Perokok di Aceh Kian Leluasa

Jakarta, PKMK. Perokok di Nanggroe Aceh Darussalam semakin mendapatkan tempat. Itu terlihat dari, antara lain, munculnya “kawasan tidak merokok” yang kecil di warung kopi yang banyak muncul di sana. Orang yang tidak merokok harus menepi. “Padahal sebenarnya perokoklah yang mesti dipinggirkan dan diberi tempat kecil tersendiri dalam smoking area,” kata Rizanna Rosemary Darwis, peneliti dari Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Syiah Kuala (Banda Aceh), di Jakarta (9/10/2013).

Iklan promosi produsen rokok pun leluasa muncul di Aceh. Misalnya, sebuah billboard rokok merek tertentu bisa berdampingan dengan papan kawasan tanpa rokok yang berukuran lebih kecil. “Billboard tersebut terkesan mengecilkan keberadaan kawasan tanpa rokok,” kata wanita berhijab tersebut.

Lebih jauh ia mengatakan, profil sosial budaya di Aceh sering mendukung penetrasi konsumsi rokok. Misalnya, di kenduri-kenduri, rokok selalu muncul sebagai salah satu sajian. Di samping itu, tokoh-tokoh masyarakat banyak yang perokok, maka hal itu ditiru oleh masyarakat.

Statistik Kesejahteraan Rakyat Aceh Tahun 2010 menunjukkan bahwa, bagi masyarakat Aceh, persentase pengeluaran kelompok tembakau dan sirih menjadi kebutuhan dasar. Itu melebihi kebutuhan esensial seperti kelompok pakaian, pendidikan, dan kesehatan. “Persentase pengeluaran kelompok tembakau tersebut mencapai empat kali lebih besar daripada pengeluaran kelompok kesehatan dan pendidikan,” dia berkata.

Sebagai rekomendasi untuk kesehatan, pengelolaan pajak rokok perlu perencanaan sistematis dan komprehensif. Kemudian disertai pengawasan ataupun evaluasi yang sinambung. “Cukai dan pajak rokok perlu dinaikkan untuk menaikkan harga jual. Itu akan mengurangi konsumsi rokok di masyarakat miskin dan keluarga,” kata Rizanna.

 

APEC leaders call for sustainable growth with equity

Leaders attending the 21st informal economic leaders’ meeting of APEC vowed to bridge the development gap and maintain path of sustainable growth with equity, according to a joint declaration issued here on Tuesday.

“We commit to implement workable solutions that will increase resilience, sustain growth and decrease disparity, while improving the welfare of the people in the Asia-Pacific region,” the declaration said.

APEC Leaders agreed to take further steps toward empowering, engaging and opening opportunities for their stakeholders to fully participate in their economic growth.

Concrete actions should be considered by APEC members to expand women’s participation in the economy by creating an enabling environment for them, the leaders declared.

APEC members could enhance the small and medium enterprises (SMEs) global competitiveness by improving access to finance and markets, and encourage regional collaboration to facilitate trade finance for SMEs, the declaration said.

Recognizing the crucial role of farmers and fishers, leaders called for strengthening their capacities.

The leaders noted that APEC members could also advance greater collaboration among law enforcement authorities in combating corruption, bribery, money laundering, and illicit trade.

APEC members could strengthen cooperation among government, scientists, and business sector to promote science, technology and innovation in the region.

APEC leader also proposed steps for tackling issues of resource scarcity and natural and human-caused disasters.

They vowed to address the nexus of water, energy and food security through the promotion of integrated policies and collaborative approaches.

To provide lasting food security to APEC economies, APEC leaders reiterated their pledge against protectionism and called on members to enhance supply chain connectivity.

They pledged to pursue cross-sectoral work to maintain the health and stainability of oceans and coastal resources, while continuing to build regional capacity to assist APEC economies to rationalize and phase out inefficient fossil-fuel subsidies.

They also vowed to work to develop clean and renewable energy through public-private partnership, while combating wildlife trafficking by enhancing international cooperation.

The APEC leaders called for promoting sustainable health-care systems,engaging in capacity building efforts and effective regional and global partnerships across the public and private sectors with the aim of addressing emerging infectious diseases and promote understanding on safe and effective use of traditional medicine.

