CHEPSAA Networking Meeting

johannesburg

johannesburg

Pada Selasa hingga Kamis tanggal 27-29 Januari 2015, Ketua Board PKMK FK UGM Prof Laksono Trisnantoro menjadi tamu undangan menghadiri pertemuan jaringan Consortium for Health Policy and System Analysis in Africa (CHEPSAA) di Johannesburg, Afrika Selatan. Tujuan pertemuan ini antara lain: pertama, membagi pengalaman CHEPSAA dalam mengembangkan HPSR+A di Afrika, dan di luar Afrika. Kedua, melakukan refleksi hasil kerja CHEPSAA selama ini. Ketiga, melakukan refleksi pada evaluasi ke CHEPSAA. Keempat, melakukan identifikasi berbagai pelajaran dari pengalaman dan untuk meningkatkan kemampuan melakukan riset kebijakan dan analisis kebijakan di masa mendatang. Misi Prof Laksono Trisnantoro dalam pertemuan ini untuk mempelajari bagaimana jaringan CHEPSAA dapat berkembang dan kemungkinan risiko mengalami kemunduran, untuk keperluan perbandingan dengan Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia. Pertemuan ini dilakukan di Hotel Crowne Plaza yang terletak di tepian kota Johannesburg.

  Sesi 1: Pembukaan

27jan15-1Nonhlanhla Nxumalo dan Lucy Gilson sebagai pemimpin CHEPSAA menyatakan bahwa jaringan ini dimulai pada tahun 2011. Sebelumnya sudah ada kerjasama di tahun 2003-2008, kemudian berkembang menjadi jaringan yang didanai oleh European Union di tahun 2011.

Mengapa ada jaringan ini?

Health Policy and System Research and Analysis merupakan suatu hal yang penting. Namun, di Afrika jumlah lembaga dan peneliti penelitian kebijakan sangat sedikit dan juga permintaan dari pengambil kebijakan juga rendah. Oleh karena itu, perlu pengembangan jaringan ini di Afrika.

Tujuan CHEPSAA:

Tahun 2016 menjadi pilihan untuk beberapa hal yang dirasa penting, yaitu menjadi pengembangan modul dan pelatihan/pendidikan penelitian dan analisis kebijakan yang bermutu. Ada tiga kegiatan penting yaitu Riset, Network, dan Teaching. Oleh karena itu, ada pengembangan secara sistematis dalam:

  1. Pendidikan/Pengajaran riset dan analisis kebijakan di berbagai negara;
  2. Penelitian kebijakan dan sistem kesehatan serta analisis kebijakan.
  3. Pengembangan jaringan dan kemitraan antar partner dengan pengambil kebijakan.

CHEPSAA didukung oleh berbagai perguruan tinggi di Eropa dan didanai oleh berbagai dana penelitian. Framework yang dipergunakan dijelaskan secara detail di website resminya. Silakan kunjungi link berikut untuk memahami lebih detil: http://hpsa-africa.org. Untuk dokumennya, silakan anda klik Health Policy and Systems Research: Needs, challenges and opportunities in South Africa – a university perspective (Marsha Orgill and team).

 


  Sesi 2: Penilaian Aset

Catatan menarik dari pembicara kedua yaitu Tolib Mirzoev dari University of Leeds yang menjadi konsultan CHEPSAA. Dr. Tolieb menyatakan bahwa kapasitas antar anggota sangat berbeda. Hal ini menjadi fokus penting untuk pengembangan di masa mendatang, antara lain: memahami kapasitas, pendekatan dan metodologi, hasil yang dilihat serta refleksi. Cara menilai kapasitas anggota melalui beberapa indikator berikut:

  1. Memahami konsep kapitasi
  2. Konsep pemetaan, termasuk berbagai aset seperti SDM yang mampu meneliti (junior, senior), fasilitas, kesempatan dalam sisten, dan sebagainya.
  3. Mengukur kemampuan organisasi dan individu
  4. Sintesis antar anggota (7 anggota).

Apa yang dinilai dalam konteks kapasitas?

27jan15-2Infrastruktur yang mencakup antara lain: kepemimpinan, kemampuan organisasi (termasuk governance di sini), dan ketersediaan asset seperti stff penelti, termasuk yang senior, fasilitas, dan berbagai hal lainnya. Kegiatan yang dinilai mencakup Riset, Teaching, dan Networking dengan berbagai pihak yang berada dalam Konteks Demand for HSPR + A dan Lingkungan sumber daya. Hasilnya memang sangat bervariasi antar tujuh anggota CHEPSAA.

  1. Berbeda dengan nama
  2. Berbeda sumber income
  3. Jumlah peneliti senior yang sangat berbeda
  4. dan sebagainya

Catatan penting untuk dana:

  1. Demand sedikit
  2. Limited domestic funding, tergantung dari luar negeri.
  3. Bisa ke international funding

Bagaimana hubungan dengan pengambil keputusan:

  1. Kurangnya koordinasi untuk penentuan prioritas riset,
  2. Sedikit dipakai untuk pengambilan keputusan.

Untuk lebih lengkapnya silakan simak laporan-laporan mereka di bawah ini:

  1. Assessment of capacity for Health Policy and Systems Research and Analysis in seven African universities: results from the CHEPSAA project (Tolib Mirzoev and team).
  2. How to do Capacity Assessments for Health Policy and Systems Research in University Settings: A Handbook
  3. A new methodology for assessing health policy and systems research and analysis capacity in African universities


  Bagaimana Lesson-Learnt untuk Indonesia.

Sejak lima tahun yang lalu, Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia sudah lahir dan berkembang. Ada perbedaan dan persamaan antara JKKI dengan CHEPSAA. Lalu, apa yang berbeda?

  1. JKKI hanya di Indonesia, CHEPSAA merupakan network internasional diantara negara Afrika.
  2. Berbeda dengan CHEPSAA yang didanai proyek dari Eropa, JKKI tidak mempunyai dana pengembangan.
  3. Keanggotaan CHEPSAA sangat formal karena terkait sebuah proyek (7 partner dalam Proyek di Afrika dengan beberapa partner dari Eropa) dari EU.

Persamaan yang dimiliki JKKI dan CHEPSAA:

  1. Tujuan. Siapa yang dituju oleh Jaringan: pengambil keputusan, level nasional dan pemerintah daerah, perguruan tinggi dan NGO.
  2. Mengembangkan modul untuk kepentingan pendidikan dan penelitian.
  3. Prinsip keilmuan: menggunakan Health Policy and System Research (HPSR) dan Health Policy and System Analysis (HPSA).
  4. Titik atau poin untuk pengembangan penelitian dan analisis kebijakan bertumpu pada perguruan tinggi.
  5. Perbedaan kapasitas antar anggota merupakan hal yang perlu diperhatikan dan diatasi.
  6. Leadership di setiap anggota jaringan perlu ada.

Tantangan CHEPSAA adalah keberlanjutan, karena proyek pengembangan ini berakhir pada tahun 2015. Apakah para anggota dapat mengembangkan diri. Apakah jika proyek berhenti maka kegiatan juga akan berhenti? Sementara, tantangan untuk JKKI adalah; apakah tanda proyek Jaringan ini dapat berjalan?

