Ada 3.200 Pos Kesehatan dari Kemenkes untuk Pemudik

Agar pemudik selama melakukan perjalanan mudiknya tetap aman dan nyaman, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mendirikan pos-pos kesehatan yang tersebar di beberapa titik.

“Jumlahnya ada 3.200 pos kesehatan. Dengan adanya pos tersebut, tolong kalau bisa para supir, para pengemudi, pemudik bisa cek kesehatannya selama melakukan perjalanan mudik,” ujar Wakil Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Prof. dr. Ali. Ghufron Mukti, MSc, PhD, di Gedung Kementerian Kesehatan, Jakarta, Kamis (25/6/2013)

Menurut Ali Ghufron, di dalam pos tersebut ada yang namanya cek faktor risiko. “Termasuk di dalamnya kita bisa cek alkoholnya, apakah mengandung apetamin. Kemudian, apakah dia menderita penyakit gula dan sebagainya,” tambah Ghufron.

Ini semua dilakukan pihak Kemenkes, mengingat mudik ini merupakan kegiatan yang mulia. Yang diharapkan, semuanya bisa berjalan aman, baik ketika pemudik pergi ke kampung halaman, dan pulang lagi kembali ke Jakarta.

“Kita berharap, keseluruhan pemudik bisa selamat. Dengan minimun angka kecelakaan, minimun korban, sebagaimana tahun lalu, korban meninggal bisa 1000 lebih pemudik,” terangnya.

Hal seperti ini sudah dilakukan sejak lima dasawarsa lalu. Pemerintah bersama masyarakat, melakukan berbagai kegiatan pelayanan kesehatan bagi pemudik, mulai H-14 sampai H+14.

sumber:  health.liputan6.com

 

Deadly Middle East virus unlikely to cause SARS-like epidemic

Despite its high current death rate, the Middle East Respiratory Syndrome (MERS) that emerged in Saudi Arabia last year is unlikely to cause a SARS-like epidemic because it is not spreading as easily, scientists said on Friday.

In the fullest clinical analysis yet of the new virus, British and Saudi researchers said that while there are many similarities between MERS and severe acute respiratory syndrome (SARS) – which emerged in China in 2002 and killed around 800 people worldwide – there are also important differences.

The MERS coronavirus, which can cause coughing, fever and pneumonia, emerged last year and has spread from the Gulf to France, Germany, Italy, Tunisia and Britain. The World Health Organisation (WHO) puts the latest global toll at 45 deaths from 90 laboratory-confirmed cases.

The WHO issued its travel guidance on Thursday for pilgrims going to the annual haj in Saudi Arabia and said the health risk posed by the MERS virus was “very low”.

Ali Zumla, a professor of infectious diseases and international health at University College London, said the evidence from his study suggested a large MERS epidemic with many hundreds of deaths was unlikely.

“It is very unlikely any epidemic will ensue. The public needs to be reassured,” he told Reuters. “MERS is unlikely to spread as rapidly, and therefore also unlikely to kill as many people (as SARS).”

He noted that MERS was first identified 15 months ago and there have been 90 cases reported so far. SARS, spread far more rapidly, infecting more than 8,000 people between November 2002 and July 2003.

MILDER CASES POSSIBLY MISSED

An earlier study of how the MERS virus infects people found that the receptors it binds to are common in the lungs and lower respiratory tract and but not in the nose, throat and upper respiratory tract. Some experts think this is why MERS is not currently spreading easily from one person to another.

The study found that MERS killed around 60 percent of the patients it infected who also had other underlying illness such as diabetes and heart disease.

But Ziad Memish, Saudi Arabia’s deputy public health minister, who led the research, said this high death rate “is probably spurious due to the fact that we are only picking up severe cases and missing a significant number of milder or asymptomatic cases”.

“So far there is little to indicate that MERS will follow a similar path to SARS,” he said.

The vast majority of MERS cases have been in Saudi Arabia or linked to people who contracted the virus there.

The new research, published in The Lancet Infectious Diseases journal, is the largest case series to date and included 47 cases of confirmed MERS infections from Saudi Arabia between Sept 1, 2012, and June 15, 2013.

By combining clinical records, laboratory results, and imaging findings with demographic data, the researchers found a trend of older patients, more men, and patients with underlying medical conditions who succumb to the disease.

