Visi dan Misi

Visi

Menjadi website yang mampu menjadi rujukan pengambil kebijakan, peneliti, dosen dan konsultan dalam kebijakan kesehatan.

Misi

  1. Meningkatkan mutu kebijakan kesehatan di Indonesia;
  2. Menyebarkan berbagai ilmu pengetahuan dan informasi mengenai kebijakan kesehatan;
  3. Menyediakan sarana forum diskusi berbagai Community of Practice di kebijakan kesehatan;
  4. Menyediakan platform untuk pengembangan pelatihan berbasis web untuk seluruh pihak yang berkepentingan di kebijakan kesehatan;
  5. Mendukung Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia.

Audiens

Web ini diharapkan dipergunakan oleh:

  • Pimpinan Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan Propinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten;
  • Pimpinan dan Anggota Komisi Kesehatan di DPR, DPRD Propinsi dan DPRD Kabupaten;
  • Pimpinan Bappenas, Bappeda Propinsi dan Kabupaten;
  • Pimpinan BKKBN, Lembaga KB di Propinsi dan Kabupaten;
  • Pimpinan dan Staf BPJS;
  • Konsultan kebijakan kesehatan;
  • Dosen dan peneliti dalam kebijakan kesehatan;
  • Media Massa (Wartawan dan Editor);
  • Mahasiswa yang belajar/berminat dalam kebijakan kesehatan;

 

coba lagi

Worldwide action needed to address hidden crisis of violence against women and girls

GENEVA – Current efforts to prevent violence against women and girls are inadequate, according to a new Series published in The Lancet. Estimates suggest that globally, 1 in 3 women has experienced either physical or sexual violence from their partner, and that 7% of women will experience sexual assault by a non-partner at some point in their lives.

Yet, despite increased global attention to violence perpetrated against women and girls, and recent advances in knowledge about how to tackle these abuses, levels of violence against women – including intimate partner violence, rape, female genital mutilation, trafficking, and forced marriages – remain unacceptably high, with serious consequences for victims’ physical and mental health. Conflict and other humanitarian crises may exacerbate ongoing violence.

Between 100 and 140 million girls and women worldwide have undergone female genital mutilation (FGM), with more than 3 million girls at risk of the practice every year in Africa alone. Some 70 million girls worldwide have been married before their eighteenth birthday, many against their will.

Although many countries have made substantial progress towards criminalising violence against women and promoting gender equality, the Series authors argue that governments and donors need to commit sufficient financial resources to ensure their verbal commitments translate into real change. Even where laws are progressive, many women and girls still suffer discrimination, experience violence, and lack access to vital health and legal services.

Action needed on causes of violence

Importantly, reviewing the latest evidence, the authors show that not enough is being done to prevent violence against women and girls from occurring in the first place. Although resources have grown to support women and girls in the aftermath of violence (e.g., access to justice and emergency care), research suggests that actions to tackle gender inequity and other root causes of violence are needed to prevent all forms of abuse, and thereby reduce violence overall.

“Globally, 1 in 3 women will experience intimate partner and/or sexual violence by non-partners in their lifetime, which shows that more investment needs to be made in prevention. We definitely need to strengthen services for women experiencing violence, but to make a real difference in the lives of women and girls, we must work towards achieving gender equality and preventing violence before it even starts,” explains Series co-lead Professor Charlotte Watts, founding Director of the Gender Violence and Health Centre at the London School of Hygiene & Tropical Medicine, London, UK. “No magic wand will eliminate violence against women and girls. But evidence tells us that changes in attitudes and behaviours are possible, and can be achieved within less than a generation.”

Ultimately, say the authors, working with both the perpetrators of violence (men and boys) and women and girls will be essential to achieve lasting change, by transforming deeply entrenched societal norms on gender relations and the insidious belief that women are inferior.

Violence is often seen as a social and criminal justice problem, and not as a clinical or public health issue, but the health system has a crucial part to play both in treating the consequences of violence, and in preventing it.

“Health-care providers are often the first point of contact for women and girls experiencing violence,” says Series co-lead Dr Claudia Garcia-Moreno, a physician at WHO, Geneva, who coordinates research and policy on violence against women.

