Gizi Buruk dan Kekerdilan Jadi PR Pemerintahan Baru

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengatakan masalah gizi buruk hingga kekerdilan (stunting) masih menjadi pekerjaan rumah ke depan bagi kepemimpinan baru. Pemerintah ke depan perlu fokus dan lebih gencar melakukan program promotif dan preventif di pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) dan posyandu.

“Pekerjaan rumah (PR) berat tentang masalah gizi yaitu gizi buruk, gizi kurang dan kekerdilan serta membengkaknya kasus penyakit tidak menular seperti diabetes, stroke, jantung dan sebagainya. PR lama juga masih jadi beban yaitu penyakit infeksi seperti TBC dan AIDS,” kata Ketua IDI Daeng Mohammad Faqih, Kamis (4/7).

Daeng menuturkan yang penting segera ditangani juga adalah pembenahan sistem pelayanan dengan Jaminan Kesehatan Nasional. “Jangan sampai BPJS Kesehatan gagal bayar atau kesulitan pembayaran ke fasilitas pelayanan, karena akan menyebabkan rentetan panjang pada kualitas pelayanan, keamanan pasien (patient safety), kualitas dan penghargaan kepada SDM kesehatan, dan masalah industri pendukung lainnya terutama sektor industri turunan industri obat dan alat kesehatan yang rentan terpukul,” tuturnya.

Untuk itu, Daeng mengatakan harus segera ada kebijakan agar aliran pembayaran ke fasilitas kesehatan seperti rumah sakit, klinik dan pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) tidak terganggu atau tertunda. “Kalaupun ada kebijakan utang untuk menutup defisit, maka baiknya buat kebijakan yang berhutang adalah BPJSKesehatan bukan fasilitas kesehatannya,” ujarnya.

Lebih lanjut Daeng mengatakan perlu segera evaluasi dan koreksi kecukupan dana Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sesuai prinsip-prinsip rasional dan keekonomian untuk menjamin JKN yang baik dan berkelanjutan.

sumber: https://nasional.republika.co.id/berita/pu3r56328/gizi-buruk-dan-kekerdilan-jadi-pr-pemerintahan-baru

 

Kominfo Usul Iklan di Media Online Tak Menampilkan Aktivitas Merokok

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengusulkan agar pembatasan iklan rokok di media online diselaraskan dengan di media konvensional. Dengan begitu, iklan rokok di media online tidak boleh mempertontonkan aktivitas merokok.

Hal itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 tentang Produk Tembakau. Aturan ini sudah diterapkan di media konvensional seperti televisi. “Saya rasa di media online seharusnya sama,” kata Direktur Jenderal Aplikasi dan Informatika (Aptika) Kominfo Semuel Abrijani di kantornya, Jakarta, Selasa (2/7).

Kebijakan terkait pembatasan iklan rokok di media online ini masih dibahas di Kementerian Kominfo dan Kementerian Kesehatan. Semuel usul agar industri seperti produsen rokok, pemilik media, dan penyedia layanan iklan turut berdiskusi terkait aturan ini.

Untuk sementara, kementeriannya usul agar pembatasan iklan rokok di media online disesuaikan dengan media konvensional. “Misalnya, waktu penayangan iklan rokok di media online sama seperti di televisi, pukul 21.30 sampai 05.00. Intinya, harus mengikuti PP tentang rokok,” katanya.

Usulan tersebut berlaku untuk semua kategori media online termasuk yang berupa video streaming, seperti di YouTube. Semuel pun menegaskan, kementeriannya siap memblokir konten di internet yang melanggar peraturan terkait iklan rokok, sesuai rekomendasi Kementerian Kesehatan.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Biro Humas Kementerian Kominfo Ferdinandus Setu menambahkan, ada 114 kanal di Facebook, Instagram, dan YouTube yang diblokir karena memuat iklan rokok. Iklan tersebut dianggap melanggar Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 46 ayat 3 butir c. Kementeriannya sudah dua kali bertemu dengan Kementerian Kesehatan guna mengkaji regulasi terkait pembatasan iklan rokok di media online. Selain itu, pertemuan ini membahas pemblokiran iklan rokok.

sumber: https://katadata.co.id/berita/2019/07/02/kominfo-usul-aturan-iklan-rokok-di-media-online-dan-konvensional-sama 

 

 

New health policy aims high in ensuring smart services

Kathmandu, July 1 – Patients can book appointments online and visit doctors across the nation for treatment.

Medical records of patients will be digitalised and highly facilitated ambulance services will be available in each local level.

Making public its ambitious National Health Policy 2019, the government revealed its plans, policies and strategies to improve health services in the country.

For institutionalising e-health, the government has aimed to develop and extend mobile health and telemedicine services.

“The government has planned to provide e-medicine services to the public within a year. Online bookings will be made possible to rid patients of queues in hospitals. It will save the time of patients and help them get medical services without any hassle,” said Deputy Prime Minister and Minister of Health and Population Upendra Yadav during a press meet organised at the ministry.

