Webinar Series UU No.17 Th 2023 tentang Kesehatan
Kamis, 14 September 2023 | Pukul: 14:00 – 15:00 WIB
Webinar ini merupakan bagian dari rangkaian webinar Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan yang ke-21 yang membahas masa depan pelayanan kesehatan ibu dalam kerangka UU Kesehatan. Webinar ini dipandu oleh Monita Destiwi, MA sebagai pemantik diskusi dan moderator.
Pengantar oleh Shita Listya Dewi
Dalam pengantarnya, Shita Listya Dewi menegaskan bahwa diskusi dalam webinar hari ini merupakan diskusi yang sangat penting. Diskusi tidak hanya membahas pasal 40 mengenai kesehatan ibu, melainkan juga pasal-pasal lain yang mendukung pelayanan kesehatan ibu, salah satu diantaranya adalah pasal yang terkait dengan sumber daya.
Pemantik diskusi oleh Monita Destiwi, MA
Sebelum memasuki sesi pembahasan, Monita Destiwi, MA menyampaikan paparan sebagai pemantik diskusi. Pelayanan kesehatan ibu di Indonesia masih menghadapi berbagai masalah, diantaranya tidak meratanya persebaran dokter spesialis, tingginya angka SC, kurangnya pelatihan atau peningkatan kompetensi tenaga kesehatan, serta tingginya AKI. Untuk mencapai target AKI, berbagai pihak harus ikut serta memastikan seluruh wanita memiliki akses terhadap pelayanan kesehatan, menyediakan perawatan untuk melahirkan, serta akses perawatan darurat yang tepat waktu pada ibu hamil ketika akan melahirkan. Berbagai tantangan juga masih dihadapi dalam pelayanan kesehatan ibu yaitu perlunya peningkatan sarana dan prasarana fasilitas kesehatan untuk menunjang pelayanan kesehatan ibu, perlunya peningkatan kapasitas tenaga kesehatan, serta perlunya kebijakan pemerintah pusat yang mendukung hubungan antar berbagai profesi dan task shifting untuk pelayanan kesehatan ibu dan anak.
Dalam UU Nomor 17 Tahun 2023, pasal-pasal yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan ibu termuat dalam Bab V bagian keempat. Undang-Undang ini menekankan upaya kesehatan ibu yang dilakukan pada masa sebelum hamil, masa kehamilan, persalinan dan pasca persalinan. Upaya kesehatan ibu ditetapkan menjadi tanggungjawab dan kewajiban bersama bagi keluarga, masyarakat, pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Upaya peningkatan kualitas pelayanan dan tenaga kesehatan termuat dalam UU Kesehatan bab VII pasal 197-311 yang mengatur bagaimana SDM kesehatan dalam memberikan pelayanan kebidanan dan kandungan. Perlu perhatian khusus terhadap standar kompetensi untuk menjamin mutu SDM yang kompeten yang diatur dalam pasal 258 agar pelayanan kesehatan ibu dapat optimal. Sementara, masalah pemerataan tenaga kesehatan termuat dalam bab VII mengenai SDM pada pasal 204 yang mengatur bagaimana merencanakan tenaga medis dan tenaga kesehatan agar sesuai dengan kebutuhan daerah serta mendukung upaya pemerataan tenaga kesehatan. Ketentuan lebih lanjut terkait pasal-pasal ini perlu diatur dengan PP. Di samping itu, penting untuk dilakukan sinkronisasi dengan peraturan-peraturan yang masih berlaku, peraturan pelaksanaan, peningkatan kualitas pelayanan dan kompetensi tenaga kesehatan serta melakukan kajian bersama dengan konsil dan kolegium.
Pembahasan oleh dr. R. Detty Siti Nurdiati Z, MPH., Ph.D., Sp.OG (K), dr. Sandra Olivia Frans, MPH, dan dr. Jusi Febrianto, MPH
dr. R. Detty Siti Nurdiati Z, MPH., Ph.D., Sp.OG (K) menyampaikan pandangan mengenai upaya antisipasi berbagai masalah dan tantangan pelayanan kesehatan ibu. Kemenkes sudah mengantisipasi dengan mengadakan pelatihan untuk meningkatkan kapasitas dokter di fasilitas kesehatan tingkat pertama mulai 2020. Baik PONED maupun PONEK harus dapat berfungsi dengan baik, sebab skrining dan tatalaksana awal memainkan peran penting yang tidak dapat dipisahkan dengan kualitas perawatan rujukan. Selain itu, perlu ada pengaturan dari pemerintah untuk mengatasi rasio dokter dan penduduk serta menyediakan sarana prasarana untuk pelayanan kesehatan ibu. Undang-Undang Kesehatan ini telah membuka jalan bagi penyelenggaraan program spesialis (hospital based), meski demikian, perlu perhatian lebih untuk mengatur kualitas dan menjamin pemenuhan spesialis di daerah.
dr. Jusi Febrianto, MPH menanggapi dengan menyampaikan pengalaman pelayanan kesehatan ibu di Kabupaten Purbalingga. Tingginya AKI disebabkan karena 3 terlambat (terlambat mendeteksi risiko tinggi, terlambat keputusan, terlambat penanganan), sementara di Kabupaten Purbalingga, 10 kematian ibu terjadi di RS yang disebabkan terlambatnya penanganan kedaruratan. Kondisi ini menuntut adanya evaluasi untuk perbaikan proses pelayanan kesehatan ibu, pembiayaan, serta sarana prasarana sehingga dapat menurunkan kematian maternal dan neonatal.