They also promised to work to ensure ease of mobility of emergency responders and their equipment to save lives in the early aftermath of disasters, while improving cooperation in disaster risk reduction.

source: english.cntv.cn

 

Tarif Pemeriksaan Kesehatan Naik 100 persen

Tarif pengujian kesehatan bagi jemaah calon haji dinaikkan sebesar 100 persen. Kenaikan tarif kesehatan bagi calon haji ini mulai diberlakukan untuk musim haji tahun 2014.

Kenaikan tarif pengujian kesehatan ini tertuang dalam Perda Tentang Rertibusi Jasa Umum yang baru ditetapkan DPRD. Perda ini merupakan perubahan Perda Nomor 3 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Umum yang mengatur 10 jenis retribusi , termasuk didalamnya mengenai retribusi pelayanan kesehatan, retribusi parkir di tepi jalan umum, dan retribusi pengendalian menara telekomunikasi.

“Tarif kesehatan jemaah haji memang berubah dan naik, dari Rp 25 ribu menjadi menjadi Rp 50 ribu,” kata Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Sumedang, Retno Ernawati, melalui sambungan telepon, Selasa (8/10/2013).

Retno mengatakan tarif pengujian kesehatan calon haji itu dilakukan di puskesmas. “Tarif kesehatan ini berlaku di puskesmas,” kata Retno.

Selain kenaikan tarif di tingkat puskesmas, tarif pengujian kesehatan lanjutan calon haji juga naik, yang semula Rp 50.000 menjadi Rp 100.000. “Bagi yang dirujuk dari puskesmas ke rumah sakit, maka tarif pengujian lanjutan itu naik menjadi Rp 100 ribu,” ujar Retno.

Retribusi pelayanan kesehatan dilakukan perubahan karena harus menyesuaikan dengan terbitnya UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dimana pada 1 Januari 2014 harus sudah dijalankan di Indonesia.

Selain itu, menurut Retno, kenaikan tarif juga karena kenaikan harga obat dan bahan medis habis pakai serta alat kesehatan yang kenaikannya mencapai 100 persen. Serta adanya penambahan alat-alat bantu dan meningkatnya kemampuan puskesmas dalam pemeriksaan diagnostik penyakit serta alat penunjang kesehatan laboratorium.

sumber: id.berita.yahoo.com

 

Pelayanan berobat gratis tak boleh berhenti di Sumsel

Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin mengatakan pelayanan berobat gratis yang dipeloporinya saat menjadi bupati di Kabupaten Musi Banyuasin sekitar 10 tahun lalu tidak boleh berhenti karena masalah keuangan.

“Masalah tunggakan biaya pengobatan kepada pihak rumah sakit yang sering menjadi penghambat dalam pelayanan berobat gratis bagi masyarakat miskin di sejumlah kabupaten dan kota merupakan tantangan yang harus dicarikan jalan keluarnya bukan menghentikan programnya,” kata Alex di ruang VIP Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang, Selasa malam.

Alex yang baru pulang dari Jakarta untuk menyaksikan sidang putusan sengketa pilkada gugatan sejumlah calon gubernur dan wakil gubernur atas kemenangan dirinya selaku calon petahana, akan berupaya menyelesaikan masalah berobat gratis yang tidak dapat dilayani oleh rumah sakit swasta di Palembang.

Masalah penolakan pasien dari keluarga miskin yang akan memanfaatkan program pengobatan gratis di rumah sakit swasta sebagai mitra pemerintah daerah akibat belum dibayarkannya biaya pengobatan akan segera diselesaikan.

Biaya pengobatan yang menjadi tanggung jawab Pemprov Sumsel sudah diselesaikan dengan pihak rumah sakit. Tetapi dana yang bersumber dari kabupaten dan daerah sering terlambat dibayarkan ke pihak rumah sakit menjadi permasalahan.

Pembiayaan program pengobatan gratis sebagian besar dialokasikan Pemprov Sumsel yakni sebesar 70 persen sedangkan pemerintah kota dan kabupaten hanya mengalokasikan 30 persen dari total biaya yang dibutuhkan untuk program kesehatan itu.