The new health policy has six objectives, 25 policies and 146 strategies to improve the health sector.

The government has ensured free basic health services as determined by health institutions in each level. All citizens will be ensured access to emergency health services.

Easy access for specialised health services will be ensured and the health system will be developed in the three tiers of government — federal, state and local.

Universal health coverage (including prevention, promotion, treatment, rehabilitation and palliation) will be provided.

There will be development and extension of ayurveda, naturopathy, yoga and homoeopathic medical systems.

The government also aims to manage organ donation and human organ transplantation along with organ donation of brain dead people. There will also be a provision of performance-based pay and incentive for health practitioners.

Every citizen will be ensured access to basic emergency health services as per the new health policy, said the health minister.

The government has planned to develop air ambulance services for people living in rural areas of the country.

Programmes have also been planned to bring all Nepalis under the insurance policy.

The government has aimed to establish trauma centres in major highways to provide emergency health services to victims of accidents. To help minimise the impacts of environment pollution on human health, the government aims to construct cycle lanes and public parks and coordinate with the concerned bodies.

The health system will be expanded according to the federal structure. There will be availability of basic health service centre in each ward and a primary hospital in each local level.

Secondary hospitals under provinces and provincial hospitals will be established.

Academy of medical sciences, super specialised hospitals and tertiary hospitals under the federal state will be established in each province. National disease control centre will also be established. One reference laboratory will be established in each province as per the health policy.

“The new policy has been made to ensure quality health services as guaranteed by the constitution. It is the fundamental right of the people to have access to quality health services,” said Minister Yadav.

source: https://thehimalayantimes.com/kathmandu/new-health-policy-aims-high-in-ensuring-smart-services/

 

Ini Tugas yang Diberikan Menteri Kesehatan Kepada Kepala BKKBN yang Baru

Setelah enam bulan kosong, akhirnya jabatan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) diisi.

Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek melantik mantan Bupati Kulon Progo, Hasto Wardoyo sebagai kepala lembaga tersebut di kantor pusat BKKBN, Jalan Permata Nomer 1, Jakarta Timur, Senin (1/7/2019).

Nila berharap, Hasto Wardoyo bisa mengerjakan tugas-tugas BKKBN secara baik.

Tugas-tugas tersebut di antaranya, menurunkan angka kenaikan jumlah penduduk secara signifikan.

“Seperti kita ketahui, jabatan kepala BKKBN mengalami kekosongan selama enam bulan. Dan pada hari ini kita bersyukur bahwa kepala BKKBN, Hasto Wardoyo dapat saya Lantik. Dengan adanya kepala BKKBN, saya berharap agar pelaksanaan program kependudukan, keluarga berencana, dan pembangunan keluarga dapat berjalan lebih maju. Dan dapat dilakukan inovasi, sehingga laju pertumbuhan penduduk saat ini yang masih tinggi, dapat menurun sesuai dengan sasaran RPJMN,” kata Nila F. Moeloek dalam sambutannya.

Nila juga berpesan agar penggunaan kontrasepsi secara konsisten yang terbukti berhasil mengurangi angka kelahiran, terus dikembangkan melalui inovasi teknologi.

Nila memberikan tugas ke Hasto agar mempopulerkan kembali program kependudukan, program keluarga berencana, dan pembangunan keluarga (KKBK) sehingga para pemerintah daerah memberikan dukungan maksimal untuk keberhasilan program tersebut.

“Dalam kurun sepuluh tahun terakhir, capaian program kependudukan, keluarga berencana, dan pembangunan keluarga atau KKBK dianggap kurang populer hingga saat ini dan kurang mendapat dukungan sumber daya yang memadai dari pemerintah daerah,” tambah Nila.

Menanggapi hal tersebut, Hasto menyatakan akan segera berkoordinasi dengan kepala daerah untuk suksesnya program tersebut.

“Pertama yang saya akan lakukan ke daerah-daerah tapi tidak berasumsi dulu, kita lihat dulu. Tiap daerah-daerah itu kan beda-beda. Kalau kita dengan kepala daerah telah sepakat mengenai data kependudukan, berapa angka kelahiran, berapa angka kematian, baru lah kita mulai cari teknis yang cocok untuk suksesnya program KKBK,” kata Hasto Wardoyo.

Selain itu, hal yang akan dilakukan pada saat awal menjabat yaitu penataan anggaran.

Dia mengatakan, selama ini anggaran hanya diratakan di tiap sektor dan ujungnya tak banyak menghasilkan produk kebijakan yang baik untuk masyarakat. Karena itu dia akan segera menata anggaran dengan cara membuat prioritas.

