Refleksi untuk Indonesia dan Follow-up

 

Simposium ini ditutup oleh Sara Bennet dari Johns Hopkins University selaku Ketua Health Systems Global yang baru pada Jumat, 3 Oktober 2014 sore. Sebagai kesimpulan, sistem kesehatan global akan dan harus mengarah pada people-centred health system. Pergerakan ini harus didukung oleh para peneliti, pembangunan kapasitas di semua level (masyarakat, pelaku program kesehatan, pengambil kebijakan, dan peneliti sistem kesehatan), dan menjadikan pergerakan ini sebagai sesuatu inklusif dan tidak eksklusif seperti banyak program atau penelitian kesehatan yang selama ini telah berlangsung. Hal yang perlu diingat oleh setiap anggota sistem kesehatan adalah untuk selalu melakukan aksi setiap harinya di level lokal, agar dapat mempengaruhi perbaikan di level global.

 

 

Berikut ini beberapa rekomendasi hasil Simposium antara lain:

  1. Perlu inklusivitas masyarakat dalam pengembangan sistem kesehatan global;
  2. Perlu dilakukan pengembangan metodologi penelitian yang kuat dalam mendukung penelitian sistem kesehatan;
  3. Perlu dilakukan pengembangan kapasitas penelitian di semua level;
  4. Keberlangsungan kerjasama intersektoral dan lintas pemangku kepentingan-masyarakat-peneliti kesehatan untuk pengembangan riset sistem kesehatan.

Rekomendasi di atas termuat dalam pernyataan Health System Global dari pertemuan di Cape Town dan dapat diunduh melalui link berikut: http://hsr2014.healthsystemsresearch.org/.

Sara Bennet mengumumkan pemenang kontes poster penelitian serta mengucapkan terima kasih khusus kepada para panitia yang telah bekerja keras menyukseskan acara ini, terutama kepada Prof. Lucy Gilson dan Prof. Di McIntyre.
Simposium Health System Research yang akan datang akan diadakan di Vancouver pada bulan November 2016. Suarakan hasil penelitian dan advokasi Anda di perayaan global mendatang dan lakukan aksi nyata di level lokal untuk perubahan global.

 

 

 

Refleksi untuk Indonesia

Sebagai penafsiran selama mengikuti Simposium di Cape Town, anggota tim PKMK FK UGM mengambil beberapa hal yang menarik. Dua isu penting yang dapat direfleksikan dengan keadaan di Indonesia mencakup:

A. Topik “People-Centered dalam Sistem Kesehatan”

Dalam refleksi ini ada beberapa pertanyaan yang pada sesi pengantar mengikuti Simposium sudah ditekankan. Pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah:

  1. Apakah sistem kesehatan di Indonesia sudah menempatkan masyarakat sebagai hal yang utama?
  2. Apakah sistem kesehatan di Indonesia mencerminkan hubungan antar lembaga yang baik dan mempunyai aspek-aspek kemanusiaan?
  3. Apakah kebijakan-kebijakan besar di sistem kesehatan Indonesia (misal kebijakan JKN, desentralisasi kesehatan, penurunan kematian ibu dan bayi, penanganan AIDS, kesehatan jiwa, dan lain-lain) sudah menempatkan masyarakat di tempat yang utama?

Untuk menjawab pertanyaan di atas, secara garis besar memang people center sudah mulai dibahas dalam kebijakan kesehatan di Indonesia, walaupun belum masuk secara mendalam. Sebagai gambaran dalam berbagai kebijakan pemerintah sudah digambarkan mengenai pentingnya pelayanan terhadap masyarakat miskin, atau terpinggirkan dalam pembiayaan kesehatan Askeskin, Jamkesmas, atau sekarang JKN. Namun perlu dicatat bahwa apa yang tertulis dalam kebijakan perlu untuk dipantau dan dimonitoring pelaksanaannya.

Dalam konteks adopsi People Centered oleh peneliti kebijakan, pada Forum Nasional ke V Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia di Bandung pada tanggal 24-26 September 2014, topik ini telah banyak dibahas. Sebagai gambaran berbagai Policy Brief yang sedang dikembangkan pasca pertemuan nasional di Bandung pada hari Jumat tanggal 26 September 2014 banyak membahas People-Centered Health System, misal:

  • Bagaimana agar masyarakat di daerah sulit dapat memperoleh keadilan dalam sistem Jaminan Kesehatan Nasional?
  • Bagaimana kelompok marginal dalam masalah AIDS dan kesehatan jiwa dapat memperoleh perhatian cukup dari pemerintah?
  • Bagaimana pendidikan tenaga kedokteran dan kesehatan dapat disiapkan untuk melayani mereka yang berada di daerah sulit?

Namun aspek people-centre ini masih perlu dikembangkan lebih lanjut di Indonesia. Kebijakan-kebijakan kesehatan perlu dianalisis dan juga penelitian-penelitian kebijakan kesehatan apakah sudah menggunakan konsep ini atau belum. Faktanya, memang ada kemungkinan hanya masalah istilah saja.

B. Untuk Peneliti Kebijakan Kesehatan

Relevansi isi Simposium di Cape Town dengan penelitian di Indonesia adalah seringkali sebagai peneliti, kelompok peneliti belum menempatkan masyarakat dan praktisi program kesehatan sebagai mitra utama. Agenda penelitian masih banyak yang diarahkan oleh kepentingan donor atau tidak diangkat oleh mereka yang ada di lapangan dan masyarakat yang merasakan di titik hilir, keberhasilan (atau kegagalan) sistem kesehatan tersebut.

Simposium ini menekankan bahwa sudah saatnya para peneliti, pembuat kebijakan, dan masyarakat bergerak ke arah kolaborasi yang benar-benar menjawab permasalahan sistem kesehatan di lapangan.

Salah satu pertanyaan dan pesan penting yang disuarakan dalam sesi penutup ini adalah: pengetahuan seperti apa yang berguna? Jawabannya adalah: pengetahuan yang membawa perbaikan dalam sistem kesehatan.

Hal ini yang menjadi tantangan bagi peneliti kebijakan kesehatan di Indonesia. Apakah hasil penelitiannya dapat memperbaiki kebijakan yang ada sehingga memberikan manfaat yang lebih besar untuk masyarakat? Ataukah penelitiannya cenderung lebih banyak memberi manfaat pada peneliti dan lembaga penelitiannya untuk naik pangkat ataupun mendapat penghasilan dari penelitiannya.


Catatan akhir

Sebagai catatan akhir tim PKMK FK UGM selama mengikuti Simposium, ada beberapa hal yang dapat dikembangkan di Indonesia:

Penguatan kapasitas dalam praktek dan penelitian kebijakan

  1. Ideologi kebijakan perlu ditekankan, people-centered merupakan hal yang ideologis.
  2. Metode penelitian untuk kebijakan perlu lebih dikembangkan, tidak cukup metode kuantitatif saja.
  3. Pentingnya penggunaan ilmu-ilmu sosial dalam riset kebijakan. Penggunaan ini tidak terbatas pada ilmu ekonomi dan sosiologi, namun juga ilmu antropologi untuk memahami bagaimana proses pengambilan kebijakan dan keadaan pemberi pelayanan.
  4. Pengembangan think-tank untuk membantu kebijakan. Keberadaan think-tank perlu diperkuat dengan peneliti kebijakan yang handal.
  5. Perlunya pelatihan-pelatihan mengenai metode analisis kebijakan dan riset kebijakan.