Pandangan tentang peluang peningkatan pelayanan kesehatan ibu melalui UU Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 disampaikan oleh dr. Sandra Olivia Frans, MPH. Secara keseluruhan, tantangan pelayanan kesehatan ibu di Indonesia berkaitan erat dengan setiap blok dalam sistem kesehatan. Terdapat peluang untuk peningkatan pelayanan kesehatan ibu dalam UU yaitu dalam sistem kesehatan, kualitas pelayanan dan outcome kesehatan. Pelayanan primer kini tidak berdasarkan program, melainkan klaster ibu dan anak. Sehingga, fokus layanan kesehatan primer adalah ibu dan anak, tidak hanya di level puskesmas melainkan hingga level posyandu. UU Kesehatan 2023 juga telah mengatur sistem rujukan untuk peningkatan mutu pelayanan kesehatan ibu.
Sesi Diskusi
Berbagai topik tentang masalah dalam pelayanan kesehatan ibu dibahas dalam sesi diskusi. Implementasi sistem rujukan untuk kasus KIA dalam kerangka UU Nomor 17 Tahun 2023 antara satu daerah dengan daerah lain sangat bervariasi. Gagasan task shifting dalam pelayanan kesehatan ibu juga menjadi perhatian karena terkait dengan masalah pemerataan dokter spesialis di daerah. Penempatan residen di daerah yang tidak memiliki dokter spesialis obsgin perlu dipertimbangkan. Selain itu, kemampuan pemerintah untuk menyediakan sarana prasarana di daerah untuk pelayanan kesehatan ibu juga sangat penting.
Diskusi tentang masa depan pelayanan kesehatan ibu dalam kerangka UU Kesehatan ini diharapkan tidak berhenti dengan berakhirnya webinar ini, melainkan dilakukan secara berkelanjutkan sehingga menghasilkan suatu rekomendasi terhadap peraturan turunan untuk UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, khususnya terkait pelayanan kesehatan ibu. PKMK UGM berupaya memfasilitasi hal ini dengan mengembangkan website www.kebijakankesehatanindonesia.net di laman UU Kesehatan.
Reporter: dr. Valentina Lakhsmi Prabandari, MHPM; Nila Munana, S.HG, MHPM
Materi dan video
Pemantik Diskusi: Monita Destiwi, MPA
Pembahas: dr. R. Detty Siti Nurdiati Z, MPH., Ph.D., Sp.OG (K)
dr. Jusi Febrianto, MPH
dr. Sandra Olivia Frans, MPH
Pengantar
Undang-Undang Kesehatan baru saja disahkan pada tanggal 11 Juli 2023 lalu dalam Rapat Paripurna DPR RI. Saat ini telah diundangkan ke dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Proses perubahan UU Kesehatan sudah dilaksanakan, tercatat sejak bulan Agustus 2022 dengan melibatkan partisipasi masyarakat seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), dan sejumlah organisasi profesi di bidang Kesehatan lainnya. Rancangan Undang-Undang Kesehatan ini adalah inisiatif DPR dan dirancang pembuatannya dengan menggunakan metode Omnibus Law. Metode Omnibus Law memiliki makna secara harfiah berarti dalam satu bus terdapat banyak muatan (Christiawan, 2021). Muatan perundang-undangan yang dibentuk dengan metode Omnibus Law bersifat beragam dan tidak khusus.
Alhasil pada saat Undang-Undang Kesehatan dibentuk, banyak peraturan yang diubah yang tidak hanya berasal dari muatan Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Beberapa Undang-Undang juga turut menjadi sasaran perubahan seperti :
- UU No. 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular
- UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
- UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
- UU No. 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran
- UU no. 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa
- UU No. 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan
- UU No. 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan
- UU No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan
- UU No. 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan
- Undang-Undang No. 419 Tahun 1949 tentang Ordonansi Obat Keras
- Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
Seiring dengan disahkannya UU Kesehatan, tentu saja akan timbul implikasi-implikasi yang berkaitan dengan topik-topik tersebut, seperti implikasi yang timbul pada aspek penyelenggaraan, personil maupun pembiayaan. Selain itu terdapat agenda berikutnya dari pemerintah untuk Menyusun dan membentuk peraturan turunan dari Undang-Undang Kesehatan yang harus dikawal Bersama agar pembentukannya memenuhi kemanfaatan bagi upaya penyelenggaraan Kesehatan di Indonesia.
Tujuan Kegiatan
- Mendiskusikan perubahan-perubahan yang terjadi pada bidang-bidang Kesehatan yang terdapat di Undang-Undang Kesehatan
- Memberikan usulan untuk peraturan turunan dari Undang-Undang Kesehatan
Target Peserta:
- Pemerintah Daerah
- Akademisi
- Peneliti
- Mahasiswa
Waktu Kegiatan
Tanggal : 14 September 2023
Pukul 10:30 – 12:00 WIB
Kegiatan
Pemantik Diskusi: Monita Destiwi, MPA
Pembahas: dr. R. Detty Siti Nurdiati Z, MPH., Ph.D., Sp.OG (K)
dr. Jusi Febrianto, MPH
dr. Sandra Olivia Frans, MPH