“Selanjutnya menata anggaran. Selama ini kan anggaran rata tapi tak menghasilkan apa-apa toh. Nah nanti saya akan buat prioritas, kalau nanti ternyata prioritasnya untuk pengembangan kontrasepsi nah pasti sektor itu yang paling besar. Tapi kita lihat nanti lah apa yang jadi prioritas, ini kan saya baru dilantik,” kata Hasto Wardoyo.

sumber: http://www.tribunnews.com/kesehatan/2019/07/02/ini-tugas-yang-diberikan-menteri-kesehatan-kepada-kepala-bkkbn-yang-baru

 

 

100 Duta Sehat Urai Permasalahan Kesehatan Negeri

PTTEP perusahaan migas milik pemerintah Thailand bersama Dompet Dhuafa memilih 100 Duta Sehat yang siap mengabdi untuk menuntaskan permasalahan kesehatan di Indonesia. Data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat, masih ada beberapa penyakit yang menjadi masalah kesehatan Indonesia di sepanjang 2018 seperti gizi buruk, penyakit menular, dan kesehatan mental.

“Penghargaan 100 Duta Sehat Indonesia ini diharapkan mampu mendorong masyarakat terus berkontribusi untuk negeri terutama di bidang kesehatan,” tutur Direktur CSR Dompet Dhuafa Social Enterprise, Herdiansah saat memberikan keterangan pers di Fakultas Kedokteran Trisaksi, Jakarta, Jumat (28/6/2019).

Herdiansah menjelaskan, 100 Duta Sehat yang terpilih adalah dari kalangan mahasiswa dengan latar belakang pendidikan kedokteran, kesehatan masyarakat, dan ilmu gizi. Para calon Duta Sehat dipilih dari berbagai universitas, antara lain Universitas Indonesia, Universitas Trisakti, Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Islam Negeri (UIN), dan Universitas pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta.

Sebelum terpilih menjadi duta sehat Indonesia, kata Herdiansah, kandidat wajib mengikuti serangkaian seleksi proposal, presentasi, dan penjurian yang dilakukan para dokter dari perbagai universitas. Selanjutnya, 100 Duta sehat akan mendapatkan bantuan program guna mendukung kegiatan pengabdian masyarakat. Laporan hasil pengabdian masyarakat ini akan dibuat menjadi satu buku report bertema dedikasi untuk negari.

Program pemilihan 100 Duta Sehat ini dilakukan melalui Gerai Sehat Rorotan yang didirikan PTTEP dan Dompet Dhuafa sejak 2014 lalu, sekaligus sebagai puncak peringatan HUT ke-4 gerai sehat tersebut. Gerai Sehat Rorotan merupakan fasilitas kesehatan untuk masyarakat umum dan dhuafa yang mengusung visi dan misi ikut mensukseskan program-program kesehatan Kemkes.

Pada kesempatan yang sama, Public Relation and Affairs Officer PTTEP Irwan Mardelis menambahkan bahwa kegiatan ini merupakan lanjutan dari program pejuang kesehatan yang berhasil dilakukan 2 tahun terakhir. “Pembeda kegiatan kali ini dengan tahun sebelumnya yakni adanya penghargaan kepada para tokoh nasional, aktivis, dan public figure yang telah berkontribusi di bidang kesehatan,” ujar Irwan Mardelis.

Irwan Mardelis menjelaskan selain memilih 100 Duta Sehat, Gerai Sehat Rorotan PTTEP -Dompet Dhuafa juga memberikan penghargaan kepada tokoh-tokoh nasional, aktivis, yang berkontribusi di bidang kesehatan. Proses seleksi dan penilaian dilakukan bersama oleh Gerai Sehat Rorotan PTTEP-Dompet Dhuafa dan Forum lkatan Alumni Kedokteran Seluruh Indonesia (FIAKSI).

Ada tiga kategori dalam penghargaan ini yaitu Kategori Pemimpin Publik Berdedikasi dalam mendukung kebijakan kesehatan masyarakat dengan terpilih sebagai pemenag yaitu Prof. dr Ali Ghufron Mukti M.Sc., PhD. (Wakil Menteri Kesehatan 2011 2014 dan Rektor Universitas Trisakti), Ir. H. Mohammad Ramdhan Pomanto (Wali Kota Makassar periode 2014 2019, dan dr. Hj. Faida, MMR (Bupati Jember Periode 2016 2021).

Kategori Aktivis Kesehatan lnspiratif terpilih yaitu dr. Gamal Albinsaid (dokter, wirausahawan sosial, CEO Indonesia Medika), Dr. dr. Damayanti R. Sjarif, Sp.A(K) (Pakar Penyakit Nutrisi Metabolik Anak) dan Prof. dr. Sri Suparyati,Sp.A.(K),Ph.D. (Peneliti Ahli anyakit Diare pada Anak). Sedangkan untuk Kategori Artis/Tokoh Publik yang Berkomitmen Dalam Menjaga dan Mengedukasi Pola Hidup Sehat terplih dr. Lula Kamal, dan Titiek Puspa.

sumber: https://www.beritasatu.com/kesehatan/561690/100-duta-sehat-urai-permasalahan-kesehatan-negeri

 

PR Jokowi-Ma’ruf Terkait JKN-KIS, PTM, dan Kekerdilan ini Harus Diselesaikan

Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan Joko Widodo dan K.H. Ma’ruf Amin sebagai pasangan calon presiden terpilih dan calon wakil presiden terpilih yang akan menjabat untuk masa pemerintahan 2019-2024.