Pertanyaan-pertanyaan strategis yang akan dibahas di Indonesia:

  1. Bagaimana JKKI dapat dikembangkan? Darimana dananya?
  2. Bagaimana mengembangkan keanggotaan? Apakah melalui pengembangan Bagian IKM di FK dan FKM yang mengajarkan Kebijakan dan Manajemen Kesehatan?
  3. Bagaimana cara mengembangkan kapasitas di berbagai perguruan tinggi Indonesia yang sangat bervariasi?
  4. Bagaimana dana untuk penelitian kebijakan dan analisis kebijakan dapat diperoleh di berbagai perguruan tinggi di seluruh Indonesia. Apakah kebijakan dana Monev dari dalam negeri dapat dilakukan?
  5. Dari mana dana pengembangan? Apakah dari lembaga donor luar negeri, ataukah berasal dari dana dalam negeri khususnya dari perguruan tinggi.

Pertanyaan-pertanyaan ini akan dibahas dalam kegiatan pengembangan Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia setelah berlangsungnya pertemuan di Afrika.

Topik:

Pengembangan Kepemimpinan dalam Penelitian Kebijakan dan Sistem Kesehatan

28jan-1Panel Diskusi ini membahas mengenai Emerging Leadership. Program pengembangan ini bertujuan meningkatkan kapasitas dan menambah jumlah peneliti kebijakan kesehatan yang akan menjadi pemimpin ilmu di masa mendatang. Pelatihan ini telah berjalan di lima negara.

Panel dibuka dengan testimoni beberapa peserta pelatihan yang berasal dari berbagai universitas di Afrika.

Pertanyaan umum: Apa yang diperoleh dari pelatihan Emerging Leadership? Berikut ini berbagai jawaban yang ada: pertama, bekerja dalam acara multidisiplin. Kedua, menguatkan kemampuan menyusun argumen dalam riset. Ketiga, meningkatkan kemampuan untuk mendengarkan pendapat orang lain. Keempat, meningkatkan team building, dan juga memahami apa kekuatan dan kelemahan kita sebagai peneliti. Kelima, melakukan transformasi diri dan bagaimana cara refleksi terhadap suatu hasil pelatihan. Keenam, memahami kekuatan saya sebagai peneliti dimana saya bisa lebih percaya diri. Ketujuh, dimana posisi saya dalam penelitian kebijakan. Kedelapan, dalam memahami tujuan dan konteks penelitian saya mencoba fokus dan terus melakukan refleksi; dan berbagai hal lainnya.

Apakah ada perubahan di lembaga anda?

Ya, sudah ada perbaikan untuk mengembangkan team kerja. Saat ini, saya sudah memimpin dengan lebih baik. Perubahan lainnya yaitu meningkatan kemampuan mengajar saya. Kemudian, proyek menjadi lebih tertata. Terakhir, perubahan terjadi pada bagaimana mengubah sifat staf penelitian saya.

Apakah ada formal mentorship?

Kita baru saja mulai program mentorship. Memang masih sulit tapi sudah dimulai.

Pendapat dari para peserta menunjukkan bahwa penelitian kebijakan dan sistem kesehatan bukan penelitian biasa. Program pengembangan ini tidak hanya berupa pelatihan metode penelitian, namun juga ada komponen soft-skills training. Hal ini menunjukkan bahwa seorang peneliti kebijakan mempunyai lingkungan dan pihak terkait yang harus dikelola dengan tepat.

  Pertanyaannya:

Apa saja kompetensi dan kapasitas yang dituju? Diagram di bawah ini menunjukkan berbagai kompetensi dan kapasitas yang dituju dalam program Kepemimpinan penelitian ini:

Kapasitas/Kemampuan

Hal-hal kunci

Ketrampilan Perorangan

Ketrampilan komunikasi

Ketrampilan mendengarkan

Kesabaran

Sikap menghargai orang lain yang berbeda perspektif

Menghargai disiplin ilmu lain

Ketrampilan interpersonal

Kemampuan untuk mengenali, menghargai, dan mengurai kerumitan

Mempunyai kesadaran akan karir pribadi

Kemampuan untuk memprioritaskan, mengelola waktu dan kemampuan

Kemampuan menulis

Menulis artikel di Jurnal

Menulis Policy Brief

Menulis laporan

Manajemen Proyek

Merancang sebuah penelitian

Menulis proposal untuk grant

Melakukan kegiatan

Melaporkan

Mengetuai pertemuan-pertemuan ilmiah

Networking

Mengelola network lama

Merintis network baru

Pemahaman akan Penelitian Kebijakan-Sistem Kesehatan dan Analisis Kebijakan

Memahami metodenya

Menggunakan pendekatan multi-disiplin

Memahami Sistem Kesehatan

Kemampuan untuk memahami dan bekerja dalam kerumitan

Ketrampilan Penelitian

Kemampuan untuk merumuskan permasalahan dalam penelitian

 

Rancangan pengumpulan data dan analisisinya

 

Identifikasi dan menilai sumber data dan keterbatasannya

 

Ketrampilan analisis data

 

 

Untuk mempelajari kegiatan Emerging Leadership ini silakan klik 2 referensi di bawah ini:


  Manfaat sesi ini untuk Indonesia.

Sampai saat ini, pelatihan jarang mempunyai kurikulum yang sifatnya soft- skills untuk peneliti. Pelatihan untuk peneliti biasanya berfokus pada metode peneltian. Apa yang dibahas di Johannesburg ini sangat penting untuk dikembangkan di Indonesia, khususnya untuk penelitian kebijakan kesehatan. Pertanyaan penting untuk pelatihan kepemimpinan dalam penelitian kebijakan adalah:

  • Siapa sasaran pelatihan kepemimpinan dalam penelitian kebijakan dan sistem kesehatan? Apakah para peneliti senior saat ini, ataukah peneliti muda yang akan menjadi pemimpin di masa mendatang?
  • Dimana lembaga tempat bekerja? Apakah di FK, FKM, atau di Fakultas Sosial Politik? Atau di lembaga-lembaga penelitian lain?.
  • Apakah ada masa depan untuk penelitian kebijakan kesehatan di Indonesia sehingga dapat menarik peneliti untuk mengembangkan diri?

Kegiatan yang direncanakan:

Mulai Februari 2015 akan dimulai pelatihan Blended Learning untuk para peneliti Kebijakan Kesehatan dengan menggunakan isi yang terdiri atas: (1) Hal-hal teknis; (2) Metode Penelitian; dan (3) Soft Skills. Kami akan kirimkan detil kegiatan, cara mengikuti, dan biaya untuk mengikuti.

Curriculum Development

utaHari kedua pertemuan membahas berbagai topik. Salah satu topik menarik yang penting bagi peneliti kebijakan adalah bagaimana cara menyusun kurikulum. Presenter dalam topik ini adalah Uta Lehmann.

Uta menekankan bahwa program pengembangan kurikulum merupakan salah satu kegiatan penting CHEPSAA. Mengapa? Kurikulum merupakan dasar dari program belajar dan mengajar.

Prinsip-prinsip pengembangan kurikulum yang digunakan CHEPSAA adalah:

 

  • Allignment, harus ada penyelarasan antara tujuan belajar yang diharapkan, kegiatan belajar dan mengajar serta penilaian yang dilakukan.
  • Relevan dengan kebutuhan lapangan dan pembelajar;
  • Coherence, dimana seluruh bagian dari pengajaran dilakukan berdasarkan pendekatan dan sistem yang sama.
  • Reiterative, artinya penyusunan kurikulum merupakan satu hal yang perlu dievaluasi dan di-review secara terus menerus agar tetap relevan.

