Laporan Hari I  Laporan Hari II  Laporan Hari III

LAPORAN PIT V HOGSI

(PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN KE V HIMPUNAN OBSTETRI GINEKOLOGI SOSIAL INDONESIA)
DI HOTEL ROYAL AMBARUKMO YOGYAKARTA, 30 APRIL-2 MEI 2012

Laporan Hari II

Pelapor: dr.Sitti Noor Zaenab, M.Kes

Berbeda dengan acara hari pertama yang sempat tertunda 1 jam menunggu pembukaan resmi, pada hari kedua ini SIMPOSIUM 1 dengan topik " Bugar di Usia Senja" langsung dimulai tepat pukul 08.00 WIB. Tampil 4 pakar kesehatan sebagai pembicara yaitu:

  1. Prof. dr. Ariawan Soejoenoes, SpOG(K), dengan judul: Bugar di Usia Senja
  2. DR. Dr. Tono Juwantono, SpOG(K), dengan judul: Kesehatan Tulang Pasca Menopause
  3. dr. Grace Tumbelaka, dengan judul: Olahraga dan Gaya Hidup
  4. Prof. DR.Wimpie Pangkahila, SpAnd, dengan judul: Aktifitas Seksual Wanita Pasca Menopause

Sesi ini cukup menarik karena yang ditampilkan adalah merupakan masalah yang dihadapi kebanyakan peserta yang rata-rata sudah berumur diatas 45 tahun, apalagi disertakan pula gambar-gambar yang sedikit saru tetapi tetap ilmiah. Saat ini jumlah lansia makin bertambah, hal ini membawa dampak pada masalah ekonomi, sistem kesehatan yang menjamin mutu kehidupan, kemandirian, dan keseimbangan peran keluarga. Dibutuhkan pelayanan publik dan infrastruktur yang ramah lansia. Definisi tua tidaklah sama tergantung dari sudut pandang, dapat dilihat dari 3 sudut pandang yaitu: Chronical age; Biological age; dan Psychological age . Meski menu, yang dibutuhkan adalah kualitas hidup yang meliputi 4 ranah yaitu: Fisik; Psikososial; Hubungan Sosial; dan Lingkungan. Tujuan menua yang sehat adalah: mempertahankan kesehatan fisik dan mental; menghindari kelainan; dan tetap aktif dan mandiri. Untuk mencapai itu perlu melakukan kebiasaan sehat yaitu: mengatur pola makan yang bergizi seimbang; olahraga teratur; dan aktif secara mental. Meskipun sangat dibutuhkan olahraga tetapi tidak semua boleh dilakukan. Yang tidak boleh yaitu: lompat, flexi, aktifitas berpotensi jatuh, abduksi dan adduksi dengan beban berat.

Salah satu masalah di usia tua adalah kesehatan tulang, terutama pada wanita pasca menopause dapat terjadi osteoporosis , yang disebabkan kekurangan hormon eostrogen. Berkurangnya hormon oestrogen menyebabkan ketidakseimbangan antara respon tulang dan formasi tulang, respon tulang menjadi lebih cepat dibanding formasi tulang, akhirnya masa tulang menjadi rendah dan mudah rapuh. Kalau tidak hati-hati dan jatuh dapat menyebabkan patah tulang. Pengobatan osteoporosis ini ada 2 macam yaitu dengan terapi hormonal (Estrogen Replacement Therapy) dan non hormonal. Yang lebih penting lagi adalah pencegahan yaitu dengan cukup asupan Kalsium dan Vitamin D, olahraga teratur, dan cukup gerak. Efek lain dari kekurangan hormon karena usia tua adalah terganggunya kehidupan seksual, sehingga kalau tidak diobati maka gejala akan berjalan terus, kualitas hidup menurun, dan dapat terjadi disharmoni seksual dengan pasangan.

