Nilai PBI BPJS Masih Menjadi Polemik

JK-26mar13Jusuf Kalla (kiri) dan Bambang Wispriyono (kanan) saat diskusi Polemik Nilai PBI BPJS (Jakarta, 26/3/2013)Depok, PKMK-Polemik tentang nilai Penerima Bantuan Iuran Badan Pengelola Jaminan Sosial (PBI BPJS) Kesehatan sebaiknya jangan terlalu lama. Sebab, masyarakat Indonesia harus cepat memperoleh kepastian tentang nilai yang menjadi haknya itu. Hal tersebut disampaikan oleh Dr. Bambang Wispriyono, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia di Depok (26/3/2013).

Pihak-pihak yang berpolemik seperti Kementerian Keuangan RI, Kementerian Kesehatan RI, Komisi IX DPR RI, dan Dewan Jaminan Sosial Nasional, harus sering duduk bersama, tambah Bambang. "Standar menjadi polemik, saya kira itu hal yang wajar. Seperti halnya standar minimal luas lantai rumah sederhana yang belum lama ini jadi polemik, 'kan," ucap Bambang. Pihak-pihak tersebut harus mencari perbedaan yang terjadi. Jika perbedaan itu sudah diperoleh, semua pihak harus saling memahami. "Jika ternyata didapati bahwa nilai Rp 15.483 per orang per bulan yang diusulkan Kementerian Keuangan RI tidak memadai, ya bisa dinaikkan," katanya.

Sebaliknya, jika standar maksimal yang dipasang pihak lain terlalu tinggi, ya nilainya bisa diturunkan. "Jadi, standar minimal yang layak disepakati bersama tanpa merugikan stakeholder seperti RS dan Puskesmas," katanya. Bagaimana bila pada akhirnya nilai yang dipakai Rp 15.483 per orang per bulan yang diasumsikan terlalu rendah? Hal itu sebenarnya tidaklah menjadi persoalan. Sebab, jika dalam pelaksanaan ternyata nilai itu terlalu rendah, revisi bisa dilakukan. "Undang-undang pun bisa diubah, terlebih lagi aturan tentang nilai PBI itu," ungkapnya. Hal yang pasti semua kalkulasi harus berdasarkan rasionalitas dan kajian-kajian yang tepat. Universitas Indonesia sendiri selama ini sudah banyak memberi masukan tentang BPJS Kesehatan.