Rumah Sakit Perlu Kenali Teliti Karakteristik Bencana

Jakarta, PKMK. Pengelola rumah sakit (RS) perlu mengenali karakteristik bencana. Dengan demikian, RS dapat menyusun langkah-langkah kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana. “Hal yang perlu diperhatikan bahwa tiap bencana mempunyai karakteristik tersendiri yang terkait erat dengan jenis masalah yang dapat diakibatkannya,” kata dr. Wily Pandu Ariawan dari Pusat Penanggulangan Krisis Kementerian Kesehatan RI, di Jakarta (25/4/2013). Berbicara dalam Emergency Summit yang diadakan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Wily menyampaikan hal tersebut melalui pengenalan karakteristik bencana yang mengancam, pengelola RS dapat mengetahui perilaku ancaman. Gempa bumi memiliki sejumlah karakter seperti terjadi mendadak tanpa pertanda, dan berdampak ke struktur bangunan/infrastruktur. Adapun masalah kesehatan terbesar dari gempa bumi adalah kasus trauma. Disini, evakuasi dan tindakan medis perlu dilakukan secepat mungkin. Persoalan lain yang muncul adalah kesulitan untuk akses dan mobilisasi bantuan.

Karakter bencana tsunami, tentu saja berbeda dengan gempa bumi. Tsunami didahului oleh sejumlah tanda seperti gempa dan air laut surut. Gelombang tsunami bisa sangat destruktif, dan sangat menghantam struktur bangunan ataupun infrastruktur. Sementara, permasalahan akibat tsunami antara lain waktu evakuasi yang singkat, dan perlunya tindakan medis selekasnya. Masalah kesehatan yang paling banyak pasca tsunami adalah korban meninggal dan luka trauma. Usai tsunami ataupun gempa dahsyat, beberapa hal yang perlu dihitungi dalam persiapan bantuan medis. Beberapa diantaranya bencana tersebut terjadi siang atau malam? Bila terjadi malam hari, hal yang perlu disiapkan bila bencana itu terjadi malam hari adalah kantung jenazah yang banyak dan lain-lain. Kemudian, dalam bencana banjir, masalah yang timbul adalah problem kesehatan masyarakat. Termasuk di dalamnya adalah penyakit menular ataupun penyakit berpotensi kejadian luar biasa (KLB). Belakangan ini pun, bencana puting beliung sering terjadi di kawasan yang sebelumnya tidak pernah dilewati angin tersebut. Masalah kesehatan akibat bencana puting beliung adalah banyaknya korban kasus trauma.

RSCM Belum Dapat Kejelasan Kedatangan Bayi Edwin

Jakarta, PKMK. Manajemen Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta, sampai saat ini belum memperoleh kejelasan tentang pemindahan bayi Edwin Sihombing (2,5 bulan) dari Rumah Sakit Harapan Bunda (Jakarta Timur). RSCM belum menerima surat rujukan dari manajemen Rumah Sakit Harapan Bunda. “Sejak Jumat lalu, kami memang mendengar bahwa bayi tersebut dirujuk ke sini. Tapi kami belum mendapat waktu pasti untuk itu,” ujar Wiwin Winarsih, seorang staf hubungan masyarakat RSCM (22/4/2013). Pada prinsipnya RSCM siap merawat bayi tersebut sampai sembuh. “RSCM kan tidak pernah menolak pasien,” Wiwin menambahkan. Lebih jauh ia mengatakan, mungkin saja saat ini perpindahan bayi Edwin ke RSCM masih dalam proses administrasi di Rumah Sakit Harapan Bunda. Termasuk di dalamnya adalah perundingan tentang biaya apa saja yang ditanggung oleh manajemen Rumah Sakit Harapan Bunda.