Waktu untuk diskusi sangat singkat sehingga menimbulkan penasaran, dan acara dilanjutkan ke SIMPOSIUM 2 dengan topik "Medikolegal dan Malpraktek", tampil 4 penbicara:

  1. dr.Hani Susiarno, SpOG(K), dengan judul: Malparaktik atau Resiko Tindakan Medis?
  2. dr.Nurdadi Saleh, SpOG, dengan judul: Pengalaman Penanganan Dugaan malpraktik dalam Pelayanan Obstetrik
  3. Prof.DR.Siti Ismijati Jenie, SH, CN, dengan judul: Antisipasi Dugaan Malpraktik
  4. dr.Siswanto Sastrowiyoto, SpTHT, MH, dengan judul: Penanganan Kasus-Kasus Medikolegal, Pengalaman di RS Sardjito

Ketiga pembicara pada sesi ini dari kalangan medis, sehingga sangat menarik ketika tampil seorang proffessor yang murni ahli hukum. Malpraktik dan resiko tindakan medik adalah 2 hal yang berbeda. Malpraktik adalah melakukan kesalahan/kelalaian yang melanggar ukuran kemampuan rata-rata seorang profesional, yang menyebabkan kerugian /kematian pasien. Malpraktik dapat dituntut pidana atau dituntut ganti rugi secara perdata. Sedang resiko tindakan medik adalah bukan kesalahan/kelalaian karena sekecil apapun tindakan medik selalu ada resiko. Resiko tindakan medik tidak boleh ada penuntutan apapun. Oleh sebab itu beberapa hal ini perlu diperhatikan sebelum melakukan tindakan: Tidak menjamin kesembuhan tapi inspanning verbintenis ; Hati-hati pada kasus yang berpotensi menimbulkan medicolegal trouble ; Tidak melakukan pengobatan dibawah standar/tidak sesuai dengan standar profesi; dan Semua prosedur dilakukan dengan informed consent.

Di dalam sebuah organisasi profesi seyogyanya ada Dewan Pertimbangan yang bertugas: Membahas dan menganalis kasus; Memutuskan kasus bisa digolongkan sebagai : putih, abu – abu, atau hitam ;Memberi nasihat untuk melanjutkan kasus tersebut ke proses hukum selanjutnya atau di tempuh mediasi antara para pihak; dan Menentukan saksi ahli. Untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya gugatan malpraktik maka semua pihak yang mungkin menjadi sasaran gugatan malpraktik itu melaksanakan tugasnya sesuai standar profesinya, sesuai pula dengan standar pelayanan rumah sakit, senantiasa mematuhi ketentuan perundang‐undangan di bidang kesehatan, serta memperhatikan code etik masing‐masing profesi. Kalaupun harus menghadapi tuntutan malpraktik maka harus dihadapi bersama-sama (dalam sebuah RS) karena ada yang disebut tanggung gugat dan tanggung renteng.

Kemudian dilanjutkan dengan kuliah umum dari Prof.DR.dr.Nila Djuwita F.Moeloek, SpM(K) dari Kantor Utusan Khusus Presiden RI untuk MDGs, dengan judul: Meningkatkan Kemitraan yang berkelanjutan untuk Menunjang PencapaianTarget MDGs 2015. Disampaikan bahwa obyektif 8 goals dari MDGs adalah meningkatkan kualitas ekonomi dan sosial masyarakat miskin. Ada beberapa target yang sudah dicapai saat ini, ada yang bisa dicapai pada tahun 2015, tetapi ada yang sulit dicapai yaitu Penurunan AKI; Jumlah penduduk dengan HIV/AIDS; dan Tingkat emisi gas rumah kaca, air bersih dan sanitasi. Masalah kematian ibu ditunjang oleh perilaku sex remaja yang tidak sehat, usia perkawinan pertama dibawah 20 tahun yang tinggi, kehamilan yang tidak diinginkan, yang akan berakibat putus sekolah, aborsi tidak aman, meningkatnya resiko kematian ibu, dan resiko mortalitas dan morbiditas. Untuk itu dibutuhkan kerja keras semua pihak yaitu masyarakat, pemerintah, dan swasta. Kerja keras saja tidak cukup tetapi harus bekerja dalam jaringan untuk saling mendukung. Dimulai dari hal-hal kecil dari masing-masing orang dengan menggunakan teknologi informasi yang makin berkembang, misalnya mengirim SMS/BBM yang berisi pesan-pesan Kesehatan Reproduksi (Kespro). Kalau semua mau berperan sesuai kemampuan dan posisi masing-masing tanpa harus saling menunggu atau saling menyalahkan maka target MDGs ini akan tercapai.