Ada empat pertanyaan kunci yang perlu ditanyakan setiap kali ada penyusunan kurikulum, yaitu:

  1. Apa tujuan pendidikan yang akan dicapai;
  2. Apa pengalaman (belajar) yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut?
  3. Bagaimana caranya agar pengalaman belajar dapat diorganisir secara efektif?
  4. Bagaimana cara kita menentukan tujuan-tujuan pembelajaran sudah dapat tercapai?

Proses menyusun kurikulumnya seperti digambarkan bagan berikut:

29janjo

Proses penyusunan kurikulum ini penting bagi:

  1. Para penyusun kurikulum di program Pascasarjana (S2 dan S3);
  2. Para penyusun kurikulum pelatihan singkat bagi eksekutif/pengambil keputusan.

Bagi Anda yang ingin mempelajari lebih lanjut mengenai pengembangan kurikulum untuk program pascasarjana (S2 dan S3) dan pelatihan, terlampir tiga paper yang dapat dipelajari. Silakan klik:


  Bagaimana lesson-learnt untuk Indonesia.

Berbagai perubahan yang ada di Indonesia saat ini membutuhkan banyak pelatihan dan pendidikan pascasarjana (S2 dan S3) untuk berbagai sasaran misalnya:

  1. Pejabat di Kemenkes
  2. Pejabat di Dinas Kesehatan
  3. Pegawai di BPJS
  4. Peneliti-peneliti kebijakan kesehatan dan berbagai pihak lainnya.

Pelatihan dapat dilakukan secara tatap muka, jarak jauh ataupun kombinasi kedua pendekatan tersebut (Blended Learning). Pendekatan-pendekatan pelatihan ini tentunya disesuaikan dengan pertanyaan-pertanyaan seperti yang ada di atas:

  1. Apa tujuan pendidikan yang akan dicapai. Apakah akan meningkatkan pengetahuan saja (knowledge), ataukah untuk ketrampilan (skills), ataukah sikap ataukah campuran. Juga apakah pendidikan untuk menghasilkan penemuan yang berguna bagi pengembangan ilmu (khususnya di level S3).
  2. Apa pengalaman belajar yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut? Penentuan program ini menjadi menarik karena akan menyangkut besarnya biaya pendidikan/pelatihan, kemungkinan dikerjakan dengan keterbatasan teknologi pendidikan/pelatihan, dan berbagai hal lain yang perlu dipertimbangkan.
  3. Bagaimana caranya agar pengalaman belajar dapat diorganisir secara efektif? Hal ini membutuhkan ketrampilan penyusun modul secara baik.
  4. Bagaimana cara kita menentukan apakah tujuan-tujuan pembelajaran sudah dapat tercapai. Hal ini terkait dengan system penilaian keberhasilan peserta untuk menempuh ujian dan berbagai cara pengukuran lainnya.

Mengingat tantangan pertanyaan-pertanyaan ini sangat besar, salahsatu kemampuan tingkat tinggi yang sebaiknya dimiliki oleh para peneliti/tenaga ahli dalam kebijakan kesehatan adalah menyusun kurikulum untuk berbagai pelatihan/pendidikan yang dibutuhkan. Pengalaman CHEPSAA dalam menyusun kurikulum ini perlu dipelajari secara seksama.

DIharapkan pasca kunjungan ke Afrika Selatan ini ada kegiatan untuk mengembangkan kemampuan menyusun kurikulum. Untuk itu perlu ada sinergi antar para pengelola pascasarjana yang terkait dengan kebijakan kesehatan dan juga antar para ahli kebijakan kesehatan.

 

1feb15Hari ketiga (terakhir) membahas isu-isu penting pengembangan CHEPSAA dan networkingnya. Isu yang dibahas dan relevan untuk Indonesia antara lain Networking; pengembangan bentuk baru Emerging Leaders, penggunaan Web-based untuk program mendatang.

Dalam pembahasan ini juga dilihat adanya berbagai modul yang sudah dihasilkan dan sifat open dari CHEPSAA.

Sejak tahun 2015 ini CHEPSAA berubah dari sebuah Konsorsium menjadi Komunitas (C dalam Consortium menjadi Community). CHEPSAA sebagai konsorsium selesai pada 2015. Diteruskan dengan menjadi sebuah kelompok masyarakat yang mempunyai interest sama dalam hal kebijakan dan penelitian serta analisis kebijakan kesehatan. Dengan demikian CHEPSAA mulai tahun 2015 masuk ke babak baru yang mempunyai risiko tinggi, karena harus menjadi dynamo dari sebuah masyarakat kebijakan kesehatan di Afrika. Untuk itu kemampuan networking sangat dibutuhkan yang membutuhkan web sebagai dasar komunikasi ke berbagai pihak. Pada poin ini sangat disadari kebutuhan untuk penyebaran ilmu dari hasil CHEPSAA. Dalam diskusi pengalaman PKMK FK UGM yang mengembangkan web menjadi hal yang menarik untuk CHEPSAA di masa mendatang.

Sebagai penutup dari laporan ke Johannesburg, ada beberapa modul dari CHEPSAA yang menarik untuk dipelajari untuk masa depan yang lebih baik sebagai berikut:

 

ICHS thumbnailNEW Introduction to Complex Health Systems: Module
This module covers topics such as the definition of a health system; frameworks for analyzing health systems; complexity in health systems and the importance of agents and their mindsets, interests and power; and leading change in health systems. It consists of a course outline, notes for facilitators, PowerPoint slides, case studies and handouts.

Get the module

   
 

ICHS thumbnailNEW Introduction to Health Policy and Systems Research: Module
This module covers topics such as the definition of health policy and systems research; generating and framing questions; the important role of researchers’ own perspectives and disciplines in research; study design; rigour and ethics. It consists of a course outline, notes for facilitators, PowerPoint slides and handouts.

Get the module

   
 

Health Policy Analysis: Module
The module consists of course outline, teaching materials and facilitator notes for health policy analysis. It takes the form of a 1-week course and out-of-class assignments. Designed to be taught at post-graduate level (Health Policy Analysis in Africa (HEPAA)).

Get the module
and appendices

 
 

Managing Human Resources for Health: Module
The module introduces the scope and context of human resource management in the health sector. It covers the following topics: human resources management in context; being a human resource manager and managing people (University of the Western Cape).

Get the module

   
 

ICHS thumbnailBackground to the Development of CHEPSAA’s teaching resources: Background document 
This document explains CHEPSAA’s efforts to develop teaching resources for the field of health policy and systems research and analysis. It highlights the courses and other resources CHEPSAA intends to develop and make available as open educational resources.

Read the document

Modul-modul ini dapat diakses di:

http://hpsa-africa.org/index.php/teaching-materials/modulescourses 

Modul-modul ini disebarluaskan dengan prinsip Open menggunakan perjanjian Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 2.5 South Africa (CC BY-NC-SA 2.5 ZA) . Dengan perjanjian ini maka penggunaan dan pengembangannya dapat lebih cepat terjadi.