Ia lantas meminta agar wartawan situs ini menghubungi direksi rumah sakit buat penjelasan lebih lanjuat. “Silakan mengirimkan dulu surat permintaan wawancara via faksimil.” Berdasarkan pengamatan, sepanjang siang tadi, tidak terlihat ada kesibukan ekstra terkait pemindahan bayi Edwin ke RSCM. Wartawan pun tidak banyak terlihat di rumah sakit besar tersebut. Edwin adalah bayi yang satu jarinya diamputasi setelah dirawat di Rumah Sakit Harapan Bunda. Orang tua Edwin menyatakan bahwa tindakan itu dilakukan tanpa izin keluarga. Akhir pekan lalu, dalam perundingan selama beberapa jam, ada kesepakatan bahwa manajemen Rumah Sakit Harapan Bunda akan merujuk Edwin ke RSCM; juga menanggung seluruh biaya perawatan.

RS Siloam Dorong Makassar Sebagai Medical Tourism

Jakarta, PKMK – Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo berharap bahwa investasi rumah sakit oleh PT Lippo Karawaci menjadikan Makassar sebagai tujuan medical tourism di Indonesia Timur. Kerja sama Lippo Karawaci dengan masyarakat Sulawesi Utara diharapkan pula membangun komunitas yang lebih sehat. “Kami akan mendukung upaya medical tourism itu sepenuhnya,” ungkapnya saat pembukaan Rumah Sakit Siloam Makassar. Syahrul dalam keterangan pers yang menyatakan sejumlah hal yang menjadi kunci pengembangan layanan kesehatan di Indonesia Timur. Salah satunya adalah kerja sama yang telah dilakukan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanudin, Makassar, dengan Grup RS Siloam.

dr. Grace Frelita, Direktur Global Quality Development Grup RS Siloam mengungkapkan: “Kami dengan gembira melaporkan, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanudin telah meluluskan kurang lebih 10 dokter Siloam Group yang telah menyandang Ph. D.” Masih ada sekitar 20 orang dokter lagi yang menyusul. Itu semua adalah langkah awal dari kerja sama untuk mencakup pelayanan kesehatan kami di Indonesia Timur. Adapun dr. Gershu Paul, Chief Executive Officer RS Siloam menambahkan Makassar merupakan gerbang menuju ke Indonesia Timur dan telah berkembang menjadi wilayah menarik bagi wisatawan. “Visi kami adalah membangun satu pusat layanan kesehatan standar internasional,” ungkap Gershu.

Kerja sama RS Siloam dengan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanudin akan meningkatkan pasokan dokter spesialis. Saat ini, jumlah dokter spesialis di Indonesia Timur masih kurang. Seluruh elemen itu akan menguatkan status Makassar sebagai pintu gerbang ke Indonesia Timur. Paulus Pandiangan, Manajer Public Relation PT Lippo Karawaci menjelaskan, RS Siloam Makassar menelan investasi senilai USD 48 juta. “RS Siloam Makassar adalah satu dari 13 rumah sakit yang dioperasikan Grup Siloam Hospitals. Dan akan jadi penentu pertumbuhan jaringan di Indonesia Timur seperti Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, dan Papua,” kata mantan editor di Majalah Swa tersebut.

Rokok Sejahterakan Rakyat hanya Mitos

Jakarta – Advokat Muhammad Joni mengatakan bahwa anggapan industri rokok menyejahterahkan masyarakat merupakan mitos belaka. Pasalnya, sebanyak 85 persen saham perusahaan rokok telah dikuasai oleh asing. Sementara Indonesia hanya mati-matian untuk membiayai orang yang sakit karena rokok.

“Sebanyak 85% saham perusahaan rokok dimiliki asing. Keuntungannya terbang ke luar negeri, sementara di Indonesia kita mati-matian membiayai orang yang sakit karena rokok,” katanya dalam konferensi pers di Sekretariat Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Jakarta, Senin (18/3).

“NTB yang merupakan salah satu penghasil tembakau terbesar di Indonesia, justru termasuk daerah termiskin di negeri ini,” sambungnya.

Pada kesempatan itu, Joni juga menyayangkan murahnya harga rokok di Indonesia, ketimbang Singapura dan Malaysia. “Harga rokok sangat murah di Indonesia. Seharusnya cukai berkontribusi terhadap masalah ini. Produk rokok Indonesia harus bisa mematuhi aturan rokok di luar negeri, yang telah disepakati,” paparnya.