Menyusul rapat pleno yang dilaksanakan Minggu sore (30/6/2019), usai kontestasi pemilihan presiden (Pilpres) 2019 yang panjang lantaran hasil penghitungan suara KPU digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) oleh pasangan calon (paslon) Prabowo Subianto-Sandiaga Salahudin Uno.

Calon presiden terpilih yang juga petahana Joko Widodo berulang kali mengajak masyarakat Indonesia untuk kembali bersatu untuk membangun negeri bersama-sama demi kepentingan bangsa, tidak ada lagi perselisihan, tidak ada 01 dan 02.

Berbagai PR menanti paslon terpilih Jokowi-Ma’ruf untuk pembangunan Indonesia di berbagai bidang selama lima tahun ke depan. Tak lepas berbagai persoalan bidang kesehatan yang harus diselesaikan dan diperbaiki guna meningkatkan kualitas pembangunan manusia Indonesia di masa datang.

Jika berbicara pada sektor kesehatan Indonesia saat ini, ada perkara yang harus segera diselesaikan oleh kepala negara agar tidak berlarut-larut dan membahayakan keuangan negara.

Program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat yang digalakkan oleh Jokowi pada awal masa pemerintahaan 2014, saat ini sudah pada kondisi darurat. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sebagai penyelenggara semakin tahun kian berdarah-darah menghadapi defisit yang kian membesar sejak 2014.

Hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terhadap laporan keuangan BPJS Kesehatan Tahun Anggaran 2018 mengungkapkan lembaga yang dahulunya bernama Askes tersebut, menderita defisit Rp9,1 triliun. Bahkan, defisit keuangan Tahun Anggaran 2018 tersebut dibebankan pada 2019.

BPPKP menyebutkan pembiayaan program Jaminan Kesehatan Nasional masih tekor atau tidak seimbang antara pendapatan dari iuran dan pengeluaran untuk pelayanan kesehatan. Tekornya BPJS Kesehatan tersebut membuat pemerintah melalui Kementerian Keuangan harus memberikan suntikan dana pada BPJS Kesehatan sejak 2015 sekitar Rp5 triliun, pada 2016 sekitar Rp6,82 triliun, pada 2017 sekitar Rp3,6 triliun, dan pada 2018 sekitar Rp10,1 triliun.

Jika kondisi BPJS Kesehatan dan regulasi program JKN-KIS tidak diubah, defisit diperkirakan semakin membengkak setiap tahun dan APBN semakin banyak dikeluarkan untuk menutupi kerugian penyelenggara program jaminan sosial.

Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris menyebutkan permasalahan utama kondisi keuangan lembaganya ialah besaran jumlah iuran peserta yang tidak sesuai dengan nilai aktuaria.

Bahkan, Fachmi mengatakan biar pun seluruh peserta JKN-KIS membayar iuran dan tak ada satu pun yang menunggak, BPJS Kesehatan akan tetap defisit lantaran besaran iuran yang terlampau kecil dari layanan yang diberikan.

Besaran iuran peserta BPJS Kesehatan saat ini Rp25.500 per bulan untuk kelas tiga, Rp51 ribu untuk kelas dua, dan Rp80 ribu untuk kelas satu. Dengan membayar iuran sejumlah tersebut tiap peserta bisa mendapatkan berbagai manfaat layanan kesehatan, seperti hemodialisa setiap pekan bagi penderita gagal ginjal, pemasangan ring jantung, dan berbagai tindakan operasi serta terapi untuk penderita kanker.

Kenaikan besaran iuran bagi peserta program JKN menjadi salah satu faktor penting untuk memperbaiki kondisi keuangan BPJS Kesehatan, kendati diperlukan banyak perbaikan lain di sana-sini agar program pembiayaan kesehatan ini bisa berkelanjutan.

BPJS Kesehatan hanyalah penyelenggara program jaminan sosial kesehatan, sementara yang mengatur berbagai regulasi dalam pelaksanaan program ialah pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan; Kementerian Keuangan; dan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN).

Kementerian dan lembaga sebagai regulator bertanggung jawab dalam pembahasan berbagai kebijakan program JKN, termasuk angka kenaikan iuran peserta. Namun, keputusan mengetok palu mengenai naik tidaknya iuran BPJS Kesehatan tetap berada di tangan presiden.