CHEPSAA. (2013). Principles and practice of good curriculum design. Cape Town, Consortium for Health Policy & Systems Analysis in Africa.

is licensed under a

Creative Commons Attribution-Non-Commercial-Share Alike 2.5 License

December 2013

  You are free:

 

to Share – to copy, distribute and transmit the work

 

to Remix – to adapt the work

 

Under the following conditions:

 

Attribution. You must attribute the work in the manner specified by the author or licensor  (but not in any way that suggests that they endorse you or your use of the work)

 

Non-commercial. You may not use this work for commercial purposes

 

Share Alike. If you alter, transform, or build upon this work, you may distribute the resulting work but only under the same or similar license to this one

  • For any reuse or distribution, you must make clear to others the license terms of this work. One  way to do this is with a link to the license web page: http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/2.5/za/
  • Any of the above conditions can be waived if you get permission from the copyright holder.
  • Nothing in this license impairs or restricts the authors’ moral rights.
  • Nothing in this license impairs or restricts the rights of authors whose work is referenced in this document.
  • Cited works used in this document must be cited following usual academic conventions
  • Citation of this work must follow normal academic conventions

Dengan sistem terbuka ini , CHEPSAA percaya bahwa pengembangan keilmuan penelitian kebijakan kesehatan dapat semakin cepat dilakukan di Afrika. Tidak ada peraturan kaku tentang copy-right yang dapat menghambat perkembangan ilmu penelitian kebijakan kesehatan.

Refleksi dari pertemuan di Johannesburg:
Apa yang dapat dipergunakan untuk Indonesia?


Materi pertemuan CHEPSAA di hari ke 3 ini dapat dipergunakan untuk memperkuat Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia (JKKI) . Jaringan yang dibina PKMK FK UGM saat ini sudah berada pada tahun ke V. Jaringan ini bersifat independen, dengan anggota unit yang terkait dengan penelitian dan pengembangan kebijakan kesehatan di perguruan tinggi, lembaga penelitian di Departemen, Lembaga Swadaya Masyarakat, dan lembaga pelayanan kesehatan, dan juga pengambil kebijakan. Tujuan utama Jaringan ini adalah menghimpun kekuatan bersama dari para peneliti, dosen, dan ahli kebijakan menuju Indonesia yang lebih sehat, sebagai tenaga ahli kebijakan dan manajemen kesehatan di daerah masing-masing.

Selama 5 tahun pengembangan, terlihat masih ada banyak masalah yang menghambat pengembangan anggota Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia. Salahsatu masalah besar adalah ketidak siapan sumber daya manusia perguruan tinggi untuk berperan aktif dalam penelitian kebijakan, memonitor, mengevaluasi, merencana dan melaksanakan sebuah kebijakan kesehatan. Ketidak siapan ini merupakan suatu gejala yang mempunyai sifat “lebih dulu telur atau ayam” dengan masalah lain yaitu ketersediaan dana untuk melakukan kegiatan aktif dalam proses kebijakan kesehatan. Tanpa ada dana riset, akan sulit menambah SDM peneliti. Saat ini riset kebijakan kesehatan masih sedikit dijalankan dan hanya beberapa perguruan tinggi yang mampu melakukan dengan baik.

  Kebutuhan akan Monitoring dan Evaluasi secara Independen

Saat ini Kemenkes dan BPJS di era JKN membutuhkan dukungan penelitian, khususnya dalam rangka monitoring dan evaluasi independen dalam pelaksanaan kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional. Sebagai gambaran BPJS mengelola dana sekitar 40 Triliun setiap tahun. Dana ini diserahkan ke pelayanan primer melalui pembayaran kapitasi dan pelayanan rujukan melalui pembayaran klaim INA-CBGs. Saat ini diamati pelaksanaan dana sebesar Rp 40 Triliun ini dilakukan tanpa ada system monitoring dan evaluasi oleh pihak independen. Sementara itu potensi penyimpangan dana sangat besar, seperti yang ditemukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Hal ini sangat memprihatinkan dan membutuhkan monitoring dan evaluasi secara independen.

Kementerian Kesehatan juga mempunyai berbagai program antara lain di pencegahan penyakit menular dan tidak menular, KIA, pelayanan rumah sakit. Saat ini di Kementerian Kesehatan juga tidak ada tradisi melakukan monitoring dan evaluasi secara independen. Akibatnya, kinerja kegiatan pelaksanaan kebijakan dan program Kementerian Kesehatan belum dapat dinilai dan berbagai program seperti usaha penurunan kematian ibu dapat dikatakan belum berhasil ditangani.

Dinas Kesehatan sebagai perpanjangan tangan Kementerian Kesehatan sebagai pengawas system pelayanan kesehatan di propinsi dan kabupaten/kota mempunyai kelemahan khususnya kekurangan tenaga ahli. Sebagai gambaran, dalam upaya menjamin mutu pelayanan dan keselamatan pasien, Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten perlu mengawasi mutu pelayanan kesehatan primer dan rujukan. Namun fungsi ini belum dijalankan dengan baik. Oleh karena itu Dinas Kesehatan perlu mengaktifkan pengawasan system kesehatan. Bidang pelayanan kesehatan dan yang bertugas untuk member perijinan tenaga dan fasilitas kesehatan (rumah sakit dan pelayanan primer) Dinas Kesehatan perlu ditingkatkan kemampuan dan otoritasnya, termasuk pengawasan pelayanan BPJS. Mengingat kelemahan Dinas Kesehatan dalam pengawas, maka fungsi ini sebaiknya dibantu oleh pendidikan tinggi dan lembaga swasta yang mampu melakukan Monitoring dan Evaluasi serta investigasi secara independen.

  Masalah

Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan dan BPJS tidak mempunyai tradisi menjadi obyek monitoring dan evaluasi secara independen. Dalam anggaran Kementerian Kesehatan/Dinas Kesehatan/BPJS tidak ada anggaran untuk melakukan monitoring dan evaluasi kebijakan. Hal ini berbeda di sektor Pekerjaan Umum dimana selalu ada sekitar 5 % anggaran dipergunakan untuk monitoring dan evaluasi oleh pihak independen.

Di sisi lain, para dosen/peneliti Perguruan Tinggi belum terbiasa meneliti kebijakan, monev. Secara khusus para dosen tidak terbiasa menyusun proposal penelitian kebijakan dan manajemen. Juga ada beban mengajar yang berat. Padahal di setiap Propinsi sebaiknya ada 1 unit penelitian/lembaga yang dapat menjalankan fungsi sebagai tim independen untuk perencanaan, pengawasan dan evaluasi kebijakan. Bahkan di Propinsi besar seperti Jawa Tengah diperlukan lebih dari 1 pusat.

Ada beberapa hal yang dapat dilakukan:

  1. Memperkuat networking di JKKI. Networking ini dapat bermacam-macam, antara lain:
    • antar universitas di Indonesia
    • antar universitas di daerah dengan BPJS setempat, dinas kesehatan setempat, dan pemerintah daerah
    • di dalam universitas sendiri, antara peneliti di fakultas kedokteran/kesehatan masyarakat dengan peneliti di fakultas sospol.
    • antar universitas dengan penyandang dana.
    • network antara universitas dan Bappenas untuk menyusun kebijakan penganggaran untuk penelitian kebijakan dan monitoring/evaluasi.
    • dan berbagai networking lainnya.

