Minggu 1: Kasus UU SJSN dan UU BPJS

 

Kasus

Pada tahun 2016 ini kebijakan JKN dengan dasar 2 UU yaitu UU SJSN (2004) dan UU BPJS (2011) telah berjalan di tahun ke tiga. UU ini disahkan dalam proses penyusunan kebijakan  yang menarik.  

Jauh sebelum tahun 2004, sekelompok akademisi di UGM di tahun 1997 mengajukan ke PT Askes, sebuah naskah akademik mengenai RUU asuransi kesehatan social. Naskah akademik ini fokus pada pendanaan bagi masyarakat miskin oleh negara. Masyarakat yang mampu harus membayar sendiri. Perkembangan berikutnya menunjukkan bahwa kebijakan politik tidak fokus pada masyarakat miskin saja. UU SJSN dan UU BPJS memberi tempat bagi masyarakat menengah ke atas untuk menjadi anggota.

Dalam proses ini tercatat, UU SJSN disahkan pada saat hari terakhir Presiden Megawati. Menariknya UU SJSN hanya bisa berlaku andaikata UU BPJS ada. Fakta menunjukkan pemerintahan Presiden SBY, pemerintah bersama DPR membutuhkan waktu lama untuk mengesahkan UU BPJS. 7 Tahun. Pengesahan dilakukan dalam suasana yang pro dan kontra terhadap isi RUU dengan demonstrasi besar-besaran di Gedung DPR Senayan pada tahun 2011.

Sebagai hasilnya UU BPJS dilaksanakan pada tahun 2014. Dua tahun berselang, di awal tahun tahun 2016 ini ternyata berbagai masalah dihadapi dalam pelaksanaan UU BPJS dan SJSN , antara lain:

  1. Pengumpulan dana kurang cukup. BPJS mengalami kekurangan dana yang cukup berat, sekitar 4-5 triliun tiap tahunnya.
  2. Sistem single pool terbukti menjadi penyebab masalah terpakainya dana PBI untuk peserta non-PBI yang relatif tidak miskin. Hal ini berarti subsidi salah alamat.
  3. Sistem pembelian pelayanan kesehatan oleh BPJS menghadapi berbagai tantangan, antara lain: penyebaran dokter dan RS yang tidak seimbang antar wilayah, dan kapitasi FKTP yang belum menjamin mutu.
  4. Pembangunan RS banyak di Jawa (Regional 1) yang mengakibatkan kebutuhan dokter spesialis semakin tinggi di Jawa. Hal ini dapat menarik dokter luar Jawa pindah ke Jawa. Di tahun 2014 dana Kemenkes untuk pembangunan RS atau faskes rendah, dan dana untuk penyebaran SDM kesehatan juga rendah.
  5. Fraud belum dapat dikendalikan karena sistem pencegahan dan penindakan belum ada.

Sementara itu asosiasi lembaga pelayanan kesehatan, perhimpunan profesi, akademisi, peneliti, dan berbagai pihak mempunyai pendapat yang berbeda-beda tentang pelaksanaan JKN.

Kegiatan Minggu 1:

  Hari Minggu: memahami kasus di atas.

  Senin:

  • Pagi secara mandiri: Apa Masalah kebijakan yang ada di dalam kasus ini? Harap dipikirkan.
  • Siang pukul 13.00: Anda dapat menyaksikan video atau webinar bersama fasilitator, atau diskusi dengan teman-teman satu kelompok mengenai masalah kebijakan yang ada di balik kasus.


Silahkan klik Masalah-masalah Kebijakan yang dibahas kemarin, dan silahkan berdiskusi untuk membahasnya.

klik disini


Kerja Mandiri:
Setelah mengikuti kegiatan ini, harap anda pikirkan konsep-konsep kebijakan kesehatan yang ada di balik permasalahan kebijakan dalam kasus.

  Selasa:

  • Pagi: Meneruskan kerja mandiri: Setelah membahas kasus dan masalah kebijakan yang ada, berdasarkan pemahaman anda, tuliskan konsep konsep yang ada di permasalahan di atas. Silahkan tulis di computer masing-masing.
  • Siang: Pukul 13.00 WIB: Harap anda cocokkan dengan daftar konsep

yang perlu dipelajari lebih lanjut. Konsep-konsep ini merupakan Tujuan Pembelajaran (Learning Objective).


Tujuan Pembelajaran minggu ini:

  1. Memahami konsep Kebijakan, Kebijakan Publik dan Kebijakan Kesehatan
  2. Memahami konsep Analisis Kebijakan
  3. Memahami konsep Evidence Based-Policy
  4. Memahami arti dari Segitiga Kebijakan yang mengandung berbagai isu kebijakan: Isi, Konteks, Proses Penyusunan, dan para aktor yang terlibat.
  5. Memahami Ideologi yang menjadi dasar kebijakan publik

 

Harap hari ini para peserta diharapkan dapat mencari berbagai referensi untuk memahami Tujuan-tujuan pembelajaran tersebut. Besok pagi kita akan mulai diskusi untuk lebih memahami Tujuan dengan konteks kasus yang ada.

Apakah daftar di atas cocok dengan yang anda pikirkan? Selanjutnya mohon anda pelajari Tujuan Pembelajaran melalui berbagai referensi yang ada.

Catatan:

  • Peserta dapat menambahkan sendiri, kalau dirasa kurang.
  • Sore: Pelajari konsep-konsep yang menjadi Tujuan Pembelajaran.

  Rabu-Kamis:

Silakan Anda aktif dalam 3 Diskusi pembahasan Tujuan Pembelajaran dalam Minggu 1 dengan latar belakang kasus: 

Diskusi 1.1

Diskusi ini bertujuan membahas Tujuan Pembelajaran mengenai Konsep Kebijakan, Kebijakan Publik, dan Kebijakan Kesehatan. Pertanyaan pemicu dalam diskusi ini adalah: apakah UU SJSN dan UU BPJS merupakan kebijakan kesehatan?

klik disini

Diskusi 1.2

Diskusi ini bertujuan membahas Tujuan Pembelajaran mengenai Konsep Segitiga Kebijakan yang mencakup aktor-aktor, Isi, Konteks, dan Proses.
Pemicu diskusinya adalah bagaimana kedua UU ini dilihat dari:

    • Aktor
    • Isi
    • Konteks
    • Proses

Apakah Evidence Based Policy sudah digunakan? 

klik disini

Diskusi 1.3

Membahas Tujuan Pembelajaran mengenai Konsep Ideologi dalam Kebijakan.
Apa ideologi negara Republik Indonesia dalam hal pelayanan kesehatan? Apakah kebijakan JKN yang dipicu dengan UU SJSN dan UU JKN sudah menerapkan ideologi negara atau belum? 

klik disini

  Jum’at: Penulisan Laporan Minggu 1:

Setelah mengikuti kegiatan minggu ini anda harus menyimpulkan perjalanan anda memahami berbagai konsep kebijakan. Ada beberapa hal penting dalam laporan ini:

  1. Merefleksikan proses belajar minggu 1 dalam frase seperti ini:

“Saya sadar bahwa ternyata saya (pilih salahsatu):

    1. tidak tahu samasekali;
    2. tahu sedikit-sedikit, atau
    3. sudah tahu banyak
      mengenai prinsip-prinsip ilmu kebijakan yang diterapkan di sector kesehatan”.

Tuliskan jawaban anda

  1. Perbaikan pemahaman mengenai berbagai Konsep yang masuk dalam Learning Objective.

Harap anda beri tanda, derajad pemahaman anda sebelum dan sesudah melakukan diskusi di web, atau mempelajari berbagai referensi mengenai Tujuan Pembelajaran.

1 = Sama sekali tidak paham
2 = Tidak paham
3 = Paham
4 = Sangat paham

 

Tujuan Pembelajaran untuk memahami:

Sebelum

Sesudah

1-1

 

1

2

3

4

1

2

3

4

1-2

 

 

 

 

 

 

 

 

 

1-3

 

 

 

 

 

 

 

 

 

1-4

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

  1. Kebutuhan untuk belajar lebih lanjut.

Dari proses pembelajaran di minggu ini saya merasakan ada kebutuhan bagi saya untuk lebih memahami konsep-konsep kebijakan kesehatan untuk keperluan pekerjaan saya.
Konsep-konsep yang perlu saya pelajari lebih lanjut adalah:
-…
-…
-…

Uraikan cara anda untuk memahami lebih lanjut.