Pendalaman berbagai aspek dalam sistem kesehatan

  1. Aspek Equity dalam asuransi kesehatan
  2. Aspek SDM dan insentif bekerja.
  3. Aspek governance dalam sistem pelayanan kesehatan.

Bagaimana tindak lanjut nyatanya?

Sebagai tindak lanjut keikutsertaan tim PKMK FK UGK dalam Global Simposium III di Cape Town, direncanakan akan dilakukan beberapa hal di UGM:

  • Diskusi Webinar apakah people-center dalam kebijakan kesehatan di Indonesia sudah diterapkan? Refleksi dari keikutsertaan tim PKMK di Cape Town akan dibahas secara mendalam. Waktu: Minggu ke-3 Oktober 2014.
  • Penguatan Peran Perguruan Tinggi dalam pengembangan kebijakan kesehatan yang akan dibahas dalam pertemuan IAKMI di Padang.
  • Workshop Pengembangan think-tank di sektor kesehatan yang akan dilaksanakan akhir November 2014. KSI
  • Diskusi Webinar: Pengembangan metode penelitian Kuantitatif dan Kualitatif untuk riset kebijakan kesehatan.
  • Pengembangan Modul-Modul untuk Pelatihan Analisis Kebijakan Kesehatan.
  • Pelatihan analisis kebijakan dan kebijakan. Awal tahun 2015.
  • Pelatihan Result Based Financing di tahun 2015.

Penulis:
Tim PKMK FK UGM di Cape Town

Laksono Trisnantoro, Tiara Marthias, Retno Siwi Padmawati, Putu Andayani, Faozi Kurniawan, dan Ari Probandari (FK UNS).

 

{jcomments on}

 

Workshop Policy Brief

dumilah26sept

Reportase lain :   Hasil Kegiatan Policy brief

Sesi bedah buku Kebijakan Kesehatan Prinsip dan Praktik oleh Dr. Dumilah Ayuningtyas

dumilah26septHari ketiga ini para peserta lebih banyak dilibatkan dalam latihan pembuatan policy brief. Acara diawali dengan sesi bedah buku yang dipresentasikan oleh Dr. Dumilah Ayuningtyas, MARS. Beliau membedah kebijakan kesehatan dilihat dari sisi prinsip (text book) dan praktik yang disajikan dalam beberapa contoh kasus. Isu yang diangkat adalah mengenai hubungan pusat dan daerah maupun hubungan policy maker dengan akademisi maupun peneliti.

Beberapa topik yang dibahas dalam bedah buku ini meliputi pengembangan kebijakan kesehatan yang menjelaskan tahapan dan pendekatan pengembangan kebijakan serta pembuatan kebijakan. Pemahaman mengenai proses pengembangan kebijakan menjadi penting untuk melahirkan proses yang benar dan meningkatkan efektivitas kebijakan tersebut. Tahap selanjutnya adalah menganalisa kebijakan yang dapat dilakukan dengan riset terapan untuk mendalami masalah dan isu kesehatan masyarakat serta menemukan solusinya. Dalam implementasi kebijakan tentunya melibatkan pula para pemangku kepentingan. Perlu batasan yang jelas siapakah pemangku kepentingan dan bagaimana perannya dalam kebijakan kesehatan. Selain itu analisa lingkungan politik, ekonomi, sosial, budaya, dan kebijakan bidang kesehatan mempunyai pengaruh yang penting dalam mempengaruhi kebijakan kesehatan.

Fungsi kontrol dengan monitoring dan evaluasi perlu diterapkan pada proses pengembangan kebijakan agar implementasi kebijakan dapat berjalan dengan baik dan menjawab permasalahan yang menjadi dasar terbentuknya kebijakan. Selain itu dengan adanya evaluasi seharusnya dapat memperjelas seberapa jauh kebijakan dan implementasinya dapat mencapai tujuan. Peran rekomendasi dan advokasi kebijakan juga memegang peranan penting karena dengan adanya rekomendasi kebijakan yang baik akan membawa penguatan pada proses pengembangan kebijakan.

Pembahasan dari topik-topik tersebut mendapat tanggapan dari beberapa peserta. Mereka memberikan tanggapan bahwa penting untuk memastikan bahwa policy brief sudah pro public. Ada pula peserta dari Polewali Mandar yang menceritakan kondisi di daerahnya bahwa pengaruh legislatif sangat besar dalam pengambilan keputusan di daerahnya. Bahkan keputusan pemilihan lokasi puskesmas juga ditentukan oleh legislatif daripada pemerintah daerah setempat. Selain itu saran untuk penulis adalah menambah contoh-contoh kasus agar pembaca lebih paham dan untuk perbaikan dari buku ini ke depan.

Kebijakan Kesehatan : Prinsip dan Praktik
Dumilah Ayuningtyas

  Materi      Video

 

Policy Brief Mereformasi Kebijakan Publik

LT 26septTahun 2014, Indonesia merayakan euforia pemerintahan baru. Politisi kuda hitam dan putih berlari di senayan mencari rumput hijau. Apakah kita akan menjadi Indonesia yang lebih baik? Akademisi sebagai tombak pendidikan harus dilibatkan. Harus ada revisi terhadap peraturan perundang-undangan maupun Perpres.

Akademisi memberikan evidence based terhadap kualitas undang-undang, apakah akan diganti atau direvisi. ” policy brief salah satu cara untuk memberi masukan untuk pemerintahan baru”, kata Prof Laksano Trisnantoro, MSc.,Phd saat diskusi pengembangan policy brief untuk pemerintahan baru di UNPAD, Jumat (27/9/2014).

Board PKMK FK UGM ini mengungkapkan undang-undang bisa menjadi sesuatu yang tidak sempurna ketika ada tekanan politik dan waktu. Undang-undang diketok dalam kondisi yang tidak ideal. Seharusnya akademisi bisa dilibatkan untuk menjembatani masalah ini. Akademisi membuat policy brief berdasarkan evidence.

Kenyataannya, terdapat jarak peneliti dan pembuat kebijakan. Peneliti tidak dilibatkan dalam pembuatan kebijakan. Situasi ini akan memperburuk kualitas penyusunan regulasi di Indonesia. JKKI menjadi lilin sebagai penerang masalah ini.