“Setelah mendapat kepastian hukum dalam putusan sidang Mahkamah Konstitusi yang menetapkan saya bersama wagub Ishak Mekki sebagai pemenang dalam pilkada, semua permasalahan yang menghambat program pengobatan gratis dan program prorakyat lainnya akan segera diselesaikan,” ujarnya.

Selain berupaya menyelesaikan berbagai permasalahan, dalam memimpin Sumsel untuk periode kedua (2013–2018) dia akan meningkatkan kualitas program yang telah dijalankan selama periode pertama dan mengembangkan program baru seperti kuliah gratis bagi anak keluarga miskin.

Sebelumnya Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kesehatan Pemprov Sumsel dr Fenty Aprina mengatakan Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang terhitung 7 Oktober 2013 sementara menghentikan pelayanan berobat gratis.

“RS Muhammadiyah mulai hari ini akan menghentikan pelayanan berobat gratis bagi masyarakat kurang mampu, karena sebagian klaim pengobatan yang menjadi tanggung jawab pemerintah kabupaten dan kota belum dibayar kepada pihak rumah sakit,” ujarnya.

Tunggakan biaya pengobatan di RS Muhammadiyah Palembang dari Kabupaten Banyuasin dan Ogan Ilir jumlahnya sekitar Rp1 miliar, kata Fenty.

sumber: www.antaranews.com

 

Jumlah Perokok Remaja di Tiga Propinsi Meningkat

Jakarta, PKMK. Tingkat konsumsi rokok di kalangan remaja di tiga propinsi menunjukkan peningkatan. Diantaranya Nanggroe Aceh Darussalam, Jawa Timur, dan Daerah Istimewa Yogyakarta. “Kami mendorong agar pemerintah Indonesia menaikkan cukai rokok. Sehingga harganya naik dan mencegah anak dan orang miskin merokok,” kata Dr. Sonny Harry Harmadi, Kepala Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, dalam konferensi pers di Jakarta (9/10/2013).

Peningkatan konsumsi rokok oleh remaja itu memprihatinkan. Sebab, dampak konsumsi itu baru terlihat dalam 15 sampai 20 tahun ke depan. “Remaja perokok menuai penyakit akibat merokok di usia produktif. Hal ini akan meningkatkan tingkat morbiditas (kesakitan) dan menurunkan produktivitas,” kata Sonny. Ada banyak faktor pendorong peningkatan konsumsi rokok. Antara lain harga yang murah dan boleh dijual secara batangan. Faktor sosial budaya pun menjadi salah satu faktor, ucap Sonny.

Djaka Kusmartata, Kepala Bidang Kepabeanan dan Cukai II Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Kementerian Keuangan RI, mengatakan: pada dasarnya kebijakan cukai tembakau adalah untuk mengendalikan konsumsi dan peredaran rokok. Pemerintah Indonesia pun menyadari bahwa sistem cukai masih kompleks. Sehingga menimbulkan perbedaan yang lebar antara harga rokok mahal dan murah. “Pemerintah Indonesia berupaya menyederhanakan sistem cukai ke dua jenis, yakni rokok buatan tangan dan rokok buatan mesin,” kata Djaka.

 

Aturan Pembatasan Rokok di Yogyakarta Berjalan Lambat

Jakarta, PKMK. Kebijakan pembatasan rokok di Daerah Istimewa Yogyakarta telah diinisiasi, namun, berjalan sangat lambat. Sementara itu, usia perokok di Yogyakarta semakin muda. “Tingkat konsumsi rokok di Yogyakarta ataupun di Indonesia juga cenderung naik,” kata Yayi Suryo Prabandari, Ph.D., peneliti dari Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, di Jakarta (9/10/2013). Kata Yayi dalam konferensi pers, kini kebijakan kawasan tanpa rokok (KTR) di tiga kawasan masih dalam pembahasan, yaitu di Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul, dan Kabupaten Sleman. Sementara itu, kebijakan KTR di Kabupaten Kulonprogo dan Kabupaten Gunung Kidul, sudah lebih dulu ada.

