Total Anggaran Kesehatan 2014 Capai 37 Persen APBN

10jul

10julJakarta, PKMK. Total alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) RI untuk keseluruhan sektor kesehatan diperkirakan mencapai 37 persen di tahun 2014 atau senilai Rp 67,5 triliun. Hal ini diungkapkan Mahendra Siregar, Wakil Menteri Keuangan RI, di Jakarta (10/7/2013). Mahendra menjelaskan, anggaran tersebut tidak hanya ada di Kementerian Kesehatan RI yang direncanakan sekitar Rp 25 triliun. Ada pula anggaran subdisi Penerima Bantuan Iuran (PBI) Badan Pengelola Jaminan Sosial Kesehatan sebesar Rp 19-an triliun, anggaran untuk Kementerian Negara RI lain yang masih terkait kesehatan dan lain-lain.

Anggaran senilai Rp 67,5 triliun tersebut masih lebih kecil daripada total subsidi BBM di tahun 2013. “Untuk tahun 2013, subsidi BBM bernilai sekitar Rp 300 triliun,” Mahendra mengatakan. Pengurangan subsidi BBM di tahun 2013, dialokasikan kepada kenaikan PBI di tahun 2014. “Jadi, pengurangan subsidi BBM membuat kenaikan PBI dari Rp 15.000-an per orang per bulan menjadi Rp 19.000-an per orang per bulan,” kata dia.

Sementara itu, Rancangan Undang-undang Pendidikan Tinggi Kedokteran disahkan di pengambilan keputusan tingkat pertama di Komisi X DPR RI (9/7/2013). “Selanjutnya, RUU Pendidikan Tinggi Kedokteran akan dibawa ke pengambilan keputusan tingkat kedua. Ke Sidang Paripurna DPR RI pekan ini untuk disahkan sebagai undang-undang,” kata Pimpinan Sidang, Syamsul Bachri. Adapun Menteri Pendidikan Nasional RI, Muhammad Nuh, mengatakan bahwa regulasi teknis dari Undang-undang Pendidikan Tinggi Kedokteran akan dibuat secepat mungkin. Selambatnya satu tahun setelah undang-undang itu disahkan, Peraturan Menteri-nya akan sudah ada,” kata Menteri Muhammad Nuh.

 

Industri Rokok Sponsori RUU Pertembakauan

USIANYA memang tak muda lagi, namun semangatnya masih terlihat kuat. Dokter kelahiran Batang, Jawa Tengah, 13 Juli 1939 itu, bernama Kartono Mohamad, cukup dikenal di kalangan dunia aktivis.

Setelah tak lagi menjadi Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI), bukan berarti Kartono pensiun. Justru kegiatannya semakin padat. Kini, Kartono yang dikenal hobi menulis ini, sibuk dengan dunia lamanya, yakni aktivis.

Satu lagi yang tak berubah dari Kartono adalah kepeduliannya dalam bidang kesehatan. Terutama perang terhadap industri rokok yang dinilai mengancam masa depan generasi muda.

Saat ditemui Iwan Purwantono dari InilahREVIEW di kantor Indonesia Tobacco Control Network di Jalan Benda, Jakarta Selatan, Rabu pekan lalu, dia menjelaskan banyak hal soal industri rokok.

Kini, Kartono menjabat Dewan Penasehat Komnas Pengendalian Tembakau. Dia juga tercatat sebagai Ketua Indonesia Tobacco Control Network. Berikut petikan wawancara dengan Kartono:

Tentang pembahasan RUU Pertembakauan yang saat ini sedang dibahas di DPR, bagaimana Anda melihatnya? Kabarnya ada dugaan kongkalikong. Menurut Anda seperti apa?

Kami pernah melaporkan ke BK (Badan Kehormatan) DPR tentang RUU Pertembakauan. Kami punya keyakinan, RUU tersebut disponsori industri rokok. Agar bisa tembus ke DPR, mereka (industri rokok) menggunakan jasa front liner—istilah untuk broker alias calo.

Di mana letak keanehannya?

Menurut prosedur, masuknya RUU Pertembakauan, sangat tak lazim. Berdasarkan undang-undang yang berlaku di parlemen, tiap usulan RUU yang akan dibahas, harus dilengkapi dengan naskah akademik. Setelah ada naskah akademik, barulah disusun RUU untuk dibahas di DPR.

