c. Penjelasan kebijakan program, inisiatif atau produk yang dievaluasi

 JKN merupakan sebuah sistem pembayar tunggal (single payer system) layanan medis untuk seluruh penduduk. Sistem ini tidak hanya bertujuan untuk menciptakan akses kesehatan yang berkeadilan untuk masyarakat, tetapi juga mengendalikan belanja biaya kesehatan. Selain itu, kebijakan program JKN juga diharapkan mendukung kualitas pelayanan kesehatan, kepuasan peserta JKN-KIS, dan kepuasan provider mitra BPJS Kesehatan. Evaluasi kebijakan kapitasi berbasis kompetensi untuk menilai mutu dan kepuasan peserta JKN serta provider BPJS Kesehatan juga akan diikuti dengan evaluasi program/ kebijakan yang terkait dengan kebijakan paket manfaat, standar prosedur klinis, standar tarif pelayanan kesehatan, sistem penanganan pengaduan peserta, kebijakan kompensasi, kebijakan iur biaya, dan kebijakan lain yang terkait.

Adapun beberapa kebijakan yang potensial untuk dievaluasi, antara lain :

  1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional  hasil pengelolaan DJS untuk pengembangan program dan kepentingan untuk memenuhi kebutuhan dasar peserta JKN-KIS
  2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan  hak yang sama untuk memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan dan pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau
  3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial  kewajiban memenuhi kebutuhan dasar peserta JKN-KIS dengan pelayanan yang berkualitas harus bekerja sama dengan pemerintah dan organisasi atau lembaga lain (dalam atau luar negeri)
  4. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2016 Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan
  5. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2017 Tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional  tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing dalam rangka menjamin keberlangsungan dan peningkatan kualitas pelayanan bagi peserta JKN-KIS
  6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintah Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota  sebagai salah satu bidang urusan pemerintahan, bidang kesehatan merupakan urusan wajib untuk diselenggarakan oleh Pemprov dan Pemda
  7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2016 Tentang Penggunaan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Untuk Jasa Pelayanan dan Dukungan Biaya Operasional pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah  dana kapitasi diperuntukkan untuk jasa pelayanan, sarana prasarana, dan biaya operasional lainnya untuk mendukung pelayanan kesehatan dalam gedung dan luar gedung
  8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2016 Tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan Dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan  standar tarif pelayanan primer, rujukan/ spesialistik, selisih biaya
  9. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2017 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 52 Tahun 2016 Tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan Dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan  standar tarif pelayanan primer, rujukan/ spesialistik, selisih biaya
  10. Peraturan Bersama Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Nomor HK.01.08/III/980/2017 Tahun 2017 dan Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pembayaran Kapitasi Berbasis Pemenuhan Komitmen Pelayanan Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama  acuan bagi berbagai pihak dalam rangka peningkatan mutu pelayanan kesehatan primer
  11. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 046/MENKES/SK/II/2014 Tentang Tim Monitoring dan Evaluasi Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional  komponen dan tugas tim monitoring dan evaluasi program JKN-KIS
  12. Permenkes 75 tahun 2014 tentang PKM
  13. Permenkes 56 tahun 2014 tentang klasifikasi dan perijinan RS
  14. Permenkes nomor 34 tahun 2017 tentang akreditasi rumah sakit
  15. Permenkes nomor 46 tahun 2015 tentang akreditasi Puskesmas
  16. Permenkes 1438 tahun 2010 tentang standar pelayanan kedokteran

{jcomments on}

c. Penjelasan kebijakan program, inisiatif atau produk yang dievaluasi

Kebijakan program yang menjadi bahan evaluasi yaitu kebijakan tata kelola BPJS Kesehatan. Adanya pedoman umum tata kelola BPJS Kesehatan memberikan peluang adanya evaluasi bentuk lembaga BPJS Kesehatan dan keorganisasian BPJS Kesehatan. Undang-Undang SJSN No. 40 tahun 2004 (Presiden Republik Indonesia, 2004) dan Undang – Undang No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS (Presiden Republik Indonesia, 2011) merupakan undang – undang yang menjadi dasar pelaksanaan Jaminan Kesehatan. Undang –undang ini menjelaskan struktur hubungan antar lembaga di dalam pelaksanaan JKN. Hubungan kelembagaan ini tidak banyak dijelaskan dalam undang – undang SJSN dan BPJS dan tidak terdapatnya lembaga mana yang menjadi penanggungjawab (principal) BPJS (Trisnantoro, 2018). Demikian halnya dengan Undang – Undang no. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Presiden Republik Indonesia, 2014), dimana dalam hal kesehatan Pemerintah Daerah juga menjadi penanggungjawab pembangunan kesehatan di wilayahnya. Sehingga Pemerintah Daerah juga merupakan penanggungjawab terselenggaranya kesehatan di daerah. Hubungan kelembagaan yang tidak jelas antara BPJS dan Pemerintah Daerah menjadi salah satu penyebab mengapa Pemerintah Daerah tidak banyak menerima laporan – laporan terkait penyelenggaraan JKN di daerahnya. Laporan ini berguna sekali untuk melakukan perencanaan dan penganggaran terkait dengan pembangunan kesehatan di daerah.