Teknik-teknik networking ini perlu dikembangkan oleh JKKI agar para anggotanya dapat memanfaatkan untuk kepentingan efektifitas pembangunan kesehatan.

  1. Melatih para pemimpin penelitian kebijakan di setiap Propinsi. Di lembaga-lembaga penelitian di universitas atau swasta harus ada peneliti yang mampu memimpin dan berkomunikasi dengan pengambil kebijakan di daerah. Dalam pengamatan, tidak banyak ada peneliti yang mampu memimpin sekelompok staff dan juga berhubugan dengan berbagai pihak terkait dalam jaringan. Perlu dilakukan pelatihan kepemimpinan untuk para peneliti di Indonesia.
  2. Memperkuat web www.kebijakankesehatanindonesia.net  untuk mendukung percepatan peningkatan kemampuan universitas dalam meneliti kebijakan dan melakukan monitoring dan evaluasi. Selama 4 tahun ini, web telah dijalankan. Berbagai kekurangan masih ada. Akan tetapi web ini diakui oleh masyarakat internasional sebagai inovasi baru yang perlu dikembangkan terus di Indonesia.
  3. Pengembangan-pengembangan modul pendidikan dan pelatihan antar pusat-pusat pendidikan di Indonesia perlu dicepat. Pengembangan modul ini perlu dilakukan dengan pendekatan Open-System agar kecepatan pengembangan meningkat. Diharapkan di Indonesia akan ada pengembangan bersama antar universitas, termasuk melakukan adaptasi dari modul-modul yang berasal dari CHEPSAA.

Diharapkan pada tahun 2015 ini berbagai kegiatan di atas dapat dilakukan di Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia. Bersama ini pula laporan kegiatan dari pertemuan CHEPSAA di Johannesburg diahkhiri. Semoga berguna bagi pengembangan penelitian kebijakan dan system kesehatan, serta analisis kebijakan di Indonesia.

Laksono Trisnantoro
29 Januari 2015, Johannesburg, Afrika Selatan.

Reportase Diskusi Publik Mencegah Memburuknya Ketidakadilan Sosial di Sektor Kesehatan

paramadina1

paramadina1

Kegiatan diskusi yang dilaksanakan di Universitas Paramadina, Jakarta dengan topik “Mencegah memburuknya ketidakadilan sosial di sektor kesehatan” dimulai dengan sambutan dari Prof Laksono dilanjutkan oleh Dinna Wisnu, PhD dari Universitas Paramadina. Rektor baru Universitas Paramadina yaitu Firmanzah juga turut memberikan sambutan dan menyampaikan poin penting dalam rangka kerja sama pengembangan ilmu pengetahuan oleh Universitas Paramadina dengan PKMK UGM dalam berbagai penelitian dan forum. Perwakilan BPJS yang juga memberikan sambutan pada acara ini sekaligus membuka kegiatan diskusi.

Sesi pertama “Kebijakan Jangkauan JKN”

Pada sesi pertama Prof Laksono menyajikan materi mengenai “Kebijakan Jangkauan JKN”. Menurut beliau, materi yang diangkat befokus pada public policy yang dinilai memiliki peranan sangat penting. Materi ini dimulai dengan hasil riset dan kajian yang telah dilakukan selama satu tahun terselenggaranya SJSN. Hal pokok yang dipaparkan mengenai isu yang selalu diangkat terkait kepesertaan JKN, namun sebenarnya yang paling penting adalah apa manfaat yang didapat peserta JKN. Diuraikan lebih lanjut bahwa terjadi sebuah ketimpangan dalam pemerataan pemanfaatan oleh peserta JKN. Daerah yang kaya dan memiliki akses fasilitas yang baik menunjukkan tingginya penyerapan anggaran. Namun sebaliknya, daerah miskin dengan akses yang terbatas sangat kecil untuk menyerap anggaran.

Permasalahan yang terjadi di beberapa daerah dengan berbagai kendala tersebut menimbulkan skenario-skenario di masa yang akan datang. Skenario optimis dengan perbaikan keadaan hingga ke skenario yang paling pesimis. Skenario optimis dimungkinkan oleh daerah yang telah berkembang dengan baik. Sedangkan daerah pesimis masih dimotori oleh daerah yang masih tertinggal. Sebenarnya daerah miskin juga sudah mendapatkan beban yang berat seperti kesulitas akses geografi, ekonomi, dan budaya. Sementara jumlah lakalantas dan perilaku merokok juga semakin meningkat.

Prof Laksono juga mengaitkan nawa cita presiden Jokowi terkait dengan semangat pemerataan dan keadilan kesehtaan bagi masyarakat Indonesia. Prinsip ini dinilai menjadi pegangan yang penting dalam pengembangan pemerataan kesehatan. Diceritakan juga sebuah kendala riset kesehatan khususnya JKN adalah transparansi data klaim oleh BPJS.

paramadina3

  Pembahas 1

Sebagai pembahas pertama, Kalsum Komariyah dari perwakilan Kemenkes memberi penekanan pada peningkatan suplay yang harus mengimbangi demand. Di samping itu, pencapaian tujuan-tujuan yang direncanakan pemerintah juga selalu harus diukur. Melalui peningkatan dan perbaikan suplai/supply maka akan menurunkan angka kematian dan angka kesakitan. Kementrian kesehatan yang memegang fungsi regulasi dapat berperan dalam memenuhi layanan.

  Pembahas 2

Ridwan Monoarfa sebagai dewan pengawas BPJS mengungkapkan bahwa terjadi diskriminasi dalam pemanfaatan layanan kesehatan bagi peserta BPJS. Sebelumnya memang terjadi perdebatan dalam penyusunan kebijakan ini, antara konsep JKN yang menggunakan segmentasi program dan segmentasi layanan. Namun untuk prinsip pemerataan, maka segmentasi program menjadi pilihan. Ridwan juga kembali menekankan bahwa benefit package tetap harus dipertimbangkan bagi masyarakat rentan. Menurutnya, dengan kebutuhan ini maka anggaran kesehatan tetap harus ditingkatkan.

  Pembahas 3

Asih Eka Putri perwakilan Dewan Jaminan Nasional membahas mengenai aspek demografi peserta BPJS. Menurut Asih, adanya ketimpangan yang terjadi juga menunjukkan sebuah indikasi ketidakcukupan iuran. Ketidakcukupan iuran ini diharapkan dapat diatasi dengan melakukan pengkajian kembali atau merevisi besarnya iuran. Asih melanjutkan, jika hal ini tidak diatasi maka akan mempengaruhi dalam peningkatan eksodus tenaga kesehatan. Beberapa saran yang ditawarkan seperti melakukan investasi dengan melibatkan swasta, atau memanfaatkan daerah dengan jumlah tenaga kesehatan yang melimpah yang dipekerjakan di daerah yang minim tenaganya, hingga usulan tenaga kontrak dari luar negeri. Selain itu untuk jangka panjang, Asih memberikan masukan mengenai pentingnya setiap daerah berinvestasi untuk mengembangkan wilayah masing-masing.

