiwi adalah kaya akan asam folat yang bermanfaat bagi ibu yang ingin hamil.

sumber: www.beritasatu.com

 

Regulasi Kesehatan Harus Perhatikan Teleradiologi

Jakarta, PKMK. Regulasi kebijakan kesehatan di Indonesia harus memperhatikan teleradiologi yang mulai muncul. Di saat teknologi informasi berkembang sehingga memungkinkan dokter radiologi mendiagnosis gambar dari lokasi jauh, regulasilah yang harus mengatur. “Regulasi sebaiknya mengatur agar teleradiologi antar-propinsi bisa berlangsung. Kalau sekarang, izin praktek dokter kan hanya untuk satu wilayah,” kata Purjono Agus Suhendro, pengamat electronic commerce dari Bloomberg Business Week, di Jakarta (16/10/2013).

Di sisi lain, regulasi bisa dikatakan merupakan respons dari perkembangan masyarakat. Di saat kalangan kedokteran merasakan teleradiologi belum terlalu mendesak, maka sudah tentu Pemerintah Indonesia menganggap regulasinya itu belum terlalu perlu. “Sekarang kan yang melakukan teleradiologi belum terlalu banyak. Maka regulasinya dirasa belum terlalu perlu diadakan,” Purjono menegaskan.

Apakah akses internet yang tidak cepat menghambat perkembangan teleradiologi? Sebenarnya persoalan itu tidak terlalu krusial. Sebab, di kota besar, kecepatan akses internet sudah cukup memadai untuk teleradiologi. Lain halnya bila teleradiologi menyertakan daerah pelosok, jelas Purjono.

Jadi, penyebab teleradiologi kini masih kurang berkembang bukan selalu keterbatasan akses cepat internet. Tapi juga terkait permintaan pasar yang belum besar. Di Indonesia, kini jumlah pengguna internet baru sekitar 60 juta dari total 250 juta penduduk.Bila lebih dispesifikasikan, pengguna internet di bidang radiolog tentu jauh lebih kecil. Maka wajar saja bila penetrasi teleradiologi belum terlalu dalam, kata pendiri situs internet Rajalistrik.com itu.

 

Rp20 miliar untuk Indonesia Sehat dan Sejahtera

Tempo Scan Pacific (TSF) mengeluarkan dana Rp20 miliar untuk program bantuan operasi ribuan anak kelainan bawaan di seluruh Indonesia untuk mewujudkan Indonesia Sehat dan Sejahtera.

“Core value yang paling penting adalah menjaga integritas, sesuai dengan bidang usaha yaitu farmasi, kosmetika dan distribusi, yang tanpa itu maka sebuah perusahaan tidak dapat berkomitmen penuh terhadap perjalanan bisnisnya,” kata Pemimpin TSF Handojo S Muljadi, dalam suatu acara di Jakarta, Rabu.

Dalam keterangan persnya, Handojo menambahkan dibutuhkan kesetaraan atau kesamaan dalam hal perbedaan gender, ras, agama, dan budaya. “Di Tempo Scan Pacific, semua sama dan memiliki kemampuan yang sama, sehingga dalam kinerjanya ada 8 dari 12 direksi TSF saat ini adalah wanita,” katanya.

Dukungan dari CSR Center berupa Program Sosial Indonesia Tersenyum (PSIT) dan bodrex Reaksi Cepat (bRC), menjadi jawaban nilai-nilai dalam tanggung jawab sosial perusahaan terhadap kegiatan sosial kemasyarakatan. Pendanaan kegiatan CSR ini berasal dari sebagian hasil penjualan produk, dan program berjalan terus berkesinambungan.

Pemerhati sosial Agus Pambagio yang hadir dalam acara itu mengatakan dibutuhkan banyak program untuk masyarakat yang kurang beruntung. Program kemasyarakatan seperti ini hendaknya perlu didukung juga oleh pemerintah. “Pemerintah memiliki banyak program tapi kurang menyentuh yang bawah, sehingga diperlukannya peran swasta,” katanya.

“Kegiatan sosial sebuah perusahaan idealnya tidak berjalan sendiri, namun juga merangkul pihak-pihak lain sehingga program dapat berjalan menyeluruh dan menyentuh semua lapisan masyarakat,” kata Agus.

Sementara itu Head of CSR Center TSF Iris A Herani mengatakan CSR Center terus berkomitmen untuk terus menghadirkan sisi cerah kehidupan masyarakat Indonesia, agar masyarakat dapat lebih mudah memperoleh akses bantuan layanan kesehatan mereka.