Apakah Anda punya bukti tentang adanya sponsor dalam proses pengajuan RUU Pertembakauan?

Tentu saja. Kami berani mempertanggungjawabkan. Kami punya bukti-bukti. Setidaknya indikasinya cukup kuat. Kalau tidak ada, kami tidak akan menduga-duga dong. Usulan RUU Pertembakauan masuk pada Desember 2012. Tanpa ada naskah akademik, kok Baleg (Badan Legislatif) DPR meloloskan begitu saja. Bahkan dimasukkan dalam Prolegnas (program legislasi nasional). Prosesnya begitu cepat dan kilat sekali.

Sebelumnya, Dr Hakim dari Komnas Pengendalian Tembakau mengusulkan RUU Pengendalian Tembakau. Namun dimatikan. Muncullah RUU Pertembakauan. Artinya apa, masuknya RUU Pertembakauan itu illegal.

Siapa yang Anda gugat dalam hal ini?

Pimpinan Baleg DPR-lah. Dalam kasus ini, Baleg DPR telah menyalahi aturan yang dibuat oleh parlemen. Dalam sidang paripurna, RUU Pertembakauan juga diputus untuk ditunda. Namun Baleg justru melanjutkan pembahasan. Makanya kami mengadukan pimpinan Baleg ke Badan Kehormatan DPR.

Dari ketidakwajaran itu, saya menilai ada upaya memperkuat posisi industri rokok. Substansi RUU Pertembakauan justru memberikan kekuasaan besar kepada industri rokok. Sehingga bisa menguasai jalur perdagangan tembakau dan sebagainya. RUU Pertembakuan kalau disahkan menjadi undang-undang akan membatalkan UU Kesehatan serta PP No 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan.

Sepertinya Anda tidak sepakat dengan pertumbuhan industri rokok nasional yang begitu cepat?

Industri rokok di Indonesia membunuh rakyat. Kenapa saya katakan begitu? Pemilik industri rokok di tanah air adalah orang terkaya di dunia. Sementara yang menikmati rokok kebanyakan orang miskin. Dan, kalau terkena dampak rokok, orang miskin itu semakin miskin.

Bukankah penikmat rokok kebanyakan kelas menengah ke atas?

Siapa bilang? Prevalensi perokok terus meningkat dari 27% (1995) menjadi 31,5% (2001), 34,4% (2004) dan 34,7% (2010). Ironisnya, perokok dari kelompok miskin, kenaikannya sangat signifikan. Yakni, tiga dari empat keluarga di Indonesia mengalami peningkatan pengeluaran untuk membeli rokok. Untuk keluarga miskin 12%, sedangkan keluarga kaya 7%.

Apa artinya itu?

Itu berarti orang miskin lebih memilih makan seadanya daripada tidak merokok. Beli beras atau lauk pauk bisa ditunda, tapi kalau untuk beli rokok, harus tersedia. Ini kan menyesatkan. Data tadi itu hasil riset dari Kemenkes dengan Global Youth Tobacco Survey (GYTS) dan Global Adult Tobacco Survey (GATS).

Survei nasional sosial ekonomi pada 2006 menyebut bahwa proporsi belanja rokok keluarga miskin menempati urutan kedua setelah beras. Yakni sebesar 12%, sedangkan beras 22%. Artinya apa, penghasilan orang miskin memang banyak tersita untuk belanja rokok.

Sementara, pemilik pabrik rokok menjadi kaya raya dari keringat orang miskin. Ketika industri rokok nasional sudah banyak dikuasai asing, semakin celaka saja. Uangnya rakyat Indonesia dibawa ke luar negeri.

Selama ini, pendapatan dari cukai rokok membantu mengisi kas negara. Dari sini juga dialokasikan untuk pembangunan. Komentar Anda?

Misalnya saja, tahun ini pemerintah menargetkan pemasukan sebesar Rp 90 triliun dari cukai rokok. Sangat kecil dibandingkan kerugian yang harus ditanggung rakyat. Biaya rumah sakit atau pengobatan karena rokok. Hitung-hitungan Kemenkes biayanya mencapai Rp 250 triliun.

Bukankah pendapatan cukai rokok bergantung pertumbuhan industri rokok. Ketika industrinya tidak maju, pendapatan negara berkurang?