Laporan ini juga dapat di download pada lampiran berikut

Download 

 

Catatan Mekanisme Pelatihan Jarak-Jauh.

  • Semua peserta akan dimasukkan ke kelompok. Setiap Kelompok terdiri atas 10 orang.
  • Setiap kelompok dikelola oleh fasilitator yang bekerja melalui WA Group untuk memberi informasi dan petunjuk. WAG tidak dipergunakan untuk diskusi. WAG hanya dipergunakan untuk komunikasi.
  • Pelatihan di web menggunakan berbagai mode: Webinar, Video, dan diskusi. Diskusi dilakukan di web, bukan di WAG.
  • Pada hari Jumat para peserta mengirimkan file laporan ke fasilitator masing-masing.

Kirimkan laporan ini ke fasilitator anda:

daftar fasilitator akan di tentukan segera
 

  Referensi

Buse K. May N. Walt G. Making Health Policy. Understanding Public Health. Open University. Pengantar dan Bab 1.

Dunn W.N. 2003. Pengantar. Analisis Kebijakan Publik Edisi Kedua. Gadjah Mada University Press. Bab 1,2, dan 3.

Gauld R. 2009. The New Health Policy. Open University Press.

 

 

Minggu 4

Pelaksanaan Kebijakan JKN

 

Kasus

Jaminan Kesehatan Nasional di Indonesia dimulai sejak 1 Januari tahun 2014.JKN mempunyai tujuan yang terkait keadilan kesehatan. UU SJSN (2014) Pasal 2 menyatakan bahwa kebijakan ini mempunyai tujuan mulia yaitu untuk meningkatkan keadilan sosial bagi rakyat Indonesia. Dengan sistem pembayaran klaim JKN, maka ada berbagai isu penting yang mungkin dapat mengakibatkan terjadinya kegagalan penyeimbangan fasilitas dan SDM kesehatan. Dikawatirkan tujuan JKN untuk pemberian pelayanan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia akan gagal tercapai.

Untuk monitoring pelaksanaan kebijakan JKN, FK UGM bersama 10 perguruan tinggi melakukan penelitian pada tahun 2014. Penelitian ini merupakan awal penelitian monitoring yang akan berjalan dari tahun 2014 sampai dengan 2019. Ada berapa pertanyaan kritis yang terkait dengan kebijakan JKN adalah: (1) apakah masyarakat di daerah dengan ketersediaan fasilitas kesehatan dan SDM dokter dan dokter spesialis yang belum memadai akan mendapatkan manfaat JKN seperti daerah lain yang lebih baik?; (2) dalam kondisi Indonesia yang sangat bervariasi apakah JKN yang mempunyai ciri sentralistis dengan peraturan yang relatif seragam dapat mencapai tujuan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia?; (3) apakah dana pemerintah yang dianggarkan untuk Penerima Bantuan Iuran (PBI) dapat mencapai sasarannya. Pertanyaan-pertanyaan tersebut dibahas melalui pendekatan skenario yang akan menggambarkan berbagai kemungkinan berjalannya JKN di masa mendatang. Diharapkan dengan memahami skenario-skenario yang ditulis, berbagai keputusan dan kebijakan baru dapat diambil untuk mencegah terjadinya skenario terburuk.

Metode Penelitian

Kegiatan ini merupakan penelitian multi-center di 12 Provinsi dan di Pusat. Data yang dipergunakan adalah data sekunder mengenai perkembangan pembiayaan kesehatan di pemerintah pusat dari berbagai sumber; penyebaran tenaga kesehatan yang berada di di Kementerian Kesehatan dan KKI; penyebaran fasilitas kesehatan di Kementerian Kesehatan dan pengamatan/observasi di 12 provinsi yang dilakukan oleh peneliti. Data ini dipergunakan sebagai bahan untuk melakukan penulisan skenario.

Hasil:

berdasarkan data sekunder yang dikumpulkan di level propinsi pada bulan April 2014, propinsi-propinsi ini dapat dikelompokkan menjadi 2 bagian: (1) kelompok yang sudah maju dan (2) kelompok yang belum maju. Pembagian ini terutama pada masalah ketersediaan tenaga dokter dan dokter spesialis sebagai tulang punggung.Terjadi perbedaan yang ekstrim antara kedua jenis daerah tersebut. Secara ringkas, skenario optimis untuk pencapaian Universal Coverage di tahun 2019 dinyatakan oleh para peneliti di DKI, DIY, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, sebagian Kabupaten/Kota di Jawa Barat, sebagian kabupaten/kota di Jawa Tengah dan sebagian di Sulawesi Selatan. Sementara itu, skenario pesimis ringan dan berat untuk tercapainya UHC melalui JKN pada tahun 2019 dinyatakan oleh peneliti di NTT, Kalimatan Timur, sebagian Kab/Kota di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bengkulu, dan Sulawesi Tenggara.

Analisis Kebijakan: Hasil dari skenario yang ditulis pada awal berjalannya BPJS di atas menunjukkan bahwa kebijakan sistem pembiayaan (adanya UU SJSN dan UU BPJS, JKN) ini mempunyai kemungkinan tidak berhasil mencapai tujuan dalam kriteria keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Bahkan ada kemungkinan terjadi peningkatankesenjangan. Masyarakat di daerah sulit dan di daerah maju tidak mempunyai manfaat yang sama, walaupun menjadi anggota BPJS. Portabilitas dapat memperburuk pemerataan, karena masyarakat daerah sulit yang dapat mendapat manfaat di daerah lain cenderung adalah orang mampu. Mengapa mungkin terjadi peningkatan kesenjangan?

Dalam hal ini ada kemungkinan cakupan pelayanan kesehatan yang akan semakin berbeda antara daerah maju dan sulit. Di daerah yang buruk terjadi kekurangan investasi. Penambahan RS dan tempat tidur di antara tahun 2012 sampai sekarang , terutama berada di daerah maju. Adanya Coordination of Benefit dengan Askes Swasta dapat menyebabkan masyarakat menengah ke atas di daerah maju akan lebih banyak mempunyai akses terhadap pelayanan. Saat ini terlihat kurangnya kebijakan publik untuk mengurangi biaya pelayanan yang ditanggung oleh masyarakat. Ada beberapa kebijakan untuk mengurangi beban masyarakat yang belum berjalan maksimal antara lain: belum adanya pelaksanaan kebijakan untuk menambah anggaran investasi fasilitas kesehatan dan sumber daya manusia untuk daerah sulit dan dana kompensasi BPJS. Dalam monitoring awal ini terlihat ada kemungkinan dana PBI di daerah yang buruk seperti NTT tidak terserap seluruhnya karena kekurangan tenaga medik dan keterbatasan akses terhadap pelayanan kesehatan. Sementara itu di daerah maju akan terserap untuk keperluan peserta PBI, non PBI dan non PBI Mandiri yang mengalami adverse selection. Ada kemungkinan terjadi gotong royong terbalik dimana dana “tidak terserap” di NTT akan dipergunakan untuk menutup biaya di daerah lain. Hal lain dalam skenario yang dapat memperbesar kesenjangan adalah potensi terjadinya Fraud pelayanan kesehatan di Daerah yang Baik.

Kesimpulan

Berdasarkan analisis skenario dalam monitoring awal pelaksanaan JKN, di perkirakan akan terjadi ketimpangan dan ketidakadilan yang semakin besar antara daerah maju dan daerah sulit, jika tidak dilakukan perbaikan kebijakan. Secara lebih rinci dapat disimpulkan: Pertama, bahwa masyarakat di daerah dengan ketersediaan fasilitas kesehatan dan SDM kesehatan yang tidak memadai akan mendapatkan manfaat JKN yang jauh lebih sedikit dibanding daerah yang maju/kota-kota besar. Kedua, dalam kondisi Indonesia yang sangat bervariasi, JKN yang mempunyai ciri sentralistis dalam pembiayaan dengan peraturan yang relatif seragam, akan sulit mencapai tujuan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Ketiga, saerah-daerah yang sulit tidak dapat menyerap anggaran untuk PBI karena kekurangan fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan, sehingga terjadi “sisa” anggaran.Dikawatirkan itu anggaran “sisa” di daerah sulit ada kemungkinan dipergunakan untuk mendanai masyarakat di daerah maju.