As with SARS, MERS patients had a wide spectrum of symptoms. Most of those admitted to hospital had fever, chills, cough, shortness of breath and muscle pain. A quarter also had gastrointestinal symptoms, including diarrhoea and vomiting.

But unlike with SARS, most MERS cases were in people with underlying chronic medical conditions including diabetes, high blood pressure, heart disease and chronic renal disease.

A study by French researchers last month said MERS had not reached pandemic potential and may just die out.

source:  www.thestar.com.my

 

Wamenkes Minta Pelayanan Mudik Lintas-Sektor

25jul

25julJakarta, PKMK. Profesor Ali Ghufron Mukti, Wakil Menteri Kesehatan RI (Wamenkes), meminta agar pelayanan mudik Lebaran di tahun ini semakin bersifat inklusif. Dalam hal ini, pelayanan mudik Lebaran oleh Kementerian Kesehatan RI harus berkoordinasi lebih erat dengan sektor lain. “Pelayanan juga harus cepat dan tepat dalam penanganan. Petugas pelayanan harus profesional serta mematuhi etika ataupun aturan,” kata Wamenkes dalam Apel Siaga Pelayanan Mudik Lebaran di Jakarta (25/7/2013).

Ghufron menjelaskan, mudik merupakan tradisi yang melibatkan jutaan orang seluruh Indonesia. Hal itu melahirkan dampak sosial dari waktu ke waktu. Jumlah pemudik terus naik dari waktu ke waktu. Tahun ini, jumlah pemudik diperkirakan naik 4,46 persen menjadi lebih dari 18 juta orang bila dibandingkan tahun lalu. Maka dari itu, Pemerintah Indonesia perlu terus membuat langkah mengatur arus mudik. “Dalam bidang kesehatan, ada pelayanan kesehatan untuk pemudik sejak H-14,” kata mantan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada tersebut.

Lebih lanjut Wamenkes mengatakan, mutu pelayanan kesehatan pun terus ditingkatkan dari tahun ke tahun. Hal itu untuk mengurangi angka kecelakaan, kematian, dan tindak kejahatan. Seluruh pemangku kepentingan harus melakukan sejumlah langkah. Beberapa diantaranya,

Pertama, menyiagakan Pusat Pelayanan Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) di jalur mudik.

Kedua, menyediakan pos kesehatan lapangan. Itu khususnya di daerah rawan kecelakaan dan kemacetan.

Ketiga, menyediakan pos kesehatan di tempat seperti bandar udara, pelabuhan, dan lain-lain.

Keempat, mengintensifkan sistem kewaspadaan via pengumpulan data penyakit. Hal itu untuk mencegah potensi KLB (kejadian luar biasa) penyakit.

Kelima, mengontrol pengemudi bus dalam hal konsumsi alkohol, tingkat gula darah, dan lain-lain.

Keenam, memeriksa makanan-minuman di tempat umum termasuk rest area jalan bebas hambatan.

Ketujuh, menyebarkan pesan kepada pemudik melalui media massa dan lain-lain.

Kedelapan, membuat layanan informasi Halo Kemkes.

Kesembilan, meningkatkan jejaring dan kemitraan dengan lembaga lain.

 

Menkes: Kami Siapkan Petugas kesehatan untuk Jamaah Haji Indonesia

Kementerian Kesehatan Arab Saudi telah memperingatkan calon jemaah haji Indonesia mengenai bahaya virus Corona Middle East Respiratory Syndrome (MERS). Menindaklanjuti peringatan itu, Kementerian Kesehatan RI pun menyiapkan petugas kesehatan untuk jamaah haji Indonesia.

“Jadi mereka yang mau berangkat sudah dipersiapkan. Kami sudah lakukan pelatihan untuk para petugas kesehatan yang akan bertugas mengikuti ke sana,” ujar Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi di Jakarta.

Menurut Mboi, virus yang kini tengah melanda kawasan Timur Tengah itu memang belum ada vaksinnya. Oleh karena itu, pelatihan yang dilakukan Kemenkes bagi petugas kesehatan yang akan mendampingi calon jemaah haji baru sebatas mengenai gejala awal pengidap Virus Corona.

“Begitu ada gejala awal, maka langsung diberikan pengobatan dan di isolasi,” kata Mboi.