Saat ini Jaringan kebijakan kesehatan indonesia berkumpul di UNPAD. Anggota JKKI menyusun policy brief untuk pemerintahan Jokowi. Policy brief yang disusun dari 7 Pokja yaitu kebijakan Pelayanan kesehatan, kebijakan pembiayaan kesehatan, kebijakan kesehatan ibu dan anak, kebijakan HIC/ AIDS, kebijkan gizi, kebijakan kesehatan Jiwa masyarakat, kebijakan pendidikan SDM kesehatan, dan kebijakan pelayanan kesehatan. Policy brief lemah di pelaksanaan monitoring dan evaluasi kebijakan. Oleh karena itu diperlukan strategi jitu untuk mengatasi fenomena ini oleh para ahli kebijakan.
 

Penyusunan Policy Brief untuk pemerintahan baru
Laksono Trisnantoro

  Materi      Video

HOW TO WRITE A POLICY BRIEF – IDRC

  Materi

 

 

 

 

Keynote Speech

keynote

Prof. dr. Armida Alisjahbana, SE
(Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional / Kepala Bappenas)

keynoteArmida Alisjahbana dalam sambutannya sebagai keynote speech mengatakan menyambut baik Forum Nasional Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia V ini, yang mana bisa mengumpulkan hampir semua pemangku kepentingan dari pembangunan kesehatan. Sementara dari kegiatannya juga meningkat dengan topik-topiknya yang terus berkembang tidak hanya isu-isu di pembangunan bidang kesehatan saja yang dibahas secara mendalam diantara lintas profesi dan lintas pemangku kepentingan tetapi diikuti dengan upaya tindak lanjut- tindak lanjut diantaranya dengan membuat policy brief, yang akan disampaikan kepada para perumus kebijakan terutama baik pusat maupun daerah. Armida juga mengatakan dari segi timing FJKKI V ini juga timely.

Armida mengatakan bahwa kemarin sore ditemui oleh tim transisi yang dipimpin oleh Rini Sumarno untuk segera menindaklanjuti penyusunan arah RPJMN yang tahap ini. Selanjutnya Armida akan menyerahkan laporan untuk penyusunan RPJMN 2015-2019. Relevansi Forum Nasional Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia V ini untuk memberikan sumbang saran yang berarti termasuk bagi perumusan RPJMN tahun 2015-2019 khususnya untuk prioritas nasional di bidang kesehatan. “Silakan memberikan masukkan ke Bappenas karena Bappenas secara Undang-Undang adalah badan yang resmi untuk menyusun RPJMN sesuai dengan visi dan misi presiden terpilih”.

Referensi RPJMN adalah (1). evaluasi dari implementasi apakah yang sudah dilakukan pemerintah selama ini (dapat dilihat dari RPJMN 2010-2014 dan untuk jangka panjanag RPJPN 2005-2025) dan spesifik apa arahannya khusunya bidang kesehatan. (2) evaluasi dari RPJMN 2010-104 yang sedang berjalan diberbagai bidang termasuk kesehatan. (3) series dari background studies bidang kesehatan yang sudah dilakukan oleh bappenas selama 1 tahun penuh pada tahun 2013 yang lalu. (4) aspirasi masyarakat. Keempat referensi ini yang membentuk rancangan teknokratik yang sudah dilakukan oleh Bappenas, kemudian rancangan teknoktratik ini yang akan di-adjust dengan visi misi presiden terpilih.

Pencapaian MDGs Indonesia, goes 4 adalah menurunkan angka kematian anak, goes 5 adalah peningkatan kesehatan ibu, dan goes 6 adalah memerangi HIV/AIDS, TB dan Malaria. Dalam 4 indikator MDGs 4, 2 indikatornya offtrack. Untuk indikator MDGs 5, dari 6 indikator 1 indikatornya off track, yaitu kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup dimana AKI Indonesia pada tahun 2007 sebesar 228 per 100.000 Kelahiran Hidup (sdki 2007) namun AKI Indonesia pada tahun 2012 naik menjadi 359 per 100.000 kelahiran hidup. Untuk MDGs 6 tidak ada catatan dari Armida

Dalam sambutannya Armida menekankan agar peneliti dan para ahli yang berasal dari lintas disiplin dalam Forum Nasional Jkki V memberikan perhatian pada dua indikator MDGs 4 yang offtrack yaitu kematian bayi per 1000 kelahiran hidup, dan kematian balita per 1000 kelahiran hidup. Offtrack ini berfungsi untuk membantu kemajuan pencapaian tujuan. Sertamemperhatikan implementasi desentralisasi daerah (peran pemerintah daerah), dan pemberdayaan masyarakat. Menurut Armida, masih ada sesuatu yang missing pada dua hal ini, yang harus diketahui.

 

  Video

 

 

Overview Kegiatan

 

Overview Kegiatan Forum Nasional V JKKI

 

 

Kebijakan Kesehatan Ibu dan Anak

Kebijakan HIV / AIDS

Kebijakan Pendidikan Tenaga Kesehatan

Kebijakan Pembiayaan Kesehatan / Asuransi

Kebijakan Gizi Masyarakat

Kebijakan Kesehatan Jiwa

 

 

 

Video Pameran

Pengantar Forum Nasional V JKKI
Bagian 1. Pendahuluan

Pengantar Forum Nasional V JKKI
Bagian 2. Landasan Teori


Pengantar Forum Nasional V JKKI
Bagian 3. Metode Penelitian

Pengantar Forum Nasional V JKKI
Bagian 4. Pembahasan Skenario 12 Propinsi


Pengantar Forum Nasional V JKKI
Bagian 5. Analisis dan Saran Kebijakan


 

 

 

 

Video Pameran

 


AIPHSS – Ria Febriany Arif

PML Papua – Sutedjo, SKM, M.Kes


AIPMNH

Dr. Ignatius Henyo Kerong

Program MAMPU – Asken Sinaga


Sister Hospital NTT
Dwi Handono Sulityo, M.Kes

 


 

 

 

Overview Third Global Symposium on Health Systems Research

Beberapa hari setelah Forum Nasional V Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia, di Cape Town Afrika Selatan, diselenggarakan Third Global Symposium on Health Systems Research. Pertemuan ini merupakan yang ketiga setelah di Montreux (2010), dan Beijing (2012). PKMK FK UGM terlibat selama 3 kali pertemuan dengan mengikuti secara aktif. Forum ini memang menjadi acuan utama kegiatan pengembangan penelitian kebijakan dan sistem kesehatan di dunia.

Misi Simposium Health Systems Global adalah untuk mengumpulkan peneliti, pengambil kebijakan, dan pelaksana kegiatan di seluruh dunia untuk mengembangkan penelitian sistem kesehatan dan menggunakan kapasitas bersama untuk menciptakan, berbagi, dan menerapkan pengetahuan untuk memperkuat sistem kesehatan. Kegiatan ini diharapkan dapat mencapai visi dimana masyarakat, peneliti dan pengambil kebijakan global dapat saling terhubung sehingga dapat menyumbang ke status kesehatan yang lebih baik, keadilan yang lebih baik, dan juga kesejahteraan yang meningkat.