Sementara itu, mantan anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Hakim Sorimuda Pohan mengungkapkan bahwa sebanyak 239 ribu orang di Indonesia meninggal akibat rokok per tahunnya. Ironisnya, Pemerintah tak kunjung meratifikasi aturan soal tobbaco control yang dikeluarkan “World Health Organization” (WHO).

“Dari 192 negara anggota WHO, sebanyak 176 negara telah setuju dengan aturan tersebut. Dan, dari 41 negara Asia Pasifik, hanya Indonesia yang tidak menandatangani. Dari seluruh negara ASEAN, Indonesia pula satu-satunya yang tidak setuju,” kata Hakim.

Padahal, selain masalah kesehatan, indrustri rokok juga memberikan dampak negatif terhadap lingkungan. “Di Nusa Tenggara Barat (NTB), masyarakat menggunakan kayu bakar untuk mengeringkan tembakau. Akibatnya, terjadi kerusakan lingkungan. Data dari Dinas Kehutanan NTB setiap tahunnya juga terjadi penggundulan hutan seluas 40 hektare akibat tembakau,” katanya.

Pengurus Harian Yayasan Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan bahwa rokok adalah proses memiskinkan rakyat miskin. “Lebih dari 70 persen perokok di Indonesia berasal dari rakyat miskin. Ini merupakan proses pemiskinan akibat industri rokok,” ujarnya.

(sumber: www.beritasatu.com)

Laporan Riset Kebijakan dan Sistem Kesehatan

banneridrc

 

Program Pengembangan Metode Penelitian Kebijakan dan Pelaksanaanya

Diselenggarakan oleh:
Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan
Fakultas Kedokteran UGM
Bekerjasama dengan IDRC Canada

LAPORAN

Silahkan klik tombol untuk melihat isi Bab.

bab1

bab2

bab3

bab4

bab5

bab6

Proses Pembelajaran                            

bab7

bab8

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Silahkan Klik pada Modul untuk melihat isi halaman

diagramalur idrc


 

 

Laporan Program Pengembangan Metode Penelitian Kebijakan dan Pelaksanaannya (2012-2013)

Situasi status kesehatan di Indonesia saat ini masih mempunyai berbagai tantangan berat. Ada masalah dengan pemerataan, perencanaan kesehatan yang tidak tepat sasaran, pelaksanaan yang terdesak waktu, belum baiknya kesinambungan dan integrasi antara program kesehatan. Secara geografis masih terdapat ketimpangan antar regional dalam pelayanan kesehatan. Sementara itu di tahun 2014 program BPJS akan berjalan dengan asumsi sudah terjadi pemerataan pelayanan kesehatan.

Sementara itu, kecenderungan regionalisasi dan desentralisasi sistem kesehatan semakin meningkat. Berbagai peraturan baru telah mengatur kebijakan regionalisasi dan desentralisasi. Konsekuensinya, kebijakan di pusat dan daerah harus sambung, tidak boleh terfragmentasi. Di sisi lain, masih ada kekurangan pemahaman mengenai kebutuhan penelitian yang dapat meningkatkan efektifisan pengambilan kebijakan. Dalam dekade 2000an ini berbagai kebijakan nasional dan regional tentang kesehatan terlihat ditetapkan tanpa masukan penelitian.

Sejarah mencatat bahwa beberapa kebijakan besar dilakukan tanpa didahului, didampingi, dan dievaluasi oleh penelitian. Akibatnya, saat ini terjadi kekurangan peneliti dan juga dana penelitian menjadi tidak terperhatikan. Lebih jauh lagi metode penelitian kebijakan kesehatan menjadi tidak terperhatikan.

Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan saat ini sedang mengembangkan suatu program pengembangan metode penelitian kebijakan kesehatan di Indonesia agar berkompeten dalam merencanakan, melaksanakan serta melakukan advokasi penelitian kebijakan kesehatan berbasis metodologi yang tepat. Tujuan dan manfaat dari pengembangan program ini adalah meningkatkan pemahaman dan kemampuan dalam metode penelitian kebijakan sejak dari menyusun proposal, melaksanakan penelitian kebijakan dan menuliskan hasil serta kemampuan dalam menganalisis, penyebaran hasil penelitan dan advocacy kebijakan kesehatan.

Program ini sendiri telah berjalan selama tiga angkatan yang telah dimulai sejak bulan Juni 2012, yaitu :

Angkatan I    : Juni – September 2012 dengan total peserta 118 peserta
Angkatan II   : September – November 2012 dengan total peserta 74 peserta
Angkatan III  : November 2012 – Januari 2013 dengan total peserta 65 peserta

Saat ini masih dikembangkan untuk angkatan IV dengan fokus pada Kebijakan Medik.

Berdasarkan hasil seleksi pada tiap angkatan, telah terpilih 5-6 pemenang dari masing-masing angkatan. Berikut ini adalah kemajuan dari penelitian tersebut :

  1. ANGKATAN I

    No

    Judul Penelitian

    1

    Kebijakan Pengadaan Dokter Spesialis Kaitannya Dengan Kemudahan Geografis Di Kota Pasuruhan

    2

    Kebijakan dalam Upaya Menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Kabupaten Sampang

    3

    Analisis Kebijakan Jaminan Persalinan Dalam Meningkatkan Persalinan Tenaga Kesehatan

    4

    Kebijakan Pelaksanaan Pemeriksaan Dini Defisiensi Enzim G6PD Sebelum Mendapatkan Terapi Malaria Dapat Menurunkan Angka Keguguran, Kematian Ibu dan Anak Serta Anemia di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

    5

    Kebijakan Jaminan Persalinan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (Studi Kasus 5 Kabupaten / kotamadya Yogyakarta) tahun 2012

     

  2. ANGKATAN II

    No

    Judul

    1

    Desentralisasi dan Pengambilan Keputusan (Decision Space, Kapasitas Institusi dan Akuntabilitas) di  propinsi Jawa Barat

    2

    Dukungan Anggota Legislatif terhadap Perda KTR Kota Medan

    3

    Kebijakan Penerapan Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3) di Industri Plywood Samarinda Kalimantan Timur.

    4

    Analisis Kebijakan Pemerintah Daerah dalam Pengembangan Jamsoskes Sumatera Selatan Semesta menyambut Universal Health Covarage

    5

    Studi kebijakan penerapan Kawasan Tanpa Rokok di Kota Padang Panjang Tahun 2012

    6

    Studi Kebijakan Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan daerah di Kota Padang Tahun 2013

     

  3. ANGKATAN III

    No

    Judul

    1

    Pengaruh Kepemilikan Jaminan Kesehatan Masyarakat Miskin Terhadap Status Kelahiran dan Kejadian Stunting Baduta Indonesia (Analisa Data IFLS 1993-2007)

    2

    Analisis Kebijakan Jaminan Kesehatan Kota Bengkulu Dalam Upaya Efisiensi dan Efektifitas Pelayanan di Puskesmas

    3

    Analisis Kebijakan Mengenai Merokok di Kota Makassar

    4

    Implementasi Kebijakan BOK Tingkat Puskesmas di Daerah Terpencil, Perbatasan, Kepulauan 2012 (Studi Kasus di Kabupaten Sabu Raijua)

    5

    Perancangan dan Penyusunan Naskah Akademik Untuk Kebijakan Pengangkatan, Penempatan dan Pemberhentian Dokter Spesialis di RSUD Curup Kabupaten Rejang Lebong Provinsi Bengkulu


    Silakan klik pada judul penelitian tersebut untuk melihat progress report masing-masing penelitian.

Row over Indonesia new-born ‘denied treatment’

An Indonesian health official has acknowledged a shortage of intensive care units for babies, after the case of a new-born shocked the nation.

Five-day-old Dera Nur Anggraini died on Saturday due to breathing difficulties.

Her father said she was refused treatment by at least eight public and private hospitals.