Pada tahun 2007 di Daerah Istimewa Yogyakarta, remaja usia 10-14 tahun yang mulai merokok di angka 12,6 persen. Di tahun 2010, angka itu naik ke 19,5 persen. Kemudian, untuk usia 15-19 tahun, angka persentase itu di 39,3 persen di tahun 2007. “Dan menjadi 38,7 persen di tahun 2010,” ungkap Yayi. Mengacu data Susenas 2001 dan 2004, Yayi menjelaskan bahwa mayoritas perokok adalah keluarga miskin. “Sejumlah poin Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) belum dilaksanakan di Indonesia. “Diantaranya setiap orang bisa membeli rokok tanpa batasan umur. Serta kebijakan pengendalian rokok belum diimplementasikan luas. Terakhir, kurang penegakkan hukum,” ujar Yayi.

 

UK firm seeks to market world’s first malaria vaccine

British drug maker GlaxoSmithKline is seeking regulatory approval for the world’s first malaria vaccine after trial data showed that it had cut the number of cases in African children.

Experts say that they are optimistic about the possibility of the world’s first vaccine after the trial results.

Malaria, a mosquito-borne parasitic disease, kills hundreds of thousands of people worldwide every year.

Scientists say an effective vaccine is key to attempts to eradicate it.

The vaccine known as RTS,S was found to have almost halved the number of malaria cases in young children in the trial and to have reduced by about 25% the number of malaria cases in infants.

GlaxoSmithKline (GSK) is developing RTS,S with the non-profit Path Malaria Vaccine Initiative (MVI), supported by funding from the Bill & Melinda Gates Foundation.

“Many millions of malaria cases fill the wards of our hospitals,” said Halidou Tinto, a lead investigator on the RTS,S trial from Burkina Faso.

Malaria is caused by protozoan parasites that are transmitted by the bites of mosquitoes

“Progress is being made with bed nets and other measures, but we need more tools to battle this terrible disease.”

The malaria trial was Africa’s largest-ever clinical trial involving almost 15,500 children in seven countries.

The findings were presented at a medical meeting in Durban, South Africa.

“Based on these data, GSK now intends to submit, in 2014, a regulatory application to the European Medicines Agency (EMA),” GSK said in a statement.

The company has been developing the vaccine for three decades.

The statement said that the hope now is that the Geneva-based World Health Organization (WHO) may recommend the use of the RTS,S vaccine from as early as 2015 if EMA drugs regulators back its licence application.

Testing showed that 18 months after vaccination, children aged five to 17 months had a 46% reduction in the risk of clinical malaria compared to unvaccinated contemporaries.

But in infants aged six to 12 weeks at the time of vaccination, there was only a 27% reduction in risk.

A spokeswoman for GSK told the AFP news agency that the company would file its application to the EMA under a process aimed at facilitating new drugs for poorer countries.

UK politician Lynne Featherstone, International Development Minister, said: “Malaria is not just one of the world’s biggest killers of children, it also burdens health systems, hinders children’s development and puts a brake on economic growth. An effective malaria vaccine would have an enormous impact on the developing world.

“We welcome the scientific progress made by this research and look forward to seeing the full results in due course.”

source: www.bbc.co.uk

 

Batam Raih Posyandu Peduli TAT Terbaik se-Indonesia 2013

Batam berhasil mengungguli 71 kota lainnya dalam Kontes Posyandu Peduli Tumbuh Aktif dan Tanggap (TAT) sebagai posyandu terbaik se-Indonesia 2013. Dalam rangkaian puncak kegiatan Gerakan Posyandu Peduli TAT 2013, diumumkan bahwa Posyandu Tiban Indah 5 dari Batam terpilih sebagai posyandu terbaik yang berhasil menjalankan peran mereka sebagai teladan, penggerak, pendamping dan pemberi pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat sekitarnya.

Menurut Vita Gamawan Fauzi selaku Ketua Umum Tim Penggerak PKK (Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga) mengatakan bahwa Gerakan Posyandu Peduli TAT merupakan upaya revitalisasi posyandu dalam menumbuhkan dan mengembangkan kemandirian masyarakat agar peningkatan kualitas kesehatan batita bisa tercapai secara terukur. Kegiatan ini, tambah Vita, merupakan hasil kerjasama dengan PT. Nestle Indonesia yang disinyalir memiliki visi yang sama dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang lebih sehat.

“Sebagai puncak kegiatan Gerakan Posyandu Peduli TAT 2013, kami memberikan penghargaan kepada kader dan Posyandu Peduli TAT terbaik tingkat nasional. Kami berharap masyarakat mendapatkan pemahaman tentang pentingnya Tumbuh Aktif Tanggap sehingga kualitas kesehatan anak-anak Indonesia bisa lebih baik,” ujarnya.