Harus dipahami bahwa cukai rokok itu, uangnya bukan berasal dari industri rokok. Tetapi dibayar oleh pembeli rokok. Artinya, yang menyumbang cukai rokok itu, bukan industri rokok. Pemahaman ini yang mesti diluruskan.

Faktor yang tak kalah pentingnya, industri rokok saat ini, mulai menyasar remaja dan anak di bawah umur. Ini membahayakan karena bisa merusak generasi muda kita. Sayangnya, pemerintah seakan tidak sadar akan hal ini.

Analoginya sederhana saja. Penjual bakso atau makanan mengandung borax saja, bisa masuk penjara. Industri rokok yang jelas-jelas berisi racun, dibiarkan bebas. Harusnya dibatasi atau dikendalikan.

Kalau ditimbang banyak mudaratnya, industri rokok sebaiknya ditutup saja?

Untuk saat ini, tidak bisa begitu. Karena mereka sudah terlanjur besar. Akan menjadi masalah besar kalau ditutup. Saya tidak bicara soal menutup. Kalau mereka mau mati sendiri, silakan. Saya harap pemerintah sadar akan ancaman industri rokok yang bisa meracuni rakyat.

Kalau tidak ditutup, pengaturannya harus seperti apa?

Tidak boleh beriklan, penjualannya dibatasi secara ketat. Tidak boleh memasarkan kepada anak-anak, remaja dan perempuan. Susu formula saja dibatasi agar tidak mengganggu program ASI (Air Susu Ibu), kenapa rokok dibiarkan bebas?

Bagaimana dengan nasib petani tembakau apabila pembatasan terhadap industri rokok diberlakukan?

Perkembangan terakhir, industri rokok mulai mengandalkan tembakau impor asal China dan India. Jumlah impornya sampai di atas 50% dari kebutuhan bahan baku. Kalau industri rokok dibatasi, yang merugi adalah importir, bukan petani. Justru untuk mendukung majunya petani tembakau, pemerintah harus menutup izin impor tembakau. Jadi, gerakan antirokok tidak sedikitpun berniat untuk menghancurkan petani tembakau.

Selanjutnya, pemerintah mendorong adanya diversifikasi untuk tembakau. Saat ini, tembakau bukan hanya menjadi bahan utama rokok. Namun bisa pula menjadi bahan pestisida atau parfum. Perkembangan terbaru, protein yang terkandung dalam tembakau dijadikan bahan dalam rekayasa genetik obat. Saat ini tengah dikembangkan oleh para ahli di Jerman dan Jepang.

sumber:  www.indonesiatobacco.com

 

Canadian named to emergency committee that will advise WHO on MERS

TORONTO – A top official of the Public Health Agency of Canada has been named to a special panel to advise the World Health Organization on the new MERS coronavirus.

Dr. Theresa Tam has had years of experience with the public health agency, both in respiratory diseases and pandemic preparedness and more recently as branch head for the health security infrastructure branch.

Tam is one of 15 experts from around the world who have been named to the WHO’s so-called emergency committee, which will hold its first teleconference on Tuesday.

The group is being asked to assess the evolving situation and offer the WHO guidance on how to handle the outbreak, which to date has claimed at least 44 lives.

Its first order of business will be to decide whether the outbreak qualifies as a public health emergency of international concern under the provisions of a global health treaty called the International Health Regulations.

Other members of the committee include Dr. Martin Cetron, head of global migration and quarantine at the U.S. Centers for Disease Control, Prof. Maria Zambon, director for reference microbiology services with Public Health England, and Dr. Ziad Memish, deputy minister of health for Saudi Arabia, the country which to date has recorded the most MERS cases.

Members of the committee are experts in infection control, epidemiology and public health, and come from a range of countries.

The WHO announced on Friday that it was convening an emergency committee on MERS, which has infected at least 80 people since April 2012.

Dr. Keiji Fukuda, the WHO official who announced the formation of the committee, explained that while the agency doesn’t currently feel MERS is a full-fledged crisis, it made sense to get outside advice on the situation at this point.

“This is a situation which makes us uneasy, but we can’t say that it’s a full-blown global pandemic. But we would like to have it assessed by other people too and have that input,” Fukuda, assistant director-general for health security and the environment, said in an interview.