Alasan defisit BPJS Kesehatan dari tahun ke tahun pada pokoknya dikarenakan pengeluaran untuk pembiayaan layanan kesehatan yang sangat besar. Beban pembiayaan pelayanan kesehatan paling besar berasal dari penyakit tidak menular seperti jantung, gagal ginjal, kanker, dan lainnya yang mencapai Rp20,4 triliun atau 21,66 persen dari total seluruh pembiayaan layanan kesehatan pada 2018.

Biaya layanan kesehatan pada 2018 terbesar dari penyakit jantung Rp10,5 triliun, kanker Rp3,4 triliun, stroke Rp2,5 triliun, gagal ginjal Rp2,3 triliun, dan thalassemia Rp490 miliar. Membengkaknya biaya layanan kesehatan itu dikarenakan banyaknya masyarakat Indonesia yang menderita penyakit tersebut.

Prevalensi penyakit tidak menular seperti disebutkan di atas terus meningkat dari tahun ke tahun. Padahal, penyakit-penyakit berbiaya mahal itu dapat dicegah dengan menerapkan pola hidup sehat.

Penyakit katastropik, seperti jantung, stroke, gagal ginjal dan lainnya, tidak datang begitu saja karena seseorang makan makanan tidak sehat atau tidak berolahraga selama satu tahun terakhir.

Akan tetapi, penyakit-penyakit itu merupakan penyakit kronis hasil dari akumulasi pola hidup yang tidak sehat sejak usia muda. Karena itu, kesadaran masyarakat akan pola hidup yang sehat seperti makan makanan gizi seimbang, biasa makan sayur dan buah, rajin beraktivitas fisik, tidak merokok, menjaga kebersihan diri dan lingkungan menjadi hal yang sangat penting.

Peran pemerintah dirasa perlu untuk membuat regulasi yang dapat mengubah pola hidup masyarakat jadi lebih sehat. Misalnya saja, penerapan regulasi batasan kadar gula, garam, dan lemak (GGL) pada makanan kemasan atau makanan cepat saji yang sering dikonsumsi oleh masyarakat.

Wacana batasan kadar GGL beberapa tahun belakangan hanya menjadi pembahasan seputar kementerian dan lembaga, sementara kebijakan seperti itu telah banyak diterapkan di negara-negara maju.

Masalah kekerdilan atau “stunting” pada anak ramai dibicarakan beberapa waktu belakangan karena pemerintah yang juga sedang gencar menyosialisasikan pencegahannya. Kekerdilan merupakan suatu kondisi seorang anak yang gagal tumbuh atau tumbuh kembang anak yang tidak sesuai dengan indikator pertumbuhan anak pada umumnya.

Penyebab kekerdilan, adalah kekurangan gizi kronis atau defisit gizi dalam waktu yang lama, yaitu sejak 1.000 hari pertama kehidupan si anak mulai dari sembilan bulan dalam kandungan hingga dua tahun setelah dilahirkan.

Jika ada ibu hamil yang tidak menjaga asupan gizinya selama mengandung, ditambah lagi dengan tidak memenuhi gizi anak dengan sempurna sejak dilahirkan hingga usia dua tahun maka anak tersebut memiliki kemungkinan mengalami kekerdilan.

Guru Besar Bidang Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor Profesor Ali Khomsan menjabarkan dampak kekerdilan berupa fisik dan nonfisik. Dampak fisik ialah pertumbuhan tinggi badan anak yang terhambat sehingga tidak sesuai dengan anak-anak seusianya, membuatnya terlihat kerdil.

Namun, hal yang paling dikhawatirkan dampak nonfisik, berupa terhambatnya perkembangan otak anak yang menyebabkan kemampuan berpikirnya di bawah rata-rata anak normal, IQ yang rendah, dan paling parah menyebabkan keterbelakangan mental.

Ahli gizi dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Dr dr Damayanti Rusli Sjarif, SpA(K) mengatakan anak yang kekerdilan tidak akan pernah bisa mengejar IQ anak yang tidak kekerdilan, meski bagaimana pun bagusnya tempat dia disekolahkan.

Walaupun upaya pemerintah sudah cukup baik menurunkan angka prevalensi kekerdilan dari 37,2 persen pada 2013 menjadi 30,8 persen pada 2018 persen, hal itu belumlah cukup karena Badan Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan batas maksimal prevalensi kekerdilan pada angka 20 persen.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) pernah mengalkulasi kerugian ekonomi Indonesia akibat kekerdilan bisa mencapai 2-3 persen dari Produk Domestik Bruto Indonesia.