Tema Simposium ke-3 adalah:

Science and practice of people-centred health system.

Apa yang dimaksud dengan people-centred health system?
Menurut Skeih dkk di majalah Health Policy and Planning (2014), ada empat ciri people-centred health system:

  1. Menempatkan keinginan dan kebutuhan masyarakat sebagai hal utama dalam sistem kesehatan
  2. Pelayanan kesehatan yang memberikan perhatian utama untuk masyarakat yang dilayani;
  3. Sistem kesehatan sebagai sebuah kelembagaan sosial;
  4. Ada nilai-nilai yang mengarahkan sistem kesehatan.

Dengan tema ini, maka tujuan spesifik Simposium ke-3 ini adalah:

  1. Membahas berbagai hasil penelitian terakhir yaitu pengembangan sistem kesehatan dan berfokus pada masyarakat. Cakupannya meliputi hal-hal yang konsepsual ataupun hasil penelitian primer dan sekunder.
  2. Menemukan dan membahas pendekatan-pendekatan penelitian yang membahas tema dan memperkuat metode riset;
  3. Mengembangkan kemampuan peneliti, pengambil kebijakan, praktisi, aktivis, dan pengelola lembaga-lembaga sipil untuk menyelenggarakan dan menggunakan penelitian sistem kesehatan ke tema yang ada;
  4. Memperkuat masyarakat pembelajar dan platform untuk translasi pengetahuan, untuk mendukung people-centred health systems secara lintas disiplin, lintas sektor dan antar negara.

Struktur terdiri atas 2 hari pre-Simposium dan 3 hari Simposium. Kegiatan-kegiatan tersebut diselenggarakan di International Convention Center di Capet Town yang indah, di dekat pelabuhan. Struktur Kegiatan dapat dilihat di bagian akhir artikel ini

 

 

 

 

 

 

Tujuan Laporan

Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK UGM mempunyai tradisi dimana setiap anggota yang pergi mengikuti kongres ilmiah di berbagai belahan dunia harus memberikan laporan tertulis mengenai kegiatan yang sedang diselenggarakan. Tradisi ini diperluas dengan menuliskan di berbagai web sehingga dapat dinikmati oleh seluruh peneliti, pelaku dan berbagai pihak yang terkait dengan kebijakan kesehatan.

Dengan demikian, akan ada kesempatan bagi pembaca yang tidak hadir di Cape Town dan berniat memahami apa yang terjadi, untuk mengikuti dari jauh. Diharapkan dana yang cukup besar untuk mengikuti kegiatan seperti ini dapat dimaksimalkan manfaatnya, tidak hanya oleh mereka yang berangkat.

Dalam pertemuan tahun ini, dengan tema masyarakat sebagai fokus utama sistem kesehatan, tim pelapor akan melakukan analisis bagaimana implikasi tema ini untuk Indonesia. Ada berbagai pertanyaan penting yang perlu dibahas:

  1. Apakah sistem kesehatan di Indonesia sudah menempatkan masyarakat sebagai hal yang utama?
  2. Apakah sistem kesehatan di Indonesia mencerminkan hubungan antar lembaga yang baik dan mempunyai aspek-aspek kemanusian?
  3. Apakah kebijakan-kebijakan besar di sistem kesehatan Indonesia (misal kebijakan JKN, desentralisasi kesehatan, penurunan kematian ibu dan bayi, penanganan AIDS, kesehatan jiwa, dan lain-lain) sudah menempatkan masyarakat di tempat yang utama?

Pembahasan-pembahasan ini akan dilakukan secara tertulis dengan judul implikasi bagi Indonesia. Diharapkan ada diskusi di web dalam hal implikasi ini.

Laporan ini tersusun atas laporan yang di-upload secara harian dengan mengacu pada sidang-sidang pleno sebagai materi utama pelaporan. Di samping itu ada berbagai satelit dan sesi-sesi parallel yang akan dilaporkan. Anda dapat mengikuti laporan ini dengan membuka web ini tiap hari. Silahkan mengikuti

 

 

 

Sesi Pleno, 25 September 2014

25septpleno3

Monitoring dan Evaluasi Jaminan Kesehatan Nasional

25septpleno3Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN),di bawah naungan BPJS,telah berjalan hampirsembilan bulan. Masih banyak ditemui kekurangan dalam pelaksanaan program ini.Butuh pemikiran dan terobosan untuk memperbaiki program agar lebih sesuai harapan.Isu ini ditangkap penyelenggara Forum Nasional V Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia (Fornas V JKKI) 2014. Diskusi berbagai usulan untuk menciptakan program JKN yang lebih baik difasilitasi dalam sesi pleno 3 Fornas V JKKI 2014 ini.

Sesi yang digelar di Ballroom 1 dan 2 hotel Trans Luxury Bandung ini dimoderatori oleh Prof. Dr. HM. Alimin Maidin, dr., MPH.Sebelum mempersilakan pembicara menyampaikan paparan, Alimin membuka sesi dengan pernyataan “JKN harus suskses namun dengan cara yang beda. Karena kita akademisi maka kita kritisi kebijakan JKN ini.”

Pembicara pertama sesi ini adalah dr. Tono Rustiano, MM dari BPJS Kesehatan. Direktur Perencanaan Pengembangan dan Manajemen Resiko ini menyoroti empat masalah yang harus diperhatikan selama pelaksanaan JKN. Pertama terkait kepesertaan. “Di kepesertaan kita harus berupaya mendapatkan peserta sehat, muda dan bekelompok,” tutur alumnus Unpad ini. Permasalahan lainnya terkait menciptakan mekanisme pengumpulan iuran yang cepat tepat waktu, masalah di fasilitas kesehatan, serta terkait tarif yang dibangun agar lebih adil bagi semua pihak.

Permasalahan terkait pelaksanaan JKN ini juga diamati oleh dr. Adang,perwakilan Dewan Jaminan Sosial Nasional(DJSN). Hasil Monev JKN oleh DJSN menghasilkan beberapa temuan penting. Pertama dari aspek regulasi. Diakui dr. Adang, penyusunan regulasi ini sudah tersendat-sendat dari awal. Regulasi belum secara jelas dijabarkan pada peraturan turunan atau pedoman pelaksanaannya. Selainitu terdapat produk hukum penyelenggaraan JKN yang tidak sinkron dengan peraturan perundang-undangan yang lebihtinggi.Dari aspek kepesertaan ditemukan banyaknya peserta mandiri yang baru mendaftar sebagai anggota BPJS bila sudah sakit. Aspek fasilitas dan layanan kesehatan dalam era JKN ini ditemukan masih belum baik. Aspek manfaat dan iuran juga belum optimal.