Waktu berjalan begitu cepat, masuk ke SIMPOSIUM 3 dengan topik "Peningkatan Pelayanan di RS dalam Upaya Peningkatan Pelayanan Kesehatan Ibu", dipaparkan oleh 4 pembicara:

  1. dr.HR. Dedi Kuswenda, SpOG (Direktur Bina Upaya Kesehatan Dasar Kemenkes RI), dengan judul: Peningkatan Kinerja Puskesmas PONED sebagai Jejaring RS PONEK
  2. dr. Diar Wahyu Indriati, MARS (Direktorat Bina Upaya Kesehatan Rujukan Kemenkes RI), dengan judul: Penyiapan RS PONEK 24 jam
  3. dr.Omo Abdul Majid, SpOG(K), (Direktur Umum dan Operasional RSCM), dengan judul: Peran Manajemen RS dalam Upaya Peningkatan Pelayanan Kesehatan Ibu
  4. dr.R. Soerjo Hadijono, DTRM&B(Ch)., SpOG(K), (Kepala Departemen Obstetri Ginekologi FK UNDIP) dengan judul: On The Job Training (OJT) PONEK dan Peran Jaringan Nasional Pelatihan Kesehatan (JNPK) dalam meningkatkan Kompetensi Tenaga Kesehatan

Pelayanan Obstetri Emergensi yang adekuat merupakan upaya terakhir mencegah kematian ibu. Puskesmas PONED berperan sebagai tempat Rujukan atau Rujukan Antara dalam Penanganan Komplikasi Obstetri & Neonatal;. Puskesmas PONED dan RS PONEK merupakan suatu kesatuan Sistem Rujukan Emergensi Obstetri & Neonatal. Sehingga diperlukan dukungan berbagai pihak untuk pengembangan Sistem Rujukan, dan diperlukan Komitmen Daerah dan Seluruh Stakeholders . Peningkatan sistem rujukan juga untuk mendukung jejaring pelayanan terpadu dalam mewujudkan universal coverage 2014.

Pelatihan adalah intervensi untuk masalah kompetensi dan peralatan adalah syarat untuk melaksanakan prosedur klinik sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Pelatihan dilakukan untuk standardisasi pelayanan, peralatan diberikan untuk menyelenggarakan pelayanan, dan supervisi fasilitatif dilakukan untuk membantu pihak rumah sakit dapat menerapkan hasil pelatihan dan menyelenggarakan pelayanan berkualitas. Investasi pelatihan dan penyediaan sarana-prasarana, baru dapat menggerakkan sebagian mesin produksi PONEK, karena program pemerintah pusat, tidak akan memberikan hasil yang memuaskan apabila tidak didukung sepenuhnya oleh pemilik rumah sakit/pemerintah daerah.

Setelah ishoma dilaksanakan sidang paralel yang terbagi pada 3 kelompok, yaitu:

  1. Workshop 5 dengan topik "Kerjasama Lintas Sektoral dalam Upaya Percepatan MDGs 2015"
  2. Sesi Bidan dengan topik " Kontrasepsi, kaitannya dengan Infeksi panggul dan kanker"
  3. Makalah Bebas, yang terbagi 2 yaitu Makalah Bebas 1a dan 1b

Penulis mengikuti WORKSHOP 5 yang diadakan di Ballroom, disini tampil 5 pemakalah yaitu:

  1. dr.Muljo Hadi Sungkono, SpOG(K), dengan judul: Peran, Sumbangan, dan Kendala RS Mitra dalam Program Sister Hospital di NTT
  2. dr.Yuanda Nova , MARS (Ditjen BUK Kemenkes RI), dengan judul: Improvement Collaborative Approach dalam Penanganan Kasus Emergency Maternal dan Neonatal
  3. dr.Rukmono Siswishanto, M.Kes, SpOG(K), dengan judul: Peran dan Dukungan Pemda Setempat dalam Menjaga Keberhasilan dan Kelangsungan Program Sister Hospital di NTT
  4. dr.Diar Wahyu Indriati, MARS (Direktorat BUKR), dengan judul: Peran dan dukungan Kemenkes dalam Keberlangsungan & Keberhasilan Program Sister hospital di NTT
  5. dr.Rosilawati Anggaraeni (UNFPA), dengan judul: Kesehatan Reproduksi dalam Situasi Pasca Bencana

Pencapaian MDGs bukan sekedar penurunan AKI/AKB tetapi peningkatan KESEHATAN IBU dan ANAK secara komprehensif. Demikian juga terkait dengan penanganan masalah sampai "HULU" bukan hanya penanganan masalah secara instan di "HILIR". Untuk itu diperlukan upaya pencegahan mulai dari hulu sampai hilir yaitu berupa PRIMARY PREVENTION yang meliputi: Mencegah kesakitan maternal dan perinatal, Perubahan Perilaku, Perbaikan Sistem yang berkesinambungan, Pemberdayaan Masyarakat, dan Kemandirian Daerah; SECONDARY PREVENTION yang meliputi: Menurunkan jumlah kematian ibu dan bayi, dan Penyediaan PONEK 24 jam; dan TERTIARY PREVENTION yang meliputi: Menurunkan komplikasi , Menurunkan Keparahan, dan Menurunkan intensitas penyakit.