Dua anak peserta program “Indonesia Tersenyum” yang turut hadir hadir dalam pertemuan tersebut adalah Diva yang terkena infeksi saluran pencernaan dan kelainan ginjal sejak umur 7 tahun, dan Zidane mengalami kebocoran jantung sejak 2007. Sejak mengikuti program Indonesia Tersenyum TSF, kesehatan mereka pulih kembali dan senyum masa depan kembali dalam keluarga tersebut.

sumber: www.antaranews.com

 

Indonesia pushes for MDG 5 target

Ministers in Indonesia hope that a new health programme will help the country achieve the Millennium Development Goal (MDG) 5 target – a 75 per cent decline in maternal deaths, from 1990 levels, within two years’ time.

The Action Plan for the Acceleration of Maternal Mortality Rate Reduction 2013-2015 outlines three strategies and seven distinct programmes, which are intended to strengthen partnerships between the government and private sector, and to improve healthcare in rural areas.

According to news agency Antara, the Health Ministry also issued a pocket book for paramedics and clinicians.

This contains guidance on procedures like making referrals, early diagnosis of pregnancy-related complications and emergency handling.

Based on the rate of progress identified in the Indonesian Health and Demographic Survey 1990-2007, the country is expected to lower the number of maternal mortalities to 161 per 100,000 live births by 2015.

This is some way short of the MDG 5 target for Indonesia, which stipulates a maximum of 102 deaths per 100,000 live births.

source: www.figo.org

 

Jutaan Warga Indonesia, Dokter Kesehatan Jiwa Hanya 750

Jumlah penduduk yang meningkat tiap tahunnya ternyata tidak dibarengi dengan jumlah dokter spesialis jiwa yang cukup.

Demikian disampaikan Ketua Umum Perhimpunan Dokter Spesialis Jiwa Indonesia, dr Tun Kurniasih. Menurutnya, saat ini, hanya ada 750 dokter spesialis jiwa yang ada di Indonesia. Itu pun penyebarannya tidak merata.

“Sebagian besar hanya berada di kota-kota besar. Walaupun jumlah lansia pengidap depresi lebih besar di ibukota, tapi bukan berarti lansia di desa juga terhindar dari gangguan kesehatan jiwa,” kata Tun dalam acara peringatan hari kesehatan jiwa sedunia, Jakarta, Kamis (10/10/2013).

Meski setiap tahun ada penambahan jumlah dokter. Namun jumlahnya tidak signifikan.

“Kebutuhannya meningkat 3 kali lipat (kenaikan jumlah lansia). Tapi dokter spesialis jiwa hanya bertambah 30 dokter saja per tahunnya,” kata Tun.

sumber: health.liputan6.com

 

Jutaan Warga Indonesia, Dokter Kesehatan Jiwa Hanya 750

Jumlah penduduk yang meningkat tiap tahunnya ternyata tidak dibarengi dengan jumlah dokter spesialis jiwa yang cukup.

Demikian disampaikan Ketua Umum Perhimpunan Dokter Spesialis Jiwa Indonesia, dr Tun Kurniasih. Menurutnya, saat ini, hanya ada 750 dokter spesialis jiwa yang ada di Indonesia. Itu pun penyebarannya tidak merata.

“Sebagian besar hanya berada di kota-kota besar. Walaupun jumlah lansia pengidap depresi lebih besar di ibukota, tapi bukan berarti lansia di desa juga terhindar dari gangguan kesehatan jiwa,” kata Tun dalam acara peringatan hari kesehatan jiwa sedunia, Jakarta, Kamis (10/10/2013).

Meski setiap tahun ada penambahan jumlah dokter. Namun jumlahnya tidak signifikan.

“Kebutuhannya meningkat 3 kali lipat (kenaikan jumlah lansia). Tapi dokter spesialis jiwa hanya bertambah 30 dokter saja per tahunnya,” kata Tun.

sumber: health.liputan6.com

 

World Health Organization prequalification for Japanese encephalitis vaccine

The global health nonprofit organization, PATH and China National Biotec Group Co., Ltd. (CNBG), the leading vaccine manufacturer in China, have announced that an affordable vaccine to protect children against deadly Japanese encephalitis (JE) has been prequalified by the World Health Organization (WHO), paving the way to reach millions more children across Asia at risk for the disease.

The SA 14-14-2 live, attenuated JE vaccine is the first JE vaccine to be prequalified for use in children by WHO. This milestone also marks the first time a Chinese vaccine manufacturer has achieved WHO prequalification. The vaccine is manufactured by Chengdu Institute of Biological Products Co., Ltd. (CDIBP), a subsidiary of CNBG.

With funding from the Bill & Melinda Gates Foundation, PATH led a series of pivotal clinical trials to establish the immunogenicity and safety of the vaccine in at-risk children and provided technical and financial support to help CDIBP meet the international manufacturing standards required for WHO prequalification.