Menyikapi berbagai temuan ini, Prof. dr. Laksono Trisnantoro, Ph.D dari PKMK UGM menyampaikan tanggapannya. “Kami lihat, masalah terdapat pada desain kebijakannya. Ada pasal maupun Permenkes yang tidak benar. Bukan pada pelayanannya.” Laksono juga menyampaikan solusi untuk berbagai masalah yang muncul dalam pelaksanaan JKN ini. Pertama adalah perlu ada perubahan kebijakan dan penambahan anggaran kesehatan. BPJS diharapkan harus dapat mengatasi problem adverse selection di non-PBI Mandiri. Perlu juga ada kebijakan investasi di daerah sulit termasuk penggunaan dana kompensasi. Terakhir, Laksono menekankan perlunya monitoring dan evaluasi lebih lanjut dengan menggunakan data empirik.

Harapan dan usulan untuk JKN yang lebih baik juga disampaikan oleh Dr. Henni Djuhaeni, dr. MARS. Henni berharap pelayanan kesehatan yang diberikan dapat lebih bermutu dan profesional. “Artinya sesuai standar dan memuaskan pelanggan. Pelanggan disini bukan hanya masyarakat atau pelanggan eksternal tetapi juga pelanggan internal yaitu provider.”Agar JKN lebih baik, Henni mengingatkan akan pentingnya kejujuran menerima kekurangan diri. “Kalau BPJS ada kekurangan, harus mau menerima masukan dari akademisi misalnya FK atau dari forum seperti JKKI,” jelasnya. Dalam penyusunan regulasi, Henni berharap disusun sebuah undang-undang sistem kesehatan, bukan hanya undang-undang kesehatan.

Reporter: drg. Puti Aulia Rahma, MPH

 

Monitoring penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional Tahun 2014
Kalsum Komariah (pusat pembiayaan dan jaminan kesehatan)

  Materi     Video

dr. Tono Rustiano, MM dari BPJS Kesehatan.

  Video 

Hasil monitoring dan evaluasi implementasi jaminan kesehatan nasional: semester I tahun 2014
dr. Adang

  Materi     Video

Pembahas: Prof. dr. Laksono Trisnantoro

  Materi     Video

Pembahas: Dr. Henni Djuhaeni, dr. MARS

  Video 

Sesi Diskusi dan Tanya Jawab

  Video 

 

Universal Coverage Lesson Learnt from Several Countries

Sesi ini seharusnya dapat menjadi sesi yang paling menarik dalam Forum Nasional V JKKI karena membahas topik yang tidak pernah lepas dibahas pada berbagai pertemuan kesehatan, yaitu Cakupan Semesta dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Apa benar tahun 2019 seluruh masyarakat Indonesia akan tercakup dalam skema jaminan kesehatan?

johnJohn Lengenbrunner (juga senang dipanggil sebagai pak Joko) sebagai pembicara pertama membahas mengenai hubungan antara MDG dengan UHC. Lengenbrunner yang juga memiliki pengalaman bekerja di Word Bank tersebut mengatakan bahwa sebenarnya sulit untuk menghubungkan hal tersebut.

Di awal presentasinya, Lengenbrunner mengungkapkan berbagai pencapaian dan tantangan MDG di Indonesia (pernyataan-nya cukup keras, mengatakan kinerja Indonesia “seperti di negara miskin”) kemudian menggabungkannya dengan konsep UHC dari WHO yang terkait dengan cakupan, manfaat dan proteksi finansial. Pencapaian MDG dan pencapaian konsep UHC tersebut kemudian digabung untuk menjelaskan hubungan diantara keduanya, namun pada pembicaraan selanjutnya pak Joko ini lebih memfokuskan diri ke tantangan yang dihadapi oleh Indonesia untuk mencapai konsep UHC dari WHO.

Cakupan semesta mendapatkan tantangan dari belum tercakupnya (atau sangat lambatnya) peserta dari sektor informal, namun Thailand, Cina, Philiphina dan Vietnam sudah memiliki pengalaman untuk mengatasi hal ini. Ini menarik dan dapat dipertimbangkan oleh Indonesia. Manfaat pelayanan kesehatan mendapatkan tantangan dengan adanya fragmentasi pembiayaan dan pelayanan untuk penyakit-penyakit tertentu seperti TB HIV/AIDS, sistem rujukan antara pelayanan primer ke tingkat lanjut. Dicontohkan Thailand baru dapat membangun sistem rujukan yang baik setelah berusaha sejak tahun 1985-an. Proteksi finansial juga mendapatkan tantangan dimana peningkatan cakupan asuransi belum menurunkan biaya kesehatan yang dikeluarkan oleh masyarakat.

ascoBerbeda dengan pembicara pertama, Ascobat Gani sebagai pembicara kedua menekankan tentang kebiasaan pengambil keputusan di Indonesia yang sering mengikuti trend/mode kebijakan internasional tanpa memperhatikan konsep dasar kebijakan baru dan keberlangsungan antar kebijakan serta alokasi sumber daya untuk meneruskan kebijakan lama. Presentasi Gani lebih menekankan kritiknya tetang JKN yang tidak memperhatian aspek kesehatan masyarakat.

Gani kembali menjelaskan konsep UHC yang menekannya pentingnya baik pelayanan kuratif maupun preventif (WHO dan World Bank pada bulan Mei 2014). Peningkatan pelayanan public health memerlukan Dinas Kesehatan yang kuat, Puskesmas yang efektif, dana yang cukup, tenaga kesehatan masyarakat yang cukup. Sedangkan di pelayanan kesehatan diperlukan proteksi keuangan, suplai tenaga kesehatan dan alat yang cukup serta efektivitas sistem gate keeper di Puskesmas. Setiap tantangan dan inisiatif ini kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam presentasi professor yang juga pernah menjabat sebagai Dekan FKM UI ini.

Sedangkan Peter Hyewood sebagai pembicara terakhir memilih fokus pembahasan dalam hal teknis, yaitu penggunaan teknologi informasi (IT) dalam pelayanan kesehatan khususnya untuk distribusi tenaga kesehatan di pelayanan kesehatan tingkat primer.
Staf pengajar dari Universitas Sydney ini mengawali presentasinya dengan menjelaskan situasi jumlah dan distribusi tenaga kesehatan ditingkat kabupaten berdasarkan hasil penelitian di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2009. Hasil penelitian tersebut kemudian menjadi dasar dari Hyewood untuk mengusulkan pengembangan sistem informasi tenaga kesehatan yang dapat membantu perencanaan dan monitoring dan evaluasi tenaga kesehatan.

Sesi presentasi dilanjutkan dengan sesi diskusi yang sangat dinamis, peserta dari beragam kalangan menanyakan dan memberikan padangan berbagai hal terkait dengan topik pembicaraan, antara lain tentang peran Puskesmas (apakah perlu dibubarkan saja?), integrasi berbagai program kesehatan di daerah (apa perlu kembali ke sistem sentralisasi?), kemampuan perencanaan kegiatan dan anggaran dinas kesehatan (mengapa dana berlimpah tapi tidak dapat di serap?)

Kesimpulan utama dari sesi pleno ini, adalah bahwa Indonesia memiliki tantangan besar untuk mewujudkan konsep UHC dari WHO dan Indonesia perlu memberikan fokus perhatian yang seimbang untuk pelayanan preventif disamping untuk pelayanan kuratif (hd).