Selain itu, Kementerian Kesehatan juga memberikan pengarahan dan informasi di masing-masing kelompok haji sebelum mereka berangkat ke tanah suci. “Nanti di sana ada pengawasan khusus supaya mereka melapor diri, petugas haji yang ikut akan mengawasi juga. Itu sudah dimulai,” kata Mboi.

Begitu pun saat para jemaah haji ini kembali ke tanah air. Kementerian Kesehatan akan melakukan thermoscaning bagi para jemaah untuk memastikan tidak teridap Virus Corona.

“Kami sudah siapkan juga peralatannya,” kata Mboi.

Virus ini menyerang sistem pernapasan manusia. Dikabarkan bahwa Sebanyak 38 orang Arab Saudi meninggal akibat virus ini. Varian virus corona yang paling terkenal adalah Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS).

sumber:  nasional.news.viva.co.id

 

Ahead of World Hepatitis Day, UN urges greater efforts to fight ‘silent epidemic’

Only one-third of the world’s countries have national strategies for viral hepatitis, the United Nations health agency today said urging Governments to scale up measures to tackle this ‘silent epidemic,’ in particular the five types that, over time, cause chronic and debilitating illnesses.

“The fact that many hepatitis B and C infections are silent, causing no symptoms until there is severe damage to the liver, points to the urgent need for universal access to immunization, screening, diagnosis and antiviral therapy,” UN World Health Organization (WHO) Assistant Director-General for Health Security and the Environment, Dr. Keiji Fukuda, said ahead of World Hepatitis Day.

Hepatitis is an inflammation of the liver, most commonly caused by a viral infection. There are five main hepatitis viruses, referred to as types A, B, C, D and E. These five types are of greatest concern, WHO said, because of the burden of illness and death they cause and the potential for outbreaks and epidemic spread. These severe infections lead to 1.4 million deaths every year.

Hepatitis A and E are food and water borne infections, while Hepatitis B, C, and D are spread by infected body fluids including blood, by sexual contact, mother-to-child transmission during birth, or by contaminated medical equipment.

The World Health Assembly – the decision-making body of WHO – designated 28 July as World Hepatitis Day. The Day serves to promote greater understanding of hepatitis as a global public health problem and to stimulate the strengthening of preventive and control measures against infection in countries throughout the world.

Thirty-seven per cent of countries surveyed have national strategies for viral hepatitis, and more work is needed in treating hepatitis, the UN agency announced releasing its first-ever country hepatitis survey. Covering 126 countries, the Global policy report on the prevention and control of viral hepatitis in WHO member States identifies successes as well as gaps at country level in the implementation of four priority areas: raising awareness, evidence-based data for action, prevention of transmission, and screening, care and treatment.

The findings show that while 82 per cent of the countries have established hepatitis surveillance programmes, only half of them include the monitoring of chronic hepatitis B and C, which are responsible for most severe illnesses and deaths.

“Many of the measures needed to prevent the spread of viral hepatitis disease can be put in place right now, and doing so will offset the heavy economic costs of treating and hospitalizing patients in future,” said Dr. Sylvie Briand, Director of Pandemic and Epidemic Diseases at WHO.

“The findings underline the important work that is being done by Governments to halt hepatitis through the implementation of WHO recommended policies and actions,” Dr. Briand added.

In addition, WHO has been working on developing networks and is exploring with international funding agencies avenues that could allow hepatitis to be included in their current programme of activities, the UN agency said in its statement.

In June 2013, WHO launched the Global Hepatitis Network, and one of its aims is to support countries with planning and implementation of viral hepatitis plans and programmes.

WHO is currently developing new hepatitis C screening, care and treatment guidelines, which will provide recommendations on seven key areas such as testing approaches; behavioural interventions (alcohol reduction); non-invasive assessment of liver fibrosis; and the selection of hepatitis C drug combinations.

“New, more effective medicines to prevent the progression of chronic hepatitis B and C are in the pipeline,” said Dr. Stefan Wiktor, team lead in WHO’s Global Hepatitis Programme. “However, these will be expensive and therapy will require monitoring with sophisticated laboratory tests. To cure and reduce the spread of these viruses, medicines must become more accessible.”

source:  www.un.org

 

Jelang Musim Haji, Kemenkes Waspadai Terus Virus Korona di Arab

Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi menyatakan akan terus memantau perkembangan penyebaran virus korona di Arab Saudi terkait ratusan ribu jemaah asal Indonesia yang sedang bersiap untuk melaksanakan ibadah haji ke negara tersebut Oktober mendatang.