Rekomendasi kebijakan
:

  1. Memperhatikan aspek preventif dan promotif secara lebih kuat.
    Kementerian Kesehatan perlu meningkatkan kegiatan preventif dan promotif.Disamping meningkatkan kemampuan Kementerian Kesehatan untuk penguatan aspek preventif dan promotif perlu dicatat bahwa usaha preventif dan promotif sebagian besar berada di luar wewenang Kementerian Kesehatan, atau menjadi tanggungjawab kementerian lainnya.Untuk itu diharapkan ada kebijakan meningkatka pencegahan dan promosi kesehatan di seluruh Kementerian.
  2. Memperbaiki berbagai kebijakan di JKN.
    Berdasarkan konsep pembiayaan kesehatan, diharapkan ada kebijakan yang memperhatikan berbagai titik kritis di sistem, sebagai berikut.
    • Kebijakan di pengumpulan dana kesehatan (Revenue Collection): Perlu peningkatan dana untuk program kesehatan dari APBN dan APBD dan masyarakat. Peningkatan dana ini berwujud anggaran investasi dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang mampu untuk memperluas akses terhadap pelayanan kesehatan dan pemenuhan kecukupan tenaga kesehatan khususnya di daerah sulit.
    • Perubahan kebijakan penanganan dana di BPJS dan APBN/APBD (Pooling the Risk): Perlu kebijakan yang lebih menngaplikasikan prinsip asuransi kesehatan sosial dalam BPJS; Bagi masyarakat yang menggunakan kelas I dan VIP sebaiknya menggunakan asuransi komersial tanpa ada hubungan dengan dana BPJS; Perlu kebijakan untuk mencegah adverse selection, khususnya bagi masyarakat yang mampu; Perlu kebijakan untuk memisahkan dana yang berasal dari PBI dan non PBI sehingga dapat dilakukan transparansi dan akuntabilitas yang lebih baik. Dengan demikian di dalam BPJS akan ada kompartemen-kompartemen berdasarkan sumber dana dan pengeluarannya. Diharapkan ada pemisahan yang tegas sehingga mencegah terjadinya dana yang masuk dari PBI di BPJS dipergunakan untuk pengeluaran kesehatan bagi masyarakat yang non-PBI mandiri; Perlu mengaktifkan kebijakan Dana Kompensasi untuk daerah-daerah yang belum mempunyai sumber daya kesehatan yang cukup.
    • Perubahan Kebijakan di penyaluran dana BPJS: Perlu ada kebijakan pembatasan Benefit Package (Paket Manfaat) dan/atau menggunakan iur biaya untuk berbagai pelayanan yang besar biayanya; Perlu ada kebijakan untuk memperbaiki aspek pemberi pelayanan (supply) pelayanan kesehatan terlebih dahulu sebelum menggunakan klaim; Perlu adanya sistem verifikator dan investigator yang lebih baik di pelayanan primer dan rujukan untuk mencegah fraud dan pemborosan dana yang tidak perlu. Untuk mengurangi biaya sumber daya manusia dan pemerataan pelayanan, residen perlu dijadikan pekerja medis dalam pelayanan kesehatan yang didanai oleh BPJS.Dalam jangka pendek diharapkan ada kebijakan pengiriman tenaga medis ke berbagai rumah sakit dan puskesmas yang kekurangan SDM. Disamping itu perlu ada kebijakan sistem pencegahan dan penindakan fraud dalam jaminan kesehatan.

 

Kegiatan Minggu 4:

  Hari Minggu: memahami kasus di atas.

  Senin: 

  • Pagi secara mandiri: Apa Masalah kebijakan yang ada di dalam kasus ini? Harap dipikirkan.
  • Siang pukul 13.00: Anda dapat menyaksikan video atau webinar bersama fasilitator, atau diskusi dengan teman-teman satu kelompok mengenai masalah kebijakan yang ada di balik kasus. Arsip video webinar


Di akhir pembahasan ada pernyataan mengenai masalah kebijakan. Masalah-masalah kebijakan yang ada dalam kasus ini dapat dikelompokkan menjadi:

klik disini


Kerja Mandiri:
Setelah mengikuti kegiatan ini, harap anda pikirkan konsep-konsep kebijakan kesehatan yang ada di balik permasalahan kebijakan dalam kasus.

  Selasa: 

  • Pagi: Meneruskan kerja mandiri: Setelah membahas kasus dan masalah kebijakan yang ada, berdasarkan pemahaman anda, tuliskan konsep konsep yang ada di permasalahan di atas. Silahkan tulis di computer masing-masing.
  • Siang: Pukul 13.00 WIB: Harap anda cocokkan dengan daftar konsep
    yang perlu dipelajari lebih lanjut.  

Konsep-konsep ini merupakan Tujuan Pembelajaran (Learning Objective). 

  1. Pelaksanaan kebijakan yang top-down vs bottom-up, dan alternatif berupa Principle-Agency relationship
  2. Penelitian Kebijakan dan Siklus Kebijakan.
  3. Evaluasi Kebijakan: Sumatif dan Formatif.
  4. Penelitian Pelaksanaan (Implementation Research)
  5. Analisis Kebijakan; retrospektif dan prospektif
  6. Hubungan Peneliti Kebijakan dengan Pengambil Kebijakan
  7. Strategi Perubahan Kebijakan

Apakah yang anda tuliskan cocok dengan berbagai konsep yang ada?

Catatan:
Peserta dapat menambahkan sendiri, kalau dirasa kurang.

Sore: Pelajari konsep-konsep yang menjadi Tujuan Pembelajaran. Buku Buse membahasnya di Chapter 7.9, dan 10.

  Rabu-Kamis:

Diskusi 4.1

Menurut anda, apakah pelaksanaan kebijakan JKN merupakan pelaksanaan yang top-down atau bottom-up? Mohon dianalisis.

klik disini

Diskusi 4.2

Apakah ada situasi Principle-Agency Relationship dalam hubungan antara BPJS dengan pemerintah dan masyarakat?

klik disini

Diskusi 4.3

Menurut anda apakah kasus di Minggu 4 merupakan:

    1. Penelitian Kebijakan atau bukan?
    2. Merupakan Evaluasi Kebijakan yang Sumatif atau Formatif?
    3. Apakah mengandung Analisis kebijakan yang retrospektif dan prospektif?
    4. Apakah dapat menjadi bahan untuk pengambil keputusan?

klik disini

 

  Jum’at: Penulisan Laporan Minggu 4: 

Setelah mengikuti kegiatan minggu ini anda harus menyimpulkan perjalanan anda memahami berbagai konsep kebijakan. Ada beberapa hal penting dalam laporan ini:

  1. Merefleksikan proses belajar minggu 4 dalam frase seperti ini:

“Saya sadar bahwa ternyata saya (pilih salahsatu):

    1. tidak tahu samasekali;
    2. tahu sedikit-sedikit, atau
    3. sudah tahu banyak
      mengenai prinsip-prinsip ilmu kebijakan yang diterapkan di sector kesehatan”.

Tuliskan jawaban anda

  1. Perbaikan pemahaman mengenai berbagai Konsep yang masuk dalam Learning Objective.

Harap anda beri tanda, derajad pemahaman anda sebelum dan sesudah melakukan diskusi di web, atau mempelajari berbagai referensi mengenai Tujuan Pembelajaran.

1 = Sama sekali tidak paham
2 = Tidak paham
3 = Paham
4 = Sangat paham

 

Tujuan Pembelajaran untuk memahami:

Sebelum

Sesudah

1-1

Pelaksanaan kebijakan yang top-down vs bottom-up, dan alternatif berupa Principle-Agency relationship

1

2

3

4

1

2

3

4

1-2

Penelitian Kebijakan dan Siklus Kebijakan.