 

MDG dan UHC: Bagaimana Pengalaman Global?
Menghubungkan tangangan dan Peluang untuk Indonesia – John Langenbrunner

  Materi     Video

Implementation of Universal Health Coverage in Indonesia: Space for Improvement in Post-MDGs Era Ascobat Gani

  Materi     Video

Internationally supported health projects in West Java: lessons learnt and the way forward
Peter Heywood

  Materi     Video

 

Mengupas masalah implementasi JKN di berbagai daerah.

25septpleno5Sesi pleno 5 pada Kamis (25/9/2014) dibuka dengan pemaparan Prof. Dr. Nanan Sekarwana, dr., Sp. A (K)., MARS., mengenai permasalahan implementasi JKN di Jawa Barat. “Sistem yang baru berjalan perlu perbaikan dimana-mana karena distribusi beban yang tidak merata” ucap dr Nanan mengawali sesi ini. JKN yang baru saja berjalan selama hampirsembilan bulan memang masih sarat dengan masalah masalah yang perlu terus diatasi. Pelayanan JKN yang merata merupakan harapan besar dari berbagai pihak. Tidak hanya peserta, hal tersebut juga menjadi harapan besar dari provider kesehatan maupun penyelenggara (BPJS). Namun, apakah implementasi JKN sudah memenuhi harapan itu? Tentu saja belum. Ada beberapa masalah implementasi JKN di Jawa Barat yang diungkapkan oleh Guru besar FK UNPAD ini, antara lain: permasalahan sistem rujukan, kurang optimalnya implementasi clinical pathway, perbedaan keinginan antara BPJS dengan dokter, kurangnya pemahaman terhadap buku panduan layanan BPJS, banyaknya kepesertaan mendadak, dan keterlambatan klaim. Permasalahan tersebut jika tidak diatasi dapat berdampak besar pada kendali mutu dan kendali biaya.

Permasalahan implementasi JKN lainnya dipaparkan oleh dr. Koamesah Sangguana, MMR., MMPK yang mengulas secara jelas kendala dan permasalahan JKN di Provinsi NTT. “NTT adalah provinsi dengan pulau yang banyak. Kesulitan akses masih sering kali dialami apalagi untuk implementasi JKN,” tuturnya saat menjelaskan gambaran daerah Provinsi NTT. Rumah sakit yang ada di NTT sebagian besar adalah Tipe D dan C sehingga klaim yang diajukan sebagian besar adalah klaim sederhana. Masalah lainnya yang dihadapi oleh rumah sakit saat ini adalah klaim yang belum terbayar sejak Mei hingga saat ini. Keterbatasan tenaga dokter menjadi sumber masalah dalam penetapan dana kapitasi Puskesmas. Masalah JKN di Puskesmas menjadi semakin rumit dengan belum adanya Puskemas yang berstatus BLUD sehingga dana kapitasi yang sudah ada masuk ke kas daerah. Kondisi tersebut menambah masalah baru, karena dana yang masuk ke kas daerah cenderung sulit keluar. Masalah lainnya adalah sebanyak 34,89% masyarakat di Provinsi NTT belum ter-cover. Hambatan lainnya menyangkut fasilitas non-kesehatan, seperti ketersediaan transportasi, serta sosialisasi.

Presentasi penutup di sesi Pleno 5 ini dipaparkan oleh dr. Eka Widrian Suradji. P.D yang mengulas implementasi Jaminan Kesehatan di Kabupaten Bintuni, Papua Barat. Sebelum JKN diimplementasikan, Masyarakat di Kabupaten Bintuni sudah terbiasa dengan pelayanan kesehatan bebas biaya. Hal ini terjadi karena adanya keberpihakan Pemda untuk memberikan pelayanan kesehatan terjangkau kepada masyarakat di Kabupaten Bintuni. Rata-rata sebesar 9% dana APBD dialokasikan untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan bebas biaya. Dengan demikian, tenaga kesehatan di Kabupaten Teluk Bintuni relatif terpenuhi dan pembangunan fasilitas kesehatan yang berkembang pesat. Implementasi JKN ini menyebabkan adanya pengalihan dana kesehatan dari Pemda, antara lain untuk:

  1. Peningkatan Insentif tenaga kesehatan
  2. Menanggung beban biaya pengobatan pasien saat merujuk ke luar Kabupaten Bintuni,
  3. Menambah dana operasional Puskemas untuk kegiatan preventif-promotif.

Implementasi JKN juga memberi dampak negatif pada pelayanan kesehatan di Kabupaten Bintuni, antara lain:

  1. Pendataan kepesertaan yang masiih amburadul, masyarakat harus belajar membawa kartu,
  2. Terjadi konflik internal antara tenaga kesehatan dalam Puskesmas maupun antar Puskesmas
  3. Menurunkan kegiatan preventif-promotif.

” Implementasi JKN merupakan kemunduran bagi Kabupaten Bintuni” ujar dr. Eka. Di akhir presentasinya, pria yang menjabat sebagai Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan, Dinas Kesehatan Kabupaten Bintuni ini menyatakan utilisasi pelayanan kesehatan tidak hanya permasalahan biaya, namun perlu keberpihakan Pemda setempat.

Reportase oleh: Nurul Jannatul Firdausi, S.KM

 

Permasalahan Implementasi JKN di Jawa barat
Prof. Nanan Sekarwana (Pusat Studi Kebijakan Kesehatan FKUP)

  Materi     Video

Lesson-Learnt Pelaksanaan JKN Study Kasus di NTT – dr. SMJ. Koamesah, MMR., MMPK

  Materi     Video

Pelaksanaan Jaminan Kesehatan di Kab. Teluk Bintuni Papua Barat

  Materi     Video

Sesi Diskusi dan Tanya Jawab

  Video

 

Meningkatkan Kepedulian Tenaga Kesehatan terhadap Pasien Gangguan Jiwa

Salah satu factor penyebab gangguan jiwa ialah akibat putus cinta, lalu diikuti stres pekerjaan dan beban hidup lainnya. Hal ini disampaikan oleh Ners Muhammad Sunarto, M. Kep, Sp. Kep. J saat memaparkan “Peningkatan Kompetensi Perawat CMHN dan GP Plus dalam Meningkatkan Kemandirian dan Pemberdayaan Pasien Gangguan Jiwa Berat Pasca Pasung di NTB”. Tak disangka factor perasaan antar individu yang menjadi penyebab utama kasus gangguan jiwa di NTB.

Selain itu, pasien gangguan jiwa di NTB hanya dilayani oleh satu RSJ. Tantangan pelayanan yang dihadapi RSJ tersebut antara lain, melayani pulau Sumbawa dan NTB, akses terbatas, stok obat terbatas dan transportasi yang masih sangat kurang. Jika harus membawa pasien dari satu pulau ke pulau lain, akan sangat berbahaya karena pernah terjadi kasus pasien gangguan jiwa yang terjun ke laut. Namun, jika harus membawa pasien ke RSJ maka harus menempuh jarak yang sangat jauh bisa berhari-hari.