“Kami juga telah melakukan sosialisasi kepada para jemaah haji (mengenai korona) tapi tidak vaksinasi, karena vaksin untuk penyakit ini belum ada,” kata Menkes di Jakarta, seperti dikutip dari Antara, Rabu (24/7/2013).

Menkes juga mengatakan telah menerima surat pemberitahuan dan peringatan resmi dari Kementerian Kesehatan Arab Saudi soal bahaya Virus Corona Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dan menegaskan akan terus melakukan pemantauan terutama mengenai dampak bagi para jemaah haji asal Indonesia.

Menkes juga mengatakan Pemerintah tidak mengeluarkan surat larangan bepergian ke Arab Saudi meskipun ada ancaman virus korona tersebut tapi melakukan sosialisasi intensif bagi calon jemaah untuk dapat mengantisipasi tertular virus itu.

“Sampai sekarang kami betul-betul menyiapkan agar calon jamaah haji dalam kondisi prima dan siap saat berangkat haji,” kata Nafsiah.

Nafsiah bahkan mengimbau para lansia yang menderita penyakit kronis untuk dapat menunda rencana haji mereka meskipun tidak dapat memaksa jika para calon jemaah bersikeras untuk pergi haji tahun 2013.

Perlu diantisipasi oleh masyarakat yang akan bepergian ke negara-negara Semenanjung Arab antara lain jika terdapat demam dan gejala sakit pada saluran pernafasan bagian bawah seperti batuk atau sesak nafas dalam kurun waktu 14 hari, diminta untuk segera memeriksakan diri ke dokter.

Sedangkan untuk melindungi diri dari penularan penyakit saluran pernafasan termasuk virus korona, Kementerian Kesehatan mengimbau masyarakat untuk melakukan beberapa langkah yaitu pertama menutup hidup dan mulut dengan tisu ketika batuk atau bersin dan segera membuang tisu tersebut ke tempat sampah.

Langkah kedua yang harus dilakukan adalah menghindari menyentuh mata, hidung dan mulut dengan tangan yang belum dicuci, langkah ketiga menghindari kontak secara dekat dengan orang yang sedang menderita sakit serta keempat untuk membersihkan menggunakan desinfektan barang-barang yang sering disentuh.

Penyakit Middle East Respiratory Syndrome (MERS) merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus korona yang disebut Middle East Respiratory Syndrome (MERS-Cov) dan pertama kali dilaporkan tahun 2012 di Arab Saudi.

Badan Kesehatan Dunia (WHO) mencatat jumlah infeksi MERS-Cov di dunia mencapai 80 kasus dengan 44 kematian diseluruh dunia.

sumber:  health.liputan6.com

 

Presiden SBY Imbau Pemenuhan Kesehatan Anak

24jul

24julJakarta, PKMK. Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengimbau agar anak di seluruh Indonesia semakin mendapatkan pemenuhan kesehatan. Selain kesehatan, anak Indonesia pun perlu semakin mendapatkan pemenuhan perawatan-pengasuhan, pendidikan-rekreasi, dan perlindungan dari kekerasan-eksploitasi. “Dan empat hal pokok itu sesuai dengan konstitusi kita yakni Undang-undang Dasar 1945,” kata Presiden SBY dalam peringatan Hari Anak Nasional di Jakarta (23/7/2013).

Tema yang diangkat Hari Anak Nasional untuk tahun ini dapat mendorong akselerasi pemenuhan kesehatan ataupun tiga hal pokok yang lain itu. “Tema ‘Indonesia yang Ramah dan Peduli Anak Dimulai dari Pengasuhan dalam Keluarga’ saya sambut dengan baik. Anak akan tumbuh dengan baik bila ada di dalam suatu keluarga yang harmonis,” kata dia.

Di acara yang sama, Linda Agum Gumelar, Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI mengatakan, kini 34,6 persen dari total penduduk Indonesia adalah anak-anak. Masyarakat Indonesia wajib mengantarkan anak-anak menjadi cerdas, mandiri, bertanggung jawab, dan berakhlak mulia bagi Indonesia. “Kini masih banyak kekerasan yang terjadi terhadap anak. Banyak pula yang termarginalkan, dieksploitasi, dan lain-lain sejenis. Tema Hari Anak Nasional di tahun ini menegaskan pentingnya peran keluarga bagi anak,” ungkap Linda.