Dien Emawati, head of Jakarta’s public health office, said some of the hospitals had no neo-natal intensive care units or had been full.

The case of baby Dera has turned into a national media frenzy, with newspapers and television channels following it relentlessly, says the BBC’s Karishma Vaswani in Jakarta.

She was born with a throat deformity and her family said all attempts to get her admitted to a bigger hospital for treatment failed.

Her father has also been quoted as saying that he could not afford to pay the fees requested at one private hospital.

Dera’s twin sister, Dara, is reportedly being treated at a hospital in Jakarta, with her condition is improving.

Ms Emawati acknowledged that there was a shortage of facilities for new-borns requiring intensive care in the capital.

She said there are only 143 neo-natal ICU units in government and private hospitals in Jakarta, a city with a population of 10 million people.

In 2011, Indonesia passed an ambitious healthcare law pledging to provide health insurance to all of the country’s 240 million citizens from January 2014, our correspondent adds.

But critics have questioned the sense of such a law when current healthcare facilities are already heavily over-burdened and under-resourced.

(source: www.bbc.co.uk)

Sambut Jamkesnas, Depkes Tambah 16.500 Tempat Tidur

Jakarta – Untuk menyambut akan diberlakukannya Jaminan Kesehatan Nasional (Jamkesnas) mulai 1 Januari 2014, Departemen Kesehatan berencana menambah 16.500 tempat tidur di rumah sakit dan puskesmas pada 2013. Upaya pemenuhan dilakukan dengan menimbang tingkat utilitas rumah sakit di suatu daerah atau bed occupancy ratio (BOR).

“Jika BOR di satu kabupaten atau kota masih rendah, maka ia belum menjadi prioritas walaupun menurut perhitungan masih ada kekurangan,” kata Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi dalam rapat evaluasi persiapan pelaksanaan Jamkesnas yang dipimpin Wakil Presiden Boediono di Kantor Wapres, Rabu (6/2).

Menurut Nafsiah, setelah ada tambahan 16.500 tempat tidur itupun, pada 2013 pemerintah menghitung masih ada kekurangan 70.421 tempat tidur. Kekurangan ini rencananya akan dipenuhi pada 2014.

Menanggapi hal ini, Wapres meminta Kemenkes menyusun sebuah sistem informasi terpadu yang secara online terus memperbarui basis data terperinci tentang pusat-pusat layanan kesehatan, baik rumah sakit maupun puskesmas. “Saya harapkan sistem ini selesai pada 2013, agar bisa kita pakai untuk mengambil keputusan,” ujarnya.

Sistem informasi kesehatan itu berisi data yang terperinci mengenai jumlah dokter, tenaga medis, persediaan obat, kapasitas, maupun lokasi yang dilengkapi dengan koordinat geospasial dan foto terakhir.

Selain itu, Boediono juga mengingatkan agar Kemenkes bersama-sama Kemendagri merumuskan pembagian peran dengan pemerintah daerah secara lebih jelas. “Harus benar-benar ada garis batas yang jelas. Ini penting karena nanti akan ada integrasi antara Jaminan kesehatan secara nasional dan jaminan kesehatan yang diselenggarakan daerah,” sambungnya.

Sebelumnya Wapres menekankan pada pentingnya persiapan sisi pasokan (supply) yang menjadi tanggung jawab pemerintah. Pasokan ini termasuk dokter, tenaga medis, infrastruktur, obat-obatan, aturan dan ketentuan, termasuk juga persiapan pembiayaannya.

“Ini aspek-aspek penting yang harus kita selesaikan. Saya minta semua kementerian dan lembaga yang bertanggung jawab di bidang kesehatan mengambil langkah-langkah dan rencana aksi yang konkrit,” tutur Wapres.

Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi menyampaikan, ada beberapa hal yang memang memerlukan perhatian. Untuk mengatasinya, Kemenkes membutuhkan dukungan kerja sama dengan kementerian maupun lembaga lain. Misalnya, untuk memenuhi jumlah dokter dan tenaga kesehatan atau meningkatkan kapasitas rumah sakit.

