RESUME HASIL DISKUSI POLA PEMETAAN INTERVENSI KIA

Dalam upaya penurunan AKI dan AKB, berbagai intervensi dalam bidang pelayanan KIA sudah dicoba dilakukan. Dalam pelaksanaannya, diketahui bahwa sebenarnya perlu keterlibatan berbagai pihak untuk mencapai tujuan penurunan AKI dan AKB. Pokja KIA Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK UGM mengusulkan sebuah pola pemetaan intervensi KIA dari hulu ke hilir yang melibatkan pihak-pihak terkait. Informasi mengenai pemetaan intervensi KIA dapat dilihat pada uraian berikut:

Apa yang disebut Pemetaan Intervensi? Pengembangan Pemetaan Intervensi KIA diilhami oleh pemikiran yang dipaparkan oleh Kay Bartholomew, Guy S. Parcel & Gerjo Kok. Dalam usaha memetakan intervensi yang efektif, sejak tahun 2009, PKMK FK UGM telah mengembangkan berbagai program intervensi dan inovasi di dalam KIA secara komprehensif. Hasilnya adalah sebuah model intervensi untuk mengatasi berbagai masalah KIA yang kompleks.

Model Pemetaan Intervensi KIA pada sebuah kabupaten/kota dapat digambarkan sebagai usaha menggambarkan berbagai intervensi dengan menggunakan pendekatan continuum of care dari hulu ke hilir. Hasil intervensi diukur dengan angka absolut kematian bayi dan ibu di Kabupaten/ Kota. Ditegaskan bahwa outcomenya adalah kematian, bukan cakupan-cakupan sehingga membutuhkan data yang baik. Dengan indikator data kematian setempat, maka "adrenalin dalam program penurunan kematian ibu dan bayi" dapat ditingkatkan.

Pendekatan ini dimulai dengan memetakan permasalahan yang terjadi di masyarakat sampai ke rumah sakit. Mohon klik di www.kesehatan-ibuanak.net  Pemetaan ini menggambarkan permasalahan dari hulu ke hilir (lihat sebelah kiri, berwarna Oranye). Dari permasalahan tersebut, dengan menggunakan metode akar permasalahan, akan dicari intervensi yang sesuai dengan permasalahannya (sebelah kanan). Intervensi dapat dibagi menjadi dua kelompok besar:

  1. Intervensi kegiatan langsung ke masyarakat (berwarna hijau tua), dan
  2. Intervensi penguatan sistem manajemen dalam program (berwana biru tua).

Intervensi kelompok pertama mengacu ke artikel di Lancet seperti intervensi di masyarakat secara terjadwal, intervensi keluarga, dan intervensi klinik sampai ke RS PONEK.

Pemetaan intervensi ini bertujuan agar kebijakan dan program KIA di sebuah kabupaten dapat dijalankan secara komprehensif dan mempunyai besaran kebijakan yang sesuai dengan permasalahan. Oleh karena itu ikon intervensi dilambangkan dengan sebuah tombol yang dapat diputar. Anda dapat melakukan penilaian sendiri akan intensitas program dan keadaan sistem manajemen sesuai permasalahan dengan mengklik tombol-tombol tersebut.

Jika dilihat pelakunya, maka tombol-tombol intervensi di hulu sebagian besar dilakukan bukan oleh Dinas Kesehatan namun lebih lintas sektor. Hal ini memang logis karena pendekatan hulu untuk mencegah orang sehat menjadi sakit banyak dilakukan oleh sektor lain misal pangan dan gizi, sanitasi, lingkungan keluarga, dan sebagainya. Di hilir lebih mengarah pada pelayanan kesehatan dari pelayanan primer sampai rujukan di rumahsakit yang tentunya dilakukan oleh pelaku sektor kesehatan.

Peta ini tentunya berbeda-beda di setiap kabupaten. Secara garis besar di Indonesia dapat dibagi menjadi 3 daerah yang berbeda sekali. Daerah tipe pertama seperti Papua dimana kematian ibu dan bayi banyak terjadi di masyarakat. Daerah tipe kedua seperti di NTT di kematian ibu dan bayi sedang beralih dari rumah/masyarakat ke fasilitas kesehatan dan akhirnya meningkat di rumahsakit. Daerah tipe ketiga, contohnya adalah DIY dimana kematian ibu dan bayi sebagian besar (90% lebih) berada di rumahsakit.

Intervensi di daerah-daerah yang berbeda tersebut tentunya berbeda intensitas di hulu dan hilirnya. Papua sangat membutuhkan perbaikan hulu karena memang masih sangat buruk. Akan tetapi di DIY pendekatan hulu relatif lebih ringan, sementara justru masalah pelayanan rumahsakit dan rujukan menjadi faktor penting yang menentukan jumlah kematian ibu dan bayi. Walaupun berbeda-beda intensitasnya, tetap dianjurkan intervensinya merupakan kombinasi hulu dan hilir dengan baik. Koordinasi hulu dan hilir sangat dibutuhkan. Sebagai gambaran dengan pelayanan yang baik di rumahsakit, maka penyebab kematian dapat diketahui secara lebih rinci. Dengan demikin intervensi di hulunya menjadi lebih tepat dan dapat didukung oleh seluruh stakeholders.

Dengan pemahaman hulu dan hilir yang terintegrasi ini maka intervensi KIA dapat berupa pelayanan promotif dan preventif di masyarakat, keluarga, dan fasilitas kesehatan, serta pelayanan kuratif di puskesmas dan rumahsakit. Oleh karena itu dibutuhkan kerjasama antar profesi dalam menurunkan kematian ibu dan bayi, termasuk peran aktif para bidan, dokter umum, spesialis obsgin, spesialis anak, sampai ke promotor kesehatan dan perencana keuangan di pemerintah kabupaten.

Selama tanggal 7 – 12 Oktober 2013, dilakukan diskusi terkait pola pemetaan intervensi KIA dalam milis This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.. Poin-poin penting yang dapat dirangkum dari pemikiran peserta diskusi adalah sebagai berikut:

  1. Pemetaan intervesi yang efektif untuk pelaksanaan kebijakan KIA, misalnya di Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali dengan menggunakan pendekatan continuum of care dari hulu ke hilir yang dimulai dari memetakan permasalahan yang terjadi di masyarakat yaitu posyandu. Banyak masalah yang dialami dalam pelaksanaan posyandu di Kabupaten Gianyar salah satunya yaitu pada layanan konseling, padahal layanan ini sangat memberikan manfaat besar untuk penurunan AKI, dengan konseling masalah yang dihadapi balita bisa diketahui dan apabila ada masalah bisa dirujuk ke tempat pelayanan yang tepat seperti puskesmas dan rumah sakit.
  2. Perlu sekali adanya intervensi pada ibu-ibu hamil dan keluarganya. Intervensi ini mengenai bagaimana penanganan kehamilan bagi ibu-ibu. Intervensi kepada keluarga ibu hamil perlu dilakukan, melihat keluarga memegang peranan penting untuk memutuskan dimanakah pelayanan kehamilan ibu dilakukan (tidak hanya di desa, dikota dan dimanapun keluarga mempunyai peranan penting). Pihak puskesmas atau dukun desa, bisa saja menjadi sarana penyampaian pengetahuan/ penyuluhan ini, bahkan mungkin kepala desa/suku atau orang yang disegani di daerah tersebut yang memberikan penyuluhan.
  3. Paket policy brief adalah suatu bentuk paket kebijakan yang sangat diperlukan untuk menekan tingginya angka kematian ibu dan anak, artinya bahwa pengimplementasian program kebijakan KIA tidak bisa dipotong-potong, semua harus seimbang baik pendekatan kebijakan di hulu (pemberdayaan masyarakat, promosi kesehatan, perencanaan lintas sektor, perbaikan gizi dan pencegahan penyakit malaria pada ibu hamil) maupun pendekatan kebijakan di hilir (penurunan kematian bayi, strategi penurunan jumlah kematian ibu dan bayi, penggunaan data kematian absolut, dsb). Dari hasil SDKI 2012 ada beberapa usaha yang sangat perlu ditingkatkan seperti keberadaan fasilitas kesehatan, akses ke fasilitas kesehatan, dan petugas kesehatan baik dalam jumlah dan kualitas. Sehingga perlu adanya kerjasama atau koordinasi lintas sektor mulai dari DPRD, pemerintah daerah melalui SKPD terkait seperti Dinas Kesehatan, Kantor Pemberdayaan Perempuan, Badan Pemberdayaan Masyarakat, BKKBN, dan masyarakat sipil dalam upaya perbaikan program dan peningkatan derajat kesehatan ibu dan anak.
  4. Untuk menjawab permasalahan-permasalahan terkait Program KIA perlu ada kerjasama gabungan antara Kemenkes, BKKBN. Program-program yang ada juga perlu diintegrasikan semua.
  5. Intervensi kepada keluarga melalui tokoh-tokoh masyarakat (toma) memegang peranan penting. Permasalahannya bagaimana memberdayakan toma (dalam praktek sesungguhnya) sehingga mampu mengintervensi keluarga-keluarga di wilayahnya, dan siapa yang bertanggungjawab melakukan itu?
    Mungkin diantara peserta diskusi ada yang punya best practise upaya intervensi kepada toma ini, sehingga bisa mengisi kolom "intervensi" bagian "hulu" dalam bagan mapping intervention (klik www.kesehatan-ibuanak.net ).
  6. Saat ini sebenarnya DIY telah banyak melakukan upaya untuk pencegahan kematian ibu dan bayi dengan pendekatan di hulu, melalui pemberdayaan masyarakat, dengan Gerakan Sayang Ibu (GSI). Upaya ini melibatkan masyarakat yang dimotori oleh pemerintah, namun dalam pelaksanaannya yang paling banyak berperan adalah pemerintah, selain itu masih banyak kendala-kendala yang dihadapi, contohnya pada pertemuan diskusi bulanan yang diadakan oleh PKMK FK UGM pada senin, 07/10/2013, terungkap bahwa Gerakan Sayang Ibu ini hanya bergaung pada saat lomba saja. Masih banyak masyarakat yang tidak begitu memahami masalah GSI dan masyarakat juga tidak tahu akan berpartisispasi dimana karena tidak adanya akses.
  7. Kesinambungan intervensi yang dilakukan dari aspek hulu hingga hilir sangat penting. Sebagai contoh, kondisi pelayanan KIA di NTT. Di NTT, semula banyak terjadi kematian di rumah. Sebabnya, masyarakat enggan untuk ke RSUD/ fasilitas kesehatan karena minimnya tenaga ahli yang dapat memberikan pertolongan memadai kepada mereka. Salah satu bentuk intervensi untuk mengatasi kondisi demikian adalah melalui Program Sister Hospital (SH). Dalam Program Sister Hospital ini, dilakukan pengiriman 3 jenis dokter spesialis (Anak, Obgin dan Anestesi) serta paramedis dari 9 RS besar di Indonesia ke 11 RSUD di NTT.
  8. Upaya merangkum upaya penurunan AKI dan AKB akan mudah jika ada framework yang jelas. Dalam hal ini framework pendekatan terintegrasi dari hulu ke hilir bisa membantu. Menu yang ada akan terus diperkaya, atau mungkin yang sudah ada akan dikritisi.
    Poin penting lainnya adalah bagaimana memilih dan memilah menu ke dalam kategori "hasil cepat", "hasil menengah" dan "hasil jangka panjang." Ini penting karena upaya menurunkan AKI tidak harus menunggu SDKI berikutnya (tahun 2017?), tetapi kita butuh "kemenangan-kemenangan kecil yang segera terlihat hasilnya" untuk membangkitkan semangat dan optimisme.
  9. Dari sisi Siklus Kebijakan, hasil SDKI 2012 merupakan evaluasi dari kumulatif semua upaya yang telah dilakukan minimal dalam 5 tahun terakhir (sejak SDKI sebelumnya tahun 2007). Berdasarkan siklus, berarti kita mulai lagi dari langkah pertama yaitu: Diagnosis Masalah. Langkah ini sangat penting dan harus dilakukan untuk mendiagnosis dengan tepat dan tajam mengapa AKI melonjak tajam (di luar soal perbedaan metode penghitungannya). Untuk itu mungkin dibutuhkan penelitian khusus yang komprehensif untuk mencari akar penyebab masalahnya. Pendekatan Pohon Diagnostik mungkin bisa membantu.
    Jadi konkritnya, berdasarkan Siklus Kebijakan, seharusnya kita berproses sesuai langkah-langkah yang dianjurkan. Pemetaan Intervensi akan lebih bermanfaat jika kita sudah tahu jelas akar penyebab masalahnya.
  10. Beberapa faktor penyebab Kematian Ibu dan Bayi adalah pre eklamsia dan eklamsia serta penyakit-penyakit lain yang diderita Ibu sebelum mengandung. Faktor lain-lain juga menjadi faktor pemicu kematian Ibu dan Bayi. Misalnya Ibu-Ibu yang melahirkan pada usia dini juga Ibu yang nekahirkan pada usia tua. Kurangnya pengetahuan Ibu dalam kasus kehamilan hingga melahirkan masih kurang sehingga ada beberapa Ibu yang melahirkan di rumah dan dibantu oleh Tenaga Non Kesehatan seperti Dukun Bayi. Salah satu intervensi yang dilakukan untuk menurunkan AKI dan AKB adalah program EMAS (Expanding Maternal and Neonatal Survival) yaitu program kerjasama antara Kementerian Kesehatan RI dengan USAID dalam rangka mengurangi angka kematian ibu dan bayi baru lahir. Program EMAS dicanangkan akan berlangsung selama 5 tahun, dari 2012 hingga 2016. Program EMAS mendukung pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten untuk berjejaring dengan Organisasi Masyarakat Sipil, fasilitas kesehatan publik dan swasta, asosiasi rumah sakit, organisasi profesi, dan sektor-sektor lain. Program EMAS bertujuan untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi baru lahir di Indonesia hingga 25%.
  11. Kami sepakat dengan pendekatan sistem dari hulu ke hilir yang di wacanakan guna menekan angka kematian ibu yang meningkat menurut data SDKI 2012. Pola berfikir hulu hilir dapat dengan mudah menemukan titik permasalahan yang ada di ditingkat pelayanan kesehatan dan dimasyarakat.
    Data SDKI menunjukkan angka kematian ibu juga terjadi di tingkat masyarakat sehingga diperlukan pendekatan kemasyarakatan yang lebih komprehensif. Pendekatan yang tidak hanya melibatkan tenaga kesehatan, tetapi semua sektor yang terlibat termasuk perangkat pemerintahan desa/kelurahan atau dalam hal ini menggunakan pendekatan dari aspek hulu. Menurut analisis kami, pendekatan sistem di hulu memerlukan pendekatan berbasis masyarakat sebagai pondasi awal dalam rangka menurunkan angka kematian ibu. Misalnya, kemitraan antara bidan dan dukun beranak yang seharusnya tidak hanya sebagai program tanpa impelementasi. Dalam pendekatan ini, dibutuhkan pendekatan yang berbasis modal sosial seperti intervensi berupa kegiatan-kegiatan kemasyarakatan, Memberdayakan semua unsur masyarakat tanpa berusaha mengikis atau bahkan menghilangkan modal sosial yang ada.
  12. Penanganan program kematian ibu diperlukan penanganan lintas sektor. Penanganan ini juga melalui pendekatan hulu-hilir. Dimana di tingkat hulu, kesadaran masyarakat dan pihak-pihak terkait perlu ditingkatkan. Untuk di tingkat hilir, penanganan kuratif perlu ditingkatkan terutama di tingkat daerah. Peran serta pengambil kebijakan juga merupakan salah satu faktor yang dapat menekan angka kematian ibu. Mengingat hal tersebut, maka pengambilan kebijakan perlu dilakukan dari tingkat daerah yg diarahkan ke tingkat pusat, sehingga gambaran masing-masing daerah lebih terlihat detail dan nyata.