Misal PDB Indonesia pada 2018 di kisaran Rp14 ribu triliun, kerugian ekonomi dari generasi balita kerdil itu mencapai Rp420 triliun per tahun. Jika Presiden Joko Widodo ingin melakukan pembangunan sumber daya manusia Indonesia berkualitas pada masa jabatan periode kedua, pencegahan kekerdilan menjadi fokus penting untuk menghindari masa depan sumber daya manusia Indonesia yang tidak berkualitas. (ant)

sumber: https://www.indopos.co.id/read/2019/06/30/179864/pr-jokowi-maruf-terkait-jkn-kis-ptm-dan-kekerdilan-ini-harus-diselesaikan

 

LSU Health research to study link between obesity and breast cancer in real time

New Orleans, LA – Frank Lau, MD, Associate Professor in the Section of Plastic and Reconstructive Surgery at LSU Health New Orleans School of Medicine, has been awarded a grant by the Southeastern Society of Plastic Surgeons to improve the care and research of breast cancer and obesity.

“Obesity is a known risk factor for developing breast cancer, more than doubles the risk of death from breast cancer, and is linked to higher recurrence and unresponsiveness to chemotherapy in operable tumors,” notes Dr. Lau.

To study this link, the Lau lab has teamed up with Elizabeth Martin, PhD, Assistant Professor in the LSU Department of Biological Engineering. Their multidisciplinary team will use two new research techniques. The first is a biomimetic, tissue-engineered 3D culture system that allows the researchers to observe the development of breast tumors outside of the body.

“We believe that our team is the first in the world to keep human breast tissue alive outside of the body,” Lau says. “This gives us the chance to directly observe how tumors may develop in real time, which in turn will yield new insights and strategies in the fight against breast cancer.”

Lau’s lab was also the first to keep white fat tissue alive outside of the body for up to eight weeks.

The second technology is a decellularization technique that will allow the scientists to look at the matrix architecture of the breast cancer tumors in higher detail than before.

The researchers will perform a 4-way comparison between obese vs. lean, and aggressive vs. less aggressive breast cancer – obese with aggressive breast cancer, lean with aggressive breast cancer, obese with less aggressive breast cancer and lean with less aggressive breast cancer.

“Using these techniques, we will study the extracellular matrix of breast cancer in hopes of identifying new targets and new medications for treating it,” Lau concludes.

According to the National Cancer Institute’s Surveillance, Epidemiology, and End Results (SEER) Program, an estimated 268,600 new cases of female breast cancer will be diagnosed in 2019 with an estimated 41,760 deaths. Approximately 12.8% of women will be diagnosed with breast cancer at some point during their lifetime, based on 2014-2016 data.

Breast cancer and obesity are two chronic diseases that disproportionately harm the underserved populations of Louisiana.

According to LSU Health New Orleans’ Louisiana Tumor Registry (one of 18 NCI SEER Program registries), breast cancer is the most frequently diagnosed cancer among women, both in Louisiana and the US. African American women in Louisiana have significantly higher incidence and mortality rates than their national counterparts.

source: https://www.eurekalert.org/pub_releases/2019-06/lsuh-lhr062519.php

 

PTTEP Gandeng Dompet Dhuafa Cari 100 Duta Sehat untuk Negeri

PTTEP perusahaan minyak dan gas asal Thailand bersama Dompet Dhuafa memilih 100 Duta Sehat yang siap mengabdi untuk menuntaskan permasalahan kesehatan di Indonesia. Data Kementrian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia mencatat, masih ada beberapa penyakit yang menjadi masalah kesehatan Indonesia di sepanjang 2018, seperti gizi buruk, penyakit menular, dan kesehatan mental.

Program pemilihan 100 Duta Sehat ini dilakukan melalui Gerai Sehat Rorotan yang didirikan PTTEP dan Dompet Dhuafa sejak 2014 lalu, sekaligus sebagai puncak peringatan HUT ke-4 gerai sehat tersebut. Gerai Sehat Rorotan merupakan fasilitas kesehatan untuk masyarakat umum dan dhuafa yang mengusung visi dan misi ikut mensukseskan program-program kesehatan Kemenkes.

Direktur CSR Dompet Dhuafa Social Enterprise, Herdiansah menjelaskan, 100 Duta Sehat yang terpilih adalah dari kalangan mahasiswa dengan latar belakang pendidikan kedokteran, kesehatan masyarakat, dan ilmu gizi. Para calon Duta Sehat dipilih dari berbagai universitas, antara lain Universitas Indonesia, Trisakti, IPB, UIN, dan UPN Veteran Jakarta.

Sebelum terpilih menjadi duta sehat Indonesia, kandidat duta sehat wajib mengikuti serangkaian seleksi proposal, presentasi, dan penjurian yang dilakukan oleh para dokter yang berasal dari berbagai universitas. Selanjutnya, 100 Duta sehat yang terpilih akan mendapatkan bantuan program guna mendukung kegiatan pengabdian masyarakat yang dilakukan. Laporan hasil pengabdian masyrakat ini akan dibuat menjadi satu buku report bertema “Dedikasi untuk Negari”.

”Penghargaan dan penyematan 100 Duta Sehat Indonesia ini diharapkan mampu mendorong individu dan masyarakat terus berkontribusi untuk negeri terutama di bidang kesehatan,” tutur Herdiansah saat Press Conference berlangsung pada Jumat (28/6), di Auditorium Fakultas Kedokteran Trisaksi, Jakarta.