Acara peringatan tersebut dihadiri ribuan siswa sekolah dasar sampai menengah atas dari seluruh Jakarta. Berbagai pertunjukan dihadirkan oleh sejumlah siswa. Salah satu yang istimewa adalah dua anak berkebutuhan khusus yakni Intan Sunandar dan Luis Bernard. Mereka membawakan lagu berjudul “Lagu Anak Istimewa”.

 

Sosialisasi Program JKN, Diapresiasi Wakil Ketua Komisi IX DPR

Wakil Ketua Komisi IX DPR, Nova Riyanti Yusuf mengapresiasi kinerja Kementerian Kesehatan (Kemenkes), yang telah meningkatkan sosialisasi tentang Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), dengan memanfaatkan berbagai media massa.

Menurutnya, beberapa minggu belakangan ini di beberapa media cetak dan elektronik dirinya menemukan beberapa advertorial tentang JKN yang disajikan oleh pemerintah, dalam hal ini Kemenkes.

Nova menyatakan apresiasinya karena di dalam Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Perlindungan Jaminan Sosial (BPJS), telah memberikan amanat kepada BPJS Kesehatan untuk menyelenggarakan JKN, dan harus sudah mulai beroperasi pada tanggal 1 Januari 2014 yang akan datang.

“Saya sangat mengapresiasi langkah pemerintah untuk meningkatkan sosialisasi tentang JKN. Sosialisasi terkait JKN adalah tanggung jawab kita bersama,” kata Nova dalam siaran persnya yang wartawan di Jakarta, Senin (22/7/2013).

Ia menegaskan, sosialisasi merupakan poin terpenting untuk kesuksesan program JKN nantinya. Sosialisasi pun katanya bukan hanya dilakukan bagi tenaga kesehatan atau para pemangku kepentingan lain, namun yang lebih penting, sosialisasi harus diberikan kepada seluruh rakyat Indonesia.

“Dari Sabang sampai Merauke, dari Sangir-Talaud sampai Pulau Rote. Kerjasama yang baik antara Kemenkes, DPR, dan juga PT Askes dalam melakukan sosialisasi kepada masyarakat, akan membantu untuk mengetahui bagaimana cara masyarakat mendaftar menjadi peserta BPJS,” terangnya.

Lebih lanjut, politisi Partai Demokrat ini pun mengatakan, bagi masyarakat Penerima Bantuan Iuran (PBI), mereka selama ini telah terdaftar sebagai penerima Jaminan Kesehatan Masyarakat, jadi seharusnya masalah kepesertaan mereka tidak terlalu menjadi masalah.

“Tentu dengan catatan, pemerintah harus memutakhirkan data secara berkala. Bagi rakyat non-PBI, pemerintah bersama PT Askes yang akan bertransformasi sebagai BPJS Kesehatan, juga harus segera menetapkan dan melakukan sosialisasi terkait prosedur pendaftaran diri sebagai peserta BPJS,” ungkapnya.

Terlebih, tambah Nova, belum lama ini pihak Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengabulkan permohonan uji materiil UU BPJS, dimana MK memberikan peluang bagi pekerja yang tidak didaftarkan oleh pemberi kerjanya sebagai peserta BPJS, untuk melakukan pendaftaran mandiri.

“Sehingga nantinya seluruh pekerja dapat mendaftar sebagai peserta BPJS, tanpa harus melalui pemberi kerjanya,” tandas wanita yang akrab disapa Noriyu ini. [Wishnu]

sumber:  utama.seruu.com

 

Virus Corona Merebak, 45 Orang Meninggal

Menindaklanjuti merebaknya kasus virus corona (Mers-CoV) di Timur Tengah dan beberapa negara Eropa, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) membentuk Emergency Commite (Komite Kedaruratan) yang beranggotakan 15 negara. Satu dari 15 negara anggota Emergency Commite tersebut adalah Indonesia.

Keberadaan Emergency Commite tersebut kata Prof Tjandra Yoga Aditama, Dirjen Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP & PL) Kemenkes antara lain memberikan masukan dan rekomendasi kepada WHO terkait keputusan penting tentang public health emergency international concern.

“Sepanjang sejarah, baru dua kali ini WHO membentuk tim emergency untuk kasus penyakit menular yang tengah merebak di sejumlah negara,” papar Tjandra, Senin (22/7).