Muncul pula fakta lain bahwa pemasungan yang terjadi di NTB ada yang cukup memprihatinkan, dimana salah seorang pasien dibiarkan tetap menjadi sakit jiwa agar warisannya jatuh ke pihak tertentu. Atau ada juga yang sama sekali tidak terurus kebersihannya karena selama 15 tahun tidak dimandikan. Hal-hal seperti ini yang menggerakan perawat di RSJ untuk memberikan pelatihan pada rekan sejawatnya di Puskesmas. Selain care giver atau keluarga yang merawat pasien gangguan jiwa, dibutuhkan juga perawat di Puskesmas yang melayani pasien gangguan jiwa di wilayahnya. Jadi, yang terpenting staf Puskesmas memiliki empati tinggi untuk mendata dimana saja pasien jiwa tinggal dan bagaimana merawat mereka supaya hak-hak mereka terpenuhi (Wid).

 

{jcomments on}

Kelompok Pengembangan Kebijakan Kesehatan Ibu dan Anak di Indonesia

 Pendahuluan:

Indonesia menghadapi cukup banyak tantangan dalam mencapai target MDGs (4) dan MDGs (5). Data terakhir menunjukan kenaikan yang drastis pada Angka Kematian Ibu (AKI) yaitu 359 per 100.000 kelahiran hidup (SDKI 2012). Sedangkan Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Balita (AKABA) mengalami penurunan yang lambat (SDKI, 2012). Padahal tidak sedikit upaya kebijakan maupun program kesehatan yang telah digagas sebelumnya untuk dapat menyelesaikan permasalahan di bidang Kesehatan Ibu Anak (KIA). Maka evaluasi dan rekomendasi terhadap program KIA dari segi perencanaan hingga implementasinya menjadi fokus utama dalam Fornas ke V JKKI.

Era desentralisasi dan Jaminan Kesehatan Nasional juga menimbulkan tantangan tersendiri. Identifikasi faktor penghambat dan pendukung terhadap proses perumusan, pengembangan dan implementasi kebijakan KIA di era ini penting dilakukan. Minimnya alokasi anggaran pemerintah untuk program KIA dan belum terwujudnya integrasi antar lintas sektoral dan antara pusat – daerah merupakan sebagian dari kebutuhan akan perencanaan dan implementasi yang lebih strategis.

Diperlukan pengkaijan terhadap perencanaan kesehatan berdasarkan bukti serta analisa bottleneck yang telah ada di Indonesia. Peran para akademisi serta praktisi kesehatan saat ini untuk mendukung perbaikan perencanaan kesehatan di Indonesia melalui Investment Case, Sister Hospital, EMaS, Millennium Acceleration Framework (MAF), Microplanning Puskesmas dan ASIA diharapkan dapat menjadi sumber rekomendasi. Akselerasi antara pusat dan daerah dalam strategi menurunkan AKI, AKB dan AKABA di Indonesia harus diwujudkan. Melalui Fornas JKKI ke V ini selain pemaparan akan evaluasi hingga rekomendasi program dan kebijakan KIA diharapkan dapat terbangun jaringan peneliti dan pengamat kebijakan KIA di Indonesia yang mampu saling berkoordinasi.

Terdapat ageda pelatihan penyusunan policy brief hari ke-3, dengan tujuan menghasilkan policy brief untuk pemerintahan yang baru. Hal ini akan sangat bermanfaat bagi pemerintahan yang baru agar dapat merumuskan kebijakan dengan landasan yang kuat melalui pertimbangan rekam jejak program maupun kebijakan yang telah atau sedang berlangsung di Indonesia. Penentuan program dan kebijakan baru maupun keberlanjutan dari yang telah terlaksana dilakukan melalui tahap perolehan rekomendasi dari para peneliti dan pemerhati kebijakan KIA sebagai bentuk sumbangsih kepada bangsa. Sehingga diharapkan melalui Fornas V JKKI ini akan tercipta bentuk komunikasi yang terarah dan strategis antara pembuat rekomendasi (peneliti dan pengamat) dengan pemangku kepentingan. Berbagai rekomendasi (program maupun penelitian) dapat teridentifikasi dengan jelas terutama penyusun kebijakan KIA di masa mendatang.

  Tujuan:

  1. Membahas pendekatan perencanaan kesehatan berdasarkan bukti serta analisa bottleneck yang telah ada di Indonesia dan bagaimana para akademisi serta praktisi kesehatan dapat mendukung perbaikan perencanaan kesehatan di Indonesia, melalui pemaparan hasil pembelajaran dari:
    1. Penelitian terbaru di bidang kesehatan ibu dan anak di Indonesia
    2. Inisiatif Perencanaan & Penganggaran Berbasis Bukti Sektor KIA (Investment Case) di Provinsi Papua
    3. Program Sister Hospital di NTT
    4. Program Expanding Maternal and Neonatal Survival (EmaS) di Jawa Tengah
    5. Millennium Acceleration Framework (MAF)
    6. Integrated Microplanning (IMP) Puskesmas di Provinsi Papua
    7. Inisiatif Analisis Situasi Ibu dan Anak (ASIA)
    8. District-Team Problem Solving (DPTS) di level nasional dan daerah
    9. Program penguatan kepemimpinan dan tatakelola pemerintahan untuk kesehatan USAID-Kinerja
  2. Mengidentifikasi faktor penghambat dan pendukung perumusan, pengembangan dan implementasi kebijakan Kesehatan Ibu dan Anak di era desentralisasi
  3. Menyediakan rekomendasi bagi penyusunan kebijakan Kesehatan Ibu dan Anak di masa depan
  4. Membangun jaringan peneliti dan pengamat kebijakan Kesehatan Ibu dan Anak di Indonesia sebagai upaya untuk melakukan monitoring terhadap kinerja implementasi program dan kebijakan Kesehatan Ibu dan Anak

 

  Waktu Kegiatan

Kegiatan ini akan dilaksanakan bersamaan dengan Forum Nasional V Jaringan Kebijakan Kesehatan.