Pada kesempatan yang sama, Public Relation and Afairs Ofcer PTTEP, Irwan Mardelis, menambahkan kegiatan ini merupakan kegiatan lanjutan dari program pejuang kesehatan yang berhasil dilakukan dua tahun terakhir. ”Pembeda kegiatan kali ini dengan tahun sebelumnya yakni adanya penghargaan kepada para tokoh nasional, aktivis, dan public fgure yang telah berkontribusi di bidang kesehatan,” ujar Irwan menjelaskan.

Selain memilih 100 Duta Sehat, Gerai Sehat Rorotan PTTEP –Dompet Dhuafa juga memberikan penghargaan kepada tokoh-tokoh nasional, aktivis, dan public fgure yang berkontribusi di bidang kesehatan. Proses seleksi dan penilaian dilakukan bersama oleh Gerai Sehat Rorotan PTTEP-Dompet Dhuafa dan Forum Ikatan Alumni Kedokteran Seluruh Indonesia (FIAKSI).

Terdapat tiga kategori dalam penghargaan ini yaitu Ketegori Pemimpin Publik Berdedikasi dalam mendukung kebijakan kesehatan masyarakat dengan terpilih sebagai pemenag yaitu Prof. dr Ali Ghufron Mukti M.Sc., Ph.D. (Wakil Menteri Kesehatan 2011 – 2014 dan Rektor Universitas Trisakti), Ir. H. Mohammad Ramdhan Pomanto (Walikota Makassar Periode 2014 – 2019, dan dr. Hj. Faida, MMR (Bupati Jember Periode 2016 – 2021), Kategori Aktivis Kesehatan Inspiratif terpilih yaitu dr. Gamal Albinsaid (dokter, wirausahawan sosial, CEO Indonesia Medika), Dr. dr. Damayanti R. Sjarif, Sp.A(K) (Pakar Penyakit Nutrisi Metabolik Anak) dan Prof. dr. Sri Suparyati,Sp.A.(K),Ph.D. (Peneliti Ahli Penyakit Diare pada Anak).

Sedangkan untuk Kategori Artis/ Tokoh Publik yang Berkomitmen Dalam Menjaga dan Mengedukasi Pola Hidup Sehat terplih dr. Lula Kamal, dan Titiek Puspa. Sebagai salah satu penerima penghargaan kategori artis/tokoh publik, Titiek Puspa mengaku sangat senang dengan penghargaan yang diberikan.

“Saya ucapkan terimakasih kepada Gerai Sehat Rorotan yang telah memilih saya sebagai penerima penghargaan ini. Semoga menjadi inspirasi bagi yang umurnya sudah merasa banyak,” ungkap Titiek Puspa.

Di acara puncak kali ini, terdapat pula seminar kesehatan yang diisi oleh para penerima penghargaan. Kegiatan ini sengaja dibuka untuk masyarakat umum sehingga penyampaian informasi kesehatan yang bersifat promotif dapat dirasakan oleh masyarakat luas.

Turut hadir pula dalam kegiata ini Prof. dr. Ali Ghufron Mukti , M.Sc, Ph. D selaku wakil menteri kesehatan periode 2011-2014 dan Rektor Universitas Trisakti untuk saat ini.

sumber: https://republika.co.id/berita/ekonomi/korporasi/ptwooi423/pttep-gandeng-dompet-dhuafa-cari-100-duta-sehat-untuk-negeri

 

Pemkab Pacitan Bentuk Tim Khusus Atasi KLB Hepatitis A

Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pacitan membentuk tim khusus untuk menangani kasus hepatitis A yang ditetapkan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB).

“Kami bentuk tim khusus untuk menangani. Ada beberapa OPD (Organisasi perangkat daerah) yang tergabung,” kata Bupati Pacitan, Indartato, Minggu (30/6/2019).

Menurutnya, OPD yang tergabung adalah Dinas Kesehatan (Dinkes), Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Dinas Perdagangan dan Dinas Pekerjaan Umum.

“Mereka saling terkait. Ke empat OPD itu,” kata Indartato saat dikonfirmasi jatimnow.com.

Ia mencontohkan, dinas kesehatan bertugas turun ke bawah. Mengedukasi warga untuk hidup sehat dan berperilaku sehat.

Sementara BPBD dan PU menyuplai air bersih. Karena diduga, awal adanya hepatitis di daerah Kecamatan Sudimoro. Daerah tersebut merupakan daerah rawan kekeringan.

“Kebanyakan memakai sumber air yang sama. Sehingga perlu suplai air bersih. Tentu dipenuhi oleh PU dan BPBD,” jelas Indartato.

Sementara, untuk dinas perdagangan bertugas untuk menelitisi sumber makanan di pasar. Harus dijaga kebersihannya.