Menurut Tjandra, kasus merebaknya Mers-CoV di sejumlah negara Timur Tengah dan Eropa tergolong serius. Hingga 18 Juli, WHO sudah menerima laporan 88 kasus Mers-CoV dimana 45 kasus diantaranya meninggal dunia. “Artinya tingkat kematian mencapai 51 persen dan itu sangat tinggi,” tambah Tjandra.

Karena itu setelah melakukan 2 kali teleconference dengan Emergency Committe dan beberapa perwakilan negara terjangkit serta expert, maka WHO mengeluarkan pernyataan terkait Mers CoV yang intinya antara lain bahwa Mers CoV memang serius dan perlu dapat perhatian penting semua negara.

Indonesia sendiri dikatakan Tjandra sudah mengirimkan surat edaran kepada seluruh Dinas Kesehatan Propinsi, Kantor Kesehatan Pelabuhan seluruh Indonesia dan rumah sakit vertikal tentang peningkatan kewaspadaan Mers-CoV.

Selain itu pihaknya juga telah mengadakan rapat koordinasi dengan kepala pusat kesehatan haji dan instansi terkait lainnya. Intinya mengecak kembali kesiapan 100 rumah sakit rujukan flu burung dan menyiapkan tenaga kesehatan di seluruh fasilitas kesehatan rujukan untuk mewaspadai gejala Mers-CoVtermasuk petugas haji.

Corona virus adalah strain baru dari corona virus yang sebelumnya tidak pernah ditemukan pada manusia. Corona virus adalah keluarga besar dari virus yang menyebabkan kesakitan pada manusia dan hewan. Pada manusia, corona virus dapat menyebabkan sakit ringan sampai berat mulai dari common cold sampai sindroma pernapasan akut berat (SARS). Lebih spesifik penyakit yang disebabkan oleh novel corona virus disebut Middle East Respiratory Syndrome Corona Virus (Mers-CoV). (inung)

sumber:  www.poskotanews.com

 

Jamkesda Tidak Boleh Bertentangan dengan BPJS Kesehatan

Serpong, PKMK. Penyelenggaraan Jamkesda tidak boleh berlawanan dengan program BPJS Kesehatan ataupun Undang-undang Nomor 20 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Program Jamkesda adalah subsistem dari SJSN, dan berfungsi memperkuat penyelenggaraan BPJS Kesehatan. Program ini berjalan dengan memberikan manfaat tambahan ataupun pelengkap bagi peserta BPJS Kesehatan yang berdomisili di wilayah administratif Pemda. Hal ini diungkapkan Asih Eka Putri, direktur Martabat Prima Konsultindo (21/7/2013).

Asih, melalui surat elektronik, menjelaskan bahwa sebenarnya tidak perlu ada polemik antara BPJS Kesehatan dengan Jamkesda seperti yang terjadi sekarang. Asal, seluruh tingkat pemerintahan dari Pemerintah Pusat hingga Pemerintah Daerah, mematuhi keputusan Mahkamah Konsitusi (MK) atas perkara Nomor 007/PUU-III/2005 di tanggal 31 Agustus 2005. Didalamnya dinyatakan bahwa pembentukan BPJS tingkat daerah dapat dibentuk dengan peraturan daerah, dengan memenuhi ketentuan tentang SJSN sebagaimana diatur Undang-undang SJSN. “Jadi, Undang-undang SJSN menjadi landasan hukum tertinggi dalam pembentukan BPJS tingkat daerah dan Jamkesda,” kata dia.

Bila pendekatan tafsir terhadap keputusan MK tersebut masih menimbulkan perdebatan, ada jalan yang bisa diambil. Yakni, Pemerintah Indonesia segera mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Kewajiban Pemerintah Daerah Mengembangkan Sistem Jaminan Sosial Nasional. PP tersebut menjadi peraturan pelaksanaan dari Pasal 22 Huruf H Undang-undang SJSN, ucap Asih. Penyelenggaraan Jamkesda oleh BPJS Daerah, ia melanjutkan, dibolehkan dan tidak dihalangi. Itu sepanjang memenuhi ketentuan tentang SJSN. Merujuk kepada keputusan MK itu, dalam menyelenggarakan Jamkesda, BPJS Daerah berkewajiban memenuhi Undang-undang SJSN berikut sejumlah peraturan pelaksanaannya. Seperti Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan; Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan.