Workshop Penggunaan Sistem Kontrak di Sektor Kesehatan Untuk Mengantisipasi Kenaikan Anggaran Sektor Kesehatan Menjadi 5%

underline

Hari ke III Workshop

Penggunaan Sistem Kontrak di Sektor Kesehatan Untuk
Mengantisipasi Kenaikan Anggaran Sektor Kesehatan Menjadi 5%

Dalam Forum Nasional Kebijakan Kesehatan Indonesia

Diselenggarakan oleh
Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia dan Universitas Andalas,
Rabu, 26 Agustus 2015

  PENGANTAR

Berbagai kebijakan besar saat ini dilaksanakan di Indonesia, seperti kebijakan penurunan kematian ibu dan bayi, Jaminan Kesehatan Nasional, pencegahan kanker hingga kebijakan pengendalian HIV-AIDS. Kebijakan-kebijakan kesehatan dilakukan berdasarkan Regulasi di tingkat UU, Peraturan Pemerintah, Peraturan Daerah, Peraturan Presiden, dan Peraturan Menteri Kesehatan.

Berbagai Kebijakan yang ada dapat dinilai dalam isi dan keadaan pelaksanaan. Ada 4 kondisi besar yang dapat digambarkan dengan matriks sebagai berikut:

 

Kebijakan disusun dengan isi yang baik

Isi Kebijakan tidak baik

Kebijakan dilaksanakan dengan baik

A

B

Kebijakan tidak dilaksanakan dengan baik

C

D

Pada harapannya, kondisi kebijakan berada di kotak A. Akan tetapi ada kemungkinan berada di kotak-kotak lainnya, bahkan ada di kotak D.

Di tahun 2016, kebijakan publik melalui UU APBN, akan memberikan kewenangan pemerintah untuk menaikkan anggaran sektor kesehatan menjadi sekitar 5% dari saat ini. Tujuan kebijakan publik ini tentunya baik untuk meningkatkan status kesehatan masyarakat Indonesia. Akan tetapi kenaikan anggaran ini mempunyai risiko isinya kurang baik dan pelaksanaan juga tidak baik (Kotak D) karena tidak disiapkan secara detil. Ada 2 situasi penting yang mungkin terjadi di masa depan, yaitu:

  1. Anggaran tidak terserap sempurna karena tahun anggaran yang lalu, Kementerian Kesehatan mempunyai sisa sekitar Rp 2.000.000.000.000,-. Jika anggaran 5% benar-benar dijalankan maka Kemenkes ditaksir akan meningkat sekitar Rp. 20.000.000.000.000,-. Penyerapan dalam jumlah besar ini tidak mudah.
  2. Anggaran terserap namun mutu tidak baik, atau salah sasaran. Ada kemungkinan dana meningkat, namun tidak berdampak pada peningkatan status kesehatan masyarakat.

Salah satu isu kunci dalam persiapan kebijakan kenaikan anggaran 5% adalah kemungkinan diberlakukannya sistem kontrak dalam pelayanan kesehatan. Sistem kontrak ini diberlakukan untuk pelayanan rumahsakit ataupun pelayanan kesehatan masyarakat. Dengan sistem kontrak ini maka pemerintah dapat memberikan kontrak kepada lembaga penyedia jasa untuk memberikan pelayanan. Dengan demikian yang dimaksud adalah kontrak lembaga, bukan kontrak pemerintah dengan perorangan. Sistem kontrak ini diharapkan dapat menjawab risiko tidak terserapnya dana dan dapat mencapai mutu pelayanan kesehatan atau program yang baik.

Sistem kontrak masih merupakan isu kontroversial di sektor kesehatan Indonesia. Pro dan kontra terjadi. Akan tetapi di kebijakan JKN, sistem kontrak telah terjadi dengan dipergunakannya dana pemerintah untuk dipakai di FKTP atau FKTL swasta. Demikian pula di kebijakan AIDS dan KIA, Indonesia telah mempunyai berbagai pengalaman kontrak kelembagaan.


  TUJUAN

  1. Membahas makna sistem kontrak;
  2. Membahas aplikasi sistem kontrak di program Pencegahan HIV AIDS, Penurunan Kematian Ibu dan Bayi, serta Monitoring Mutu pelayanan kesehatan JKN;
  3. Membahas konsep Implementation Research dan Policy Brief dalam kebijakan sistem kontrak.


  AGENDA

Workshop mengenai sistem kontrak ini akan dibagi menjadi 4 kelompok:

  1. Penyusunan Policy Brief untuk sistem Kontrak di pelayanan kesehatan Indonesia, termasuk di kebijakan JKN dan Dana BOK;
  2. Kebijakan Penurunan Kematian Ibu dan Bayi, dan pengalaman menggunakan Sistem Kontrak;
  3. Kebijakan Pencegahan dan Pengendalian HIV-AIDS dan situasi sistem kontrak saat ini;
  4. Sistem Kontrak, Policy Brief dan Implementation Research.

Acara yang sama adalah Sesi 1 Pembukaan: Pengantar mengenai Tantangan Sistem Kontrak di sector kesehatan Indonesia

Rabu, 26 Agustus 2015

 Waktu

Acara

08.30 – 10.00

Pembukaan:

  • Situasi Contracting di sector kesehatan
  • Masalah SDM Kesehatan dan lembaga kesehatan
  • Situasi Contracting di sektor kesehatan
  • Tantangan di tahun 2016
  • Peran strategis Implementation Research dan Policy Brief di tahun 2016 untuk monitoring kenaikan anggaran

Diskusi

Selanjutnya diikuti secara terpisah oleh berbagai Kelompok, yaitu:

  1. Penyusunan Policy Brief untuk sistem Kontrak di pelayanan kesehatan Indonesia, termasuk di kebijakan JKN dan Dana BOK
  2. Kebijakan Penurunan Kematian Ibu dan Bayi, dan pengalaman menggunakan Sistem Kontrak;
  3. Kebijakan Pencegahan dan Pengendalian HIV-AIDS dan situasi sistem kontrak saat ini
  4. Sistem Kontrak dan Implementation Research


Policy Brief

  1. Penyusunan Policy Brief untuk sistem Kontrak di pelayanan kesehatan Indonesia, termasuk di kebijakan JKN dan Dana BOK

Waktu

Program

10.30-12.00

Sistem Kontrak di Jaminan Kesehatan Nasional dalam konteks konsep Purchasing:

Prof. Laksono Trisnantro

  • Sistem Kontrak di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
  • Sistem Kontrak di Fasilitas Kesehatan Tingkat Rujukan

Workshop:

Memahami arti Kontrak.

Fasilitator: Dwi Handono Sulistyo
Studi kasus: Kegiatan Sister Hospital di NTT

Diskusi akhir: Kontrak untuk kegiatan Imunisasi di Papua. Mungkinkah?

12.00-13.00

ISHOMA

13.00-15.00

Diskusi mengenai kemungkinan Sistem Kontrak untuk APBN (BOK, Dana Dekonsentrasi) dan APBD

Pengantar:
Dana kesehatan di tahun 2016 diperkirakan akan meningkat dari APBN. Disamping itu di berbagai daerah ada dana yang berasal dari APBD. Sesi ini membahas kemungkinanan penggunaan dana APBD dan APBD untuk kontrak kegiatan.

  • Penggunaan Dana APBD untuk melakukan kontrak kerja. Studi Kasus di Kota Balikpapan.
  • Penggunaan Dana Dekonsentrasi untuk melakukan Kontrak kerja dalam Monitoring dan Bimbingan Teknis Program Kesehatan.

Studi kasus:

  • Prospek penggunaan Dana Dekonsentrasi untuk Pembinaan Teknis KIA.
  • Prospek penggunaan Kebijakan Kompensasi BPJS untuk kontrak tenaga kesehatan
  • Prospek CSR untuk kontrak tenaga kesehatan

Fasilitator:
Laksono Trisnantoro
Faozi Kurniawan

15.00-15.15

Coffee break

15.15-16.45

Penyusunan Policy Brief ke berbagai stakeholders untuk  pengembangan Sistem Kontrak menghadapi kemungkinan peningkatan anggaran sektor kesehatan menjadi 5% dari APBN

  • Apa masalah dalam pelaksanaan sistem kontrak?
  • Policy Brief untuk siapa? Apakah sampai ke arah policy brief untuk merubah hukum?
  • Apa yang akan dilakukan pasca kegiatan Fornas 6 JKKI ini?

 

KIA

  1. Kebijakan Penurunan Kematian Ibu dan Bayi, dan pengalaman menggunakan Sistem Kontrak;

Waktu

Program

10.30 – 12.00

Sistem Kontrak di Jaminan Kesehatan Nasional dalam konteks konsep Purchasing:

Prof. Laksono Trisnantoro

  • Sistem Kontrak di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
  • Sistem Kontrak di Fasilitas Kesehatan Tingkat Rujukan

Workshop: Memahami arti Kontrak.

Fasilitator: Dwi Handono Sulistyo
Studi kasus: Kegiatan Sister Hospital di NTT

Diskusi akhir: Kontrak untuk kegiatan Imunisasi di Papua. Mungkinkah?

(bergabung dengan Kelompok 1)

12.00 – 13.00 

ISHOMA

13.00 – 14.00

Presentasi Panel II:

Contracting Out Upaya Promosi KIA dan Reproduksi di Level Grass-root

  • UNICEF

Contracting Out di Level Pelayanan Kesehatan Primer dan Sekunder Bidang KIA dan Reproduksi

  1. Sister Hospital
  2. USAID – EMAS

14.00 – 15.30

Pembahasan, Melibatkan:

  1. Bappenas
  2. Direktorat Ibu, Dirjen BGKIA
  3. Direktorat Anak, Dirjen BGKIA

15.30-16.00

Coffee break

16.00-16.45

Diskusi:

Peluang pengembangan pendekatan contracting-out untuk bidang KIA dan Reproduksi di Indonesia

 

HIV / AIDS

  1. Kebijakan Pencegahan dan Pengendalian HIV-AIDS dan situasi sistem kontrak saat ini

Waktu

Program

10.30-12.00

Konsep dan Strategi Pelibatan Sektor Non.Pemerintah dalam Pelayanan Kesehatan

12.00-13.00

ISHOMA

13.00-15.00

Kasus: Kontrak Pelayanan Kesehatan kepada LSM

  1. Indonesia Partnership Fund (IPF): Komis Penanggulangan HIV dan AIDS & Kios Atma Jaya
  2. Program Kolaborasi TB – HIV di Lapas/Rutan dan Rumah Sakit: Subdit TB – Kementerian Kesehatan & Red Institute

15.00-15.15

Coffee break

15.15-16.45

Diskusi: Peluang Pendanaan APBN Program AIDS kepada LSM

  1. Bappenas
  2. PKMK FK UGM

 

 IR

  1. Sistem Kontrak dan Implementation Research.

Waktu

Program

10.30-12.00

Prinsip-prinsip dasar riset implementasi
Yodi Mahendradhata

12.00-13.00

ISHOMA

13.00-15.00

Prinsip-prinsip implementasi dalam konteks kebijakan contracting out
Mubasysyir Hasanbasri

15.00-15.15

Coffee break

15.15-16.45

Pengenalan metode-metode yang sering digunakan dalam riset implementasi
Ari Probandari

16.45-17.00

Penutup: peluang pengembangan kapasitas riset implementasi
Yodi Mahendradhata

 

Biaya mengikuti Workshop seperti pada informasi di Forum Kebijakan Kesehatan Indonesia adalah :

  • 1 Juni – 23 Agustus 2015 sebesar Rp. 600.000,-
  • On site sebesar Rp. 750.000,-

Panduan Praktek Klinik untuk Dokter di Layanan Primer

Dalam Forum Nasional Kebijakan Kesehatan Indonesia

Diselenggarakan oleh
Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia dan Universitas Andalas,
Rabu, 26 Agustus 2015

  PENGANTAR

Menteri Kesehatan Republik Indonesia mengeluarkan peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia nomor 5 tahun 2014 tentang panduan praktik klinis (PPK) bagi dokter di fasilitas pelayanan kesehatan primer. PPK bagi dokter di fasilitas pelayanan kesehatan primer bertujuan untuk memberikan acuan bagi dokter dalam memberikan pelayanan di fasilitas pelayanan kesehatan primer baik milik pemerintah maupun swasta dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan sekaligus menurunkan angka rujukan (Pasal 1 Permenkes no 5/2014).

Tujuan PPK ini adalah sebagai berikut:

  1. mewujudkan pelayanan kedokteran yang sadar mutu dan sadar biaya yang dibutuhkan oleh masyarakat;
  2. memiliki pedoman baku minimum dengan mengutamakan upaya maksimal sesuai kompetensi dan fasilitas yang ada; dan
  3. memilliki tolok ukur dalam melaksanakan jaminan mutu pelayanan.

Ruang Lingkup PPK adalah:

  • PPK meliputi panduan penatalaksanaan terhadap penyakit yang dijumpai di layanan primer.
  • Jenis penyakit mengacu pada Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia No. 11 Tahun 2012 tentang Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI).
  • Penyakit dalam panduan ini adalah penyakit dengan tingkat kemampuan dokter 4A, 3B, dan 3A terpilih. Katarak yang merupakan kemampuan 2, dimasukkan dalam pedoman ini dengan mempertimbangkan prevalensinya yang cukup tinggi di Indonesia.

Dengan demikian, PPK ini diharapkan dapat menjadi panduan praktis dan aplikatif bagi dokter dalam melaksanakan manajemen pasien yang berkualitas di layanan primer.

  TUJUAN

  1. Mempraktekkan penggunaan PPK dalam manajemen pasien di layanan primer dengan menggunakan kasus simulasi.
  2. Memprediksi/ Mengevaluasi hal positif dan negative dari aplikasi PPK dalam manajemen pasien di layanan primer melalui diskusi kelompok


  AGENDA

Rabu, 26 Agustus 2015

 Waktu

Acara

08.30 – 09.00

Pembukaan:

  • Perkenalan topic
  • Pre test

09.00 – 10.00

Presentasi tentang PPK

10.00 – 10.15

Coffee break

10.15 – 10.45

Kerja individu aplikasi PPK pada kasus simulasi I

10.45 – 11.15

Kerja kelompok kecil aplikasi PPK pada kasus simulasi I

11.15 – 12.00

Diskusi pleno I

12.00 – 13.00

ISHOMA

13.00 – 13.30

Kerja individu aplikasi PPK pada kasus simulasi II

13.30 – 14.00

Kerja kelompok kecil aplikasi PPK pada kasus simulasi II

14.00 – 14.45

Diskusi pleno II

14.45 – 15.00

Coffee break

15.00 – 15.15

Kerja individu memprediksi/ mengevaluasi hal positif dan negative dari aplikasi PPK dalam manajemen pasien di layanan primer

15.15 – 15.30

Kerja kelompok kecil memprediksi/ mengevaluasi hal positif dan negative dari aplikasi PPK dalam manajemen pasien di layanan primer

15.30 – 16.00

Diskusi pleno III

16.00 – 16.15

Post-test dan evaluasi

Biaya mengikuti Workshop seperti pada informasi di Forum Kebijakan Kesehatan Indonesia adalah:

  • 1 Juni – 23 Agustus 2015 sebesar Rp. 600.000,-
  • On site sebesar Rp. 750.000,-

Registrasi dapat dilakukan secara online pada link berikut:

Pendaftaran

Praktikum Program Menggunakan Software Project Libre

Pertemuan BL Konsultan tahap kedua pada minggu keempat adalah praktikum program menggunaakan software project libre. Sealvy Kristianingsih dan Anantasia Noviana menjadi pemateri dalam sesi ini. Kegiatan ini dilaksanakan di Yogyakarta yang diikuti oleh berbagai tim konsultan dengan tatap muka langsung dan via webinar.

Materi ini diajarkan melalui praktek langsung dan dikerjakan oleh masing-masing peserta. Hal ini dilakukan karena pertemuan ini adalah kegiatan praktikum yang dapat lebih mudah diketahui jika langsung diterapkan.Pemateri menyajikan pemahaman fungsi penggunaan project libre. Penggunaan project libre sangat berguna dalam penjadwalan kegiatan konsultasi. Selain penjadwalan, project libre ini dapat membantu mengatur sumber daya yang akan dilibatkan beserta besar biaya yang dikeluarkan dari sebuah project.Pada kesempatan ini, pemateri hanya menyajikan project libre yang dapat digunakan untuk melakukan penjadwalan dan penggunaan sumber daya.

Pemateri menjelaskan komponen yang ada dalam project libre dahulu, Sealvy menerangkan fungsi komponen-komponen itu. Peserta selanjutnya diminta membuka project libre masing-masing dan mengisi form memulai sebuah project. Setelah membuka, peserta mengisi agenda kegiatan yang akan dilakukan, mulai dari perencanaan hingga kegiatan evaluasi. Peserta selanjutnya menentukan durasi (waktu) yang akan digunakan pada setiap kegiatan. Peserta juga dibantu cara memasukkan penanggung jawab untuk masing-masing kegiatan.

Selama kegiatan berlangsung, peserta cukup antusias dengan praktikum ini. Beberapa peserta mengajukan pertanyaan kepada pemateri. Namun, peserta tidak menemui masalah yang begitu berarti dalam memahami program ini.

(Faisal M)

 

 

Reportase: Pelatihan Konsultan Tahap 2 Pertemuan Ketiga

Broto Wasisto – Kode Etik Konsultan Kesehatan

video

Anita Lestari – Kecerdasan Emosiona dan Komunikasi 

video 1  video 2

Pertemuan tahap dua sesi ketiga pelatihan konsultan pekan ini menghadirkan para narasumber yang sudah ahli dan berkecimpung dalam bidangnya masing-masing. Pembicara pertama adalah dr. Broto Wasisto, MPH yang menjabat sebagai Ketua Dewan Etik dari IKKESSINDO. dr. Broto pada kesempatan ini memberikan materi seputar kode etik konsultan. Sedangkan pemateri selanjutnya adalah Anita Lestari dari Fakultas Psikologi UGM. Anita merupakan konsultan dan tenaga pengajar yang membidangi psikologi. Anita memberikan materi terkait Kecerdasan Emosi dan Komunikasi. Materi-materi ini dinilai sangat penting dan krusial diperhatikan dan dimiliki oleh setiap konsultan agar hubungan antara klien dapat berjalan lancar tanpa menimbulkan permasalahan bagi kedua belah pihak.

Pada sesi pertama yang dibawakan oleh Broto Wasisto. Broto menyatakan bahwa etik itu memiliki pedoman yang baik bagi konsultan dalam pelaksanaan kegiatan konsultasi. Beberapa poin penting yang harus dimiliki oleh seorang konsultan seperti seorang konsultan harus memiliki akhlak
dan bersih dari KKN. Lebih jauh, Broto menjelaskan butir-butir dari kode etik konsultan kesehatan yang mencakup: 1) pengambilan sikap secara independen dan profesional, 2) Wajib menghindarkan diri dari sifat menyobongkan diri, 3) Wajib memberikan pelayanan yang kompeten, 4) Wajib bersikap jujur terhadap sejawat dan mengingatkan sejawatnya yang memiliki kekurangan. 5) Wajib melindungi klien, 6) Wajib menjalin kerjasama dengan stakeholder lainnya. 7) Jika belum merasa kompeten maka dapat merujuk ke konsultan lainnya yang lebiih kompeten, 8) Wajib merahasiakan segala sesuatu tentangpemberi tugas. 9) Memperlakukan teman sejawat sebagaimana ingin diperlakukan, 10) Memelihara gaya hidup sehat dan mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi.

Anita Lestari melanjutkan materi dengan kecerdasan emosional. Anita memulai dengan menyebarkan form dan selanjutnya para peserta melakukan penilaian diri sendiri. Hasilnya, beberapa konsultan masih memiliki bagian yang perlu dikembangkan. Pada penjelasan berikutnya, Anita menekankan seorang konsultan dapat mengetahui kondisi klien meskipun tanpa ada komunikasi verbal sebelumnya. Konsultan juga sangat penting untuk melakukan kontrol pada dirinya sendiri serta menggunakan kecakapan sosial (empati). Poin lain yang menarik yaitu komunikasi non verbal memiliki dampak lebih besar dibandingkan bahasa verbal.

Faisal M

 

Pelatihan Webinar Konsultan Tahap 2 Bagian Kedua

Pembicara 1: Supriyantoro

Mengawali pertemuan untuk tahap kedua sesi kedua dalam pertemuan webinarkonsultan kali ini, Supriyantoro membawakan materi seputar peran IKKESINDO dalam sertifikasi tenaga ahli kesehatan. Supriyantoro menyebutkan alasan adanya asosiasi profesi konsultan kesehatan. Dalam materi tersebut, Supriyantoro menyebutkan bahwa seorang konsultan memiliki ciri antara lain: terlatih, memberi jasa untuk umum, besertifikat,dan merupakan anggota organisasi profesi.

Selain itu, ia juga menjelaskan bahwa peran IKKESINDO merupakan sebuah wadah untuk menghimpun dan mengawal para konsultan. Saat ini IKESINDO banyak menangani akreditasi dan lain-lain. Akreditasi diberikan kepada lembaga-lembaga konsultan kesehatan yang ada di Indonesia. IKKESINDO juga memberikan sertifikasi kompetensi kepada konsultan. Pemberian sertifikasi ini didasarkan pada kapasitas konsultan yang memiliki kompeten dan standar kompetensi. Kompeten sendiri diartikan sebagai kepemilikan kemampuan dan kewenangan. Standar kompetensi sendiri sudah ditetapkan di Indonesia berdasarkan kerangka kualifikasi nasional di Indonesia. Menurut Supriyantoro, kegiatan BL konsultan ini sendiri sudah menjadi bagian dari standarisasi kompetensi untuk konsultan.

Pembicara 2: Harmein Harun

Harmein Harun yang juga sebagai anggota IKKESINDO membawakan materi “Kontrak Konsultan” pada bagian kedua. Harmein memulai dengan menjelaskan arti sebuah kontrak dan mengapa kontrak sangat diperlukan bagi konsultan maupun klien. Dijelaskan bahwa kontrak sangat diperlukan untuk mendifinisikan pekerjaan yang akan dilaksanakan, jadwal pelaksanaan kegiatan hingga harga dan kompensasi untuk pekerjaan ini.
Hal lain yang perlu dipahami oleh konsultan adalah dengan memiliki asumsi pra kontrak. Asumsi yang dipenuhi oleh konsultan seperti telah bertemu dengan calon klien, telah merespon proposal yang diajukan klien secara tertulis, memiliki kapsitas dalam menyelesaikan masalah klien, serta memahami persyaratan yang ditetapkan oleh calon klien. Bagian yang paling ditekankan oleh Harmein adalah bentuk dokumen, ia juga menjelaskan model-model dari dokumen kontrak dengan peruntukannya masing-masing.

Pembicara 3: Sealvy Kristianingsih

Pembicara ketiga pada tatap muka ini adalah Sealvy Kristianingsih yang merupakan manajer operasional di PKMK UGM. Sealvy memberikan pengantar untuk pengenalan software project untuk mendukung kegiatan konsultasi. Software yang dimaksud adalah project-libre, software ini dpilih karena mampu mempermudah kerja dalam penjadwalan dan detail kegiatan dan pendanaan dalam sebuah project.

video presentasi

Faisal M

 

Pelatihan Konsultan Tahap Kedua Resmi Dimulai

Pelatihan konsultan tahap kedua dimulai pada Kamis, 9 April 2015. Kegiatan ini disellenggarakan sejak pukul 13.00 hingga 14.20 WIB. Materi yang disampaikan terkait Proyek dan Manajemen Proyek. Pertemuan ini dilaksanakan di Laboratorium Komunikasi dan Kepemimpinan. Lt 3 Gedung IKM, Fakultas Kedokteran, UGM, Yogyakarta. Pemateri pertemuan ini adalah Prof. Laksono yang membawakan langsung dari Kairo, Mesir via webinar. Sementara peserta luar Jogja lainnya yang berada di Kalimantan, Aceh, dan berbagai lokasi lainnya juga bergabung dalam pelatihan ini via webinar.

Pertemuan ini menegaskan pentingnya konsultan menerapkan pendekatan manajemen proyek dalam kegiatan konsultasi. Materi yang disampaikan terkait bentuk manajemen proyek seperti apa dan bagaimana cara menjalankan proyek konsultasi.

Pada tatap muka tahap kedua ini, Prof Laksono mengemukakan pentingnya manajemen proyek dalam kegiatan konsultasi. Manajemen proyek tersebut merupakan cara untuk menyusun dan menyiapkan sebuah proyek. Prof Laksono juga memperlihatkan pembelajaran/kursus untuk para konsultan di berbagai tempat dengan mutu atau output yang berbeda dengan kata kunci project management training.

Disebutkan oleh Prof Laksono bahwa definisi proyek merupakan kegiatan yang berlangsung dalam jangka pendek., sehingga penerapan manajemen proyek sangat penting. Prof Laksono juga kembali melakukan flash back terkait materi manajemen proyek pada pertemuan sebelumnya. Dijelaskan bahwa proyek memiliki jangka waktu tertentu (sementara) dimana proyek memililiki sasaran yang telah digariskan dengan jelas. Sedangkan manajemen proyek dijelaskan sebagai proses yang dilakukan mulai pada perencanaan, pengorganisasian, memimpin, dan mengendalikan sumber daya untuk mencapai sasaran.

Tidak lupa Prof Laksono menegaskan dalam pembuatan deskripsi sebuah proyek harus memiliki penjabaran proyek bersama tujuan spesifik dengan menggunakan parameter jadwal, biaya, dan kualitas. Sehingga memudahkan para klien untuk memahami dan akhirnya terjadi kesepakatan antara konsultan dan klien

 

 

Tatap Muka Kelima Pelatihan Konsultan: Menyusun Plan Of Action

Kegiatan tatap muka ke-% membahas tentang Plan of Action kegiatan konsultasi. Pertemuan yang dibawakan oleh Prof Laksono ini dihadiri oleh para konsultan yang sudah tergabung dalam tim, baik secara langsung maupun via webinar. Dalam agenda POA terangkum kegiatan-kegiatan yang dilakukan seperti: (1) Menetapkan satu klien, (2). Merancang kegiatan konsultasi dengan menggunakan Prinsip-Prinsip Manajemen Project yang terdiri dari 2.1) Fase Diagnosis dan Konsepsualisasi, 2.2) Fase Perencanaan, 2.3) Fase Pelaksanaan, 2.4) Fase Terminasi, dan poin (3) Membahas Sistem Kontrak Kerja dan Perencanaan Anggaran.
Prof Laksono memulai dengan menerangkan cara menyusun Plan of Action untuk para konsultan. Prinsip penyusunan POA ini sebaiknya menggunakan pendekatan manajemen proyek (diterangkan pada pertemuan sebelumnya). Sedangkan pada pronsep aplikasi di lapangan kemungkinan besar tantangan yang dihadapi akan berbeda antara konsultan muda dan senior. Sehingga setiap tahap merupakan pembelajaran oleh para konsultan (learning by doing). Demi mematangkan konsep dan karakter dari konsultan muda, mereka dapat dimagangkanmenjalani proses magang di kantor konsultan senior untuk melihat dunia nyata.

Pada kesempatan ini, Prof Laksono juga menanyakan tentang progress masing-masing tim konsultan peserta pelatihan sebelum implementasi ilmu konsultan diterapkan di lapangan. Prof. Laksono menanyakan target utama klien dan kesiapan pakem. Tim Aceh sendiri menjawab bahwa saat ini tengah menyiapkan program konsultan terkait monev JKN dan sementara masih sedang mencari leader untuk proyek ini. Sedangkan dari tim manajemen rumah sakit telah menyiapkan perencanaan konsultasi untuk perencanaan rumah sakit rujukan di Palembang. Prof Laksono juga sedikit mengomentari mengenai persiapan ini, seperti memberikan himbauan untuk lebih hati-hati dalam pelaksanaan kontrak dan sejauh mana detail pelaksanaan kegiatan konsultasi.

Menutup kegiatan ini, Prof Laksono meminta kepada setiap tim konsultan ini untuk menyimpulkan dan menetapkan program konsultasi yang akan dilakukan dan dikembangkan dalam grup milist masing-masing (Faisal Mansur)

 

 

Kegiatan Minggu 4 Pelatihan Konsultan

28mar

video 1  video 2

Pertemuan pelatihan konsultan pada pekan ke IV membahas tentang pelaksanaan pelatihan konsultan dengan tema pemahaman business. Tema ini dibawakan langsung oleh Prof Laksono di Yogyakarta, sementara peserta luar lainnya mengikuti kegiatan ini via webinar.

Menurut prof Laksono seorang konsultan selayaknya memiliki kualifikasi khusus. Seorang konsultan penting untuk memiliki beberapa skills dan perilaku.

Pada topic yang membahas tentang bisnis acumen, Prof Laksono menekankan perlunya memahami dengan baik dan tepat dalam menganalisis masalah klien. Praktisnya adalah bagaimana memahami sifat bisnis klien itu sendiri. Dikarenakan, klien juga memiliki fokus dan karakter masing-masing. Sehingga konsultan akan memiliki berbagai jenis konsultasi berdasarkan ragam lingkungan dan unsur-unsur lain yang mempengaruhinya.

Unsur dan lingkungan yang selayaknya harus dipahami sebagai konteks bisnis klien seperti: Mulai pada peraturan perundang-undangan, peraturan menteri, peraturan presiden, dan lingkungan sekitar klien (ekonomi,politik,dsb).

Untuk materi tentang bagaimana mengelola projek manajemen, dijelakan oleh Prof Laksono akan dimulai pada minggu depan dan dilaksanakan langsung dengan praktiknya. Sehingga para peserta BL konsultan dapat memulai dan membiasakan diri dalam menghadapi klien.

Pengembangan pribadi dan profesionalisme juga mutlak dilakukan oleh konsultan. Setiap konsultan harus didukung oleh kemampuan dan skill untuk menganalisa. Sebab saat ini kata Prof laksono, susah menemukan orang yang ahli dalam ilmu/bidangnya dan balance dengan cara dia berkomunikasi. Maka, kelompok BL konsultan ini memiliki kemungkinan untuk dilakukan placement test untuk mengetahui penempatan kemampuan masing-masing peserta. Dengan jalan ini, kita dapat menempatkan posisi konsultan yang akan menghadapi berbagai model klien. Prof Laksono melanjutkan bahwa tidak ada perbedaan level antara konsultan internasional dan domestic. Konsultan domestic belum tentu lebih buruk dibandingkan dengan konsultan internasional. Hal tersebut tergantung pada bagaimana konsultan memiliki kedalaman ilmu dan cara berkomunikasi dengan klien. Salah satu contoh dalam pengembangan konsultan dapat dilakukan dengan sertifikasi dan sekolah pada jenjang yang lebih tinggi.

  DISKUSI

Pertanyaan diajukan oleh Pak Yos mengenai bisnis acumen yaitu apakah sama dalam melakukan analisis internal dan eksternal. Salah satunya saja atau dua-duanya?

Prof Laksono menjawab bahwa analisa yang dilakukan dalam bisnis acumen ini bahkan lebih luas lagi karena akan memahami berbagai faktor luar yang dapat mempengaruhi klien, bagaimana proses dan dampaknya terhadap klien. Dan tenntunya mampu mensistesis akibat dari adanya hubungan/dampak dari luar dan dalam.

dr Aminah juga menambahkan bahwa proses ini memiliki perbedaan dengan penyusunan naskah stratejik dan membutuhkan pengkajian lebih mendalam, karena factor yang mempengaruhi sangatlah beragam seperti berbagai situasi politik, kemampuan (baik dari sisi pembiayaan maupun klien), dan sebagainya.

Prof Laksono melanjutkan dengan kapasitas selanjutnya yang penting dimiliki oleh seorang konsultan adalah cara berfikir yang proaktif. Konsultan harus dapat berfikir dimana orang lain (awam) belum memikirkan hal tersebut. Konsultan memiliki kemampuan untuk dapat memecah-mecah berbagai persoalan dan menganalisisnya. Keseuluruhan persoalan berada pada satu system yang mana memiliki subsistem dan jika salah satu subsistemnya tidak jalan maka system tersebut tidak akan efektif.

Sebagai contoh dalam analisis program rujukan nasional. Apa saja yang diperlukan untuk memikirkan kebijakan menteri saat ini. Terkait syarat-syarat yang diperlukan dan pengalaman sebuah rumah sakit dalam melakukan kegiatan sebagai rumah sakit rujukan nasional yang pada akhirnya memunculkan pertanyaan mengenai kesiapan rumah sakit tersebut menjadi rumah sakit rujukan nasional.

  DISKUSI

Pertanyaan dari Hardhantyo menyatakan jika beberapa statement yang dikemukakan oleh Prof Laksono tentang indicator kesiapan rumah sakit rujukan nasional tersebut, apakah indicator tersebut memiliki sumber tertentu atau berasal dari analisis?

Prof Laksono menjawab jika pakem tersebut berasal dari kementrian kesehatan. Dengan adanya pakem tersebut, maka setiap konsultan harus mampu untuk menganalisisnya. Konsultan diharapkan memiliki analisa yang tajam dan problem solving. Konsultan dianalogikan oleh prof Laksono sebagai orang yang duduk di atas meja saja, tetapi orang yang proaktif.

Pertanyaan selanjutnya datang dari Pak hanevi yang menanyakan bahwa apakah ini kompetensi ini juga berlaku bukan hanya bagi konsultan manajemen namun juga untuk konsultan teknis?

Prof Laksono memberikan jawaban jika kompetensi ini berlaku untuk semua konsultan baik manajemen maupun teknis. Dimanapun, konsultan harus memiliki etika dan skill, namun konsultan manajemen harus lebih baik dari konsultan teknis, sebab konsultan manajemen tentunya menghadapi problematika yang lebih kompleks.

Pak Hanevi kembali bertanya dan mencontohkan sebuah permenkes yang jika kurang sesuai dengan paradigm konsultan, maka bagaimana seorang konsultan dalam memposisikan diri?

Prof Laksono menjawab dengan memberikan perumpamaan pada pengembangan rumah sakit rujukan nasional dimana saat ini konsultan rujukan itu harus segera diimplementasikan. Meskipun semua memiliki ideology dalam pengembangannya, seorang konsultan harus berani mengambil sebuah ideology yang terbaik, seperti memegang prinsip equity. Yang tidak hanya memberikan kesempatan kepada masyarakat yang memiliki akses mudah untuk memanfaatkan layanan rumah sakit tersebut, namun mendekatkan akses tersebut kepada masyarakat yang memiliki akses yang sulit. Prof Laksono juga mengungkapkan pada bentuk system kontrak. Harusnya, model lelang seperti itu dapat dihindari. Karena pemecahan masalah dapat berlangsung lama (minimal 5 tahun) dengan mengembangkan komponen-komponen pendukung yang tidak mungkin dilakukan hanya dalam jangka waktu setahun.

Pernyataan berikutnya dari salah satu peserta dinkes aceh menyebutkan bahwa selain konsekuensi dari kebijakan Menkes, peran konsultan dalam membantu pemerintah terutama provinsi terkait kebijakan dalam pembagian tanggung jawab antara kab-prov dan pusat dalam pengembangan rumah sakit regional segera perlu ditindaklanjuti.

Prof Laksono menambahkan dengan kegiatan konkrit yang perlu dilakukan oleh pihak Aceh sendiri dengan melakukan seminar dan mengundang pihak Kementrian Kesehatan seperti Dirjen Bina Pelayanan, dan stakeholder lainnya untuk menggambarkan permasalahan dan pentingnya memberikan pendampingan pada pengembangan rumah sakit regional ini.

Ibu Ina hernawati juga menanyakan bahwa apakah konsultan juga harus membuatkan TOR yang baik/ apakah hal ini juga merupakan bagian dari pekerjaan konsultan? Sebab ibu Ina memiliki opini bahwa konsultan bisa melaksanakan tugasnya dengan baik, artinya mempunyai kemampuan analytic thinking untuk hal-hal yg tidak dipikirkan sebelumnya oleh klien, jika kebutuhan klien, TOR dan penugasannya lebih jelas. Tetapi, kenyataannya banyak klien yang tidak mengetahui apa yang diinginkan dan hasil apa yang diharapkan ketika pekerjaan selesai.

Prof Laksono menjawab dan mengiyakan pernyataan dari Ibu Ina, bahwa kebutuhan klien, TOR hingga penugasan yang jelas merupakan kompetensi dari seorang konsultan.

Pertanyaan terakhir berasal dari Said Muntahaza terkait peran konsultan, untuk implementasi kebijakan rumah sakit regional termasuk bagaimana merumuskan produk-produk hukum daerah supaya bersinergi dalam pelaksanaan kebijakan tersebut, disamping itu peran konsultan juga menganalisis sinergi terhadap aturan-aturan dari kemenkes yang mendukung dan atau yang menghambat implementasi kebijakan tersebut.

Menurut Prof Laksono, tim konsultan harus mengetahui system kesehatan, harus mengetahui masalah hukum, persoalan BPJS, berbagai kasus rujukan ke suatu rumah sakit, dan hal-hal lain yang berhubungan dengan kebijakan dan pelaksanaan rumah sakit regional. Sehingga konsultan dapat mengetahui strategi apa yang dapat dikembangkan.

 

Kompetensi Dasar sebagai Konsultan

video part 1  video part 2

Minggu Keempat akan membahas kompetensi dasar sebagai konsultan yang meliputi dua tema, yaitu review minggu lalu dan memahami ketrampilan dasar sebagai konsultan. Hal yang mendasari dalam pencarian kebutuhan klien ialah apa kebutuhan, demand, kemampuan finansial, apakah kebutuhan klien tergantung pada politik? Dari konsultan Dinas Kesehatan menyatakan dalam waktu dekat akan ada penguatan Dinkes Kabupaten/kota, ada dua calon klien yang akan bergabung. Sementara, divisi MRS, sasaran kliennya ialah RS didorong untuk menjadi rujukan nasional, sasaran yaitu Aceh dan NTT. Gubernur Aceh ingin 6 RS menjadi rujukan regional. Sementara, harapan ke depan ialah NTT menjadi RS regional Flores.

Pertanyaan mendasar yaitu bagaimana mempengaruhi klien agar makin berkeinginan untuk menggunakan jasa konsultan? Hal ini akan coba dibahas dalam tema ‘pakem’. Pakem tersebut akan didiskusikan selama satu bulan. Klien sebagai narasumber, paket apa yang bisa dilakukan? Harus jelas kontraknya. Ketua kelompok kerja yang akan membahas pakem.

  Diskusi

Prof. Laksono sebagai pemateri dalam acara ini menyatakan masukannya untuk salah seorang peserta webinar, konsultan data manajemen dapat berdiri sendiri, bukan bagian KIA.

Heru Ariyadi dari ARSADA mempertanyakan pakem dapat dijadikan paket, kriterianya apa?. Prof. Laksono, misal ada dana swakelola, paket tergantung pada situasi klien. Jadi, harus melihat kriteria klien dari berbagai aspek tergantung dana dan sistem kontrak tiap daerah.

Hersumpana menanyakan bagaimana cara melihat kebutuhan klien? bagaimana cara mendeteksi kebutuhan tersebut? Prof. Laksono menyatakan kebutuhan mereka besar namun belum terekspresikan. Sehingga para konsultan harus proaktif dalam diskusi misalnya, untuk meyakinkan perlu ada pendampingan. Maka, butuh keaktifan konsultan.

Konsultan harus memiliki sejumlah kompetensi, antara lain kompetensi teknis, umum dan kketrampilan/perilaku konsultan.Kompetensi yaitu keadaan dimana seseorang dianggap mampu menangani suatu hal sesuai bidangnya. Jika tidak memahami kebutuhan klien, maka akan sulit. Misal, ada RS rujukan karena kebijakan BPJS bersinggungan dengan aspek politik, social dan budaya.

Maka, sejumlah teknis mutlak harus dimiliki konsultan, yaitu teknik wawancara, ambil data, komunikasi dan sebagainya. Selain itu, konsultan harus update informasi sebanyak mungkin.

Hersumpana mempertanyakan bagaimana cara mencari klien? Prof Laksono menjawab, melalui ikut/tandem dengan senior. Hal ini menarik jika klien membutuhkan jasa untuk memperbaiki lrembaganya maka perlu didampingi tim konsultan dari salah satu firma -> misal: obsgin, epidemolog dan IT.

M. Faozi menanyakan apa indikator untuk mendeteksi kemampuan konsultan atau ada penilaian khusus? Prof. Laksono menjawab belum ada teknologi yang mampu memilah kualitas konsultan dengan baik. Belum pernah ada testing tertulis, tes terbaik yaitu try out langsung- melalui training konsultan ini. Lalu, bagaimana memulai hubungan dengan calon klien? Melalui tender/cara lain? Anda harus memiliki CV yang menarik.

M. Faozi mempertanyakan kembali, kesulitan di PKMK, PKMK tidak bisa masuk ke tender padahal tender merupakan prasyarat keuangan. Prof. Laksono memberikan solusi, yaitu PT Gama Multi- tender untuk ke luar. Selain itu, kemitraan jangka panjang, itu yang diarapkan.

Anastasia Susty mempertanyakan bagaimana menyadarkan tentang kebutuhan jika tidak terkait langsung bisnis utama?. Prof. Laksono menegaskan RS harus mempunyai laporan akuntansi. Tidak bisa membangun laporan tanpa pendampingan konsultan.
Hanevi Djasri mempertanyakan di PKMK, bagaimana cara membangun kepercayaan konsultan muda, saat pemaparan data belum tentu dipercayai. Prof. Laksono, kita harus rumuskan pakem cara berpikir dalam menyelesaikan masalah. Maka, melalui pakem kita akan menemukan trik untuk mendapatkan kepercayaan.

Selanjutnya, kisah PKMK FK UGM yang sedang mendampingi Dinkes Balikpapan untuk Manual Rujukan (MR KIA). Program ini akan mengajak Unmul untuk dilibatkan. Hal tersebut disambut baik Unmul melalui perwakilannya, yaitu Krispinus Duma. Melalui kegiatan tersebut, Unmul dapat berfungsi baik untuk wilayah sekitarnya hingga Kaltim.

Hal lain yang menjadi keresahan Prof Laksono ialah banyaknya konsultan asing yang bekerja di Indonesia. Prfof. Laksono dan Ina Herawati akan membawa rekomendasi ke Kemenlu agar Kemenku dapat menerbitkan ijin kerja untuk konsultan internasional itu jika mereka melibatkan orang Indonesia.

Hersumpana mempertanyakan bagaimana cara agar mudah melobi? Prof. Laksono menjawab, kita harus jeli melihat kebutuhan dan karakter klien sebelum menentukan teknik lobi. Hal ini juga menjawab pertanyaan Mulyadi (Aceh), apakah ada pedoman meyakinkan klien?
Proses kegiatan konsultan meliputi diagnosis, rencana, pelaksanaan, monitoring, evaluasi dan mengakhiri.

Dwi Handono mempertanyakan dalam konsultasi, permintaan klien berkembang.Bagaimana biar bisa seimbang? Prof. Laksono menyarakan jika ada yang baru, maka kontrak baru tanpa tender (wid).

 

 

Kompetensi dan Pengetahuan yang dibutuhkan untuk menjadi Konsultan Profesional

back  kembali ke Jadwal   video part 1  video part 2

Bagian I

28feb1Memulai kegiatan pelatihan konsultan yang dihadiri oleh peserta yang berasal dari Yogyakarta, Nanggroe Aceh Darussalam, dan peserta yang berasal dari berbagai tempat lain yang dihubungkan dengan metode webinar. Prof Laksono sebagai pemateri dalam pertemuan kali ini membuka kegiatan bersama peserta dari Aceh.

Pada bagian pertama dalam sesi ini dibuka dengan penjelasan konsepsi dasar konsultan. Dijelaskan bahwa konsultan adalah orang yang mampu mengemban dan menyelesaikan tugas atau permasalahan tertentu. Untuk itu, sebagai konsultan harus dapat memiliki ketrampilan antara lain, pertama, ketajaman dan pemahaman bisnis; kedua, manajemen proyek pengembangan pribadidan professional; ketiga, memiliki cara berpikir proaktif dan analitis; keempat, intelegensi emosi; kelima, komunikasi efektif dan interpersonal; keenam, profesionalisme dan etika.

Namun, jika melihat pasar saat ini. Mereka sebagai konsultan harus mengetahui keahliannya pada bidang apa saja. Konsultan juga disarankan untuk tidak boleh secara teoritis namun harus secara riil dapat menggambarkan dan memberi target dalam mengatasi suatu masalah. Prof. Laksono selanjutnya menambahkan bahwa konsultan juga seharusnya pandai berkomunikasi efektif dengan klien dan harus betul-betul memahami klien serta kasus-kasus yang dihadapi.

Pertanyaan pertama dalam pelatihan ini dilontarkan oleh Heru Aryadi terkait adanya subspesialisasi pada PPK BLUD, manajemen keuangan dan lainnya saat ini. Pemateri memaparkan bahwa saat ini belum ada konsultan yang sangat spesialis dalam bidang-bidang itu.

Pertanyaan selanjutnya terkait persepsi yang berbeda pada hasil akhir terkait dokumen dan hasil analisis, namun sering sekali kerjasama belum dinyatakan selesai dan menimbulkan masalah antara dua pihak. Prof Laksono menjelaskan bahwa kontrak yang jelas pada awal kerjasama tidak akan mengakibatkan hal seperti demikian akan terjadi. Sehingga akhir hubungan kerja dapat menyenangkan bagi kedua belah pihak.

Pertanyaan dari Hanevi Djasri (peneliti PKMK FK UGM) menyangkut kompetensi yang harus dimiliki konsultan, maksudnya bukan hanya penulisan laporan ataukah hanya kompetensi terkhusus. Pemateri menjelaskan diskusi dan materi pada pekan ini dan selanjutnya menyangkut kompetensi apa yang dimiliki dan apa yang dibutuhkan oleh seorang konsultan.

Pertanyaan berikutnya datang dari Putu Eka (penetkiti PKMK FK UGM) yang menyatakan bahwa Intelligent emotional (dimiringkan) sangat diperlukan oleh seorang konsultan, maka mentoring perlu dilakukan oleh konsultan senior kepada konsultan muda. Pak Laksono menjawab bahwa hal tersebut memang jarang ditemukan, namun akan dijawab khusus pada salah satu sesi mendatang.

Bagian II

28-2Diskusi pada bagian kedua diawali oleh diskusi kecil mengenai identifikasi klien setiap tim/divisi. Beberapa divisi diberikan kesempatan untuk memaparkan klien yang membutuhkan jasa mereka. Dalam materi ini juga disampaikan bahwa lembaga konsultan dapat lebih baik menghadapi tantangan dibandingkan dengan konsultan individu, sebab konsultan individu tidak mampu menyelesaikan masalah manajemen.

Dalam lembaga konsultan atau firma terdapat beragam pelaku yang bekerjasama. Pelaku itu terdiri atas pemimpin projek, negosiator,penasehat konseptual, analis, penulis laporan, hingga pelaku di lapangan. Sementara itu, tingkatan konsultan dalam pelaku itu dapat dibagi kedalam konsultan utama, menengah, dan konsultan muda.

Muh. Faozi (peneliti PKMK FK UGM) memberikan pandangan tentang salah satu hambatan konsultan pada divisinya sendiri yang dinilai belum memadai, yaitu pada saat klien meminta laporan yang memiliki tata bahasa asing yang baik. Maka hal tersebut perlu meng-hire (dimiringkan) tenaga ahli lainnya.

Elisabeth dari PKMK FK UGM menanyakan penentuan level konsultan lembaga yaitu penggolongan utama, menengah, dann muda. Dari pertanyaan tersebut, Prof. Laksono menyampaikan bahwa mereka yang disebut senior ketika sudah menjalani proses: magang, bekerja sekian tahun dan dipercaya klien. Namun, yang terpenting untuk dapat disebut konsultan harus lulus kompetensi dasar dulu.

Atik Tri Ratnawati menanyakan apakah seorang konsultan harus menguasai banyak keahlian seperti penguasaan software? Atau cukup tahu dan orang lain yang mengerjakan? Jawaban dari Prof Laksono menyatakan bahwa hal tersebut akan bergantung situasi. Untuk konsultan manajemen harus menguasai statistik, untuk analis khusus maka harus menguasai beberapa hal sekaligus.

Pertanyaan terakhir dari pertemuan ini disampaikan oleh Putu Eka dari PKMK FK UGM terkait jenis konsultan yang paling baik di antara konsultan firma dan perorangan. Jawaban dari Prof. Laksono menyatakan sebaiknya bergabung dalam firma/lembaga konsultan.

 

 

“Pakem” Sebagai Pegangan Kerja

7mart-1

  kembali ke Janodwal  video part 1  video part 2  video part 3

7mart-1Sesi pelatihan konsultan kali ini dimulai pada pembagian kelompok konsultan. Peserta yang tergabung dalam kegiatan ini terdiri dari peserta webinar dari dinas kesehatan NAD, Jakarta, Kalimantan, dan peserta dari RSUP Sardjito dan konsultan PKMK yang melakukan tatap muka langsung di Yogyakarta. Kelompok pelatihan terbagi atas kelompok konsultan KIA, manajemen penyakit menular, manajemen rumah sakit, pembiayaan kesehatan, pengelolaan data dan informasi, kebijakan/program penanggulangan bencana, dan kelompok konsultan manajemen mutu dan pemberantasan fraud/korupsi.

Materi yang disampaikan oleh Prof Laksono menekankan pemahaman pakem bagi setiap konsultan. Menurut beliau, setiap konsultan membutuhkan pakem dalam pelaksanaan konsultasi. Hal ini disebabkan karena masalah yang dihadapi klien tidak dianggap sebagai suatu proses seni yang sulit direkayasa dan dilakukan berulang, melainkan memiliki target yang jelas dan pola yang terarah. Seperti yang dicontohkan pada dokter spesialis yang mengatasi masalah dengan kerangka konsep yang jelas.

Setiap kasus dalam pemberian jasa konsultan perlu melihat kompleksitas masalah yang tentunya akan menggunakan pakem beragam pula. Pengatasan masalah dilakukan dengan pemahaman mendalam oleh konsultan. Permintaan jasa konsultasn berasal dari dua hal pokok, yaitu klien yang memiliki masalah dan membuthkan pendampingan, dan ekspresi yang ditunjukkan oleh klien dalam hal permintaan pendampingan kepada konsultan.

Pertanyaan pertama dalam pelatihan ini datang dari bapak Martinus Sutena yang menanyakan tentang cara penentuan masalah dalam suatu daerah apakah ditentukan oleh konsultan atau klien itu sendiri. Prof Laksono memaparkan bahwa jasa konsultan akan diminta oleh para klien yang mengekspresikan kebutuhan/permasalahannya.

Pertanyaan berikutnya berasal dari Mustofa yang menanyakan cara memberi pemahaman kebutuhan kepada klien. Prof Laksono sendiri menjawab bahwa hal tersebut harus menjadi salah satu keterampilan konsultan. Pelatihan ini akan mencoba mengembangkan keterampilan tersebut untuk setiap konsultan.

Sementara komentar dari Cristinus menyatakan bahwa pekerjaan konsultan kedengarannya memiliki sebuah gengsi, namun jika jenis konsultan adalah individu maka masih tetap susah ditemukan oleh klien-klien yang membutuhkan. Heru Ariadi menambahkan bahwa klien sering menghadapi kendala internal salah satunya adalah hal mendasar seperti keterbatasan SDM dan alat kesehatan di rumah sakit. Namun terkadang klien tersebut tidak dapat melakukan dan memungsikan kemampuan eksternal. Mereka sendiri tidak tahu untuk melakukan apa dengan masalah yang dihadapi.
Prof Laksono menyebutkan bahwa unsur konsultan, klien, dan penyandang dana merupakan konteks proyek di Indonesia. selain itu, jasa konsultan tetap harus menerapkan prinsip proyek karena pada prinsipnya proyek dan kosultan memiliki target dan masa kerja yang jelas.

Ina hernawati menceritakan pengalaman terkait pada proyek kementrian yang pernah mengadakan bidan desa di salah satu daerah, namun kompetensi bidan yang didistribusikan di daerah tidak begitu baik, sehingga capaian target menjadi terhambat. Pelaksanaan proyek ini dilihat tidak seharusnya hanya berlangsung selama 3 tahun. Selain itu monitoring dan evaluasi dari lembaga indepent harus dilaksanakan pada saat pertengahan dan akhir kegiatan agar kinerja dapat optimal.
Prof Laksono menanggapi dengan menunjukkan contoh pada evaluasi MDG yang dianggap berhasil atau gagal. Pusat harus membawa program yang lebih detil ke kab/kota untuk memperjelas pola tindakan dan pola kerja yang dilakukan. Dalam hal seperti ini seharusnya melibatkan konsultan yang independen. tim yang berani, dan memiliki tantangan atau hasil yang jelas. Tidak semata pada peningkatan angka K1 tapi penurunan kematian absolut.
Paket-paket dalam pakem dapat dikelompokkan dalam beberapa macam pertimbangan seperti penyesuaian pada kebutuhan kliem, kemampuan klien, hingga kelayakan pelaksanaan. Pengalaman seperti ini dapat dibagikan oleh para konsultan senior kepada para konsultan muda. Dalam system pemaketan ini biasanya para konsultan lebih cenderung mencari masalah yang besar seperti pada AKB tinggi di suatu daerah dikarenakan hasil dari sebuah intervensi akan terlihat sangat signifikan atau tampak menunjukkan perubahan AKB.

Pertanyaan dari peserta di Aceh terkait perbedaan pakem yang diterapkan dalam projek. Prof Laksono menjawab bahwa pelatihan ini dikembangkan untuk menyusun sebuah pakem baru, dan ajang pembelajaran bagi konsultan muda diluar waktu kerja. Sehingga selain saran dari konsultan senior, para konsultan perlu mencari referensi pendukung pakem yang disusun bersama.