 

paramadina2

Sesi Kedua “Pendukung dan Penghambat Cakupan Semesta”

Pada sesi kedua bertindak sebagai penyaji, Dinna Wisnu dari Universitas Paramadina menyajikan materi mengenai Pendukung dan Penghambat Cakupan Semesta. Dalam sesi ini, Dinna melalui risetnya menyatakan bahwa kelemahan JKN pada saat ini teletak pada instrumen yang tidak sesuai. Hal ini dikaitkan pada kebijakan telah mengarah ke yang lebih baik, maka seharusnya hasilnya juga akan baik. Namun pada kenyataannya berbeda, Asih berpendapat bahwa kebijakan belum diturunkan dengan baik dimana aturan-aturan pengkodisian belum ditemukan. Selain itu kelemahan institusi kesehatan terletak pada minimnya inisiasi atau kakunya pengambilan sikap karena harus selalu berdasar pada aturan yang ada. Seperti dalam pendaftaran peserta BPJS sangat birokrat dan tentu menghambat masyarakat utamnaya untuk masyarakat yang rentan. Asih juga menambahkan bahwa seharusnya JKN tidak berprinsip pada pemerataan kualitas layanan kepada semua golongan, namun harus mempertimbangkan fakta bahwa setiap golongan masyarakat memiliki ekspektasi yang berbeda. Penekanannya lebih pada kendali mutu, bukan pada kendali biaya.

  Pembahas 1

Daniel Yusmic yang bertindak sebagai pembahas pertama memaparkan bahwa evaluasi dapat dilakukan jika produk hukum telah seutuhnya diterbitkan. Namun jika dilihat dari peraturan, maka hal ini sering tidak sinkron dengan aturan di bawahnya terkait beberapa peraturan yang sering mengalami amandemen. Meskipun demikian, menurut Daniel, jaminan kesehatan merupakan hak konstitusional setiap warga negara, sehingga negara wajib untuk menyediakannya. Daniel Yusmic juga merekomendasikan perlunya penelitian hingga tahun 2019 untuk melakukan evaluasi JKN lebih mendalam.

  Pembahas 2

Perwakilan dari BPJS Kesehatan selaku pembahas kedua menjelaskan bahwa pentingnya sebuah pengaduan masyarakat yang dapat membantu memperbaiki layanan.

  Pembahas 3

Selaku pembahas ketiga, Timboel Siregar yang menjabat di BPJS Watch mengindikasikan adanya kemauan politik yang rendah oleh pemerintah untuk memperbaiki tatanan dalam JKN. Hal ini diungkapkan dalam budgeting anggaran yang dinilai masih lemah. Selain itu, indikasinya terlihat pada kurang aktifnya badan pengawas rumah sakit yang memberikan peluang besar dalam penyalahgunaan.

(Faisal Mansur, MPH/Asisten Peneliti di PKMK FK UGM)

Tor dan Materi Presentasi

 

Januari 2014

underline

Januari 2014

Bulan ini merupakan saat mulai berjalannya Jaminan Kesehatan Nasional. Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Pasal 60 ayat (1), mulai 1 Januari 2014 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mulai beroperasi menyelenggarakan program jaminan kesehatan. Jika mengacu kepada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional yang disahkan dan diundangkan tanggal 19 Oktober 2004, maka pelaksanaan jaminan kesehatan tersebut terlambat hampir 10 tahun. Meskipun demikian, keterlambatan ini tidak berarti persiapan pelaksanaannya menjadi matang. Terbukti banyak peraturan pelaksanaannya baru terbit di akhir Desember 2013 (misalnya Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2013 yang baru ditetapkan pada 27 Desember 2013).

Pelaksanaan jaminan kesehatan ini terkesan dipaksakan. Semangat yang dikemukakan adalah “sambil berlayar membangun kapal” atau sambil berjalan dilakukan penataan dan penyempurnaan. Akibat semua itu, banyak keluhan yang terjadi di awal-awal berlakunya jaminan kesehatan ini. Meskipun demikian, secara bertahap terlihat pengelolaan jaminan kesehatan ini semakin baik seiring dengan berjalannya waktu.

Terlepas dari itu, jauh sebelum pelaksanaannya dimulai, PKMK FK UGM menilai bahwa kebijakan jaminan kesehatan ini berpotensi menimbulkan inequity dalam pelayanan kesehatan. Daerah yang memiliki dokter spesialis lengkap akan lebih banyak menyerap anggaran BPJS dibandingkan dengan daerah tertinggal atau tidak diminati (terutama di Indonesia bagian timur) yang terbatas bahkan tidak memiliki dokter spesialis. Penilaian skenario ini terbukti makin terlihat seiring berjalannya waktu.


Dalam bulan ini juga diselenggarakan Kongres Perdana Indonesian Health Economics Association (InaHEA) “Menuju Era Ekonomi Kesehatan Indonesia”

Indonesian Health Economics Association (INAHEA) yang baru saja didirikan menggelar seminar dua hari tanggal 24-25 Januari 2014 di Bandung, Hotel Novotel. Kongres InaHEA pertama ini diselenggarakan oleh Center for Health Economics and Policy Studies (CHEPS) Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia yang didukung oleh Boehringer Ingelheim Jerman, Inhealth, Novartis, Sanofi, BPJS Kesehatan, Roche, NewIdea Tour. Selain presentasi abstrak-abstrak dari peserta yang telah diseleksi juga dibahas oleh pembicara internasional yang diundang, seperti tokoh ekonomi kesehatan Michael Drummond dan Manajer IHEA, Bill Swan.

Kegiatan Selengkapnya

Ada 10 Regulasi yang disahkan pada bulan Januari 2014. Silakan klik link berikut Lampiran

 

 

Februari 2014

underline

Februari 2014

Bulan kedua di tahun 2014 diselenggarakan Seminar Permasalahan dan Kemajuan dalam Revisi PP No. 38/2007 dan PP No. 41/2007 tentang struktur organisasi pemerintahan daerah dan hubungan RSD dengan Dinas Kesehatan diselenggarakan pada hari Sabtu, 22 Februari 2014 di Ruang Senat, Gd. KPTU Lt.2 FK UGM, Yogyakarta diselenggarakan oleh Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK).

Seminar ini bertujuan untuk:

  1. Mendapatkan gambaran tentang permasalahan dan kemajuan dalam revisi UU No. 32 Tahun 2004, PP No. 38/2007 dan PP No. 41/2007.
  2. Mendapatkan masukan untuk penyempurnaan draft revisi PP No. 38/2007 dan PP No. 41/2007 khususnya di Bidang Kesehatan.
  3. Mendapatkan masukan untuk penyusunan strategi mempercepat proses revisi PP No. 38/2007 dan PP No. 41/2007.
  4. Menyusun Rencana Tindak Lanjut untuk mendukung revisi PP No. 38/2007 dan PP No. 41/2007 khususnya di Bidang Kesehatan.

Kegiatan Selengkapnya


Dalam bulan ini pula diselenggarakan Pertemuan Tatap Muka Blended Learning “Pencegahan dan Pengurangan Fraud di Jaminan Kesehatan Nasional” Mengapa Fraud di Jaminan Kesehatan Nasional Dapat Masuk ke Hukum Pidana dan Tindakan Pidana Korupsi? Selasa, 25 Februari 2014 Ruang Kuliah MMR, Gd. Granadi Lt.10 Kuningan, Jakarta Selatan.

Tujuan:

  1. Memahami Hukum Pidana dan Perdata tentang Penipuan
  2. Memahami Tindak Pidana Korupsi.
  3. Memahami berbagai kasus hukum fraud di Amerika Serikat
  4. Melakukan scenario mengenai fraud di JKN dari perspektif hukum.