The release announcing the committee’s membership contained conflict of interest declarations for two members of the committee, Zambon and Prof. Babacar Ndoye, a consultant and trainer in hospital hygiene, infection control and patient safety, from Dakar, Senegal.

The statement said Ndoye is in the process of setting up a training program in Senegal on hygiene and infection control, though the program has no relationship with industry.

Zambon, who has been with Public Health England (formerly known as the Health Protection Agency) since 1994, has as part of her government responsibilities liaised with industry on topics including vaccines and antiviral drugs. While the agency has received industry funds through collaborative research and development agreements, Zambon has not personally received funding, the statement said.

source:  www.timescolonist.com

 

PAHO praises Peru’s health system reform

The Representative of the Pan American Health Organization (PAHO) in Peru, Fernando Leanes praised Sunday the ongoing government’s efforts to promote the health system reform which will contribute to the progressive health universal coverage of the population.

He described as a political demonstration of outstanding value the government’s aim to achieve the universal health coverage based on primary care and the core principles of inclusion and development.

The PAHO official said that the guidelines set by the National Health Council (CNS) need to be transformed into regulations and investments which consolidate inclusive and supportive model to which the government aspires.

In this regard, Leanes noted that a group of PAHO experts have been providing technical assistance to the Ministry of Health (Minsa) and, in addition, they will accompany Peru’s reform process.

Likewise, PAHO representative hailed the incorporation of students and self-employers workers to the country’s Integral Health Insurance (SIS).

“This is an important reform, because it leads to the universal health coverage which is mandated by the World Health Organization’s (WHO) member states,” he said..

source:  www.andina.com.pe

 

Pekerja Tuntut Peningkatan Layanan

Wakil Ketua Umum DPP Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Prof. DR. Mathias Tambing menuntut peningkatan pelayanan jaminan kesehatan.

Hal ini didasari atas adanya kesepakatan Lembaga Kerja Sama Tripartit Nasional (LKS Tripnas) tentang besaran iuran jaminan kesehatan sebesar 3 persen yang berlaku mulai 1 Januari 2014.

Kesepakatan LKS Tripnas telah ditandatangani sebelumnya. Yakni pemerintah, pengusaha dan unsur pekerja, ditandatangani oleh Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Kemenakertrnas Irianto Simbolon (wakil pemerintah), Haryadi B. Sukamdani (wakil organisasi pengusaha), dan Prof. Mathias Tambing (wakil serikat pekerja).

Menurut Mathias, ini penting mengingat mulai 1 Januari 2014, pelayanan jaminan kesehatan bagi pekerja yang selama ini dilaksanakan oleh PT Jamsostek (Persero) akan dialihkan ke PT Askes yang bertransformasi menjadi BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan.

Untuk itu, para pekerja menuntut kualitas pelayanan kesehatan oleh BPJS Kesehatan makin meningkat, tidak menjadi lebih buruk dari pelayanan yang dilaksanakan PT Jamsostek. Juga tidak terjadi diskriminasi dalam pelayanan kepada pekerja dan keluarganya.

Menurutnya, kesepakatan iuran jaminan kesehatan menjadi 3 persen yang akan dibayar oleh pengusaha itu meningkat dibanding iuran yang selama ini dibayarkan ke PT Jamsostek sebesar 2 persen.

Kesepakatan itu merupakan batas atas upah pekerja sebagai dasar perhitungan iuran jaminan kesehatan sebesar Rp2 juta sebulan.

Dalam kesepakatan itu wakil pekerja memberi catatan. Bagi pekerja yang upahnya di bawah upah minimum provinsi atau kabupaten/kota, maka iurannya akan disubsidi oleh pemerintah sebagai peserta penerima bantuan iuran (PBI). Pemerintah sendiri telah menaikkan besaran PBI yang semula Rp19.225 menjadi Rp22.500 per orang.

Mathias yang juga Wakil Ketua LKS Tripnas dari wakil pekerja menyatakan, batas upah itu akan berlaku lima tahun dan setelah itu akan ditinjau kembali secara bersama antara organisasi pengusaha dengan unsur serikat. pekerja.

Besaran iuran 3 persen dari upah pekerja yang seluruhnya ditanggung oleh pengusaha itu akan berlaku mulai 1 Januari 2014 sampai 30 Juni 2015.

Mulai 1 Juli 2015 dan seterusnya, lanjut Mathias Tambing, iuran jaminan kesehatan sebesar 3 persen itu mungkin akan ditanggung bersama oleh pemberi kerja (pengusaha) dengan pekerja.