“This milestone brings the world within reach of an audacious goal: the elimination of a devastating disease through expanded access to an affordable and lifesaving vaccine,” said Steve Davis, PATH president and CEO. “Our groundbreaking collaboration with leading Chinese partners also helped lay the foundation for reshaping global vaccine supply, pricing, and accessibility through increased competition. This milestone signals China’s rising importance as a global supplier of high-quality vaccines for the most vulnerable children in the world.”

WHO prequalification is a critical step in expanding access to this lifesaving vaccine. The WHO decision allows United Nations procurement agencies to purchase the vaccine and serves as an endorsement of quality for countries interested in adopting it. Prequalification also opens the door for the vaccine’s inclusion in the GAVI Alliance portfolio and for essential vaccine financing for low-resource countries.

More than 4 billion people live in JE-endemic regions in Southeast Asia and the Western Pacific. JE is carried by mosquitoes and causes a viral brain infection. It is the leading cause of viral neurological disease and disability in Asia, with nearly 70,000 cases and an estimated 10,000 to 15,000 deaths reported each year. However, because of limited surveillance and complexities in diagnosis, these figures likely underestimate JE’s impact. Children who survive JE are often left with severe neurological damage.

“We have reached two major milestones today. In addition to achieving WHO prequalification of our JE vaccine, we are proud to be the first Chinese manufacturer to produce a WHO-prequalified vaccine,” said Dr. YANG Xiaoming, CEO of CNBG. “As one of the largest vaccine manufacturers in the world, we take our mission of providing safe, effective, and affordable vaccines very seriously. With PATH’s support and WHO’s prequalification, we’re proud to bring China onto the global stage as an important vaccine supplier serving GAVI-eligible countries.”

Over the past decade, PATH has led a cross-sector collaboration with CNBG, CDIBP, and other global partners to pave the way for the prequalified JE vaccine—improving surveillance systems to better understand the disease burden; identifying the existing SA 14-14-2 live, attenuated JE vaccine and working to scale it up; collaborating on clinical trials; and helping countries plan for vaccine introduction. PATH worked with CDIBP to construct a new manufacturing facility that would meet rigorous international standards for vaccine quality and good manufacturing practices while ensuring adequate supply.

PATH also negotiated with CDIBP to establish an affordable public-sector price and supported vaccination campaigns in 11 countries outside of China that have already licensed or registered the vaccine for use ahead of WHO prequalification. Those campaigns have reached more than 200 million people to date.

“Today’s prequalification means that all communities in JE regions will have access to a safe, affordable vaccine,” said Dr. Kathleen Neuzil, director of PATH’s Vaccine Access and Delivery Program. “We’ll now work with our global health and in-country partners to accelerate the delivery of this vaccine to children in low-resource settings who are most vulnerable to the disease and its severe consequences.”

PATH also leads a multicountry JE project that is taking a regional approach to the adoption, introduction, and scale-up of JE vaccination in endemic countries, building on the lessons learned and best practices developed over the past decade.

PATH is an international nonprofit organization that transforms global health through innovation. PATH takes an entrepreneurial approach to developing and delivering high-impact, low-cost solutions, from lifesaving vaccines, drugs, diagnostics, and devices to collaborative programs with communities.

China National Biotec Group Co., Ltd. (CNBG) is a subsidiary of China National Pharmaceutical Group Corporation (Sinopharm Group Co., Ltd.) and research-driven company with its corporate headquarters in Beijing.

source: www.pharmabiz.com

 

Isu Kebijakan Kesehatan Bisa Untungkan Capres 2014

Isu kebijakan kesehatan bisa menguntungkan capres di Pemilihan Umum 2014. Tapi untuk itu, isu kesehatan harus benar-benar populis dan langsung menyentuh persoalan masyarakat. “Misalnya, capres tertentu melontarkan perlunya subsidi harga obat. Itu akan menjadi isu yang populis,” kata Dr. Donny Gahral Adian, pengajar Filsafat Universitas Indonesia, di Jakarta (10/10/2013).

Dalam diskusi publik yang diadakan Jaringan Aktivis Pro-Demokrasi (Prodem), Donny menyatakan isu kesehatan yang kurang populis ataupun sekadar menyangkut belanja rutin, cenderung kurang menarik perhatian masyarakat. Misalnya, kalau yang dilontarkan isu perbaikan bangunan puskesmas dan perbaikan seragam perawat.

Bagaimana kalau yang dilontarkan isu peningkatan anggaran kesehatan sebesar 5 persen dari APBN? Donny menjawab, itu merupakan isu yang juga bagus. Namun perlu diperhatikan pula penggunaan anggaran itu. Kalau kelak mayoritas anggaran untuk membayar gaji pegawai, kurang bagus. Lain halnya bila untuk program populis seperti subsidi harga obat tersebut.