Indartato menyebutkan, telah mengirim sampel air di kawasan tersebut ke laboratorium.

Bupati Pacitan Indartato menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) atas penyakit Hepatitis A yang menjangkiti 581 warganya. Status KLB itu ditetapkan untuk mempermudah penanganan penyakit tersebut.

sumber: https://jatimnow.com/baca-17481-pemkab-pacitan-bentuk-tim-khusus-atasi-klb-hepatitis-a

 

Menkes RI Pimpin Konferensi Tingkat Menteri ke-2 tentang Resistensi Anti-Mikroba

Menteri Kesehatan RI, Prof. DR. dr. Nila F. Moeloek, SpM(K) bersama Menteri Pelayanan Medis Belanda, Mr. Bruno Bruins dan Menteri Pertanian, Alam, dan Kualitas Pangan Belanda, Ms. Carola Schouten telah memimpin bersama Pertemuan Tingkat Menteri ke-2 tentang Resistensi Anti-Mikroba yang diselenggarakan di Noordwijk, Belanda pada tanggal 19-20 Juni 2019.

Didaulatnya Menkes RI oleh Pemerintah Belanda sebagai Co-Chair merupakan penghargaan atas kinerja Pemerintah Indonesia dalam upaya memerangi resistensi anti-mikroba pasca Pertemuan Tingkat Menteri ke-1 tahun 2014. Dalam pidato pembukaan, Menkes Belanda menegaskan bahwa keberhasilan Pertemuan Tingkat Menteri ke-1 yang dipimpin bersama Indonesia dan Belanda telah berhasil meningkatkan upaya memerangi resistensi anti-mirkoba pada tingkat global, regional dan nasional.

Lebih lanjut Menkes Belanda mengapresiasi bahwa ”selama 5 tahun terakhir Pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Menkes RI telah menunjukkan kinerja positif menangani resistensi anti-mikroba dan karenanya Pemerintah Belanda kembali meminta Menkes RI memimpin bersama Pertemuan Tingkat Menteri ke-2.”

Menkes RI dalam pidato pembukaan antara lain menyampaikan, ”Resistensi anti-mikroba merupakan salah satu tantangan kesehatan yang semakin menarik perhatian para pemangku kepentingan di bidang kesehatan dan non-kesehatan di tingkat global. Untuk itu, diperlukan upaya serius dalam penanganan potensi krisis tersebut.”

Lebih lanjut, Menkes RI menekankan pentingnya aktualisasi pendekatan One Health untuk melibatkan dan menyatukan seluruh pemangku kepentingan yang mempunyai visi dan tujuan yang sama dalam menanggulangi resistensi anti-mikroba.

Pada sesi diskusi interaktif, Indonesia membagi pengalaman dalam implementasi GAP-AMR di rumah sakit Indonesia melalui pemutaran Virtual Reality Video, dengan mengambil contoh praktek di RS Persahabatan sebagai bahan diskusi pembuka. Menkes RI juga turut memberikan pandangan mengenai best practices Indonesia dalam penanggulangan resistensi anti-mikroba serta tantangan yang dihadapi ke depan khususnya dalam kolaborasi multi-sektor dan dukungan pembiayaan yang berkelanjutan. Namun Menkes RI menegaskan bahwa Pemerintah RI optimis dapat mengimplementasikan Rencana Aksi Nasional dengan kerja bersama seluruh pemangku kepentingan.

Pertemuan Tingkat Menteri ke-2 Resistensi Anti-Mikroba membahas tema ”Accelerating Ambitions for Future Health” dan menjadi platform bagi para pemangku kebijakan dari berbagai negara dan pemangku kepentingan lainnya guna membahas kemajuan implementasi WHO Global Action Plan on AMR (GAP-AMR), upaya tripartite WHO, FAO dan OIE dalam mendukung implementasi GAP-AMR, upaya percepatan dan peningkatan kolaborasi lintas sektoral, serta penguatan kerja sama internasional dan peningkatan saling berbagi praktik terbaik dari masing-masing negara dalam mengimplementasikan Rencana Aksi Nasional (RAN) Pengendalian Anti-Mikroba.

Pertemuan Tingkat Menteri ke-2 Resistensi Anti-Mikroba dibuka oleh Princess Margriet of the Netherlands dan dihadiri oleh 11 menteri kesehatan dan pertanian serta 250 peserta dari 45 negara. Delegasi RI terdiri dari wakil Ditjen Yankes, Ditjen Farmalkes, Badan Litbangkes, Badan PPSDM Kesehatan, serta perwakilan rumah sakit, yaitu: RSUP Kariadi Semarang, RSUP Sanglah, RSPI Sulianti Saroso, RSUP Persahabatan, dan RSUD Soetomo Surabaya.

sumber: http://www.depkes.go.id/article/view/19062000002/menkes-ri-pimpin-konferensi-tingkat-menteri-ke-2-tentang-resistensi-anti-mikroba.html