Kegiatan Selengkapnya

Ada tujuh regulasi yang disahkan pada bulan Februari 2014. Silakan klik link berikut Lampiran

 

 

Maret 2014

underline

Maret 2014

Masalah ketidakseimbangan jumlah dokter spesialis merupakan hal yang mengancam keadilan JKN. Untuk itu, residen perlu dianggap sebagai tenaga medik yang membantu pelayanan di JKN. Pada bulan ini diselenggarakan Seminar Penggunaan Residen sebagai Tenaga Medik untuk Menyeimbangkan Tenaga kesehatan di Daerah Sulit dalam Era Jaminan Kesehatan Nasional dan Workshop Pengembangan Dukungan untuk Tim Residen oleh “Unit Pengiriman Residen” di RS Pendidikan/Fakultas Kedokteran Kamis-Jumat, 6-7 Maret 2014 Ruang Senat Lt. 2, Gd. KPTU Fakultas Kedokteran UGM.

Kegiatan Seminar dan Workshop ini diselenggarakan dalam rangka Annual Scientific Meeting tahun 2014 di Fakultas Kedokteran UGM selama dua hari. Hari pertama diselenggarakan seminar. Kegiatan seminar ini merupakan bagian tak terpisahkan seminar lainnya yaitu: “Manajemen Residen dalam era BPJS: Apakah dapat menjadi Dokter Penanggung Jawab Pasien di Daerah Jauh?”. Hari kedua dilakukan Workshop untuk penguatan tim RS Pendidikan dan Fakultas Kedokteran. Workshop ini merupakan bagian yang tak terpisahkan dari seminar hari pertama.

Kegiatan Selengkapnya


 

Kegiatan lain yang diselenggarakan bulan ini adalah Seminar dan Workshop Leadership Series Peran Kepala Dinas Kesehatan, Direktur Rumah Sakit Dan Ketua Komite Medik Dalam Mencegah Fraud Pada Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional Sabtu, 15 Maret 2014 Ruang Senat Gd. KPTU Lt.2 FK UGM. Kegiatan ini merupakan bagian dari Annual Scientific Meeting dalam rangka DIES NATALIES FK UGM Ke-68 dan Ulang Tahun RSUP DR. SARDJITO ke-32.

Secara umum, fraud dalam JKN merupakan hal yang harus diantisipasi keberadaannya di JKN. Seminar dan workshop ini mendiskusikan mengenai pelaksanaan pengendalian fraud dalam JKN sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam seminar ini, dibahas juga bagaimana peran para leader di sistem kesehatan untuk mencegah terjadinya penyimpangan dalam implementasi JKN tersebut, serta bagaimana meningkatkan kinerja komite medis dalam implementasi clinical governance di RS.

kegiatan selengkapnya


 

Kegiatan lainnya dalam bulan ini adalah Workshop “Peningkatan Peran Perguruan Tinggi dalam Menurunkan Kematian Ibu dan Bayi” 29 Maret 2014 R. Senat Lt.2, Gd. KPTU FK UGM. Pada bulan Maret ini diselenggarakan pertemuan blended learning untuk membahas peranan Perguruan Tinggi dalam menurunkan kematian ibu dan bayi.

kegiatan selengkpanya

Ada enam regulasi yang disahkan pada bulan Maret 2014 . Silakan klik link berikut Lampiran

 

 

April 2014

underline

April 2014

Bulan April 2014 banyak even ilmiah yang diikuti dan diselenggarakan oleh PKMK. Pada bulan April ada Bedah Buku: Pola dan Akar Korupsi Menghancurkan Lingkaran Setan Dosa Publik 4 April 2014. Acara ini sempat didokumentasikan oleh tim PKMK FK UGM dalam bentuk reportase. Buku yang akan dibahas kali ini ialah buah karya Prof. drg. Etty Indriati, PhD (FK UGM) yang membahas isu pelik, yaitu korupsi. Prof. Etty berguru pada Prof. Susan Rose-Ackerman dari Universitas Yale. Bedah buku yang berfokus pada upaya anti korupsi tersebut telah terselenggara pada Jum’at (4/4/2014) di Auditorium Pertamina Tower, FEB UGM.

Penyelenggara acara ini ialah Gerakan Masyarakat Transparasi Akademis untuk Indonesia (Gemati) dan pengantar disampaikan oleh Dr. Eko Suwardi, PhD, Wadek Bidang Perencanaan dan Informasi, FEB UGM. Kegiatan atau gerakan anti korupsi, selaras dengan visi misi UGM yang menjulang tinggi dan mengakar pada local wisdom, harapannya hasil diskusi menjadi ilmu dan amalkan, jelas Dr. Eko Suwardi. Moderator acara kali ini ialah Dr. Rimawan Pradipto

kegiatan selengkapnya


Dalam bulan ini, ada kegiatan internasional yang berlangsung yaitu Pertemuan International Forum on Quality & Safety in Healthcare: Strive for Excellence, Seek Value, Spark a Revolution di Paris, 8-11 April 2014. British Medical Journal (BMJ) dan Institute for Healthcare Improvement (IHI) kembali mengadakan forum internasional untuk membahas berbagai perkembangan upaya peningkatan mutu dan keselamatan pasien dalam pelayanan kesehatan. Forum ini diselenggarakan di The Le Palais des Congres, Paris, Perancis. Total jurnal yang disajikan sebanyak 85 sesi dalam waktu tiga hari baik sesi pleno maupun pararel.

kegiatan selengkapnya


Kegiatan PKMK yang diselenggarakan pada bulan ini adalah Serial Diskusi Kebijakan Kesehatan di Bulan April – Mei 2014. Pertemuan 1: 11 April 2014, Jum’at, di Yogyakarta, pukul 10.00-14.30 Wib dengan tema: Reformasi dalam kebijakan desentralisasi

Topik yang dibahas:

  1. Apa yang terjadi dalam desentralisasi di sector kesehatan selama 15 tahun terakhir ini?
  2. Apa yang kurang dan apa yang baik
  3. Bagaimana situasi saat ini: Apa saja yang akan diubah?
  4. Bagaimana masa depannya.

kegiatan selengkapnya


Kegiatan lainnya adalah Workshop Pembiayaan Kesehatan untuk Tindakan Preventif dan Promotif Dalam era Jaminan Kesehatan Nasional pada Kamis, 17 April 2014, Hotel Santika Jakarta. Tujuan acara tersebut ada beberapa, antara lain:

  1. Membahas reformasi pembiayaan kesehatan dalam beberapa decade terakhir
  2. Membahas berbagai perkembangan terbaru dalam pembiayaan kesehatan
  3. Membahas arah pembiayaan tindakan preventif dan promotif

kegiatan selengkapnya


Kegiatan lainnya adalah Diskusi mengenai Kebijakan Kesehatan Indonesia: Reformasi Dalam Pengorganisasian Rumah Sakit diFK UGM, pada 23 April 2014, pukul 08.00-14.30 WIB. Tujuan diskusi ini adalah untuk membahas mengenai:

  1. Bagaimanakah proses pengembangan otonomi RS? Sesuai dengan hasil studi dari PKMK (Health in Transition dan Asia Pacific Observatory)
  2. Bagaimana peran sistem pengawasan mutu pelayanan dan hukum?
  3. Bagaimanakah peran Dinas Kesehatan dalam pengawasan?
  4. Bagaimanakah Prospek Pengembangan DitJen BUK agar lebih fokus pada fungsi regulator?
  5. Mengapa terjadi surplus dalam era JKN. Apakah terjadi double financing?

kegiatan selengkapnya


Di bulan ini diselenggarakan pula kegiatan internasional yaitu Konferensi WHO-SEARO tentang Advancing Universal Health Coveragein South East Asia Paro, Bhutan (23 – 25 April 2014). WHO-SEARO mengadakan konferensi dengan tema: Advancing Universal Health Coverage in South East Asia, dengan tujuan untuk mengambarkan pencapaian UHC dan tantangan pada aspek konsep serta aspek praktis dalam penerapan UHC di kawasan ini. Konferensi diadakan di Paro, Bhutan, mulai 23 April 2014 sampai dengan 25 April 2014. Simak reportasenya di link berikut

klik disini


Selain itu, dalam bulan ini juga diselenggarakan Diskusi Kebijakan Kesehatan Reformasi Pengorganisasian Tenaga Kesehatan Selasa, 29 April 2014 Gedung Granadi Kuningan Jakarta. Diskusi ini diusahakan menjawab pertanyaan berikut:

  1. Apa hasil dari penataan tenaga kesehatan, khususnya dokter pasca desentralisasi?
  2. Bagaimana ideologi dalam proses pendidikan tinggi kedokteran berusaha diubah melalui UU Pendidikan Kedokteran?
  3. Bagaimana sistem pendidikan tenaga kedokteran dapat menjamin ketersediaan di daerah sulit dan juga di front internasional?

kegiatan selengkapnya

Ada tiga regulasi yang disahkan pada bulan April 2014. Silahkan klik link berikut Lampiran

 

 

 

Mei 2014

underline

Mei 2014

Pada bulan kelima ini diselenggarakan The 8th Postgraduate Forum on Health Systems and Policy Theme: Medical Doctors Migration and Health System Developmentin South East Asia: Implication for Medical Doctors and Specialists Education, di Yogyakarta pada 13-14 Mei 2014. Pertemuan diselenggarakan oleh: Center for Health Policy and Management Management and Graduate Program in Health Policy and Management, Gadjah Mada University, Indonesia and World Health Organization (WHO) In Collaboration with: Naresuan University Medical School, Thailand; UKM Medical Centre, National University of Malaysia, United Nation University International Institute for Global Health, Nossal Institute, and University of Melbourne.

Tujuannya adalah:

  1. To describe global trend in health care services
  2. To identify market potential from epidemiological and socio economic point of view in ASEAN
  3. To identify the concept and vision of the 3 countries on medical doctor migration within ASEAN region.
  4. To identify the health system development in the 3 countries to accommodate migration of medical doctor in ASEAN

kegiatan selengkapnya


Di bulan Mei ini diselenggarakan 1st Indonesian Conference on Tobacco or Health (ICTOH) di Jakarta, 29 – 31 Mei 2014 “Tobacco Control-Saves Lives and Saves Money“. Sejumlah 392 delegasi dari 28 provinsi yang terdiri dari pemerintah, perwakilan 25 universitas, perwakilan 7 organisasi professional, LSM, pegiat hak asasi manusia, pelajar dan media berkumpul pada acara the 1st Indonesian Conference on Tobacco or Health di Jakarta untuk membicarakan upaya pencegahan dan pengendalian penggunaan tembakau di Indonesia.

kegiatan selengkapnya

 

Ada enam regulasi terkait kesehatan yang disahkan pada bulan Mei 2014 . Silahkan klik link berikut lampiran

 

 

 

Juni 2014

underline

Juni 2014

Banyak regulasi yang disahkan pada bulan Juni 2014. Dalam aturan ini masih banyak yang terkait dengan Jaminan Kesehatan Nasional, antara lain:

  1. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 27 Tahun 2014
    Tentang Petunjuk Teknis Sistem Indonesian Case Base Groups (INA-CBGS) Ditetapkan pada tanggal 2 Juni 2014 dan diundangkan pada tanggal 16 Juni 2014
  2. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2014
    Tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional, Ditetapkan pada tanggal 3 Juni 2014 dan diundangkan pada tanggal 25 Juni 2014

Regulasi selengkapnya silakan klik ink berikut Lampiran

 

 

 

 

 

Juli 2014

underline

Juli 2014

Ada dua regulasi penting yang disahkan bulan ini,

  1. Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi
    Sejatinya, PP ini mengatur Kesehatan Reproduksi secara komprehensif tetapi yang banyak disorot adalah Bagian IV Pasal 31-39 terkait aborsi.Banyak pro dan kontra yang berkembang di masyarakat terkait isu legalisasi aborsi. Situasi ini mendorong Kementerian Kesehatan untuk mensosialisasi dan mengklarifikasi isu-isu yang muncul secara intensif.
  2. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 59 Tahun 2014
    Tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan Dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan

Regulasi selengkapnya yang disahkan bulan ini, silakan klik link berikut lampiran

 

 

 

 

 

 

Agustus 2014

underline

 

Pada bulan ini diselenggarakan 20th World Congress on Medical Law 2014 di Nusa Dua Bali, IndonesiaAugust 21th-24th, 2014

20th World Congress on Medical Law, yang diselenggarakan di Bali dari tanggal 21-24 Agustus 2014 berfokus pada pengembangan hukum kedokteran. Forum pertemuan internasional ini dilakukan setiap dua tahun sekali, even sebelumnya 19th World Congress On Medical Law diselenggarakan di Brazil. Forum WCML bertujuan untuk pertama, menjadi forum yang memfasilitasi kolaborasi, menghasilkan terobosan besar di lapangan terkait bidang hukum kedokteran. Kedua, WCML menjadi program ilmiah yang kaya dan beragam dengan topik-topik pembahasan terkini. Ketiga, WCML mampu menjadi platform penting untuk ajang mendiskusikan dan membahas solusi yang berbeda terhadap perlindungan kesehatan .

Forum ini berlangsung dalam dua bentuk, yaitu plenary session dan symposium. Tema besar dari pertemuan yang ke-20 ini adalah “Does Health Law Protect the Dignity and Save Lives?” Para pembicara berasal dari berbagai negara, antara lain Indonesia, Jepang, Korea, Oman, China, Malaysia, USA, Australia dan Canada serta berbagai institusi (Center of Health, perguruan tinggi swasta, PTN serta International Organization).

kegiatan selengkapnya


Pada bulan ini juga diselenggarakan Lokakarya Nasional Pengembangan Dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan Tahun 2014 Jakarta, 27-29 Agustus 2014

Tema : “Pengembangan dan Peningkatan Kapasitas SDM Kesehatan yang kompeten dan berdaya saing”
Sub Tema :

  1. Penguatan Pengembangan SDM Kesehatan melalui Kerjasama dan Sinergitas Pemangku Kepentingan.
  2. Peningkatan Mutu dan Daya Saing SDM Kesehatan melalui pembinaan dan pengawasan mutu SDM Kesehatan dan Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Pelatihan SDM Kesehatan.
  3. Peningkatan Ketersediaan dan Pemerataan SDM Kesehatan.

kegiatan selengkap

Regulasi yang disahkan pada bulan Agustus 2014 dapat diklik pada link berikut lampiran