 

 

 

 

 

 

 

 

1-3

Evaluasi Kebijakan: Sumatif dan Formatif.

 

 

 

 

 

 

 

 

1-4

Penelitian Pelaksanaan (Implementation Research)

 

 

 

 

 

 

 

 

1-5

Analisis Kebijakan; retrospektif dan prospektif

 

 

 

 

 

 

 

 

1-6

Hubungan Peneliti Kebijakan dengan Pengambil Kebijakan

 

 

 

 

 

 

 

 

1-7

Strategi Perubahan Kebijakan 

 

 

 

 

 

 

 

 

  1. Kebutuhan untuk belajar lebih lanjut.

Dari proses pembelajaran di minggu ini saya merasakan ada kebutuhan bagi saya untuk lebih memahami konsep-konsep kebijakan kesehatan untuk keperluan pekerjaan saya.
Konsep-konsep yang perlu saya pelajari lebih lanjut adalah:
-…
-…
-…

Uraikan cara anda untuk memahami lebih lanjut.

Laporan ini juga dapat di download pada lampiran berikut

Download

 

 

Minggu 2

Kasus Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR), Perlindungan Asap Rokok Orang Lain (AROL) dan Pengurangan Kebiasaan Merokok di DIY

 

Proses penyusunan Perda yang macet

Pada tahun 2012 DPRD DIY menginisiasi Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Kegiatan ini bekerjasama dengan pegiat pengendalian tembakau yang tergabung dalam Forum Jogja Sehat Tanpa Tembakau (JSTT) untuk mengembangkan naskah akademis untuk pengembangan kebijakan tersebut. Pembahasan Raperda sudah masuk pada Prolegda atau Program Legislasi Daerah dimana public hearing sudah dilakukan sampai tahap akhir.Namun pada saat akan ditandatangani pada Januari 2013, salah satu partai menyatakan mengundurkan diri (diikuti dengan partai-partai lainnya) karena adanya protes dari masyarakat kretek (petani tembakau). Sampai sekarang Perda tersebut tidak pernah ditandatangani dan anggota DPR sudah berganti.

Bagaimana asal muasal dan situasi penyusunan RPP tersebut?

Di DIY kebijakan yang mengatur tentang Kawasan Dilarang Merokok (KDM) sudah ada yaitu Peraturan Gubernur No. 42 Tahun 2009dan merupakan amanah dari Perda nomor 5 Tahun 2007 tentang Pengendalian Pencemaran Udara khususnya Pasal 11. Peraturan ini dianggap lemah karena tidak dapat memberikan sangsi pada pelanggar dan dianggap kurang disosialisasikan oleh pemerintah daerah.

Studi yang dilakukan oleh QTI atau Quit Tobacco Indonesia (salah satu pegiat pengendalian tembakau) terhadap 1032 responden tentang efektivitas PerGub dan pengamatan terhadap beberapa tempat merokok menemukan bahwa 90,3% responden menyatakan peraturan tidak efektif walaupun 96,3% menyatakan setuju dengan PerGub tersebut (dan hanya 1,8% yang menolak).

Oleh karena itu, dan oleh karena amanah dari UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009 Pasal 115 tersebut, Perda KTR yang mempunyai kekuatan hukum dianggap perlu untuk melindungi masyarakat dari dampak buruk asap rokok. Sebelumnya, telah banyak kegiatan untuk perlindungan asap rokok dan pengurangan jumlah perokok di DIY yang dilakukan oleh QTI dan yang juga bersama-sama dengan pegiat pengendalian tembakau membentuk Forum JSTT. Para aktivis ini juga membantu DPRD provinsi dan 3 kabupaten lain yang menginisiasi Perda KTR sejak 2012-2013 dengan mengembangkan naskah akademik. Naskah akademik ini telah didiskusikan dan disetujui sehingga Raperda telah dimasukkan dalam Prolegda.

Tahap-tahap pembahasan dari Raperda dan public hearing telah dilakukan sampai tahap akhir, namun pada saat penandatangan akan dilakukan di tahun 2013, komponen masyarakat yang bernama “Masyarakat Kretek dan Petani Tembakau” menyatakan protes dan tidak menyetujui Raperda tersebut dan menuntut Raperda tidak ditandatangani. Alasan yang mereka kemukakan adalah tidak dilibatkannya petani tembakau dan pabrik rokok dalam pengembangan Raperda. Satu per satu fraksi di DPRD akhirnya mengundurkan diri, karena menurut mereka Raperda adalah cacat hukum dan akan merugikan petani tembakau.

Untuk menyurutkan kegiatan pengendalian tembakau oleh para aktivis, kelompok masyarakat tersebut melayangkan somasi kepada Forum JSTT atas kegiatan-kegiatannya yang dianggap akan mematikan petani tembakau. Karena kesibukan menggalang kekuatan untuk menahan somasi tersebut, maka kegiatan pengendalian tembakau kurang gencar dilaksanakan pada saat ini.

Sampai sekarang Raperda KTR di Provinsi DIY tidak ditandatangani, walaupun terdapat dua kabupaten di DIY telah memiliki Perda KTR pada saat ini yaitu Kulon Progo dan Gunung Kidul. Hasil ini terjadi dikarenakan advokasi terus-menerus dari eksekutif kelegislatif.

Kegiatan Minggu 2:

  Hari Minggu: memahami kasus di atas.

  Senin: 

  • Pagi secara mandiri: Apa Masalah kebijakan yang ada di dalam kasus ini? Harap dipikirkan.
  • Siang pukul 13.00: Anda dapat menyaksikan video atau webinar bersama fasilitator, atau diskusi dengan teman-teman satu kelompok mengenai masalah kebijakan yang ada di balik kasus. Arsip video webinar


Berikut ini kemungkinan masalah dalam kebijakan kesehatan di kasus 2, silahkan berdiskusi untuk membahasnya.

klik disini


Kerja Mandiri:
Setelah mengikuti kegiatan ini, harap anda pikirkan konsep-konsep kebijakan kesehatan yang ada di balik permasalahan kebijakan dalam kasus.

  Selasa: 

  • Pagi: Meneruskan kerja mandiri: Setelah membahas kasus dan masalah kebijakan yang ada, berdasarkan pemahaman anda, tuliskan konsep konsep yang ada di permasalahan di atas. Silahkan tulis di computer masing-masing. 

Daftar tujuan pembelajaran (minimal) yang harus dipelajari dalam kasus ini.

  1. Arti Kekuasaan dalam sebuah sector dan 3 dimensi kekuasaan.
  2. Pemegang kekuasaan atau pihak yang mempunyai kekuasaan untuk menetapkan atau menolak kebijakan.
  3. Analisis stakeholders dan kemampuan advokasi-lobby
  4. Peran media dalam proses penyusunan kebijakan
  5. Berbagai Teori pengambilan Keputusan
  6. Peran negara, organisasi masyarakat, dan perusahaan swasta dalam penyusunan kebijakan

Harap hari ini para peserta diharapkan dapat mencari berbagai referensi untuk memahami konsep tersebut. Besok pagi kita akan mulai diskusi untuk lebih memahami konsep dalam kasus ini.

  Rabu-Kamis:

Silakan Anda aktif dalam pembahasan diskusi konsep-konsep yang merupakan tujuan pembelajaran dengan latar belakang kasus: 

Diskusi 2.1

Kasus RPP KT di Propinsi DIY menunjukkan arti kekuasaan dalam sebuah sektor. Bagaimana teori 3 dimensi kekuasaan dapat menerangkan hal ini? Siapa sebenarnya pemegang kekuasaan di kasus ini?

