Skip to content

Pelayanan Kesehatan Indonesia Tertinggal

Pela­yanan kesehatan di Indonesia masih jauh di bawah standar, dibanding pelayanan kese­hatan yang ada di sejumlah negara berkembang lainnya.

Pernyataan itu menge­mu­ka pada Seminar Internasional bertajuk Interprofesional Relationship Education for Improving Health, yang digelar Sekolah Tinggi Ilmu Kese­hatan (STIKes) Fort de Kock Bukitinggi, di Hotel The Hills Bukittinggi kemarin.

Seminar Internasional ini dimaksudkan guna mem­per­siapkan diri bagi STIKes Fort de Kock Bukitinggi untuk mem­­­­buka kelas Internasional. Se­jum­lah professor dan doktor dari Internasional dihadirkan seba­gai keynote speaker.

Seperti Prof. Dave Holmes R.N.Ph.D (Assiate Dean Ottawa University Kanada), Dr. Surasak Soonthorn (Boro­marajonani Nursing Collage Saraburi Thailand), serta Prof. Siswanto Wilopo (Ketua Prodi S2 IKM FK Universitas Gadjah Mada Yogyakarta).

Menurut Surasak Soon­thorn, pelayanan kesehatan harus adil dan tidak boleh membedakan pasien dari segi agama, suku, ras, golongan dan jumlah penghasilan.

Sementara di Indonesia sen­diri, pelayanan kesehatan ma­sih membeda-bedakan pa­sien antara yang berpeng­hasilan dengan pasien yang kurang berpenghasilan, yang dapat dibuktikan dengan pem­bukaan kelas bagi pasien.

Untuk pasien di kelas VIP akan dilayani istimewa, se­mentara yang di kelas bawah kurang diperhatikan.

Dia menilai, untuk me­ning­katkan kulitas pelayanan pada pasien, dibutuhkan tem­pat yang nyaman, sehingga ikut membantu percepatan kesembuhan pasien.

Dicontohkan, di beberapa negara berkembang, pem­ba­ngunan villa tidak hanya dipe­runtukan sebagai tempat rek­reasi saja, tapi juga sebagai tem­pat pelayanan kesehatan, se­hingga selama menjalani pe­ngobatan pasien merasa betah seperti berada di rumah sen­diri.

Sementara itu, Profesor Siswanto Wilopo, yang lebih fokus membahas masalah ke­se­hatan ibu dan bayi meng­ungkapkan bahwa kon­disi kesehatan ibu dan bayi di Indo­nesia mengalami penu­ru­nan semenjak 10 tahun ter­akhir.

Dari data yang ada, angka kematian ibu dan bayi di Indonesia, menurut Siswanto Wilo­po, cenderung meningkat pada akhir 2012. “Kesehatan ibu dan bayi sangat menggam­bar­kan derajat kesehatan seca­ra keseluruhan,” kata Siswan­to.

Di Sumbar sendiri, menu­rut Sis­wanto, angka kematian ibu dan bayi juga masih tinggi. Selain kesalahan pemerintah, kesada­ran masyarakat untuk hidup sehat juga masih ku­rang, sehing­ga perhatiannya perlu diting­katkan lagi.

Menurut Siswanto Wilo­po, si­kap masyarakat lebih cen­de­rung mengobati dari­pada men­­­jaga kesehatan. Ia men­con­­tohkan, di beberapa rumah sakit banyak pasien yang men­de­rita diare. Padahal untuk lang­kah awalnya bisa dilak­sanakan di rumah, dan baru di­bawa ke rumah sakit jika me­mang kondisinya sa­ngat parah.

Hal itu membuktikan bah­wa pendidikan kesehatan bagi ma­syarakat sangat minim. Padahal tindakan pencegahan lebih baik daripada mengobati. “Banyak masalah kesehatan yang harus ditangani bersama, dan banyak kebijakan peme­rintah yang harus dievaluasi untuk mening­katkan pela­yanan kesehatan di Indone­sia,”ujar Siswanto.

Juga ikut sebagai pem­bicara dalam seminar Inter­nasional ini, Ketua STIKes Fort de Kock Bukitinggi NS Hj. Evi Hasnita S.Pd M.Kes dan Indra Lesmana dari Universitas Esa Unggul Jakarta. (*)

sumber: padangekspres.co.id

 

Mempelajari
UU No.17/2023 Tentang Kesehatan

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Ut elit tellus, luctus nec ullamcorper mattis, pulvinar dapibus leo.

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Ut elit tellus, luctus nec ullamcorper mattis, pulvinar dapibus leo.

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Ut elit tellus, luctus nec ullamcorper mattis, pulvinar dapibus leo.