Sementara untuk pemenang Kader Posyandu terbaik diraih oleh Vita O Maniagala dari Nusa Tenggara Timur. Vita mengatakan bahwa ia tidak pernah membayangkan dapat meraih penghargaan ini.

“Awalnya pada 2003 saya rajin membawa bayi saya ke posyandu yang letaknya memang agak jauh dari rumah saya. Lalu beberapa bulan kemudian saya dihubungi pihak PKK kabupaten dan ditawari menggerakkan posyandu di daerah saya,” kata Vita Maniagala.

Direktur Dairy Business PT Nestle Indonesia, Jason Avancena, mengatakan bahwa pihaknya berharap kerjasama ini terus terjalin demi mewujudkan masyarakat Indonesia yang lebih sehat.

“Kami mengucapkan terima kasih kepada tim penggerak PKK Pusat yang mempercayakan kami sebagai mitra dalam merevitalisasi posyandu melalui gerakan ini. Semoga melalui gerakan ini, peningkatan kualitas kader dan posyandu bisa menjangkau ke seluruh pelosok Indonesia,” pungkas Jason.

Rangkaian kegiatan gerakan posyandu peduli TAT 2013 ini telah dimulai 16 Maret 2013 lalu dan melibatkan lebih dari 6.500 kader dan 60.000 keluarga di 19 provinsi dan 72 kota di Indonesia.

sumber: www.beritasatu.com

 

Pemahaman Dokter pada Kesehatan Jiwa Lansia Minim

Secara medis Indonesia dinilai belum siap menghadapi lonjakan masalah kesehatan jiwa pada orang lanjut usia (lansia).

Ketidaksiapan itu bisa dilihat dari masih terbatasnya dokter umum di tingkat layanan primer yang memahami layanan kesehatan jiwa pada lansia (psikogeriatri) secara terpadu.

“Hanya sedikit sekali dokter di layanan pimer seperti puskesmas dan klinik swasta yang memahami psikogeriatri,” ujar Albert Maramis, psikiater dari Badan Kesehatan Dunia (WHO), di Jakarta, Selasa (8/10).

Dia mencontohkan, ketika manusia memasuki fase lansia (60 tahun ke atas), mereka akan rentan mengalami depresi. Penyebabnya tentu beragam, mulai dari penyakit, kesepian, kehilangan penghasilan, dan sebagainya.

Depresi berkepanjangan yang tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan gangguan penyakit fisik seperti sulit tidur, nyeri otot dan sendi, gangguan cemas, dan kurang nafsu makan.

Gejala penyakit ini memang sulit dibedakan dengan gejala penyakit umum. Imbasnya tidak jarang dokter hanya terfokus mengobati penyakit fisiknya tanpa melakukan pengobatan/terapi pada sumber utama penyakitnya, yaitu masalah kejiwaan.

Albert menuding minimnya pengetahuan dokter umum pada masalah psikogeriatri lantaran sistem pengajaran di fakultas kurang tepat. Pasalnya soal kesehatan jiwa memang dimasukan dalam kurikulum kedokteran, namun pada saat masuk stase kesehatan jiwa, mereka ditempatkan di rumah sakit jiwa (RSJ) untuk belajar. Bagi Albert, kebijakan ini kurang bijak. Pasalnya pasien di RSJ umumnya sudah menderita sakit jiwa berat (psikosis).

“Pengenalan ilmu psikogeriatri ke depan harus ditingkatkan. Pasalnya dalam beberapa tahun ke depan akan timbul ledakan lansia di negara kita karena meningkatnya usia harapan hidup,” sebut Albert.

Berkenaan dengan hal itu, Direktur Bina Kesehatan Jiwa Kemenkes Eka Viora mengatakan pihaknya terus getol melancarkan pelatihan psikogeriatri pada dokter umum yang bertugas di layanan primer.

Pada tahun ini akan dilakukan pelatihan psikogeriatri di 20-30 puskesmas di Jakarta dan kemudian menyusul di kota-kota lain. Untuk mengandalkan tenag psikiater, lanjut Eka hal itu tidak mungkin lantaran jumlahnya kurang. Selain itu baru ada 9 fakultas di Indonesia yang membuka bidan studi psikiater dan hanya dapat menghasilkan 30 psikiater per tahun.