Catatan:
DI halaman 28 Buse ada kesalahan penterjemahan…. Kekuasaan sebagai bahan pengambil keputusan…. seharusnya Kekuasaan bukan pengambil keputusan

klik disini

Diskusi 2.2

Harap dibahas mengenai penggunaan konsep analisis stakeholders dan kemampuan advokasi-lobby dalam kasus ini. Lebih lanjut apa peran media dalam proses penyusunan kebijakan, dan hubungannya dengan stakeholders?

klik disini

Diskusi 2.3

Apakah kasus ini dapat dipakai untuk menerangkan terpakainya teori Black Box dalam pengambilan Keputusan? Dalam teori ini apakah benar bahwa peran perusahaan swasta dalam kebijakan merokok DIY berada dalam kegelapan, namun dirasakan kekuatan lobbynya dalam menyusun kebijakan. Mari kita diskusikan.

klik disini

 

  Jum’at: Penulisan Laporan Minggu 2:

Setelah mengikuti kegiatan minggu ini anda harus menyimpulkan perjalanan anda memahami berbagai konsep kebijakan. Ada beberapa hal penting dalam laporan ini:

  1. Merefleksikan proses belajar minggu 2 dalam frase seperti ini:

“Saya sadar bahwa ternyata saya (pilih salahsatu):

    1. tidak tahu samasekali;
    2. tahu sedikit-sedikit, atau
    3. sudah tahu banyak
      mengenai prinsip-prinsip ilmu kebijakan yang diterapkan di sector kesehatan”.

Tuliskan jawaban anda

  1. Perbaikan pemahaman mengenai berbagai Konsep yang masuk dalam Learning Objective.

Harap anda beri tanda, derajad pemahaman anda sebelum dan sesudah melakukan diskusi di web, atau mempelajari berbagai referensi mengenai Tujuan Pembelajaran.

1 = Sama sekali tidak paham
2 = Tidak paham
3 = Paham
4 = Sangat paham

 

Tujuan Pembelajaran untuk memahami:

Sebelum

Sesudah

1-1

Arti Kekuasaan dalam sebuah sector dan 3 dimensi kekuasaan. 

1

2

3

4

1

2

3

4

1-2

Pemegang kekuasaan atau pihak yang mempunyai kekuasaan untuk menetapkan atau menolak kebijakan. 

 

 

 

 

 

 

 

 

1-3

Analisis stakeholders dan kemampuan advokasi-lobby. 

 

 

 

 

 

 

 

 

1-4

Peran media dalam proses penyusunan kebijakan 

 

 

 

 

 

 

 

 

1-5

Berbagai Teori pengambilan Keputusan 

 

 

 

 

 

 

 

 

1-6

Peran negara, organisasi masyarakat, dan perusahaan swasta dalam penyusunan kebijakan

 

 

 

 

 

 

 

 

  1. Kebutuhan untuk belajar lebih lanjut.

Dari proses pembelajaran di minggu ini saya merasakan ada kebutuhan bagi saya untuk lebih memahami konsep-konsep kebijakan kesehatan untuk keperluan pekerjaan saya.
Konsep-konsep yang perlu saya pelajari lebih lanjut adalah:
-…
-…
-…

Uraikan cara anda untuk memahami lebih lanjut.

 

 

 

Minggu 3

Kasus UU Pendidikan Kedokteran

 

Kasus

UU Pendidikan Kedokteran yang sudah disahkan di tahun 2013, merupakan sebuah UU yang kontroversial, karena: (1) pemerintah ragu-ragu pada saat awalnya; dan (2) menimbulkan pertentangan justru di antar kelompok di kedokteran. Pertentangan terakhir sampai berujung di Mahkamah Konstitusi

Pertentangan dalam menyusun Agenda dan posisi pemerintah

UU Pendidikan Kedokteran merupakan inisiatif DPR yang mempunyai agenda antara lain: untuk memperkuat peran negara dalam pendidikan kedokteran dan memperketat syarat pendirian pendidikan kedokteran, meningkatkan subsidi pemerintah untuk pendidikan kedokteran, mengatur beasiswa yang dikaitkkan dengan penempatan, serta perbaikan sistem pendidikan residen sebagai tenaga kerja. Secara ideologis RUU ini mengarah ke keyakinan keadilan sosial dengan mencoba mengurangi pengaruh mekanisme pasar dalam pendidikan kedokteran. Pokja RUU ini pada saat awal proses dipimpin oleh Mahyudin dari Partai Demokrat, namun penggerak utamanya adalah wakilnya, Heri Akhmadi dari PDI Perjuangan. Draft isi RUU ini sejak bertahun-tahun sebelum tahun 2013 sudah disusun oleh sekelompok pemikir dan anggota-anggota DPR periode sebelumnya.

Pada saat awal, anggota tim yang ditugasi menyusun RUU dari pihak pemerintah yaitu sebagian staf Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan saat itu mempunyai keraguan, mengapa harus ada RUU Pendidikan Kedokteran. Apakah RUU ini merupakan agenda kebijakan yang diperlukan oleh bangsa? Dalam konteks ini dinyatakan bahwa sudah ada UU Pendidikan Nasional dan berbagai PP yang mengatur mengenai pendidikan termasuk pendidikan kedokteran.

Pihak yang pro memasukkan agenda menyatakan bahwa justru RUU Pendidikan Kedokteran ini akan merubah isi PP dan melengkapi hal-hal yag belum ada dalam UU Praktek Kedokteran. Sebagai contoh dalam Peraturan Pemerintah yang ada, syarat pendirian pendidikan dokter sangat mudah. Pendirian pendidikan kedokteran di sebuah universitas, disamakan dengan pendirian pendidikan yang lain dengan jumlah dosen dan perlengkapan yang minim, dan tidak tegas adanya syarat tersedianya RS pendidikan. Sementara itu RUU Pendidikan Kedokteran secara tegas ingin menghentikan proses pendirian FK-FK baru yang dianggap tidak layak didirikan, dan disinyalir mempunyai agenda mencari untung belaka.

Di kalangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terjadi ketidak-jelasan pendapat di awal proses penyusunan RUU. Kementerian Kesehatan tidak banyak berpendapat karena domain RUU bukan di sektor kesehatan. Akan tetapi insiatif DPR di Komisi yang membidangi Pendidikan ini terus berjalan. Proses penyusunan berjalan lambat, namun akhirnya pihak eksekutif (cq Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) secara aktif memimpin proses penyusunan dari sisi pemerintah.

Dua organisasi penting di dunia kedokteran yaitu Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menentang RUU Pendidikan Kedokteran. Argumen yang diajukan, antara lain adalah sudah ada UU Praktek Kedokteran. Sementara itu perkumpulan penyelenggara pendidikan kedokteran, Asosiasi Ilmu Pendidikan Kedokteran Indonesia (AIPKI) yang awalnya menentang, kemudian berubah pendapat dan mendukung RUU Pendidikan Kedokteran. Berbagai universitas besar awalnya juga menentang atau ragu-ragu. Akan tetapi setelah proses penyusunan berjalan, berubah mendukungnya.

Penolakan dan perubahan sikap Ikatan Profesi

Dalam proses penyusunan ini IDI melakukan langkah Walk Out (WO) atau menolak ikut terlibat dalam penyusunan UU Pendidikan Kedokteran. Akan tetapi proses penyusunan RUU Pendidikan Kedokteran tetap berjalan. Setelah pergantian Ketua, IDI sebagai lembaga tetap menentang RUU Pendidikan Kedokteran. Walaupun ditentang oleh KKI dan IDI, proses penyusunan UU Pendidikan Kedokteran terus berjalan. Ketua Panja RUU Pendidikan Kedokteran tegas menyatakan bahwa proses tidak akan berhenti karena mundurnya sebuah lembaga di masyarakat.

Di beberapa bulan terakhir proses penyusunan RUU, ditambah dengan isu Dokter Layanan Primer (DLP). Penambahan isu dalam fase akhir penyusunan RUU Pendidikan Kedokteran menambah perbedaan pendapat antara IDI dengan pemerintah. Dalam proses ini, Kementerian Kesehatan terlibat semakin aktif khususnya dalam merumuskan pasal-pasal mengenai DLP. Pemerintah dalam hal ini diwakili oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai kementerian yang bertanggung-jawab pada urusan pendidikan dan Kementerian Kesehatan.