Namun, bagaimana komposisinya, nanti akan dibahas oleh pengusaha dengan pekerja. Kesepakatan itu akan diputuskan paling lambat tiga bulan sebelum 1 Juli 2015. “Selama ini, kaum pekerja minta agar iuran jaminan kesehatan tetap ditanggung oleh pengusaha.”

sumber:  www.harianterbit.com

 

WHO sets up emergency committee on MERS virus

The World Health Organization is forming an emergency committee of international experts to prepare for a possible worsening of the Middle East coronavirus (MERS), which has killed 40 people, WHO flu expert Keiji Fukuda said on Friday.

Fukuda said there was currently no emergency or pandemic but the experts would advise on how to tackle the disease if the number of cases suddenly grows. Most of the cases of MERS so far have been in Saudi Arabia, which hosts millions of Muslim visitors every year for the annual haj pilgrimage.

“We want to make sure we can move as quickly as possible if we need to,” Fukuda told a news conference.

“If in the future we do see some kind of explosion or if there is some big outbreak or we think the situation has really changed, we will already have a group of emergency committee experts who are already up to speed so we don’t have to go through a steep learning curve.”

The emergency committee is the second to be set up under WHO rules that came into force in 2007, years after the 2002 SARS outbreak. The previous emergency committee was set up to respond to the 2009 H1N1 pandemic.

Fukuda said MERS (Middle East Respiratory Syndrome) remained a patchwork of infections that had not yet swept through countries or communities as influenza can. The committee was partly being formed to consider big gaps in knowledge about the disease, he added.

source:  english.ahram.org.eg

Pekerja Inginkan Layanan Kesehatan Terbaik pada 2014

Kalangan pekerja mengingatkan otoritas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan agar tidak diskriminatif dan memberikan pelayanan terbaik kepada pekerja dan keluarganya mulai 1 Januari 2014 nanti.

“Pekerja menuntut kualitas pelayanan kesehatan yang lebih baik karena iurannya sudah dinaikkan tiga persen dibandingkan saat ini,” kata Wakil Ketua Umum DPP Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Mathias Tambing dalam siaran persnya yang diterima di Jakarta, Sabtu (6/7).

Dikatakannya, kalau ternyata malah lebih buruk dari pelayanan PT Jamsostek selama ini atau terjadi diskriminasi maka pekerja akan menuntut pertanggungjawaban pemerintah, khususnya Kementerian Kesehatan dan BPJS Kesehatan.

Pernyataan Tambing itu terkait dengan kesepakatan Lembaga Kerja Sama Tripartit Nasional (LKS Tripnas) tentang besaran iuran jaminan kesehatan yang naik tiga persen mulai 1 Januari 2014.

Kesepakatan LKS Tripnas itu ditandatangani Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Kemenakertrnas Irianto Simbolon (wakil pemerintah), Haryadi B. Sukamdani (wakil organisasi pengusaha), dan Tambing (wakil serikat pekerja) di Jakarta, Kamis (4/7).

Tambing menjelaskan kesepakatan iuran jaminan kesehatan menjadi tiga persen yang akan dibayar pengusaha itu meningkat dibanding iuran yang selama ini dibayarkan ke PT Jamsostek sebesar dua persen.

Kesepakatan itu merupakan batas atas upah pekerja sebagai dasar perhitungan iuran jaminan kesehatan sebesar Rp2 juta sebulan.

Dalam kesepakatan itu wakil pekerja memberi catatan. Bagi pekerja yang upahnya di bawah upah minimum provinsi atau kabupaten/kota, maka iurannya akan disubsidi oleh pemerintah sebagai peserta penerima bantuan iuran (PBI). Pemerintah telah menaikkan besaran PBI yang semula Rp19.225 menjadi Rp22.500 per orang.

Batas upah itu akan berlaku lima tahun dan setelah itu akan ditinjau kembali secara bersama antara organisasi pengusaha dengan unsur serikat pekerja. Besaran iuran tiga persen dari upah pekerja yang seluruhnya ditanggung oleh pengusaha itu akan berlaku mulai 1 Januari 2014 sampai 30 Juni 2015.