“Early identification of women and children subjected to violence and a supportive and effective response can improve women’s lives and wellbeing, and help them to access vital services. Health-care providers can send a powerful message – that violence is not only a social problem, but a dangerous, unhealthy, and harmful practice – and they can champion prevention efforts in the community. The health community is missing important opportunities to integrate violence programming meaningfully into public health initiatives on HIV/AIDS, adolescent health, maternal health, and mental health.”

Five key actions needed

The Series urges policy makers, health practitioners and donors worldwide to accelerate efforts to address violence against women and girls by taking 5 key actions. First, governments must allocate necessary resources to address violence against women as a priority, recognising it as a barrier to health and development.

Second, they must change discriminatory structures (laws, policies, institutions) that perpetuate inequality between women and men and foster violence.

Third, they must invest in promoting equality, non-violent behaviours and non-stigmatising support for survivors.

Fourth, they must strengthen the role of health, security, education, justice, and other relevant sectors by creating and implementing policies for prevention and response across these sectors, and integrating violence prevention and response into training efforts.

Finally, they must support research and programming to learn what interventions are effective and how to turn evidence into action.

According to Series co-ordinator, Dr Cathy Zimmerman, from the London School of Hygiene & Tropical Medicine, UK, “We now have some promising findings to show what works to prevent violence. Our upcoming challenge is to expand this evidence on prevention and support responses to many more settings and forms of violence. Most importantly, we urgently need to turn this evidence into genuine action so that women and girls can live violence-free lives.”

In a comment accompanying the Series, former US President Jimmy Carter, founder of The Carter Center says, “It is my hope that political and religious leaders will step forward and use their influence to communicate clearly that violence against women and girls must stop, that we are failing our societies, and that the time for leadership is now.”

The Series is published ahead of the 16 days of Activism against Gender Violence (Nov 25–Dec 10, 2014).

source: http://www.who.int

Hasil kegiatan penulisan Draft Policy Brief pada Forum Nasional V JKKI 2014

  PENDAHULUAN

Setelah 2 hari pelaksanaan Forum Nasional V, setiap Kelompok Kerja melakukan pengembangan policy brief selama satu hari di Gedung Eyckman Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran Bandung pada tanggal 26 September 2014. Penulisan policy brief ini bertujuan untuk memberikan masukan ke seluruh pengambil keputusan di pemerintah pusat, propinsi, dan kabupaten/kota sesuai dengan Kelompok-Kelompok Kerja dan hal-hal umum yang menjadi prioritas bersama.

Penulisan policy brief berdasarkan tanggung-jawab perorangan dan/atau lembaga. Kegitan ini dapat pula dilakukan oleh berbagai lembaga secara bersama-sama. Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia berfungsi sebagai fasilitator penyusunan policy brief, namun tidak bertanggung-jawab atas isi dan penyampaiannya. Tanggung-jawab tetap berada di anggota atau kelompok anggota.

Kegiatan pelatihan penulisan policy brief merupakan langkah awal yang dilakukan oleh Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia untuk merekomedasikan kebijakan kesehatan untuk pemerintahan baru. Policy brief merupakan merupakan salah satu cara dalam menjembatani celah antara peneliti dan para pengambil kebijakan. Isi dari policy brief berbasis pada penelitian yang nantinya akan memberikan kontribusi positif terhadap proses penyusunan & pengambilan kebijakan. Melalui policy brief, diharapkan pemerintah yang baru akan mampu menyusun kebijakan kesehatan berdasarkan prinsip “evidence based policy making” sehingga kebijakan yang lahir tepat sasaran dan mampu mengatasi berbagai masalah kesehatan yang ada di Indonesia.

 PROSES KEGIATAN

Sejumlah 70 orang mengikuti kegiatan ini mulai dari mahasiswa, dosen, peneliti, perwakilan dari pemerintah daerah dan berbagai LSM. Kegiatan ini diawali dengan bedah buku dengan judul “Kebijakan Kesehatan: Prinsip dan Praktik” oleh Dr. Dumilah Ayuningtyas, MARS, dilanjutkan dengan diskusi penyusunan policy brief oleh Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc. PhD.