Pasca disahkannya UU Pendidikan Kedokteran pada tahun 2013, IDI tetap menentang dan isu DLP menjadi isu politik organisasi dalam Muktamar IDI yang memilih President-Elect di Medan 2 tahun kemudian. Dalam pelaksanaan UU Pendidikan Kedokteran, Perhimpunan Dokter Umum Indonesia (PDUI) di bawah naungan IDI, melakukan Yudisial Review. Hasilnya adalah hakim-hakim MK menolak secara keseluruhan gugatan YR PDUI.

Setelah gugatan PDUI ditolak oleh MK, IDI tetap berpegang pada keputusan Muktamar IDI di Medan. Pengurus IDI yang baru (pasca pemilihan pemilihan di Medan) berpegang pada hasil Muktamar yang menolak DLP. Di berbagai media dan media sosial IDI menyatakan menolak keputusan MK. IDI disebutkan bermaksud melakukan legislative review.

Namun di tahun 2016 awal, proses internal berlangsung di IDI, terjadi perubahan sikap. Kabar terakhir pada bulan April 2016 disebutkan bahwa PB IDI menerima hasil dari MK dengan berbagai catatan dan berusaha aktif kembali dalam penyusunan RPP dan berbagai regulasi terkait UU Pendidikan Kedokteran. Dengan melakukan perubahan sikap ini, IDI sebagai perhimpunan profesi masuk kembali dalam proses penentuan kebijakan pendidikan kedokteran.

Kegiatan Minggu 3:

  Hari Minggu: memahami kasus di atas.

  Senin: 

  • Pagi secara mandiri: Apa Masalah kebijakan yang ada di dalam kasus ini? Harap dipikirkan.
  • Siang pukul 13.00: Anda dapat menyaksikan video atau webinar bersama fasilitator, atau diskusi dengan teman-teman satu kelompok mengenai masalah kebijakan yang ada di balik kasus. Arsip video webinar


Beberapa hal ini merupakan masalah kebijakan dibalik kasus 3, silahkan berdiskusi untuk membahasnya.

klik disini


Kerja Mandiri:
Setelah mengikuti kegiatan ini, harap anda pikirkan konsep-konsep kebijakan kesehatan yang ada di balik permasalahan kebijakan dalam kasus.

  Selasa: 

  • Pagi: Meneruskan kerja mandiri: Setelah membahas kasus dan masalah kebijakan yang ada, berdasarkan pemahaman anda, tuliskan konsep konsep yang ada di permasalahan di atas. Silahkan tulis di computer masing-masing. 
  • Malam: Pukul 21.00 WIB: Harap anda cocokkan dengan daftar konsep
    yang perlu dipelajari lebih lanjut. Konsep-konsep ini merupakan Tujuan Pembelajaran (Learning Objective). Silahkan klik untuk melihat dan mencocokkan daftar Tujuan Pembelajaran ini: 

Tujuan :
Daftar konsep (minimal) yang harus dipelajari dalam kasus ini.

  1. Penentuan agenda kebijakan dan proses menjadi agenda.
  2. Model Tiga Alur Penentuan Agenda menurut Kingdon
  3. Peran badan legislative dan eksekutif dalam penentuan kebijakan.
  4. Partai Politik dalam Proses Kebijakan
  5. Berbagai interest Group dan Proses Kebijakan
  6. Strategi dan Aktifitas Interest Group dalam proses kebijakan

Apakah yang anda tuliskan cocok dengan berbagai konsep yang ada?

Catatan:
Peserta dapat menambahkan sendiri, kalau dirasa kurang.

  Rabu-Kamis:

Pagi: Pelajari konsep-konsep yang menjadi Tujuan Pembelajaran. Silahkan anda pelajari Buku Buse Chapter 4,5, dan 6.

Siang: Silahkan anda aktif dalam pembahasan diskusi Konsep-konsep yang merupakan Tujuan Pembelajaran dengan latar belakang kasus:

Diskusi 3.1

Dalam konteks mengapa RUU PendidikanKedokteran dapat masuk ke agenda Prolegnas, bagaimana anda dapat menerangkan pendekatan 3 Alur Penentuan Agenda dari John Kingdon? Silahkan anda diskusikan dengan memulai dari pemahaman tentang penentuan agenda kebijakan dan proses menjadi agenda.

klik disini

Diskusi 3.2

UU Pendidikan Kedokteran merupakan inisiatif DPR. Dalam konteks ini harap jelaskan mengenai struktur pemerintahan dan proses penyusunan kebijakan publik dalam bentuk UU yang terjadi dalam kasus ini. Bagaimana hubungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan Kemenkes, serta berbagai Komisi di DPR.

klik disini

Diskusi 3.3

Dalam konteks penolakan IDI saat penyusunan RUU Pendidikan dan gugatan Yudisial Review oleh PDUI, harap dibahas mengenai: siapa dan bagaimana, serta posisi Group Penekan dalam Proses Kebijakan. Selanjutnya perlu didiskusikan tentang Strategi dan Program Interest Group yang tepat untuk memberikan pengaruh dalam proses kebijakan.

klik disini

 

  Jum’at: Penulisan Laporan Minggu 3:

Setelah mengikuti kegiatan minggu ini anda harus menyimpulkan perjalanan anda memahami berbagai konsep kebijakan. Ada beberapa hal penting dalam laporan ini:

  1. Merefleksikan proses belajar minggu 3 dalam frase seperti ini:

“Saya sadar bahwa ternyata saya (pilih salahsatu):

    1. tidak tahu samasekali;
    2. tahu sedikit-sedikit, atau
    3. sudah tahu banyak
      mengenai prinsip-prinsip ilmu kebijakan yang diterapkan di sector kesehatan”.

Tuliskan jawaban anda

  1. Perbaikan pemahaman mengenai berbagai Konsep yang masuk dalam Learning Objective.

Harap anda beri tanda, derajad pemahaman anda sebelum dan sesudah melakukan diskusi di web, atau mempelajari berbagai referensi mengenai Tujuan Pembelajaran.

1 = Sama sekali tidak paham
2 = Tidak paham
3 = Paham
4 = Sangat paham

 

Tujuan Pembelajaran untuk memahami:

Sebelum

Sesudah

1-1

Penentuan agenda kebijakan dan proses menjadi agenda.

1

2

3

4

1

2

3

4

1-2

Model Tiga Alur Penentuan Agenda menurut Kingdon

 

 

 

 

 

 

 

 

1-3

Peran badan legislative dan eksekutif dalam penentuan kebijakan.

 

 

 

 

 

 

 

 

1-4

Partai Politik dalam Proses Kebijakan

 

 

 

 

 

 

 

 

1-5

Berbagai interest Group dan Proses Kebijakan

 

 

 

 

 

 

 

 

1-6

Strategi dan Aktifitas Interest Group dalam proses kebijakan

 

 

 

 

 

 

 

 

  1. Kebutuhan untuk belajar lebih lanjut.

Dari proses pembelajaran di minggu ini saya merasakan ada kebutuhan bagi saya untuk lebih memahami konsep-konsep kebijakan kesehatan untuk keperluan pekerjaan saya.
Konsep-konsep yang perlu saya pelajari lebih lanjut adalah:
-…
-…
-…

Uraikan cara anda untuk memahami lebih lanjut.

Laporan ini juga dapat di download pada lampiran berikut

Download

 

 

 

Blended Learning Memahami Kebijakan Kesehatan dan Prosesnya

bl-kk-ang2

bl-kk-ang2

PENGANTAR

Kebijakan kesehatan merupakan isu strategis yang perlu dipahami. Saat ini berbagai kebijakan besar di sector kesehatan dalam bentuk UU sudah disahkan dan diberlakukan, antara lain UU SJSN (2004) dan UU BPJS (2011), UU RS, UU Kesehatan dan sebagainya. DI masa depan, akan banyak UU baru yang akan disahkan misalnya UU mengenai Tembakau yang kontroversial. Juga adanya kebijakan public bukan khusus kesehatan, tapi menyangkut kesehatan misalnya UU Pemerintahan.