Mulai 1 Juli 2015 dan seterusnya, kata Tambing, iuran jaminan kesehatan sebesar tiga persen itu mungkin akan ditanggung bersama oleh pemberi kerja (pengusaha) dengan pekerja. Namun, bagaimana komposisinya, nanti akan dibahas oleh pengusaha dengan pekerja.

Kesepakatan itu akan diputuskan paling lambat tiga bulan sebelum 1 Juli 2015. “Selama ini, kaum pekerja minta agar iuran jaminan kesehatan tetap ditanggung oleh pengusaha,” ujarnya.

Selama jangka waktu 1,5 tahun ini, pengusaha dan pekerja akan mengevaluasi kualitas pelayanan jaminan kesehatan yang dilakukan oleh PT Askes yang telah berubah menjadi BPJS Kesehatan.

Dalam masa 1,5 tahun itu, para pekerja sangat mengharapkan pelayanan jaminan kesehatan lebih baik.

“Bila pelayanannya lebih buruk, kita akan minta pertanggungjawaban pemerintah yang menunjuk PT Askes sebagai BPJS Kesehatan. Bahkan, kita akan melakukan demo menuntut agar pelayanan meningkat dari yang ada sekarang,” katanya.

sumber:  www.beritasatu.com

 

WHO Adakan Pertemuan Tentang Virus Korona

Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) akan mengadakan pertemuan para pakar darurat internasional untuk mencari cara-cara bagaimana menangani MERS-CoV, penyakit baru seperti penyakit pneumonia atau radang paru-paru yang disebabkan virus korona yang terutama merebak di Timur Tengah.

WHO melaporkan penyakit itu hingga kini telah mengakibatkan 42 orang meninggal dari 79 orang yang terjangkit.

Ini baru untuk kedua kalinya WHO mengadakan pertemuan komite darurat sejak Peraturan Kesehatan Internasional dijalankan 2005. Pertemuan pertama diadakan 2009 ketika terjadi wabah flu burung H1N1.

Para anggota Komite Darurat adalah para ahli internasional yang independen di bidang-bidang seperti pengawasan penyakit, virologi atau ilmu mengenai virus, perkembangan vaksin dan khususnya virus korona.

Asisten Direktur Jenderal Keamanan Kesehatan dan Lingkungan, Keiji Fukuda mengatakan, tidak banyak yang diketahui tentang penyakit itu. Katanya, tidak ada yang tahu bagaimana orang terjangkit penyakit itu, apakah terpapar hewan atau ada faktor-faktor lingkungan lain yang menjadi penyebab penyebaran penyakit itu.

Dengan semua ketidakpastian seputar virus korona itu, katanya maka diputuskan untuk diadakan pembicaraan dalam komite darurat, supaya WHO dan negara-negara bisa siap menghadapi kemungkinan apapun dan di manapun virus ini menyebar.

“Setelah komite itu merasa cukup kuat, kami akan menanyakan kepada mereka apakah mereka rasa keadaan sekarang ini merupakan keadaan darurat yang memprihatinkan dunia internasional,” ujarnya.

“Sekarang, kami lihat pola yang tetap penyakit ini. Kita tidak berada di tengah-tengah kejadian gawat sekarang. Tidak ada keadaan darurat terkait Middle East Respiratory Syndrome (MERS). Tetapi, ada baiknya untuk melakukan apa yang bisa kita lakukan untuk siap menghadapinya.”

Penderita virus korona telah dilaporkan terdapat di Yordania, Qatar, Arab Saudi dan Emirat Arab. Arab Saudi adalah yang paling parah dilanda penyakit ini. Penyakit itu juga berjangkit di Tunisia, Perancis, Jerman, Italia dan Inggris, menjangkiti orang-orang yang bepergian ke Timur Tengah.

Virus korona mengakibatkan tingkat kematian yang tinggi, yaitu 60 persen dan orang yang menderita penyakit pernafasan parah dianjurkan untuk pergi ke dokter.

Organisasi Kesehatan Sedunia tidak mengeluarkan larangan bepergian ke negara-negara yang terkena wabah virus korona, tetapi minta orang-orang agar tetap waspada, khususnya para jemaah yang berencana pergi ke Arab Saudi untuk menjalankan ibadah haji.

sumber:  www.voaindonesia.com

 

Prof Dali: Kualitas Perawat dan Dokter Masih Timpang

Guru Besar Universitas Hasanuddin, Prof Dali Amiruddin, mengaku cukup prihatin dengan kondisi dunia pelayanan kesehatan di Indonesia saat ini.