Berdasarkan Sensus 2010 jumlah lansia di Indonesia mencapai 24 juta jiwa atau 9,7% dari total populasi. Pada 2020 jumlahnya diperkirakan melonjak menjadi 28,8 juta jiwa dan pada 2050 menjadi 80 juta jiwa.

Eka mengatakan dari 24 juta lansia yang ada pada saat ini, sekitar 5%-nya mengalami gangguan gangguan depresi. Angka ini akan bertambah besar sampai 13,5% pada lansia yang mengalami gangguan medis dan harus mendapatkan perawatan di rawat inap.

Untuk itu ke depan diperlukan upaya penanganan kesehatan lansia yang komprehensif di pelayanan kesehatan primer untuk mengatasi masalah kesehatan jiwa (depresi, dimensia, gangguan cemas dan insomnia), penyakit degeneratif, dan penyakit tidak menular. (Cornelius Eko Susanto)

sumber; www.metrotvnews.com

 

WHO praises health services in Turkey

WHO Regional Director for Europe, Ms. Zsuzsanna Jakab on Monday said that she knew Turkey made great improvements in health sector in the last decade, and met great expectations; “EU countries have a lot to learn from Turkey”.

Today, the WHO Regional Director for Europe, Ms. Zsuzsanna Jakab, and the Minister of Health of Turkey, Dr. Mehmet Muezzinoglu, officially opened the Autumn School on Health Information and Evidence for Policy-making, a joint venture between WHO/Europe and the National Institute for Public Health and the Environment (RIVM) of the Netherlands.

The venture, taking place on 7–11 October 2013 in Izmir, Turkey, is an extension of the steps taken by WHO/Europe to improve member states’ ability to use health information to create an evidence base for crucial public health questions within the scope of Health 2020, the new European health policy framework. Alongside it, the first workshop will be held of the multicountry Evidence-Informed Policy Network (EVIPNet), Europe.

Speaking at the opening, Jakab pointed out that the organization of this venture in Izmir is not by chance, referring to Izmir’s EXPO 2020 candidacy with the theme “New routes to a better world and health for all”.

Noting that in the last decade, Turkey has made great improvements in health, especially in the prevention of infant and maternal mortality, Jakab stated that the EU countries have a lot to learn from Turkey.

Speaking of the venture, Jakab thanked Muezzionoglu for his support in opening the autumn school in Izmir and said: “We live in an era of multiple challenges. Our Member States in the European Region lead the way in so many fields and have achieved many dramatic changes. Change demands courage and, in policy-making, courage comes from knowing you are doing the right thing. The implementation of the new Health 2020 policy depends on using the right information, and its impact will be measured by tracking progress over time. This is why the Autumn School and other capacity-building ventures are so significant, because participants will learn how to use evidence and translate it into confident, effective public health policy.”

Speaking about the Turkey Health Transformation Program, Muezzinoglu said: “In the last decade, we have undertaken serious work and reforms in health. We have always endeavored to form and implement people-oriented, equitable, sustainable, and evidence-based policies in all our work for public health. We have shown and continue to show maximum effort in order to make sure that everybody has access to health services. It is especially important that low-income and disadvantaged groups have full and timely access to health services.

With this purpose, we have lifted all barriers to health services access, providing general healthcare for everybody. …. and with all of our works based on evidence-based policies, we have significantly reduced infant and maternal mortality, and lengthened average life span.”

Reminding that Izmir recently hosted the sixty-third session of the WHO Regional Committee for Europe, between 16 and 19 September, Muezzinoglu said that the European countries reached important agreements on a number of key public health issues and the technical and administrative work of the WHO Regional Office for Europe.

Muezzionoglu also said that Turkey actively supported the Health 2020 policy which aims to support action across government and society to: “significantly improve the health and well-being of populations, reduce health inequalities, strengthen public health and ensure people-centred health systems that are universal, equitable, sustainable and of high quality”.

The Autumn School and workshop will be attended by professionals working in health information and analysis and those involved in the translation of evidence into policy.

source: www.worldbulletin.net