Proses menyusun kebijakan merupakan sebuah rangkaian kegiatan yang panjang, kompleks, dan sering mempunyai aspek politik yang perlu diperhatikan. Berbagai tujuan kebijakan mempengaruhi penerimaan stakeholder kebijakan di sector kesehatan.

Ada berbagai variasi penerimaan stakeholder terhadap sebuah kebijakan dan prosesnya: mulai yangsangat setuju, sampai menolak keras sebuah UU . Pertentangan ini wajar terjadi di masyarakat kesehatan dan hal ini merupakan bagian dari demokrasi dan transparansi proses penyusunan kebijakan. Pertentangan ini bersifat dinamis pula karena ada kemungkinan terjadi perubahan sikap terhadap sebuah kebijakan.

Contoh yang dinamis adalah kasus UU Pendidikan Kedokteran khususnya DLP dimana PDUI (Perhimpunan DOkter Umum Indonesia) tidak setuju adanya DLP. Ketidak setujuan ini dibawa sampai ke Mahkamah Konstitusi. Gugatan PDUI ini ditolak oleh Mahkamah Konstitusi. Penolakan PDUI ini selaras dengan sikap IDI yang Walk Over IDI dalam proses penyusunan RUU Pendidikan Kedokteran sekitar 3 tahun yang lalu. Namun sikap IDI terhadap DLP dikabarkan berubah di bulan April 2016 dengan berbagai catatan.

Saat ini juga diramaikan perbedaan pendapat antara ARSADA dengan para penyusun UU Pemerintahan Daerah dan peraturan di bawahnya. Ada dinamika dalam kebijakan kesehatan akhir-akhir ini.
Dalam konteks dinamika penyusunan kebijakan kesehatan . Terlihat berbagai stakeholder kebijakan kesehatan belum memahami kompleksitas kebijakan kesehatan. Hal ini dapat dipahami karena para tokoh kesehatan dan kedokteran di Indonesia adalah lulusan pendidikan kedokteran atau kesehatan masyarakat yang tidak mendapat pendidikan formal atau pelatihan mendalam mengenai kebijakan keehatan. Berbagai aspek, termasuk politik ini perlu dipahami oleh para pemimpin lembaga, perhimpunan profesi dan asosiasi organisasi pelayanan kesehatan.

Ketidak tahuan ini dapat berakibat fatal karena mempengaruhi proses penyusunan UU. Ketika PB IDI menarik diri dari RUU Pendidikan Kedokteran, praktis tidak ada saluran untuk memasukkan suara IDI ke UU. Presiden pada waktu itu juga tidak mungkin menghentikan proses penyusunan. Memang dalam proses ada tokoh yang menyatakan kalau RUU disahkan akan dilanjutkan ke Mahkamah Konstitusi. Akan tetapi bukti menunjukkan bahwa perjalanan ke MK untuk Review Judisial tidak mudah, mahal, dengan hasil yang belum tentu sesuai dengan tuntutan. Akibat dari kesalahan membaca kekuatan politik dan proses penyusunan kebijakan ini dapat fatal untuk kemajuan bangsa dan keutuhan perhimpunan profesi.

Ketidak tahuan ini mungkin disebabkan banyak factor, termasuk salahsatunya adalah tidak paham dengan makna Kebijakan Kesehatan dan proses penetapannya. Untuk itulah pelatihan ini dijalankan.

TUJUAN

Dengan latar belakang di atas, perlu ada pelatihan mengenai Kebijakan Kesehatan dan proses penyusunannya. Pelatihan berbasis web ini bertujuan untuk memberikan pemahaman mengenai kebijakan kesehatan dan berbagai aspek yang melingkupinya;

  1. Memahami mengenai arti kebijakan dan kebijakan kesehatan;
  2. Memahami proses penyusunan kebijakan sampai dengan pelaksanaannya;
  3. Memahami posisi dan peran berbagai stakeholder dalam penyusunan kebijakan, khususnya perhimpunan ahli, asosiasi pelayanan kesehatan, dan berbagai unit pemerintah serta masyarakat.
  4. Menjadi dasar untuk memahami dan melakukan riset kebijakan.

Untuk mencapai tujuan tersebut ada 3 Modul yang akan dilakukan yaitu:

Modul 1: Kebijakan Kesehatan, Program, dan Pelaksanaanya
Modul 2a: Metode Riset Kebijakan
Modul 2b: Metode Riset Pelaksanaan

PESERTA

Pelatihan ini ditujukan untuk:

  • Pengambil Kebijakan Kesehatan di Kemenkes dan Dinas Kesehatan
  • Pimpinan Perhimpunan Ahli (IDI, IBI, PPNI, IAKMI, POGI, IDAI dll)
  • Pimpinan Asosiasi-asosiasi Pelayanan Kesehatan (PERSI, ARSADA, MUKISI, PERDHAKI, YAKKUM, dll)
  • Peneliti Kebijakan
  • Analis Kebijakan
  • Dosen-dosen yang mengajar Kebijakan Kesehatan
  • Peneliti masalah Kebijakan

 

METODE PELATIHAN

Menggunakan kasus-kasus nyata dalam kebijakan kesehatan di Indonesia. Pembahasan menggunakan buku teks dalam kebijakan kesehatan dengan pendekatan Problem Based Learning. Tujuan utama pembelajaran ini bukan untuk menyelesaikan masalah dalam kasus yang ada. Tujuan utamanya adalah untuk memahami berbagai konsep penting dalam kasus yang ada. Pemahaman konsep ini akan menjadi dasar untuk usaha mencari perbaikan dari situasi kebijakan saat ini.

Kegiatan dilakukan berbasis Web. Dengan system ini, maka para pemimpin kesehatan yang sibuk tidak perlu datang untuk tatap muka. CUkup menyediakan waktu sesuai dengan kesibukannya untuk mempelajari materinya.
Dengan berprinsip pada Problem Based Learning, akan dilakukan proses harian sebagai berikut:

  1. Hari Minggu: Para peserta mempelajari kasus. Di hari ini para peserta diminta:
    • Memahami kasus dengan baik;
    • Melakukan identifikasi konsep-konsep yang ada di balik kasus yang disediakan sesuai pengetahuan yang dimiliki saat ini.

Konsep-konsep ini berhubungan dengan teori mengenai Ilmu Kebijakan yang dapat dibaca di berbagai buku teks kebijakan dan kebijakan kesehatan. Hasil dari kegiatan ini adalah para peserta mempunyai daftar konsep konsep kebijakan sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki saat ini.

  1. Hari Senin - Selasa: Para peserta masuk ke Diskusi Identifikasi Masalah Kebijakan yang ada dalam Kasus.

Diskusi dilakukan bersama fasilitator. Tugas fasilitator memaparkan masalah kebijakan yang ada dan hubungannya dengan Konsep-Konsep kunci di dalam kasus dan menerangkan hubungannya dengan teori penyusunan kebijakan dari berbagai buku teks. Kegiatan akan dilakukan dengan berbagai cara:

  • memahami video, atau bila memungkinkan
  • melalui webinar atau
  • kombinasi keduanya.

Dalam diskusi, fasilitator akan merumuskan identifikasi masalah kebijakan dan konsep-konsep dasar yang ada di dalam kasus. Setelah identifikasi konsep-konsep yang ada, para peserta diminta:

  • menilai diri sendiri, apakah sudah memahami berbagai konsep yang ada dengan cara membandingkan catatan yang dimilikinya dengan bahasan dari fasilitator dan berbagai bacaaan.
  • Dalam penilaian diri sendiri diharapkan ada suatu kesadaran mengenai filofosi: "saya tahu bahwa ternyata saya: (a) tidak tahu samasekali; (b) tahu sedikit-sedikit, atau (c) sudah tahu banyak mengenai prinsip-prinsip ilmu kebijakan yang diterapkan di sector kesehatan".

Para peserta dipersilahkan untuk belajar mandiri mengenai konsep-konsep yang sudah dibahas. Sumber bacaan adalah buku-buku mengenai kebijakan kesehatan. Untuk acuan utama yang mudah diklik adalah terjemahan dari buku Buse.