Keprihatinan itu tertuju pada ketimpangan kualitas dan kapabilitas para dokter dengan perawat yang ada.

Padahal, menurut pakar kesehatan kulit dan kelamin ini, kualitas SDM dokter yang selaras dan sejalan dengan kapabilitas perawat, menjadi penentu kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan.

“Semua tahu, dokter itukan tidak merawat. Hanya menentukan penanganan obat bagi sang pasien. Nah yang selanjutnya melakukan perawatan itu perawat. Di sinilah pentingnya kesejajaran pengetahuan antara perawat dan dokter,” kata Dali, di ruang kerjanya, akhir pekan ini.

Dali menjelaskan, salah satu cara untuk meningkatkan kualitas perawat di Indonesia, adalah dengan mendorong lahirnya fakultas ilmu keperawatan baru di sejumlah perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta. Setelah lahir perawat andal dari perguruan tinggi itu, otomatis kualitas pelayanan kesehatan ikut membaik.

“Banyak perawat yang ternyata bekerja atas kebiasaan saja. Misalnya, karena melihat dokter kerap memperlakukan orang dengan satu tindakan, lalu ikut melakukan tindakan serupa. Tapi saat ditanya alasannya, si perawat ternyata melakukannya bukan karena paham, tapi karena melihat dan meniru dokter saja,” sambung Dali.

Dali mengakui, para perawat yang berkualitas lebih banyak ditemui di rumah sakit-rumah sakit yang memiliki standar pelayanan baik saja. Tapi secara umum, masih sangat kurang. Dali juga menduga, warga Indonesia yang memilih ramai-ramai berobat ke luar negeri rata-rata karena merasa kurang mendapat pelayanan perawatan yang baik.

“Padahal, sebenarnya kualitas ilmu para ahli yang ada di Indonesia hampir tidak jauh berbeda. Ilmunya sama, hanya penanganan pada pasien yang biasanya berbeda,” tegas Dali Amiruddin. (ysd)

sumber:  www.fajar.co.id

 

Health Care Teams Worldwide Work To Reduce Salt Intake

Cardiovascular diseases are a major killer around the world, even in developing countries, and high blood pressure is a risk factor for these diseases.

Eating too much salt can lead to high blood pressure, stroke and heart attack, even where it’s least expected. Researchers in Kenya from the Weill Cornell Medical College say hypertension is on a startling rise in sub-Saharan Africa. The problem is so severe in the Americas that PAHO – the Pan American Health Organization – launched a program called SaltSmart. Branka Legetic is the program coordinator.

“Hypertension is a leading problem throughout the whole world. It actually contributes to most of the risks as well as most of the diseases that are so called non-communicable diseases. It is number one,” said Legetic.

Legetic says most people don’t know the dangers of eating too much sodium, the chemical found in salt. The World Health Organization recommends no more than five grams of sodium per day, the amount in a teaspoon of salt. The goal of SaltSmart is to get people to cut their salt intake in half by the year 2020.

“We know that the people now consume 10 grams, 11 grams of salt, 17 grams of salt. In some Caribbean countries, so it’s three times or two times more than recommended,” she said.

In the U.S., Million Hearts, a government-sponsored program, aims to prevent 1 million heart attacks and strokes by 2017. Dr. Janet Wright is the executive director.

“We’re asking for this effort to begin with the individual, within each of us. I think so many of us have been touched by heart disease because it is still the number one killer in the country, one out of three deaths,” said Wright.

Wright explains that simple practices can go a long way to achieving this goal.

“It could be adding a fruit or a vegetable. It could be building your way up to 150 minutes of exercise each week. And it can also mean working with your health care team to stay on medicines if they’ve been prescribed,” she said.

Wright says missing even a day’s medication damages the heart, the kidneys, eyes and blood vessels. Branka Legetic also says healthy eating habits could go a long way because there is a lot of salt in processed foods.

“I think that the people have to be conscious about how much to eat and then what do they eat, and really strive toward more and more fresh and unchanged products,” she said.

Th Pan American Health Organization is working with food manufacturers to reduce the amount of sodium that goes into processed food. Until that happens, the simplest way is to cut down on consumption of processed and restaurant foods.

source: www.voanews.com