Hubungan antar lembaga ini sebenarnya sudah diperkuat dengan adanya Peraturan Pemerintah No. 85 Th 2013 tentang Tata Cara Hubungan Antar lembaga Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Pasal 3 peraturan pemerintah ini menjelaskan didalam salah satu ayatnya terkait dengan sistem informasi. Hal ini jelas mengisyaratkan bahwa seharusnya BPJS Kesehatan bekerjasama dengan Pemerintah Daerah, Kementerian Kesehatan, dan seluruh organisasi lain, khususnya dalam hal sistem informasi (Presiden Republik Indonesia, 2013) (Presiden Republik Indonesia, 2017). Keluarnya Instruksi Presiden No. 8 tahun 2018 tentang optimalisasi pelaksanaan program jaminan kesehatan mengisyaratkan adanya keikutsertaan lembaga – lembaga lain yang terlibat dalam pelaksanaan jaminan kesehatan (Presiden RI, 2018). Hal ini menandakan bahwa sebelum Inpres ini muncul ada indikasi bahwa pelaksanaan Jaminan Kesehatan hanya melibatkan lembaga tertentu.

{jcomments on}

b. Lingkungan sekitar evaluasi

Dalam rangka menjamin kepuasan peserta yang semakin menyeluruh, sistem JKN perlu diikuti dengan peningkatan ketersediaan fasilitas dan kualitas pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan yang dijamin adalah paket manfaat yang menjadi hak setiap peserta yang telah membayar iuran dan yang iurannya telah dibayarkan oleh Pemerintah. Secara prinsip, lebih dari 95% dana iuran yang terkumpul seharusnya dapat kembali kepada peserta dalam bentuk layanan kesehatan yang berkualitas. Pelayanan memiliki dua aspek penting, yaitu aspek Akses Potensial dan aspek Kualitas Layanan. Akses potensial dipengaruhi oleh ketersediaan layanan kesehatan yang dipengaruhi oleh sebaran, jarak, dan alat transportasi. Sedangkan kualitas layanan sangat dipengaruhi oleh besaran pembayaran, perilaku tenaga kesehatan yang melayani, motif layanan kesehatan (pencari laba atau bukan), dan kecukupan suplai obat, bahan medis habis pakai, dan suplai bahan lainnya yang berpengaruh terhadap kualitas layanan.

Selain adanya sistem kredensialing dokter dan fasilitas kesehatan yang dikontrak, BPJS Kesehatan juga telah mengembangkan sistem pembayaran prospektif yang berbasis kinerja (KBK). Fakta data utilisasi sekarang ini, demand belum cukup baik karena belum ada jaminan kesehatan yang efektif untuk semua penduduk, jarak jauh, dan kualitas layanan belum memadai sehingga efektivitas pembayaran berbasis kinerja tersebut patut untuk dievaluasi lebih lanjut. Dalam rangka pencapaian universal coverage, peta jalan JKN menjelaskan bahwa salah satu kegiatan yang perlu dilakukan adalah analisis dan publikasi kinerja BPJS secara rutin yang mencakup akses dan kualitas layanan kesehatan yang diterima oleh peserta di berbagai wilayah, efisiensi manajemen, kepuasan peserta, dan cost-effectiveness layanan yang dijamin. Peta jalan JKN juga menekankan bahwa peningkatan kualitas layanan kesehatan ini perlu mendapatkan dukungan dari berbagai pihak, baik di tingkat pusat, daerah, swasta, dan unsur masyarakat lainnya.

 

{jcomments on}

b. Lingkungan sekitar evaluasi

JKN merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang diselenggarakan dengan menggunakan mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh Pemerintah. Per 1 Januari 2014, semua program jaminan kesehatan yang telah dilaksanakan pemerintah (Askes PNS, JPK Jamsostek, TNI, Polri, dan Jamkesmas), diintegrasikan ke dalam satu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan). Sama halnya dengan program Jamkesmas, pemerintah bertanggungjawab untuk membayarkan iuran JKN bagi fakir miskin dan orang yang tidak mampu yang terdaftar sebagai peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI).