Kolaborasi Perbaikan merupakan pendekatan yang paling sesuai untuk menyelesaikan masalah kesehatan yang persisten. Kunci dari kolaborasi adalah kesamaan visi dan tujuan untuk melakukan perbaikan diantara pengampu atau pelaku program kesehatan.Bimbingan teknis dan dukungan dari seluruh pengampu/mitra akan sangat menentukan upaya perbaikan yang dijalankan

Isu Exit Strategy untuk Sister Hospital adalah: Kemandirian Rumah Sakit, Pemanfaatan teknologi untuk akselerasi pencapaian kemandirian, Penguatan budaya kerja & partisipasi, misalnya Spirit kearifan local di RSUD Bajawa Su'u papa suru, Sa'a papa laka.

Kemenkes mendukung program Sister Hospital melalui: Pemenuhan anggaran Prog.Pembinaan Upaya Kesehatan yang diarahkan pada pemenuhan TT (kelas 3), PONEK, IGD, UTD RS dan gedung RS yang bermuara pada peningkatan mutu pelayanan (hardware); Peningkatan mutu brainware / software RS yaitu peningkatan kapasitas SDM, manajemen dan pelayanan medik; Diharapkan mampu mempercepat kemandirian RS bergerak &RS Pratama . Untuk itu perlu dukungan Dinkes, FK dan sektor swasta.

Masalah Kespro sering dilupakan dalam kondisi bencana, padahal hal tersebut tidak dapat ditunda. UNFPA yang merupakan bagian WHO mengenalkan Paket Pelayanan Awal Minimum (PPAM) Kespro dalam keadaan bencana. Adapun tujuan PPAM adalah: Identifikasi coordinator, Mencegah & menangani konsekuensi kekerasan seksual, Mengurangi penularan IMS/HIV, Mencegah peningkatan kesakitan dan kematian maternal dan neonatal, Merencanakan layanan Kesehatan Reproduksi komprehensif terintegrasi pada layanan kesehatan primer, sesegera mungkin. Sehingga kerjasama lintas sektoral menjadi hal yang wajib dalam mencapai target MDGs 2015.

Selesai sidang paralel para peserta kembali ke Ballroom untuk mengikuti SEMINAR 1 dengan topik "Best Practices in Obstetrics care". Para pemapar dalam seminar ini:

  1. dr.Moh.Hakimi, PhD, SpOG(K), dengan judul: Postpartum Hemorrhage
  2. dr.R.Soerjo Hadijono, DTRM&B(Ch), SpOG(K), dengan judul: Delayed Cord Clamping

SEMINAR 2 dengan topik "Trend and Controversies of Obstetric Care in the Aspect of Medicolegal". Tampil para praktisi sebagai pembicara:

  1. dr.Ova Emilia, M.Med.Ed, PhD, SpOG(K),dengan judul: Water Birth
  2. dr.Zainal Arifin, SpOG, dengan judul: Hypnobirthing

Pada 2 topik seminar ini membahas prmasalahan klinis sebagai tambahan pengetahuan bagi para peserta, yang kebanyakan adalah dokter spesialis obsgyn, dokter umum, dan bidan.

Meskipun pertemuan hari ke dua berlangsung sampai sore, tetapi para peserta tetap antusias mengikuti sampai selesai karena topik-topik yang diangkat cukup up to date dan menarik.

Khusus anggota HOGSI masih melanjutkan Focus Group Discussion pada malam hari, dengan topik "Pelaksanaan dan Hambatan Jampersal di Lapangan". Tentu saja penulis tidak ikut karena bukan anggota HOGSI.

Pertemuan secara umum akan berlanjut besok hari terakhir dengan topik-topik yang makin menarik. Penulis berusaha untuk melaporkan secara keseluruhan, baru akan membahas lesson learnt dari acara PIT V HOGSI baik proses maupun materinya. Mungkin ada sesuatu yang bisa diambil sebagai bagian dari proses pembelajaran di organisasi PMPK FK UGM.