  1. Hari Rabu – Kamis:
    Para peserta masuk ke Diskusi di Web dengan cara klik Diskusi berbasis Konsep. Para peserta mendiskusikan kasus dengan dipandu moderator. Tujuan diskusi adalah menggunakan berbagai konsep yang ada di referensi, yang telah dipelajari, untuk membahas kasus yang tersedia. Pembahasan dilakukan dengan tujuan untuk:
    • Mengaplikasi konsep teoretis yang sudah dipelajari ke kasus yang disediakan.
    • Memahami lebih lanjut kasus yang disediakan dengan menggunakan konsep-konsep yang ada dari buku.
    • Mulai melakukan analisis bagaimana keadaan yang ada saat ini.

Moderator menjaga proses diskusi agar tetap berpijak pada prinsip menggunakan konsep yang ada untuk membahas kasus.

  1. Hari Jumat: Pada akhir minggu setiap peserta merumuskan hasil diskusi dalam bentuk berbagai konsep kunci yang harus dipahami oleh peserta. Konsep-konsep kunci tersebut harus dipahami oleh peserta pelatihan dengan cara menyusun laporan pribadi mengenai apa yang dipahami dari kasus tersebut. Hasil kemudian dilaporkan ke penyelenggara.

Pada kesimpulan ini, para peserta diminta untuk melakukan assessment mandiri dengan cara:

  1. Apakah selama beberapa hari ini, ketika membahas kasus dan diskusi terjadi semakin besarnya kesadaran untuk menyadari filosofi "saya tahu bahwa ternyata saya: (a) tidak tahu samasekali; (b) tahu sedikit-sedikit, atau (c) sudah tahu banyak mengenai prinsip-prinsip ilmu kebijakan yang diterapkan di sector kesehatan". Mohon diuraikan.
  2. Selama 5 hari ini apakah terjadi penambahan pengetahuan saya mengenai berbagai konsep kebijakan yang diharapkan dipelajari dalam kasus yang disediakan. Konsep-konsep baru apa saja yang berhasil saya pelajari dengan baik? Harap diuraikan dengan detil.
  3. Apakah saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan pengetahuan sehingga saya terpacu terus untuk mempelajari berbagai konsep ini. Jika ya, apa yang akan dilakukan di masa mendatang?

Para peserta aktif akan dikelola dalam bentuk Masyarakat Praktisi tentang Ilmu Kebijakan dalam Kesehatan. Para peserta aktif akan dikelola dalam bentuk Masyarakat Praktisi tentang Ilmu Kebijakan dalam Kesehatan. Para peserta aktif membayar Rp 1.000.000 (satu juta) untuk kegiatan selama 4 minggu, dan menjadi anggota Masyarakat Praktisi selama 1 tahun.

TEMPAT & WAKTU

Tanggal        : Agustus s.d. September 2016
Hari              : Senin 
Pukul           : 14:00 wib – selesai
Tempat       : Relay Webinar dari PKMK FK UGM, Yogyakarta.

AGENDA KEGIATAN

Modul 1: Kebijakan Kesehatan

Minggu 1:

Memahami Kebijakan Kesehatan.
Kasus: Kebijakan JKN

Tujuan Sesi:

  1. Memahami kerangka kebijakan kesehatan yang ada dalam kasus Kebijakan JKN yang berupa UU SJSN dan UU BPJS.
  2. Mengaplikasikan konsep segitiga kebijakan dalam kebijakan JKN: Isi, Pelaku, Konteks, dan Proses penyusunan kebijakan
  3. Menganalisis penyusunan kebijakan JKN.

Minggu 2

Kekuatan Politik dalam menentukan kebijakan kesehatan
Kasus: Kebijakan Pengurangan Merokok

Tujuan:

Setelah mengikuti kegiatan di Minggu ini para peserta mampu untuk:

  1. Konsep-konsep mengenai kekuasaan dan pembagian kekuasaan;
  2. Kekuasaan yang menentukan kebijakan: antara harapan ideal dengan kenyataan di lapangan
  3. Sistem politik dan pengaruhnya terhadap proses penyusunan kebijakan
  4. Teori ‐ teori pembuatan keputusan yang didasarkan pada peran kekuasaan dalam proses kebijakan.

Minggu 3:

Penentuan Agenda Kebijakan dan peran perhimpunan ahli serta asosiasi lembaga pelayanan kesehatan

Kasus:

  • UU Pendidikan Kedokteran dan Dokter Layanan Primer
  • UU RS dan UU Pemerintahan Daerah.

Tujuan:

Setelah mengikuti Minggu ini, para peserta diharapkan mampu untuk:

  1. Menjelaskan logika Perhimpunan Profesi (IDI, IBI, PPNI, POGI, IDAI, AFI) dan Asosiasi Lembaga Pelayanan Kesehatan (PERSI, ARSADA, MUKISI, dll) sebagai interest group atau pressure group
  2. Mengklasifikasikan jenis interest group atau pressure group yang berbeda‐beda
  3. Memahami berbagai strategi yang digunakan oleh interest group agar dapat aktif dalam mempengaruhi kebijakan publik dengan baik.

Minggu 4:

Pelaksanaan Kebijakan

Kasus: UU  JKN dan UU BPJS

Tujuan:
Setelah mengikuti Minggu ini para peserta mampu untuk:

  1. Membandingkan teori implementasi kebijakan "top‐down" dan "bottom‐up"
  2. Memahami pendekatan yang lain untuk implementasi kebijakan termasuk pendekatan‐ pendekatan yang berusaha untuk mensintesis pengetahuan dari kedua perspektif "top‐down" dan "bottom‐up"
  3. Melakukan analisis dengan menggunakan segitiga kebijakan, mengapa pelaksanaan JKN sulit dilakukan secara baik.
  4. Memahami peran penelitian kebijakan.

Modul ini akan dilanjutkan dengan Pertemuan Tatap Muka untuk Modul 2 pada hari Kamis dan Jumat, Tanggal 2 dan 3 Juni 2016 di Yogyakarta.

Modul 2: Penelitian Kebijakan

Sesi Pengantar:

September 2016

Melakukan penelitian Kebijakan

Referensi:

Penelitian, Evaluasi dan Kebijakan
Melakukan Analisis Kebijakan

 

Modul 2a: Metode Penelitian Kebijakan
Modul 2b: Metode Penelitian Pelaksanaan (Implementation Research).

BIAYA PAKET BLENDED LEARNING DAN SEMINAR

Biaya paket sebesar Rp. 15.000.000,- / orang dengan fasilitas sebagai berikut :

  1. Blended Learning web-based selama 4 minggu
  2. Modul Pembelajaran Blended Learning
  3. Seminar kits
  4. SKP IDI dan IAKMI
  5. Narasumber
  6. Peralatan beserta tim IT
  7. Seminar tatap muka 1 
    1. akomodasi twin share di Hotel Santika selama 2 malam
    2. Paket meeting (full board) : Coffee Break 2x, .makan pagi, makan siang, dan makan malam.
  8. Seminar tatap muka 2 
    1. akomodasi twin share di Hotel Santika selama 2 malam
    2. Paket meeting (full board) : Coffee Break 2x, .makan pagi, makan siang, dan makan malam

Biaya paket ini diluar biaya transportasi udara/darat dan biaya perjalanan dinas selama penyelenggaraan tatap muka di Yogyakarta. 

INFORMASI & PENDAFTARAN

Informasi Blended Learning dapat di lihat melalui website wwwkebijakankesehatanindonesia.net Pendaftaran peserta dapat dilakukan pada tanggal 24 April 2016 sampai dengan 6 Mei 2016. Pembayaran peserta dapat dilakukan melalui transfer ke rekening panitia:

Bank                     : Bank BNI
Nomor Rekening    : 0203024192
Nama Rekening     : Pusat Kebijakan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran UGM
Kode Bank             : BNINIDJA

Sekretariat Panitia

Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan
Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada
Gedung IKM Sayap Utara Lt. 2
Jl. Farmako Sekip Utara, Yogyakarta 55281
Telepon : 0274 – 549424 (hunting)
Fax : +62 274 549425

Contact Person:

Maria Adelheid Lelyana
Mobile: +62 81329760006
E-mail: [email protected]