{jcomments on}

b. Lingkungan sekitar evaluasi (context)

BPJS Kesehatan merupakan badan hukum yang dibentuk dengan Undang-Undang untuk menjalankan sebagian penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan, yakni urusan penyelenggaraan program jaminan sosial bidang kesehatan. BPJS Kesehatan tergolong lembaga-lembaga dalam sistem ketatanegaraan yang berada di tingkat pusat. BPJS Kesehatan sendiri mempunyai hubungan kelembagaan yaitu Presiden, DJSN, dan Kementerian atau lembaga Negara di Pusat, Pemerintah Daerah. Selaku lembaga profesional di bidang jaminan sosial kesehatan, BPJS Kesehatan memiliki pengetahuan, pengalaman dan data serta informasi yang sangat diperlukan dalam perumusan kebijakan dan peraturan perundangan di bidang jaminan sosial bidang kesehatan. Sebaliknya, BPJS memerlukan dukungan kebijakan dan regulasi yang dirumuskan atau dibentuk oleh Kementerian terkait guna menjaga keamanan dan keberlangsungan penyelenggaraan program jaminan sosial bidang kesehatan.

Kebijakan sentralistik yang dijalankan di BPJS Kesehatan menimbulkan tantangan untuk mencapai sasaran-sasaran Peta Jalan JKN. Kebijakan sentralistik ini memberikan dampak pada beberapa isu keterbatasan seperti keterbatasan akses data BPJS Kesehatan baik oleh Lembaga, Kementerian Pusat maupun oleh Pemerintah Daerah. Hal ini memberikan dampak negatif pada keberlangsungan program dan sustainability BPJS Kesehatan.

{jcomments on}

a. Dasar / pertimbangan menggunakan realist evaluation

Penelitian ini menggunakan pendekatan realist evaluation. Prinsip utama dari pendekatan realist evaluation adalah bahwa program bekerja dalam konteks tertentu. Suatu kebijakan pemerintah untuk mencapai target yang diharapkan mungkin saja gagal (atau hanya sebagian saja yang berhasil), karena mekanisme yang dibutuhkan untuk berhasil tergantung dari konteks yang menyertai. Prinsip kedua adalah bahwa untuk program sosial, mekanisme merupakan reaksi kognitif atau afektif subyek terhadap program atau kebijakan yang diimplementasikan. Dengan demikian, pendekatan realist evaluation dirasa tepat untuk mempelajari kebijakan atau program yang dijalankan oleh pemerintah untuk mendorong pelayanan kesehatan yang berkualitas dan terwujudnya kepuasan pasien JKN-KIS serta kepuasan provider mitra BPJS Kesehatan. 

{jcomments on}

a. Dasar / pertimbangan menggunakan realist evaluation

Penelitian ini menggunakan pendekatan realist evaluation. Prinsip utama dari pendekatan realist evaluation adalah bahwa program bekerja dalam konteks tertentu. Suatu kebijakan pemerintah untuk mencapai target yang diharapkan mungkin saja gagal (atau hanya sebagian saja yang berhasil), karena mekanisme yang dibutuhkan untuk berhasil tergantung dari konteks yang menyertai. Prinsip kedua adalah bahwa untuk program sosial, mekanisme merupakan reaksi kognitif atau afektif subyek terhadap program atau kebijakan yang diimplementasikan. Dengan demikian, pendekatan realist evaluation dirasa tepat untuk mempelajari kebijakan atau program yang dijalankan oleh pemerintah untuk mendorong terwujudnya keadilan sosial dalam pelaksanaan JKN, dalam setting yang beragam.

{jcomments on}

a. Dasar / pertimbangan menggunakan realist evaluation

Evaluasi tata kelola BPJS Kesehatan dinilai cocok menggunakan pendekatan Realist Evaluation, karena pendekatan tersebut dapat menjabarkan beberapa outcome yang muncul dalam sistem tata kelola BPJS Kesehatan.

{jcomments on}

d. Persetujuan etik

Sebelum melakukan penelitian, peneliti membuat proposal penelitian dan menyerahkan pada Komisi Etik Penelitian untuk mendapatkan ethical clearance dari Universitas Gadjah Mada. Kemudian memohon izin (birokrasi) dari institusi yang terkait dengan ruang lingkup penelitian. Selain mendapatkan ethical clearance dari Komisi Etik, penelitian ini juga akan mengajukan izin ke Pemerintah Daerah yang terkait. Informed consent menyampaikan bahwa semua informasi yang diberikan responden hanya untuk kepentingan penelitian dan dijaga kerahasiaannya

{jcomments on}

d. Persetujuan etik

Penelitian ini merupakan penelitian yang melibatkan manusia sebagai subyek penelitian. Persetujuan etik akan diajukan kepada Komite Etik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

{jcomments on}