(sumber: www.suaramerdeka.com)

Program Pengembangan Metode Penelitian Kebijakan Dengan Fokus Pada Kebijakan Medik

banneridrc

 

Silahkan klik tombol untuk melihat isi Bab.

bab1

bab2

bab3

bab4

bab5

bab6

Proses Pembelajaran                            

bab7

bab8

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Silahkan Klik pada Modul untuk melihat isi halaman


Formulir pendaftaran secara online

Formulir Pendaftaran (word document) Formulir_Pendaftaran.docx

Informasi Lebih Lanjut:

Angelina Yusridar
Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan
Gedung IKM Sayap Utara Lt. 2
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
Jl. Farmako, Sekip Utara Yogyakarta 55281
Telp/Fax. +62274 – 549425 (hunting)
Mobile. +628111 498 442
Email : [email protected]

 

Rumah Sakit Swasta Boleh Tak Ikut SJSN

Jakarta, Pada tahun 2014 nanti, seluruh masyarakat itu sudah tercakup jaminan kesehatannya dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Artinya, tidak ada warga negara Indonesia yang tidak bisa berobat karena masalah biaya. Pihak rumah sakit diminta mempersiapkan diri menghadapinya.

“Sistemnya adalah asuransi kesehatan, di mana ada yang membayar premi, ada kegotongroyongan antar peserta. Peserta untuk fakir miskin dan tidak mampu dibayar oleh pemerintah. Yang sudah bekerja membayar 5 persen, di mana 2 persen di bayar yang bersangkutan, 3 persen dibayar oleh pemberi kerja,” kata Menteri Kesehatan, Nafsiah Mboi dalam acara peresmian RS Bethsaida, Serpong, Rabu (12/12/2012).

Menkes menjelaskan pada peserta yang sudah bekerja, sistemnya mirip dengan asuransi kesehatan untuk pegawai negeri sipil. Namun bagi peserta yang mampu membayar premi sendiri, boleh memilih membayar melalaui SJSN ataupun asuransi swasta.

SJSN sendiri tidak bersifat mengikat mutlak karena bisa disinergikan dengan pihak asuransi swasta. Selain itu, rumah sakit swasta yang tidak berminat juga sah-sah saja jika tidak ikut bergabung dengan SJSN. Namun bagi yang ingin bergabung, ada syarat-syarat yang harus dipenuhi.

“RS swasta boleh ikut ataupun tidak ikut. Kalau yang mau ikut, maka dia paling tidak harus menyiapkan pelayanan kelas III sehingga tidak akan menolak pasien yang menjadi anggota Jamkesmas. Begitu juga Askes, ada RS swasta yang sepakat bekerja sama dengan PT Askes, maka PNS yang sakit bisa ke rumah sakit tersebut sesuai standarnya,” terang Menkes.

Untuk mempersiapkan pelaksanaan SJSN ini, pemerintah tengah berupaya mengembangkan pelayanan dan fasilitas rumah sakit. Tak hanya untuk menyambut penerapan SJSN saja, melainkan untuk membendung makin banyaknya pasien di Indonesia yang lebih memilih berobat ke luar ngeri.

Menurut Tanto Kurniawan, President Comisioner RS Bethsaida Serpong, yang membedakan antara rumah sakit di dalam dan luar negeri sebenarnya adalah persepsi pasien. Kebanyakan orang Indonesia masih menganggap kalau berobat ke luar negeri lebih besar tingkat kesembuhannya. Apalagi pelayanan dokter di tanah air juga ada yang masih kurang ramah.

“Persepsi itu yang harus diubah bahwa dokter-dokter di sini banyak yang bagus juga. Di Indonesia juga biasanya dokter memposisikan diri sebagai pihak yang super, tahu segala-galanya. Pada saat ditanya pasien biasanya tidak mau memberi tahu. Rumah sakit yang modern seharusnya tidak begitu. Adanya keyakinan daripada para pasien akan menyababkan kesembuhan bisa lebih cepat,” terang Tanto.

(sumber: health.detik.com)