Di sisi lain, isu kesehatan pun bisa berbalik merugikan capres bila dimanfaatkan lawan politik. Misalnya, saat Capres Jokowi melontarkan isu perluasan sukses KJS secara nasional, lawan politik bisa mengatakan, “KJS pun sempat kisruh, kok Anda mau menyukseskan secara nasional.” Serangan balik seperti itulah yang harus diwaspadai capres, kata Donny.

 

Alokasi Anggaran untuk Kesehatan RI Kalah dari Negara Miskin

Pemerintah dituding tidak peduli dengan pembangunan bidang kesehatan. Hal itu tecermin dari rendahnya alokasi anggaran yang diberikan pemerintah pada bidang kesehatan.

Persentase anggaran kesehatan di Indonesia bahkan jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan sejumlah negara miskin (low income country).

“Pemerintah masih belum mengerti bahwa bidang kesehatan merupakan investasi bagi pembangunan manusia,” kecam peneliti bidang sosial Perkumpulan Prakarsa Ah Maftuchan di Jakarta, Rabu (9/10).

Maftuchan mencontohkan 22 dari 36 negara berkategori low income (PDB per kapita kurang dari S$1.025) telah mengalokasikan 11% anggarannya dari APBN untuk kesehatan (WHO, 2010).

Bahkan tiga negara berpendapatan rendah di Afrika, seperti Rwanda, Tanzania, dan Liberia, telah berani mengalokasikan dana untuk sektor kesehatan hingga 15% dari APBN-nya.

Di sisi lain, Cile, yang notabene negara sebaya dengan Indonesia (lower middle income country), bahkan mampu mengalokasikan anggaran untuk kesehatan hingga 16%.

“Tidak ada satu pun dari negara tersebut yang bangkrut. Jadi kalau alasan kekurangan fiskal saya rasa tidak masuk akal,” ujar Maftuchan.

Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah memasang patokan bahwa alokasi anggaran kesehatan setiap negara minimal 15% dari total APBN atau setara dengan 5% dari PDB.

Alokasi anggaran pemerintah untuk bidang kesehatan pada tahun ini, kata Maftuchan, hanya 2,1% dari APBN. Persentase jumlah ini sama dengan 2012.

Bahkan, bila dibandingkan dengan 2011, yang persentasenya 2,2%, persentase alokasi anggaran pada tahun ini mengalami penurunan.

Harus diakui, kendati secara persentase menurun, secara jumlah dari tahun ke tahun dana yang dicairkan terus meningkat, yaitu naik dari Rp30,5 miliar pada 2012 menjadi Rp36,5 miliar pada 2013.

Lantaran akan menggelar program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada 2014, alokasi anggaran pada tahun itu meningkat menjadi Rp44,8 miliar atau 2,4% dari APBN.

Kendati mengalami kenaikan dari segi jumlah, Maftuchan menegaskan jumlah itu masih jauh dari jumlah ideal.

Bahkan, lanjut dia, UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan sudah tegas mengamanatkan bahwa minimal alokasi anggaran kesehatan 5% dari APBN.

Pada kesempatan yang sama, peneliti bidang politik Perkumpulan Prakarsa Wiko Saputra menegaskan dengan alokasi anggaran pada saat ini, sangat sulit bagi pemerintah untuk mencapai sejumlah target Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2014 yang telah ditetapkan.

Beberapa target RKP yang menurut Wiko mustahil untuk dicapai antara lain menurunkan angka kelahiran total sebesar 2,1 per pasangan usia subur, meningkatkan pemakaian kontrassepsi hingga 60,1%, dan menurunkan tingkat kematian ibu menjadi 118 per 100 ribu kelahiran hidup. (Cornelius Eko)

sumber: www.metrotvnews.com

 

Jutaan Warga Indonesia, Dokter Kesehatan Jiwa Hanya 750

Jumlah penduduk yang meningkat tiap tahunnya ternyata tidak dibarengi dengan jumlah dokter spesialis jiwa yang cukup.

Demikian disampaikan Ketua Umum Perhimpunan Dokter Spesialis Jiwa Indonesia, dr Tun Kurniasih. Menurutnya, saat ini, hanya ada 750 dokter spesialis jiwa yang ada di Indonesia. Itu pun penyebarannya tidak merata.

“Sebagian besar hanya berada di kota-kota besar. Walaupun jumlah lansia pengidap depresi lebih besar di ibukota, tapi bukan berarti lansia di desa juga terhindar dari gangguan kesehatan jiwa,” kata Tun dalam acara peringatan hari kesehatan jiwa sedunia, Jakarta, Kamis (10/10/2013).

Meski setiap tahun ada penambahan jumlah dokter. Namun jumlahnya tidak signifikan.

“Kebutuhannya meningkat 3 kali lipat (kenaikan jumlah lansia). Tapi dokter spesialis jiwa hanya bertambah 30 dokter saja per tahunnya,” kata Tun.

sumber: health.liputan6.com