Hari, tanggal  : Rabu – Jumat, 24 – 26 September 2014
Tempat         : Hotel Trans Luxury, Bandung

Agenda Kegiatan:

Waktu

Keterangan Acara dan Ruangan

 

24 Sept 2014

Ruangan: Tentative

 

07.30 – 08.00

Registrasi Peserta Forum Nasional

 

08.00 – 09.00

Laporan Ketua Panitia

Laporan Ketua Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia

Pembukaan oleh Rektor Universitas Padjajaran

Dr. dr. Deni K Sunjaya, DESS

Prof. Dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., Ph.D

Prof. Dr. Ir. Ganjar Kurnia, DEA

09.00 – 10.00

Keynote speech:
Kendala Pencapaian MDGs di Indonesia

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Bappenas)

10.00 – 10.30

Coffee Break

 

10.30 – 12.00

Sesi Panel 1 –Pencapaian MDGs

 

12.00 – 13.30

Lunch Break

 

13.30 – 15.00

Sesi Poster 1

Presentasi Abstrak KIA

 

Sesi Paralel 1 : Kebijakan KIA

Ruangan: Tentative

 

Tantangan Kebijakan Kesehatan Ibu dan Anak di Indonesia:

Pemaparan Hasil Penelitian Kesehatan Ibu dan Anak di Indonesia

  1. Health Seeking Behavior untuk KIA: Hasil Temuan di Jawa Timur dan Nusa Tenggara Timur
  2. Opsi Sistem Pengukuran Kematian Ibu dalam Mendukung Evidence-Based Policy Making
  3. Determinan Kematian Ibu di Labuhan Batu Utara Provinsi Sumatera Utara.
  4. Hasil Implementasi dan Pembelajaran dari Program Sister Hospital di Provinsi NTT.

  5. Program EMaS di Provinsi Jawa Tengah

  6. Strengthening Leadership and Management Capacities for Health Service Delivery (Kinerja) – USAID

 

 

 

Dr.Dra. Atik Tri Ratnawati, MA 
(PKMK FK, Universitas Gadjah Mada)

Dr. Siti Nurul Qomariah, PhD
(FKM Universitas Indonesia)

Juanita Abubakar, MM
(FKM Universitas Sumatera Utara)

Stefanus Bria Seran, MD, MPH
(Dinkes Provinsi NTT)

Dr. Hartanto Hardjono, MMedSc
(EMaS Project, Provincial Team Leader
Central Java)

Dr. Marcia Soumoukil , MPH
(USAID Kinerja/RTI)

Moderator

Prof. Dr. dr. Alimin Maidin, MPH

Pembahas

dr. Elizabeth Jane Soepardi, MPH, DSc..
(Direktur Bina Kesehatan Anak, Kementrian Kesehatan RI) – in confirmation

dan Pungkas Bahjuri Ali, STP, MS, PhD (Bappenas)

15.00 – 15.30

Coffe Break

 

15.30 – 17.00

Sesi Paralel 2 : Kebijakan KIA

Ruangan : Tentative

 

Pembelajaran dari inisiatif perencanaan dan penganggaran untuk sektor KIA

  1. Investment Case di Provinsi Papua
  2. District Team Problem Solving (DTPS) Perspektif dan Perkembangan Level Nasional
  3. District Team Problem Solving (DTPS) Kota Kupang
  4. Microplanning untuk KIA di Provinsi Papua dan lainnya
  5. ASIA (Analisa Situasi Ibu dan Anak)
  6. Millennium Acceleration Framework (MAF) UNDP

 

Ir. Agustinus Bagio, M. MT 
(Bappeda Provinsi Papua)

dr. Gita Maya Koemara Sakti, MHA
(Direktorat Kesehatan Anak, Kementerian Kesehatan Indonesia)

Agustinus Hake 
(Bappeda Kota Kupang)

Drg. Alloysius Giyai, M.Kes
(Dinkes Provinsi Papua)

Hikmah, ST, Msi 
(Kabupaten Polewali Mandar)

Dr. Arum Atmawikarta, MPH
(Sekretaris Eksekutif MDGs Nasional) 

Moderator

dr. Tiara Marthias, MPH

Pembahas

Pungkas Bahjuri Ali, STP, MS, PhD (Bappenas)

dr. Azhar Jaya, SKM, MARS (Biro Perencanaan dan Anggaran Kementrian Kesehatan RI)

25 Sept 2014

Ruangan: Tentative

 

07.30 – 08.30

Registrasi Peserta

 

08.30 – 10.00

Sesi Pleno 2  – Diskusi Panel Monitoring dan Evaluasi JKN

 

10.00 – 10.30

Coffee Break

 

10.30 – 12.00

Sesi Pleno 3Universal Coverage Lesson Learnt from Several Countries

 

12.00 – 13.30

Lunch Break

 

13.30 – 15.00

Sesi Pleno 4 – Diskusi Panel Lesson Learn: Pelaksanaan JKN di berbagai daerah di Indonesia

13.30 – 15.00

Rencana Kegiatan Fornas JKKI Selanjutnya

15.30 – 16.00

Coffee Break

 

16.00 – 17.30

Sesi Paralel 4 Kebijakan KIA

 

Ruangan : Tentative

 

Presentasi Free Paper:

Paper 1:
Prevalensi Rasio Pelayanan Kesehatan Maternal dan Ketersediaan Fasilitas Kesehatan Menyongsong era JKN di Indonesia

Presenter

Niniek Lely Pratiwi, Hari Basuki

Paper 2:
Tantangan dalam Perencanaan dan Penganggaran Program Kesehatan Ibu dan Anak di Provinsi Papua

Deni Harbianto, et al.

Paper 3:
Perubahan Layanan Kesehatan Ibu dan Anak di Era Jaminan Kesehatan Nasional

Nurul Khotimah

Paper 4:
Pengaruh Pendidikan Kesehatan tentang Kehamilan Risiko Tinggi Melalui Layanan Pesan Singkat terhadap Peningkatan Pengetahuan dan Sikap Ibu Hamil

Esti Hitatami dkk

Paper 5:
Tantangan Pencapaian Target MDG’s di Daerah Kepulauan Sula Provinsi Maluku Utara

Krispinus Duma

Paper 6:
Prediksi Kematian Neonatal Menurut Penyebab Kematian dengan Model ARIMA Box Jenkins Tahun 2008-2013 di RSUD Prof DR. W. Z. Johannes Kupang

Herlin Pricilia Pay

Paper 7:
Kontribusi Program CSR Perusahaan dalam KIA (Studi Implementasi Mobil Sehat di Daerah Sulit)

Dwi Endah, SKM

Moderator

Dr. Nyoman Anita Damayanti, drg.,MS

17.30 – Selesai

Penutupan

 

26 Sep 2014

Ruangan: Tentative

 

08.00 – 15.00

Pelatihan Penulisan Policy Brief:

(Tim Pokja KIA mengikuti workshop)

 

15.00 – 16.00

Penutupan Forum Nasional

 

 

  Peserta

Forum ini mengundang para para pengambil kebijakan, akademisi (dosen, staf pengajar), peneliti, praktisi kebijakan kesehatan, atau semua pihak yang tertarik dengan kebijakan Kesehatan Ibu Anak (KIA) untuk mengikuti kegiatan ini.

 

  Keterangan lebih lanjut:

Wisnu Firmansyah
Pusat Manajemen Pelayanan Kesehatan
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada
Gedung IKM Sayap Utara Lt. 2, FakultasKedokteran UGM
Jl. Farmako, Sekip Utara, Yogyakarta 55281
Ph. /Fax : +62274-549425 (hunting)
Mobile :+62 812 15182789
Email :[email protected]; [email protected];
Website : www.kebijakankesehatanindonesia.net