Bedah buku sebagai pembuka acara dibawakan secara menarik oleh Dr. Dumilah Ayuningtyas, MARS. Sebagai penulis buku, Dr. Dumilah banyak mengangkat isu dan teori kebijakan kesehatan yang meliputi konsep kebijakan dalam bidang kesehatan, pengembangan kebijakan kesehatan, analisis kebijakan, rekomendasi dan advokasi kebijakan. Buku tersebut sangat cocok digunakan sebagai bahan ajar mahasiswa dan rujukan bagi mereka yang berkecimpung dalam institusi kesehatan pemerintah maupun swasta, serta para pejabat publik yang berhubungan dengan bidang kesehatan.

Apa Output kegiatan hari ketiga Forum Nasional V Kebijakan Kesehatan Indonesia?

Output dari kegiatan ini berupa berbagai draft policy brief yang diusulkan dari kelompok-kelompok pokja setelah melakukan dIskusi selama dua hari. Kelompok pembiayaan kesehatan mengusulkan beberapa policy brief dengan topik:

  1. Perbaikan JKN dan sistem rujukan di daerah yang sulit
  2. Perbaikan sistem pembiayaan fasilitas kesehatan primer di daerah terpencil.
  3. Integrasi upaya pelayanan kesehatan masyarakat dalam kebijakan kartu sehat Indonesia
  4. Kepesertaan JKN dalam mendukung equity pelayanan kesehatan
  5. Monitoring dan evaluasi JKN yang dilakukan oleh 12 perguruan tinggi. Kemudian, kelompok ini yang terbanyak dapat menyusun usulan.

Kelompok HIV/AIDS mengusulkan topik JKN yang diharapkan inklusif terhadap kelompok marginal. Kelompok Kesehatan jiwa mengusulkan topik pelayanan kesehatan jiwa di puskesmas sebagian bagian dari kebutuhan basic seven. Kelompok Gizi mengusulkan topik inequity penanganan malnutrisi di Rumah Sakit. Kelompok pelayanan kesehatan mengusulkan topik monitoring dan evaluasi BLUD (policy brief terlampir). Setiap kelompok juga mempunyai berbagai topik di luar apa yang dibahas saat ini.

  Apa langkah selanjutnya?

Pasca penyusunan policy brief, kegiatan ini akan di-follow up oleh masing masing pokja melalui penulisan lebih lanjut dan berbagai bentuk advokasi.

Langkah 1: Fasilitasi pengembangan Policy Brief melalui pendekatan Blended Learning di bulan Oktober 2014.

Penulisan lebih lanjut diselenggarakan melalui Blended Learning yang dilakukan melalui www.kebijakankesehatanindonesia.net  Pada langkah ini, para penulis Policy Brief akan difasilitasi untuk dapat merumuskan hasil. Metode penulisan menggunakan model dari IDRC, diharapkan dalam waktu empat minggu (maksimal) para penulis policy brief sudah dapat menyelesaikan tulisannya. Pada langkah ini, bagi para peserta yang sudah siap dokumennya dipersilakan untuk masuk ke langkah berikutnya.

Langkah 2: Dimulai pada bulan Oktober 2014 sesuai dengan kesiapan para penulis policy brief.

Para penulis akan didorong untuk membahas dan melaksanakan berbagai strategi untuk melakukan ‘Engagement‘ ke para pengambil kebijakan. Langkah ini diawali dengan pemahaman akan:

  1. stakeholders dan aktor dalam pengambilan keputusan.
  2. Bagaimana proses penyusunan keputusan mereka. Apakah transparan atau tidak, terbuka untuk saran dari luar, ataukah tertutup dan berbagai hal lainnya?
  3. Apakah mempunyai niat baik untuk melakukan perubahan?

Strategi engagement dapat dilakukan dengan berbagai cara, dan dapat berupa kombinasi dari beragam metode, antara lain:

  • Melakukan pertemuan ilmiah membahas topik policy brief;
  • Melakukan pertemuan informal dengan dasar policy brief;
  • Memberikan langsung ke para pengambil keputusan dan timnya (misal tim transisi);
  • Melakukan advokasi melalui media massa,
  • Lobby-lobby ke berbagai pihak, misal ke BPJS, pemerintah pusat dan daerah yang terkait.

Langkah 3: Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap proses “engagement” mulai dari penulisan policy brief, penyampaian, tanggapan, sampai ke hasil proses “engagement” (mempengaruhi) proses kebijakan ini.

Langkah 4: Hasil monitoring dan evaluasi terhadap proses advokasi ini akan dibahas pada pertemuan Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia yang rencananya diadakan di Padang pada bulan September 2015.

Ringkasan:

Melalui langkah-langkah ini diharapkan akan ada kesinambungan antar Forum Nasional setiap tahunnya dan para anggota dapat mempunyai pengalaman dalam melakukan pemberian masukan (engagement) ke pengambil kebijakan. Pengalaman-pengalaman ini diharapkan dapat ditulis secara kualitatif untuk menggambarkan antara lain:

  • Tanggapan pengambil keputusan untuk usulan kebijakan. Tanggapan ini bervariasi mulai dari serius untuk menindaklanjuti, menolak, ataupun tidak memperhatikan;
  • Situasi hubungan antara peneliti dengan pengambil kebijakan.
  • Ketahanan para peneliti untuk terus melakukan pengamatan, dan “engangement” ke pengambil kebijakan.

Pengalaman ini dapat dituliskan dan dipelajari untuk pengembangan lebih lanjut. Diharapkan ada penelitian yang menyangkut proses penyusunan kebijakan, termasuk dari perspektif keahlian antropologi (LT).

 

 

Testing

[widgetkit id=85]

 

[widgetkit id=36]

 

[widgetkit id=37]

 

[widgetkit id=41]

Pengantar Minggu Ini, 1 Juli 2014

giz-27jun14

Seminar Hygiene di Rumah Sakit

Patient safety merupakan isu yang membutuhkan perhatian khusus dari kalangan kesehatan, baik tenaga kesehatan maupun pengamat kesehatan. Selain pasien bisa mendapatkan pelayanan dan pengobatan terbaik, keselamatan pasien harus diutamakan. Sehingga masyarakat tidak ragu untuk berobat di Indonesia. Sudah banyak media yang melaporkan banyak masyarakat menengah atas yang berobat ke negara tetangga. Patient safety menarik MMR FK UGM dan GIZ Jerman untuk menyelenggarakan Seminar Hygiene di RS pada Jum’at (27/6/2014), Anda dapat hadir di Ruang Senat KPTU FK UGM dengan mendaftar terlebih dahulu (tempat terbatas) atau mengikuti via live streaming di website ini. Informasi selengkapnya dapat disimak pada link berikut Klik Disini

 

Slideset

The Widgetkit Slideset takes your product showcase to the next level. It provides a sleek way to show multiple sets of items and uses smooth effects while looping through them.

Features

  • Clean and very lightweight code
  • Eye-catching transition effects
  • Fully responsive including all effects
  • Support of named custom sets
  • Swipe navigation on mobile phones
  • Built with HTML5, CSS3, PHP 5.3+ and the latest jQuery version
  • Works with Joomla and WordPress

Slide Example

The sets are auto generated (4 items per set), item names are shown and it uses the slide effect and navigation buttons.

[widgetkit id=32]

Zoom Example

The sets are arranged manually, sets names are used as a navigation and it uses the zoom effect.

[widgetkit id=33]

Drops Example

The sets show the item names and it uses the drops effect and navigation buttons.

[widgetkit id=49]

Deck Example

This auto generated sets uses prev/next buttons as a navigation and the deck effect.

[widgetkit id=43]

How To Use

The Widgetkit Slideset takes full advantage of the very user-friendly Widgetkit administration interface. You can create and manage all slidesets and their different items in one place. After you have created a slideset, you can load it anywhere on your website using shortcodes or the universal Widgetkit Joomla module or WordPress widget.